Testimoni

Halaman

Perumusan Overspel (Pidana Perzinahan) Berdasarkan Ketentuan Hukum-Hukun yang Ada di Indonesia



Perumusan Overspel (Pidana Perzinahan) Berdasarkan
 Ketentuan Hukum-Hukun yang Ada di Indonesia

Pendahuluan
Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak kekerasan yang sering terjadi di dalam masyarakat. Kekerasan dapat berupa kekerasan fisik dan/atau psikis. Kekerasan yang banyak terjadi di masyarakat adalah kekerasan fisik berupa kejahatan kesusilaan. Sehubungan dnegna hal ini, moral manusia dinilai mengalami kemerosotan saat, dimana mulai hilangnya rasa kepekaan, nilai-nilai kerohanian, kejujuran, cinta kasih, kekeluargaan dan iman. Hal ini dibuktikan dengan beragam jenis fenomena kehidupan yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah tindak pidana kesusilaan.
Salah satu jenis kejahatan kesusilaan yang kontroversi dan mendapat banyak perhatian masyarakat adalah tentang perzinahan atau overspel. Pengertiannya perzinahan (overspel) merupakan tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan dan masuk dalam jenis kejahatan (Kurniawan, 2013). Perzinahan merupakan suatu tindak pidana yang sering terjadi dalam masyarakat umum, hal ini tidak dapat lagi dipungkiri. Dalam masyarakat  yang beragam, khususnya di Indonesia perbuatan zina bukanlah sesuatu yang dibenarkan. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki definisi dan ketentuan-ketentuan sendiri dalam mengatur apa itu perzinahan dan bagaimana ketentuan-ketentuannya.
Berkaitan dengan hal ini, Hukum pidana memiliki tujuan pokok yaitu melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya bahkan merugikannya baik datang dari perseorangan maupun kelompok (Lutfianingsih, Gunadi, & Efendi, 2011). Meskipun demkian dalam konsep tindak pidana terhadap kesusilaan pada umumnya menimbulkan kekhawatiran/kecemasan khususnya orangtua terhadap anak wanita karenaselain dapat mengancam keselamatan anak-anakwanita (misalnya perkosaan, perbuatan cabul) dapatpula mempengaruhi proses ke arah kedewasaanseksual lebih dini. Tindak pidana ini paling banyak menimbulkankesulitan dalam penyelesaiannya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap pengambilan keputusan. Selain kesulitan dalam batasan juga kesulitan pembuktian misalnya perkosaan atau pun perbuatan cabul yang pada umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain (Handrawan, 2016). Maka, berdasarkan penjesan tersebut, maka dalam makalah ini akan di bahas mengenai
perumusan overspel (pidana perzinahan) berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia.
Pemabahasan
1.      Pengaturan Overspel Berdasarkan KUHP
Hukum pidana Indonesia (baca: KUHP) yang nama aslinya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvSNI), merupakan produk  asli bangsa Belanda yang diterapkan bagi bangsa Indonesia (Bahiej, 2003). Lahirnya kodifikasi Peraturan Hukum Pidana atau KUHP Tahun 1918 menjadi jawaban penting bagi bangsa Indonesia sebagai dasar terhadap penghapusan konsep dualisme hukum pidana yang dapat mempersulit nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia. Pada tahun 1946 Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch-Indie mengalami perubahan menjadi Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesie yang dinyatakan berlaku di Indonesia sebagai salah satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP) yang berlaku secara universal di wilayah Republik Indonesia.
2.      Pengaturan Overspel Berdasarkan Hukum Islam
Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam agamaIslam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki atau perempuan yang telah menikah dengan lelaki atau perempuan yang bukan suami atau istri sahnya, termasuk perzinaan. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa semua orang Muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah.Tentang perzinaan di dalam Al-Qurandisebutkandi dalam ayat-ayat berikut; Al Israa'17:32, Al A'raaf 7:33, An Nuur 24:26.
3.      Overspel dan Konsepsi Masyarakat Indonesia
Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan overspel yang pengertiannya jauh lebih sempit dari pada zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat tali perkawinan. Overspel dapat ditindak dengan hukum pidana jika ada pengaduan dari istri atau suami pelaku. Tanpa adanya pengaduan, atau tanpa diadukan oleh istri/suami, maka tindak pidana perzinahan bukan sebagai hal yang terlarang (Bahiej, 2003). Pengertian ini diperjelsan dalam Pasal 284 KUHP. Selain itu, dalam pasal tersebut juga dijelasnkan bahwa zinah dapat dihukum secara pidana hanya jika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan sebagai korban perkosaan.
4.      Penaggulanggan Menghadapai Perbedaan Pengertian Overspel di Indonesia dan Perkiraan Dampaknya
Dalam  pemikiran  masyarakat  pada  umumnya  zina  yang  diterangkan   dalam   KUHP   hanya  menjerat   orang   melakukan   zina   jika  salah  satu nya  terikat  tali  perkawinan,  berarti  jika  orang  yang  melakukan  zina  yang   keduanya   belum   memiliki   tali  perkawinan   maka   per buatan   tersebut  tidak dipidana (Sugiyanto, Pujiyono, & Wisaksono, 2016). Sehingga dengan adanya perbedaan yang denikian, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara menyelaraskan kedua hukum yang berlaku, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi adanya kesenjangan yang berkaitan dengan norma kesusilaan di masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perumusan tentang peraturan perzinaan (overlap), memiliki dua pandangan yang berbeda, yaitu secara Hukum Pidana berdasarkan Pasal 284 KUHP dan Hukum Islam yang selaras dengan pandangan masyarakat pada umumnya. Perbedaan inilah yang memicu kontroversi. Meskipun telah ada usaha pengajuan untuk memperluas hukum tentang perzinahan tersebut. Damun masih dikhawatirkan akan memicu mslah baru dengan adanya pemanfaatan dari pihat-pihat tertentu. Oleh karena itulah, sampai saat ini perumusan hukum perzinahan masih mengacu pada Pasal 284 KUHP, dimana tali perkawinan menjadi fokus utama penentuan hukumnya.



Mau dibuatkan paper  seperti ini?
Atau tugas-tugas custom lainnya?
Silahkan contact ke WA 085868039009 (Diana)
Happy Order :)