Testimoni

Halaman

PENGARUH COVID-19 TERHADAP EKONOMI INDONESIA DAN ASEAN

 

PENGARUH COVID-19 TERHADAP EKONOMI INDONESIA DAN ASEAN

 

1.      PENDAHULUAN

Dunia saat ini terkena dampak penyakit virus korona baru (COVID-19) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengoordinasikan upaya global untuk mengelola dampak dan menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020. Skala dampak dari pandemi ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan penelitian menunjukkan bahwa mungkin perlu lebih dari satu dekade bagi dunia untuk pulih, baik secara sosial maupun ekonomi dan mungkin secara signifikan pandemic ini juga akan mengganggu kemajuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Pada 27 Maret, negara-negara G20 menjanjikan $5 triliun untuk mempertahankan ekonomi global melawan COVID-19, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan Rencana Respons Kemanusiaan Global untuk COVID-19.[1]

Negara berkembang hampir di mana-mana membutuhkan bantuan. Di Asia, Indonesia menghadapi salah satu situasi yang paling sulit. Kemampuannya untuk menahan virus korona masih belum pasti dan ekonominya telah diguncang oleh episode besar arus keluar modal. Akan tetapi risiko ekonomi utamanya bukanlahseperti yang dulu berupa pembalikan arus modal yang memicu krisis mata uang, seperti dalam Krisis Keuangan Asia pada akhir 1990-an. Masalah utamanya pada dasarnya adalah masalah domestic, yaitu upaya untuk membiayai defisit anggaran yang cukup besar untuk menyediakan belanja kesehatan yang memadai, serta dukungan fiskal untuk meredam kemerosotan ekonomi global paling parah sejak Depresi Hebat.[2]

Padahal ekonomi Indonesia tengah berjalan cukup baik sebelum pandemi, terus berkembang sekitar 5 persen per tahun selama beberapa waktu dan dengan prospek yang bagus untuk terus berlanjut. Namun ketergantungannya pada aliran masuk modal asing telah lama menjadi titik lemahnya, sehingga di pandemi ini Indonesia adalah salah satu yang terparah karena terkena dampak eksodus besar-besaran modal asing dari pasar negara berkembang akibat COVID-19 menjadi pandemi global pada Maret tahun ini. Lebih dari US$10 miliar ditarik dari pasar modal Indonesia dan rupiah sempat anjlok hampir 20 persen. Dalam tulisan ini, akan dianalisis dampak dari pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia dan juga di Asia Tenggara.

 

2.      PEMBAHASAN

2.1.   Kondisi Ekonomi Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) melalui video conference di awal bulan Agustus 2020 mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 mengalami kontraksi minus 5,32% (year on year). Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal II-2020 sebesar Rp2.589,6 triliun. Jika dibandingkan kuartal I-2020, ekonomi kuartal II tetap minus 4,19 persen. Menurutnya Pemerintah terus meningkatkan ekonomi tetap berjalan. Pandemik Covid-19 ini telah menciptakan efek domino dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial, masalah ekonomi yang dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat.[3]


Dari sisi produksi, terdapat sepuluh dari tujuh belas lapangan usaha yang mengalami kontraksi pertumbuhan. Kontraksi paling dalam dialami oleh Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 30,84 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia (y-on-y) mengalami kontraksi pada semua komponen. Kontraksi terdalam terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 11,66 persen. Sementara itu, Komponen Impor Barang dan Jasa (sebagai komponen pengurang) terkontraksi sebesar 16,96 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 dibanding triwulan I-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4,19 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, hampir seluruh lapangan usaha mengalami kontraksi pertumbuhan dimana kontraksi terdalam dialami oleh Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 29,22 persen. Ditinjau dari sisi pengeluaran, kontraksi pertumbuhan ekonomi terjadi pada semua komponen kecuali Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang tumbuh sebesar 22,32 persen.


2.2.   Kondisi Ekonomi ASEAN

ASEAN adalah negara adidaya ekonomi terbesar ketujuh di dunia dan ketiga di Asia dengan PDB gabungan sebesar US$2,6 triliun. Di antara negara-negara ASEAN, ASEAN-5 merupakan negara yang memiliki pertumbuhan PDB terkuat dan dipandang memiliki aktivitas ekonomi yang lebih kuat (Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunei). Dampak COVID-19 di wilayah tersebut berdampak langsung pada perekonomiannya. Keberagaman negara-negara ASEAN telah menimbulkan masalah serius tentang keamanan manusia dalam skala besar, yang mengakibatkan kondisi ekonomi yang terus naik turun dengan tidak stabil yang agak mengkhawatirkan saat ini, dan jika tidak ada tindakan tegas yang diambil untuk memerangi penularan, seluruh kawasan dapat runtuh.

