Testimoni

Halaman

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

 

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

A.    Pendahuluan

Wabah virus corona 2019 (COVID-19) di Wuhan, China telah memicu pandemi global. Hingga saat ini, dilaporkan lebih dari 132.000 kasus COVID-19 di 123 negara dengan 5.000 orang telah meninggal karena penyakit tersebut, dan jumlah tersebut diperkirakan masih akan meningkat dalam beberapa hari dan bulan. Pada 31 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Zheng, Goh, & Wen, 2020). Pandemi COVID-19 telah menyebar dengan cepat sejak infeksi pertama terdeteksi di China tengah pada akhir 2019. Pandemi COVID-19 telah mengubah masyarakat dan  memiliki dampak negatif terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Masyarakat di seluruh dunia telah dianjurkan atau diwajibkan untuk meminimalkan pertemuan sosial dan membatasi kontak orang-ke-orang. Bersamaan dengan situasi yang tidak biasa ini, rasa takut dan ketidakpastian yang kuat terus meningkat di antara banyak populasi mengingat pandemi ini dapatmenyebar dengan pesat. Terdapat peningkatan eksponensial terhadap jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi, meninggal, dan menganggur (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020)

Prasangka dan diskriminasi yang terjadi selama penyebaran COVID-19 dapat menyebabkan situasi yang semakin tidak stabil karena negara-negara mulai mencabut pembatasan pergerakan yang meningkatkan interaksi, dan jumlah penyebaran virus yang terus mengalami peningkatan. Karena banyak dari masyarakat yang terinfeksi menunjukkan gejala sedikit atau bahkan tidak ada gejala, dan potensi stigmatisasi pun juga meningkat. Hal ini dikarenakan masyarkat menggunakan karakteristik seperti ras, selain gejala yang terlihat untuk menentukan siapa yang mungkin terinfeksi. Berdasarkan kondisi tersebut, Jacobson (dalam Roberto et al., 2020) mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah menyoroti potensi dalam memperburuk ketidakadilan sosial yang secara tidak proporsional memiliki dampak pada pada komunitas kulit berwarna berpenghasilan rendah serta penduduk asli dan imigran. Diskriminasi yang ditujukan kepada orang Asia mengalami peningkatan selama pandemiCOVID-19. Pada akhir April 2020, Komisi Hak Asasi Manusia Kota New York menerima 248 laporan pelecehan dan diskriminasi, dengan lebih dari separuh korbannya adalah keturunan Asia. Klaim tersebut termasuk diskriminasi berdasarkan ras dan asal kebangsaan di beberapa bidang kebijakan termasuk perumahan, akomodasi hotel, dan pekerjaan. Contohtersebutmenunjukkan bagaimana ras dan etnis digunakan secara sewenang-wenang untuk mengidentifikasi dan menyalahkan kelompokmasyarakattertentu yang dianggap sebagai pembawa wabah (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk membahas bagaimana bentuk rasisme terhadap warga China selama pandemi COVID-19.

B.     Pembahasan

1.      Bentuk Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

Diskriminasi individu dari berbagai latar belakang, asal kebangsaan, atau ras menyoroti konsep “otherness”. Di masa krisis, wajar bagi individu untuk memandang satu sama lain sebagai bagian dari kelompok yang tidak jelas. Hal ini dapat menciptakan identitas untuk kelompok yang membutuhkan dukungan versus kelompok lain yang tidak sesuai dengan citra kepentingan publik. Kelompok “others” dapat melambangkan kelompok yang distigmatisasi. Kelompok-kelompok ini memiliki karakteristik atau sifat yang tidak diinginkan yang berada di luar ekspektasi normal masyarakat. Atribut yang dipersepsikan secara negatif ini merendahkan nilai individu dan mengidentifikasinya sebagai kelompok yang tidak diinginkan atau inferior dalam masyarakat. Konsekuensi dari stigmatisasi adalah kemungkinan seseorang akan menjadi sasaran prasangka, perlakuan yang tidak menyenangkan, dan diskriminasi di berbagai situasi (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Laporan dari berbagai negara juga menunjukkan kecenderungan agresif terhadap orang-orang China yang tinggal di luar China dari prasangka dan diskriminasi. Contohnya di  Australia, seperempat dari keluhan diskriminasi rasial baru-baru ini datang dari orang Asia yang menjadi sasaran karena virus tersebut. Warga China diludahi, diserang secara fisik, dan mendapatkan penolakan akses bisnis. Di Selandia Baru dan Kanada, beberapa orang tua berusaha mencegah anak-anak China untuk bersekolah di sekolah lokal. Di Kanada, xenofobia telah memengaruhi orang-orang yang bukan keturunan China, di mana sebuah pusat kebudayaan Vietnam dirusak, warga Korea menjadi korban penikamanan, dan orang Inuit telah diludahi dan disuruh kembali ke negara asal (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Gambar 1. Persentase Bentuk Diskriminasi terhadap Warga Asia selama Pandemi COVID-19

Sumber: Cheung et al. (2020)

..........

2.      Peran Media dalam Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

Di masa isolasi ini, sebagian besar individu yang terkena dampak tetap berhubungan melalui media sosial dan aplikasi online, tetapi penggunaan media sosial juga telah meningkatkan kesalahan informasi dan berita palsu. Terdapat peningkatan sentimen anti-China, atau rasisme, yang memiliki dampak negatif terhadap warga negara China atau bahkan orang Asia lainnya, yang menjadi stigmatisasi. Prasangka ini dapat muncul karena timbulnya kebutuhan akan perlindungan diridan ketakutan yang mendasari kebutuhan atas tanggapan rasial terhadap ancaman COVID-19 ini menyebabkan kepanikan, histeria, generalisasi massa, bahkan rentetan kekerasan dan protes, menyebabkan ketidakseimbangan viktimisasi terhadap etnis minoritas dan diskriminasi sosial ekonomi dari kelompok yang terpinggirkan, yang diperburuk oleh kesalahan informasi dari berbagai media (Silva, 2020).

...........

Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)