PAPER - CULTURAL ENVIRONMENT OF KFC IN INDONESIA



Pendahuluan
Adanya pertukaran unsur-unsur budaya karena globalisasi mengakibatkan dampak-dampak yang besar bagi masyarakat. Hal ini merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat menyikapi secara bijaksana. Globalisasi merupakan suatu gejala terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi yang mengikuti sistem nilai dan kaidah yang sama antara masyarakat di seluruh dunia karena adanya kemajuan transportasi dan komunikasi sehingga memperlancar interaksi antar warga dunia.
Meniru Kebudayaan Modern itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).

Akibat Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

Western Culture di KFC Indonesia
Fenomena yang berkembang dalam masyarakat dunia ketiga termasuk Indonesia yaitu adanya kecenderungan terjadinya perubahan gaya hidup (life style), akibat dari ekspansi industri pangan yang dimanifestasikan kedalam bentuk restoran siap saji. Generasi muda lebih suka makan dan menghabiskan waktu ke mall, ke cafe dan tentunya dengan makanan-makanan ala barat atau restoran siap saji, termasuk KFC. Dampak fast-food sampai pada tataran luas yang begitu mendalam pada berbagai posisi bahkan sudah menyampai pada pola hidup dunia, terus meluas pada berbagai tingkat akselerasi .
Ada rasa yang beda ketika mereka memasuki dan makan ditempat-tempat yang identik dengan pangan elit. Tidak hanya rasa tetapi mereka membeli pola dan gaya hidup, agar mereka menjadi orang modern, tetapi juga ada penciptaan norma baru di masyarakat seolah-olah orang akan menjadi udik dan ketinggalan zaman bila belum pernah menyantap pizza, hamburger, dan termasuk KFC. Produk itu dianggap pangan elit oleh sebagian besar masyarakat .
Hal ini diikuti oleh penyebaran atau kampanye budaya konsumtif yang dikemas dalam gaya hidup internasional dan dianggap sebagai simbol modernitas. Perubahan gaya hidup merupakan salah satu akibat dari hegemoni bisnis fast-food terutama McDonald’s, Kentucky Fried Chicken, dan lain sebagainya. Kondisi ini bersentuhan langsung pada pola konsumsi masyarakat sebagai bagian dari gaya hidup, munculnya perilaku konsumtif dan konsumerisme adalah bagian yang tak terpisahkan dari efek ekspansi bisnis fast-food di negara berkembang termasuk Indonesia.

Penyesuaian Budaya Barat dan Indonesia pada KFC Indonesia
-            Penyesuaian Menu
Di Amerika, kebiasaan untuk memakan fast food hanya hamburger dan kentang goreng saja tanpa nasi, ayam, dan sambal. Seperti yang bisa dilihat bahwa di Indonesia ini mayoritas orang – orang golongan menengah yang kurang begitu tertairk dengan kentang dan ayam. KFC melihat ini sebagai peluang dan akhirnya mereka mengadaptasi budaya Indonesia yang makanan pokoknya adalah nasi serta dengan lauk ayam serta disajikan dengan sambal tomat dan cabai.  Selain itu, ada beberapa menu penyesuaian lagi, seperti perkedel, yang merupakan makanan khas orang Indonesia (tentunya perkedel tidak dijumpai di KFC di luar Indonesia) dan ayam goreng spicy dengan rasa yang lebih pedas, mengingat orang Indonesia lebih menyukai makanan yang pedas.

Penutup
KFC merupakan contoh bisnis global yang sudah diterima oleh hampir seluruh negara. Namun, KFC masih perlu memperhatikan perbedaan lokal seperti pendapatan, harga relatif, jaringan distribusi, sejarah, agama, bahasa, kebiasaan, maupun selera. Penyesuaian terhadap kondisi pasar lokal dilakukan KFC dalam lini produknya sehingga beberapa menu juga disesuaikan dengan cita rasa lokal sehingga dapat diterima secara produk maupun budaya.

Daftar pustaka
Suseno, Franz Magnis. 1992. ”Filsafat Kebudayaan Politik”. Penerbit Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

“Feneomena konsep kebudayaan” diakses melalui google.com pada tanggal 10 Juni 2011 pukul 23.06

 Paper ini cuma versi sampel
Untuk versi lengkap atau
Mau bikin Paper mengenai
General Business Environment lainnya
tinggal request aja....
Diana - o85868o39oo9
Pokok'e Beresss..
Ditunggu Ordernya yaaa?