COVID-19 telah membawa gangguan pada perekonomian karena bisnis dan aktivitas sehari-hari terhenti. Orang-orang diperintahkan untuk tetap di dalam rumah dan mempraktikkan social distancing ketika pergi keluar untuk mendapatkan kebutuhan pokok mereka. Dalam hal biaya hidup dan upah, ada perbedaan yang mencolok antara Laos dan Singapura yang masing-masing berkisar antara US $ 119 hingga US $ 3.547 per bulan. Hal ini saja menunjukkan bahwa perbedaan sosial ekonomi di antara warga negara ASEAN memerlukan langkah fiskal yang cermat dalam menanggulangi penyakit tersebut karena penerimaan masyarakat terhadap gangguan ekonomi sangat bergantung pada aspek sosial dan ekonomi di dalam anggota ASEAN.[1]

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

 

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

 Berdasarkan Contagion Theory

 

A.    Pendahuluan

Unjuk rasa atau demo, telah menjadi salah satu bagiana dari bagaimana masyarakat mengungkapkan pendapatnya di tempat umum. Unjuk rasa juga merupakan bagian penting untuk pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Sebab ini berhubungan dengan kebebasan berpendapat. Setiap orang dibebaskan untuk menyampaikan pendapat-pendapat mereka, termasuk yang berhubungan dengan kepentingan publik terhadap pemerintah.

Secara jelas, kekebasan berpendapat ini telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Unjuk rasa atau yang disebut juga sebagai demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan,dan sebagainya secara demonstratif di muka umum (Pasal 1 ayat 3 UU no 9 Tahun 1998). Dalam UU ini juga dinyatakan secara jelas tentang diperbolehkannya penyampaian pendapat di muka umum. Meskipun demikian, ini harus tetap dilakukan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum (Hendrik S, 2020).

Pada kenyataanya, pada aksi unjuk rasa, biasnaya ini rawan terjadinya kerusuhan, dengan kata lain, demo tidak terlakasana sesuai dengan tata terbib yang ada. Kerusuhan terjadi antara pihak pemerintah yang di demo maupun antar pendemo itu sendiri. Akibat terburuknya, pada kerusuhan yang terjadi ini menyebabkan jatuhnya korban, baik korban luka-luka maupun korban nyawa. Kejadian seperti inilah yang seharusnya dihindarkan, sebab ini dapat menganggu kepentingan umum. 

Selain itu, terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tentang adanya pihak ketiga yang sengaja memprovokasi pengunjuk rasa sehingga menimbulkan situasi-situasi menegangkan. Beberapa saat lalu, polisi berhasil mengamankan sejumlah terduga yang kemungkinan berada di tengah para penggunjuk rasa bertujuan untuk menimbulkan kerusuhan, peristiwa tersebut terjadi ketika ada acara unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Pada kasus tersebut akan dicoba untuk dianalisis berdasarkan Contagion Theory atau teori penularan.

B.     Pembahasan

1.      Konsep Contagion Theory

Contagion theory pada dasarnya merupakan bagian dari konsep perilaku kolektif dan terjadinya kerumuman. Perilaku kolektif biasnaya identik dengan tindakan anarkis, baik itu berupa tindakan perusakan, pengeroyokan, pembakaran tersangka, penjarahan dan lain-lain (Meliala, 2001). Secara umum, dalam suatu perilaku kolektif ada sejumlah teori untuk memahami perilaku mereka, diantaranya adalah: 1) Contagion Theory, bahwa kerumunan dapat disugesti atau diarahkan dengan emosi yang berubah- ubah (bisa tertular); 2) Convergence Theory, bahwa perilaku kerumunan berasal dari keinginan mereka sendiri; dan 3) Emergent-Norm Theory, bahwa kerumunan dapat membentuk perilaku tersendiri. Dalam hal ini akan dibahas tentang contagion theory saja.


2.      Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

Pada tanggal 14 Agustus 2020 lalu, pihak kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penangkapan kepada sekitar 186 orang yang terindikasi akan melakukan kerusuhan, mereka masuk ke area unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Dari jumlah tersebut, 169 orang diantaranya dipulangkan, sementara sisanya, sekitar tujuh orang, diproses hukum karena diduga telah merencanakan keonaran  (Hendrik S, 2020). Dari ketujuh orang tersebut, mereka terdiri dari enam pria dan seorang perempuan, dan masih menjalani pemeriksaan intensif terkait kerusuhan dalam aksi unjuk rasa (Malau & Rizki, 2020).


3.      Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

Seperti yang dinytakan sebelumnya bahw anti dari contagion theory adalah keramaian dapat menimbulkan dampak hipnotis pada individu artinya, ketika berada di tengah kerumuman, ada kemungkinan bahwa sikap yang ditimbulkan oleh seseorang merupakan pengaruh dari kerumunan yang ada, bahkan untuk perilaku irasional yang ditampilkan secara kolektif oleh individu ketika terlibat dalam suatu kelompok (Communication Theory, n.d.). Suatu perilaku yang ditimbulkan menyebar secara seragam dan cepat dari individu ke individu, dan untuk orang-orang yang tergabung dalam jaringan, sebagian besar berperilaku seragam dan perilaku ini tidak sesuai dengan pola perilaku normal mereka (Snow, 2013).


Polemik RUU Cipta Kerja Berdasarkan Perspektif Ketenagakerjaan

 

Polemik RUU Cipta Kerja Berdasarkan Perspektif Ketenagakerjaan


A.    Pendahuluan

Sumber daya manusia merupakan aspek penting bagi perkembangan suatu negara. Dalam hal ini, jika keberadaan sumber daya alam sudah melimpah, namun tidak ada sumber daya manusia sebagai pengelolanya, maka hal tersebut tidak akan berarti. Begitu juga sebaliknya, adanya sumber daya manusia harus didukung oleh ketersediaan sumber daya alam. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam upaya meningkatkan daya saing suatu negara. Selain itu, perkembangan kehidupan dunia ekonomi dan bisnis saat ini juga mengalami pergeseran paradigma, yang semula dari ekonomi berbasis sumber daya menuju ke paradigma ekonomi berbasis pengetahuan dan kreativitas. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia saat ini memiliki peran penting dalam kehidupan dunia ekonomi dan bisnis. Oleh karena itu, pembangunan nasional saat ini, terutama di bidang ketenagakerjaan, ekonomi dan bisnis, diarahkan kepada pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan manusia itu sendiri(Widiastuti, 2013).

Sayangnya peningkatan sumber daya manusia saat ini justru malah membawa ancaman tersendiri bagi kelestarian sumber daya alam dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah SDM maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Pertumbuhan jumlah SDM yang tinggi inilah yang kemudian menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya pembangunan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan negara berkembang dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas (Arsyad, 2004). Akibatnya masalah pengangguran semakin banyak dan meluas. Sama halnya yang terjadi di Indonesia, meskipun selama 10 tahun terakhir tingkat pengangguran di Indonesia menurun cukup tinggi,namun masalah pengangguran dan ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia belum maksimal, salah satunya adalah tersedianya lapangan pekerjaan dan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas(Soleh, 2017).

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya pembangunan sektor ketenagakerjaan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan. Tenaga kerja merupakan faktor penting dan potensial dalam menggerakkan roda pembangunan, khususnya di bidang ekonomi. Tenaga kerja potensial akan mempengaruhi produktivitas nasional dan pendapatan nasional.Semakin besar produktivitas dan pendapatan nasional berarti pertumbuhan ekonomi semakin baik. Disinilah posisi tenaga kerja sangat strategis dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan juga turut dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman untuk mewujudkan keadilan bagi semua pihak, agar semua tenaga kerja Indonesia dapat terlindungi, merasa aman, tentram, dan sejahtera. Salah satunya peraturan perundang-undangan terkait dengan masalah ketenagakerjaan yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, yang mana RUU tersebut baru dipersiapkan awal tahun 2020 lalu.


B.     Pembahasan

Pada dasarnya, tenaga kerja adalah semua penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. UU ketenagakerjaan ini tidak memberikan batasan umur dalam definisi tenaga kerja, namun pada undangundang tersebut melarang mempekerjakan anak – anak. Sedangkan menurut UU No. 25 tahun 1997, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Sehingga anak-anak menurut No. 25 tahun 1997 ini adalah penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun. Dalam hal ini, tenaga kerja terdiri dari angkata kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force adalah bagian tenaga kerja yang ingin dan yang benar-benar menghasilkan barang dan jasa, yang terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain – lain atau penerima pendapatan. Selain itu, ada juga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu – waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering dinamakan potensial labor force (Simanjuntak, 1985).

Analisis Kasus Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar

 

Analisis Kasus Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar


A.    Pendahuluan

Pasar tradisional merupakan salah satu media kegiatan ekonomi masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan mendorong kemajuan ekonomi masyarakat serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasar tradisional adalah pasar yang memiliki peran penting untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan mempunyai keunggulan bersaing alamiah. Keberadaan pasar tradisional sangat membantu, tidak hanya untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat, tetapi juga masyarakat yang kebutuhan ekonominya dari kegiatan berdagang, karena dalam pasar tradisional mencakupsejumlah aktor yang mempunyai arti penting dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan baik pedagang, pembelidan sebagainya(Rosyidi, 2016).


B.     Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio yang artinya adalah rusak, busuk, memutarbalik, dan menyogok. Dalam pengertianharfiah, korupsi merupakan perilaku pejabat publik, baik politisi dan pegawai negeri, yang dilakukan dengan cara yang tidak wajar dan tidak legal dengan tujuan untuk memperkaya diri atau memperkaya individu yang dekat dengan mereka, yang dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan pada mereka.Dalam pengertian yang luas, korupsi atau korupsi politis merupakan bentuk dari tindakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Segalabentuk  praktikpemerintahan dinilai rentan terhadap tindakan korupsi(Paramastri, Setiyono, & Martini, 2013).


C.    Landasan Hukum dalam Pidana Korupsi

Berdasarkan pada kajian hukum pidana, Tindak Pidana Korupsiadalah objek hukum yang termasuk dalam salah satu delik khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yangtelah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Revisi atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Dalam pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsitersebut juga mengkhendaki agar istilah korupsi diartikan sebagai setiap pihak baik pejabat pemerintah maupun swasta yang melawan hukum perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Dengan demikian, unsur perbuatan tindak pidana korupsi dalam pasal ini adalah adanya perbuatan yang melawan hukum; tujuannya adalah untukmemperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan; serta memiliki dampak yang merugikan keuangan atau perekonomian negara(Parawangsyah, 2017).


D.    Tindakan Korupsi dalam Proyek Revitalisasi Pasar di Indonesia

Pembiayaan negara dalam proyek revitalisasi pasar tradisional telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-DAG/PER/8/2015 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan. Peraturan tersebut mengatur tentang bagaimana daerah meminta pendanaan yang ditujukan untuk revitalisasi pasar tradisional. Berdasarkan pada pasal 7, pasar rakyat tipe A dan tipe B yang bersumber dari APBN dilakukan menggunakan dana tugas pembantuan, sedangkan pasar rakyat tipe C dan tipe D menggunakan dana alokasi khusus. Untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah daerah mengajukan proposal ke Dirjen Perdagangan dalam Negeri Kemendag. Proposal tersebut mencakup latar belakang permintaan revitalisasi, maksud dan tujuan, titik koordinat lokasi pasar, jumlah dan daftar pedagang, serta komoditas perdaganan pasar. Proposal tersebut diteliti lagi oleh tim independen sebelum disetujui oleh menteri perdagangan(Mustofa, 2020).


E.     Implementasi Penerapan Hukum Pidana Korupsi di Proyek Revitalisasi Pasar

Salah satu contoh korupsi proyek revitalisasi pasar adalah pada revitalisasi Pasar Tanjung Bungin, Karawang, Jawa Barat pada tahun 2017. Dalam kasus korupsi ini terdapat penyimpangan dana revitalisasi pasar tradisional sebesar Rp 900 juta yang mencakup keterlibatan Ketua Koperasi, Sekretaris, dan Bendahara Koperasi Tanjung Bungin (Siahaan, Ronald, & Husin, 2020). Tiga tersangka telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai pengurus koperasi dalam mengelola dana revitalisasi Pasar Tanjung Bungin. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan administrasi, terdapat kejanggalan pelaksanaan revitalisasi pasar yang dampaknya merugikan negara sebesar Rp 200 juta. Pelaksanaan revitalisasi pasar merupakan tanggung jawab tiga tersangka. Dan atas perbuatannya tersebut, tersangkan dijerat pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 5 KUHPidana. Bantuan dana revitalisasi pasar tradisional tersebut diberikan melalui koperasi pasar sebesar Rp 900 jutauntuk membangun ulang bangunan pasar yang rusak dan tidak layak pakai. Bukti menunjukkan adanya perbuatan pelanggaran hukum, di mana berdasarkan bukti di lapangan, fisik bangunan yang telah selesai dikerjakan dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi(Rihanto, 2017). Keterangan tersebut menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh ketiga tersangka merupakan bentuk dari perbuatan pelanggaran hukum di mana mereka menyalahgunakan kewenangan yang dimilikiserta tindakan tersebut merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Resensi Buku Frans Mardi Hartanto “Paradigma Baru Manajemen Indonesia”

 

Resensi Buku Frans Mardi Hartanto “Paradigma Baru Manajemen Indonesia”


A.    Identitas Buku

Judul buku        : Paradigma Baru Manajemen Indonesia: Menciptakan Nilai dengan Bertumpu pada Kebajikan dan Potensi Insani

Penulis buku      : Frans Mardi Hartanto

Penerbit buku    : Mizan Pustaka

Tahun terbit       : 2009

B.     Sinopsis Buku

Latar belakang penulisan buku ini berlandaskan pada situasi praktik bisnis di Indonesia yang banyak dijalankan dengan kurang etikal, yaitu bisnis yang bertujuan untuk dapat mencapai keuntungan yang maksima dalam waktu singkat dan tidak mengindahkan prospek pengembangan jangka panjang. Kondisi ini justru memiliki kecenderungan menimbulkan dampak negatif karena hanya mengutamakan kepentingan pemilik modal saja. Dengan kata lain, sebagian besar bisnis di Indonesia masih belum menyadari pentingnya aspek selain kepentingan pemilik modal, yaitu yang berkaitan dengan peran manusia dalam kegiatan bisnis tersebut. Dengan demikian dibutuhkan adanya kesimbangan antara dua kelompok berbeda kepentingan tersebut.

Dalam buku ini, penulis, Hartanto (2009), menjelaskan tentang perkembangan industri dan bisnis, perubahan yang dialami, hingga peran orang dan pemimpinnya di dalam pengelolaan dan penyelenggaraan bisnis. Lingkungan usaha terus mengalami perubahanyang makin cepat tanpa pola yang jelas. Perubahan tersebut mencakup segala aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari perubahan peran, kebutuhan, harapan, dan selera manusia. Banyak perusahaan yang akhirnnya gagal untuk bertumbuh kembang karena tidak mampu menyalurkan dinamika dan potensi internal dengan baik. Perkembangan internal nantinya akan dapat mendorong perkembangan usaha, apabila arah dan pola perkembangan tersebut selaras dengan tuntutan perkembangan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan yang bersangkutan. Perubahan tersebutmenempatkan individu pada posisi yang semakin penting di dunia bisnis. Manusia akan memegang posisi sentral dalam lingkungan bisnis yang penuh perubahan, karena solusi dari kondisi ini dibutuhkan banyak usaha dan inisiatif individual dalam kerangka kerja sama yang sinergis. Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang dapat mengembangakan keunggulan kreatif yang dilakukan dengan cara kerja sama yang cerdas, tidak lagi hanya pada kemampuan bersaing dalam harga dan kualitas. Terdapat pergeseran yang mulanya bisnis dikendalikan oleh produsen sebagai pemilik modal, menjadi dikendalikan oleh konsumen yang merupakan masyarakat secara luas.

Selain berubah untuk dapat beradaptasi dengan pergeseran konteks bisnis baru, perusahaan juga mengalami pertumbuhan dalam cakupan internal. Dengan demikian dibutuhkan perkembangan yang dapat diarahkan untuk dapat mengambil tindakan yang sesuai. Perkembangan internal perlu diintervensi untuk menghindari berbagai bentuk keusangan. Cakupan keusangan tidak terbatas apda aspek fisik dalam fasilitas produksi, pelayanan, dan administrasi, tetapi juga berkaitan dengan paradigma aatau pola pikir yang menjadi dasar landasan binsis dan pengelolaan perusahaan. Manajemen perlu menunjukkan bahwa cara usaha dan kerja lama sudah tidak lagi cocok untuk digunakan sebagai instrumen dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam konteks yang sudah berbeda jauh. Dibutuhkan adanya agenda perubahan transformatif, bukan perubahan reformatif yang sebagai tindakan korektif terhadap kesalahan yang telah dilakukan di masa lalu. Perubahan transformasional berlandaskan pada kesadaran dan keyakinan untuk berubah, bukan untuk memperbaiki atau melakukan koreksi terhadap kesalahan yang dianggap telah dilakukan di masa lalu. Perubahan ini bersifat paradigmatik, dan tidak cukup dilakukan pada aspek teknikal dan administrasi bisnis saja, tetapi juga melibatkan emosi pelaku yang terlibat dalam proses perubahan tersebut.

Enhancing the Role of Women in Gender Development

 

Enhancing the Role of Women in Gender Development


A.    Introduction

Gender movement is one of the global issues developed by all countries in the world along with the existence of democratization, the environment, and human rights. Gender is a set of attitudes, roles, functions and responsibilities inherent in men and women due to cultural formation or environmental influences in which humans grow and grow. In other words, gender can be changed in accordance with the development of the community concerned, because basically gender is something that is shaped by the environment in which they live. The gender movement is not only limited to the issue of gender equality, but also concerns social and cultural change efforts in general, and its development in people's lives. Therefore, currently, the role of women is often included in the gender movement and discourse on gender development. The aim is to realize gender equality and justice, as well as harmonious partnerships between men and women in development. Nevertheless, there are still obstacles faced by women in the implementation of women's roles in gender development.

B.     Discussion

Body I : according to a gender perspective, that all humans, both men and women are the same and are not differentiated and limited by gender reasons. But the fact is, women experience more lagging in the development processes, both as actors and as objects of beneficiaries of development.

Body II: gender roles change over time and with the current development. One of the strategic efforts in increasing the role of women in development is through empowering women by providing equal opportunities and access in all fields and aspects of life, as well as strengthening with policy regulations.

Body III:the obstacles faced by women in the implementation of women's roles in gender development.

C.    Conclusion

To balance the challenges and demands of the changing times, a paradigm shift is needed in developing of the role of women, namely through the gender development and strengthened by regulation of policies. It is done with the hope that it can encourage changes in the way of society's view of gender so that it can encourage women to improve the quality, potential, and abilities they have.

CYBER-PANDEMIC: MASALAH HUKUM SIBER DI MASA PANDEMI COVID-19

 

CYBER-PANDEMIC: MASALAH HUKUM SIBER DI MASA PANDEMI COVID-19

 

1.      PENDAHULUAN

Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan COVID-19 sebagai pandemi setelah terjadinya breakout di kota Wuhan, Cina. Penyakit ini telah berdampak negatif terhadap ekonomi global dan kehidupan sehari-hari. Sebagian besar negara di dunia telah memberlakukan pembatasan perjalanan, lockdown, dan langkah-langkah jarak sosial. Dalam situasi saat ini, Teknologi Informasi dan Komunikasi memainkan peran penting dalam menghubungkan orang karena kontak fisik harus sangat dibatasi. Mayoritas organisasi pendidikan telah mengadopsi platform online, siswa dan guru sama-sama bekerja dari rumah. Selain itu, bisnis jual beli, sistem e-kesehatan, pengiriman makanan, dan belanja bahan makanan online juga mengalami permintaan yang sangat tinggi.

Karena meningkatnya kontak antar manusia secara online ini, penyerang siber menganggap COVID-19 sebagai kesempatan untuk meluncurkan serangan demi keuntungan finansial dan untuk melaksanakan niat jahat mereka. Sistem perawatan kesehatan diserang dengan ransomware dan sumber daya seperti kerahasiaan catatan pasien, dan integritas menjadi berisiko untuk bocor ke tangan pelaku kejahatan tersebut. Orang-orang menjadi mangsa serangan phishing melalui konten terkait COVID-19.[1]

Sejakpandemi COVID-19, fokus pada perlindungan data pribadi yang ketat atau menjaga privasi individu menjadi lebih rumit dengan kebutuhan untuk mendukung upaya kesehatan masyarakat yang memerlukan beberapa tingkat pengawasan global yang dibantu dengan teknologi digital baru. Hal ini menarik perhatian terhadap teknologi Internet of Things (IoT) karena kemampuannyauntuk beroperasi secara mandiri untuk mengumpulkan, menganalisis, dan berbagi data tentang lingkungan fisik, yang menjadikannya elemen penting dalam digitalisasi manajemen pandemi. Akan tetapi, mengamankan perangkat IOT dan memastikan tingkat pemeliharaan setara dengan sistem kritis lainnya, seperti khas industri telekomunikasi, misalnya, akan memerlukan peningkatan biaya awal untuk produksi.[2]Kerentanan digital tersebut berpotensi memunculkan masalah hukum siber. Dalam tulisan ini, potensi masalah beserta landasan hukum yang mengaturnya akan didiskusikan secara lebih rinci.

 

2.      PEMBAHASAN

2.1.   Masalah Hukum yang Timbul dari Cyber-Pandemic

Hukum siber digunakan untuk menggambarkan masalah hukum terkait penggunaan teknologi komunikasi, khususnya “cyberspace” yang dikenal sebagai Internet. Hukum siber berbeda dari hukum lain tetapi mencakup kejahatan dunia maya termasuk kekayaan intelektual, privasi, kebebasan berekspresi, dan yurisdiksi. Hukum siber adalah upaya untuk menerapkan hukum yang dirancang untuk dunia fisik, untuk aktivitas manusia di Internet. Berikut ini adalah beberapa kegiatan yang berada di bawah kejahatan dunia maya yaitu[3]:

1.      

2.2.   Konsep Cyber-Pandemic

Cyberpandemic adalah gangguan besar pada layanan komputasi yang dapat memicu kegagalan orde kedua dan ketiga dalam sistem komputasi dan non-komputasi di seluruh dunia. Cyberpandemicdapat dikenali melalui kegagalan yang meluas atau tidak berfungsinya sistem-sistem infrastruktur yang kritis dengan sejumlah besar kerusakan yang terkait dengan masyarakat (seperti fisik, psikologis, atau finansial). Karakteristik daricyberpandemicadalah sebagai berikut[5]:

·  

2.3.   Contoh Kasus

Check Point, sebuah perusahaan cybersecurity, melaporkan bahwa, sejak Januari 2020, lebih dari 4.000 domain internet baru yang terkait dengan COVID-19 telah terdaftar, dan domain-domain tersebut kemungkinan 50 persen lebih berbahaya daripada domain lain.Sebagian besar serangan siber terkait COVID-19 datang dalam bentuk phishing, upaya penipuan untuk mencuri informasi pribadi. Baru-baru ini, ada email yang terlihat dikirim oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO dengan lampiran e-book yang diklaim berisi penelitian ekstensif tentang COVID-19. Alih-alih, dokumen tersebut justru memuat trojan yang mencuri kata sandi, detail kartu kredit, atau informasi karyawan, lalu mengirimkan informasi ini kepada pelaku.

Pandemi COVID-19 lebih berbahaya bagi generasi yang lebih tua dan tampaknya cyberpandemic pun juga akan hampir sama. Generasi pekerja yang lebih tua, lebih cenderung menjadi "imigran digital" yang masih membiasakan diri dengan keterampilan dan digitalisasi TIK selama kerja jarak jauh. Mereka akan menjadi kelompok yang lebih rentan untuk menjadi korban dari pandemi siber tersebut.

Sektor kesehatan juga akan rentan karena memiliki banyak data yang berharga dan sensitif. Sebagai contoh, rumah sakit terbesar kedua di Republik Ceko yang bertanggung jawab untuk menjalankan tes COVID-19 mengalami serangan, yang memaksa rumah sakit untuk sementara waktu mematikan jaringan IT. Dalam sistem kesehatan yang kewalahan oleh wabah COVID-19, serangan ransomware yang melumpuhkan jaringan rumah sakit dapat menyebabkan sistem berhenti bekerja. Sistem kesehatan Indonesia seharusnya tidak meremehkan biaya ketidakamanan cyber. Hal ini karena beberapa tahun lalu, ransomware WannaCry global membuat informasi online pasien tidak dapat diakses di rumah sakit Dharmais dan Harapan Kita di Jakarta pada tahun 2017.[6]

 

2.4.   Hukum Positif di Indonesia

Cyberpandemicdapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan (Pasal 372 dan 374 KUHP). Ketika berhadapan dengan tindak pidana penyebaran malware menimbulkan masalah baru yang akan muncul, karena dalam hukum acara pidana yang berlaku tidak diatur mengenai alat bukti elektronik. Namun demikian, saat ini telah berlaku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) yang didalamnya mengatur berbagai aktifitas yang dilakukan dan terjadi di dunia maya, termasuk pelanggaran hukum yang terjadi. Salah satu pelanggaran hukum tersebut adalah penyebaran malware atau ransomware.


2.5.   Perbandingan Pengaturan Hukum

2.5.1.      Singapura

Singapura secara aktif mendukung upaya global dalam memberantas kejahatan dunia maya dengan berpartisipasi dalam berbagai skema, seperti Perjanjian Wassenaar yang mempromosikan perang melawan terorisme, dan menjadi anggota organisasi seperti Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia yang mempromosikan hak kekayaan intelektual. Singapura juga telah menyelaraskan diri dengan persyaratan hukum Konvensi Budapest, meskipun bukan merupakan negara penandatanganan.

Secara lebih khusus, Singapura telah meloloskan undang-undang untuk memberikan yurisdiksi teritorial yang luas, untuk memungkinkan penegakan hukum baik pada kasus di mana pelanggaran terjadi di Singapura, pelaku berada di Singapura saat pelanggaran dilakukan, atau fasilitasi pelanggaran dilakukan oleh komputer di Singapura. Dimaksudkan sebagai pencegah, aturan tersebut berupaya untuk mencegah kejahatan global siber dunia dari Singapura, meskipun sebenarnya jarang dilakukan.[8]

Perubahan Mekanisme Kerja Polri Selama Penanggulangan Pandemi COVID-19

Perubahan Mekanisme Kerja Polri Selama Penanggulangan Pandemi COVID-19


A.    Pendahuluan

Kehidupan manusia senantisa berubah setiap saat. Oleh sebab itulah ada yang dinamakan sebagai perubahan sosial. Perubahan sosial adalah ini adalah suatu proses yang akan berlangsung terus sepanjang kehidupan manusia. Perubahan sosial adalah perubahan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang meliputi: perubahan nilai dan norma sosial, pola perilaku individu dan organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan atau kelas sosial, kekuasaan dan wewenang. Perubahan sosial tidak terjadi dengan sendirinya melainkan disebabkan oleh banyak faktor. Selain itu, perubahan sosial tidak berdiri sendiri melainkan memiliki kaitan dengan aspek kehidupan lainnya. Dengan demikian, perubahan social berpengaruh terhadap kehidupan, baik pada individu maupun masyarakat, baik pada skala terbatas maupun luas, dan berlangsung cepat atau lambat (Ningrum, n.d.).

Saat ini, salah satu penyebab perubahan sosial yang terjadi adalah terjadinya pendemi COVID-19. Pandemi adalah wabah yang menjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas (KBBI, 2012-2020) ,atau menjangkit secara global. Sementara itu, COVID-19 (Coronavirus Disease (Covid-19) merupakan jenis baru coronavirus yang mulai menyebar pada tahun 2020 (Yuliana, 2020), wabah ini diberi disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) (Susilo & dkk, 2020). COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan.  Coronavirus sendiri adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius, seperti yang pernah terjadi sebelumnya yaitu Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak dikenal sebelum, dan baru mulai terdeteksi di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. COVID-19 ini sekarang menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh dunia (WHO Indonesia, 2020).

Masa pandemi bukan hanya terjadi sekali ini saja, namun sudah beberapa kelai terjadi di dunia. Pandemi COVID-19 ini merupakan pandemi yang paling baru terjad di dunia. Beberapa jenis pandemi yang pernah terjadi didunia diantranya adalah: 1) wabah pes yang dikenal sebagai wabah Justinian di abad ke-6; 2) wabah pes menyebar ke seluruh Eropa di tahun tahun 1347 dan 1351, yang kemudian dikenal juga sebagai black death; 3) penyakit cacar di tahun 1492; 4) Pandemi kolera, dikenal juga sebagai wabah yang terlupakan, wabah ketujuh yang dimulai pada tahun 1961, dan berlanjut hingga hari ini; 5) Flu Spanyol (H1N1), yang juga dikenal sebagai pandemi influenza 1918, adalah wabah virus H1N1 yang menginfeksi sekitar 500 juta orang; 6) SARS atau Severe Acute Respiratory Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh satu dari tujuh jenis virus corona yang dapat menginfeksi manusia, terjadi pada tahun 2003; 7) Flu Babi, yang merupakan bentuk baru dari virus influenza juga sempat muncul di tahun 2009; 8) virus ebola dari Afrika Barat (Mukaromah & Nugroho, 2020).

Pada dasarnya, kemunculan pademi ini akan mengubah struktur kehidupan sosial manusia, hal ini dilakukan semata-mata untuk mencegah penyebaran penyakit agar tidak terus meluas. Berbagai pola kehidupan baru juga mulai diterapkan untuk menjadi diri dan terhindar dari penyekit yang ada. Bersamaan dengan hal inilah, kemudian ini mengubah tatanan fungsional di berbagai lingkungan masyarakat, termasuk didalamnya lembaga pemerintahan seperti Polri (Kepolisian Negara Republik Indonesia). Seperti yang diketahui bahwa banyak pihak yang berperan dalam penanggulangan penyakit atau pandemi COVID-19 yang terus meluas ini, termasuk didalamnya adalah Polri, dan bersamaan dengan hal ini, pandemi ini juga menyebabkan sedikit perubahan bagaimana mekanisme kerja Polri. Oleh sebab itulah, makalah ini akan membaha tentang beberapa perubahan mekanisme kerja Polri selama pandemi COVID-19.

B.     Pembahasan

1.      Profil Polri: Tugas dan Fungsi

Polri merupakan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah organisasi pemerintah yang menjalankan tugas polisi. Kata “kepolisian” berasal dari kata polisi, ini berarti sebagai badan pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya), dapat diartikan pula sebagi anggota badan pemerintah yaitu pegawai negara yang bertugas menjaga keamanan dan sebagainya (KBBI, 2012-2020). Selain itu, istilah polisi pada mulanya meliputi bidang tugas yang luas. Istilah itu dipergunakan untuk menjelaskan berbagai aspek pengawasan kesehatan umum, dalam artiyang sangat khusus di pakai dalam hubungannya dengan usaha penanggulangan pelanggaran politik, dan sejak itu telah meluas meliputi semua pengaturan dan ketertiban umum. Sekarang istilah itu terutama dipergunakan dalam hubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang beserta harta bendanya dari tindakan yang melanggar hukum (Yuniarto, 2016). Sedangkan untuk kepolisian, ini dapat dikatakan sebagai sesuatu yang bertalian dengan polisi (KBBI, 2012-2020). Secara garis besar yang dinamakan sebagai kepolisian adalah semua hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Di Indonesia organisasi ini dinamakan sebagai Polri.


2.      Perubahan Kerja Polri selama pandemi COVID-19

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa saat ini dunia tengah dilanda penyakit yang telah menjadi pademi, yaitu COVID-19. Kehadiran COVID-19 membawa perubahan yang sangat terhadap kehidupan manusia. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia dituntut untuk senantiasa menjalankan sejumlah prosedur kesehatan untuk mencegah penularan virus semakin meluas. Hal ini kemudian mempengaruhi kinerja seluruh lepaisan masyarakat, termausl lembaga pemerintah, seperti pihak kepolisian, Polri.

Telah disebutkan bahwa Polri memiliki peranan yang penting dalam penanggulangan COVID-19 di Indonesia. Salah satunya adalah tergabungnya Polri ke dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Ini merupakan sebuah gugus tugas yang dibentuk pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan kegiatan antarlembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak penyakit coronavirus baru di Indonesia. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasaan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Maret 2020. Diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan BencanaDoni Monardo, gugus tugas iniberada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Bayu & Agustiyanti, 2020).