Tampilkan postingan dengan label merek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label merek. Tampilkan semua postingan

Efektivitas Jingle Iklan Dalam Membentuk Brand Engagement

Efektivitas Jingle Iklan Dalam Membentuk Brand Engagement
A.    Pendahuluan
Periklanan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat saat ini. Setiap saat iklan bermunculan dimanapun, di berbagai sudut kota. Bersamaan dengan itu, periklanan merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi suatu perusahaan untuk
mempromosikan produknya. Periklanan adalah bentuk komunikasi berbayar dan termediasi dari sumber yang jelas, didesain untuk mempengaruhi penerima supaya melakukan sesuatu dimasa yang  akan datang. Kini bentuk iklan pun juga semakin banyak dan bervariasi berkat pengembangan inovasi dan kreatifitas. Bentuk-bentuk iklan ada banyak macamnya, salah satunya adalah berdasarkan media elektroniknya. 
Namun secara keseluruhan iklan ada dua bentuk, satu merypakan iklan yang sitampilkan dalam media cetak, sementara satunya merupakan iklan dapat ditampilkan daman media elektronik yang setidaknya mampu mengeluarkan unsur suara, gambar, gerak, dan teks,  dan dalam hal ini, salah satu jenis iklan yang memiliki unsur suara didalamnya dalah jinge iklan.
Jingle iklan merupakan pesan iklan yang ditampilkan menggunakan musik. Jingle iklan adalah alat yang membuat orang terpesona oleh pesan penjualan, dengan menyusunnya dengan nada yang menarik perhatian, yang dapat didengungkan ataupun dinyanyikan. Jingle iklan juga dapat diartikan sebagai aransemen musik yang asosiatif pada merek atau produk tertentu. Menurut Belch (2009), “musik adalah bagian penting dari suatu iklan televise dan dapat diputar dalam berbagai varisasi adegan. Musik memberikan latar belakang yang menyenangkan atau membantu menciptakan suasana yang nyaman”. Oleh sebab itulah, pencantuman sebuah lagu yang terkenal dalam iklan dapat membantu menarik perhatian dan mengembalikan ingatan. Penggabungan merek dan cuplikan sebuah musik popular menjadikan merek tersebut mudah diingat. Banyak iklan saat ini dibuat lagu sehingga mudah tertanam dalam ingatan jangka panjang. Dalam hal ini, menurut Sutherland dan Sylvestre (2004), musik adalah jembatan penghubung yang membantu menanamkan sebuah iklan dalam memori jangka panjang, sementara Salomon (2004) menyatakan bahwa jingle dari iklan dapat membentuk kesadaran akan musik yang menjadi latar belakang dapat membentuk perasaan tertentu (Zulkarnaen, 2016). Berkaitan dnegan hal ini, dalam makalah ini akan dibahas mengenai seperti apa efektivitas sebuah jingle iklan dalam membentuk brand engagement.
Lebih lanjut, beberapa contoh jingle iklan yang terbukti efektif dalam membentuk suatu brand enggagement adalah:
a.       “RCTI oke” dari salah satu st (Folia, 2017)asiun televisinassional indonesia RCTI (Rajawali Tv)
b.      Susu Bendera Coklat dengan “Susu bendera coklat, nikmat! Hingga tetes terakhir”
c.       Dari Rose brand dengan “Tepung Beras Rose Brand”
d.      Dancow dengan “Aku dan Kau, Suka Dancow”
e.       Indomie dengan “Indomie seleraku”
Jingle-jingle tersebut hanya sebagian kecil dari semua yang contoh jingle yang ada, dan ini telah melekat pada masyrakat, khususnya di Indonesia. Pasalnya jingle iklan merek-merek ini membuat kita mudah mengingatnya dan bahkan kadang membuat kita ikut menyanyikannya atau menirukannya, yang pada akhirnya melekat di benak kita dan sulit untuk dilupakan.

Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 
0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^

REVIEW JURNAL - PACKAGING AS BRAND COMMUNICATION: EFFECTS OF PRODUCT PICTURES ON CONSUMER RESPONSES TO THE PACKAGE AND BRAND



Kemasan sebagai Brand Communication : Pengaruh Gambar Produk pada Respon Konsumen terhadap Kemasan dan Brand


Underwood, Robert L; Klein, Noreen M
Journal of Marketing Theory and Practice 10. 4 (Fall 2002): 58-68.



Pendahuluan
Konsumen dan tren industri saat ini berpendapat semakinpentingnya peran kemasan produk sebagai sarana komunikasi pemasaran bagi manajer brand. Tren tersebut termasuk pada meningkatnya keputusan pembelian produk tidak tahan lama pada rak supermarket (Vartan &Rosenfeld 1987; Prone 1993; POPAI 2001). Penelitian yang mengukur pengaruh ukuran kemasan pada penggunaan konsumen (Wansink 1996), mengidentifikasi dan memeriksa isu pengemasan secara etis (Bone and Corey 1992, 2000), dan memeriksa ketelitian dan dan kompetensi komunikatif dari kemasan (Polonsky et al. 1998; Underwood and Ozanne 1998).  Dengan demikian bagian dari penelitian empiris sekarang muncul untuk memandu keputusan manajerial mengenai rancangan kemasan. Aliran sentral dalam penelitian ini berkaitan dengan pengaruh visual dari kemasan terhadap respon konsumen untuk sebuah produk. Beberapa penelitian telah mengukur dampak tampilan kemasan relatif (yaitu, kebaruan, warna) pada perhatian konsumen, kategorisasi, dan evaluasi (Plasschart 1995; Schoormans, Robben, and Henry 1997; Garber, Burke and Jones 2000), perhatian visual selama memilih merek (Pieters and Warlop 1999), dan pengaruh perbandingan produk (pada kemasan) terhadap perhatian dan pilihan konsumen (Underwood, Klein and Burke 2001). Beberapa penelitian mengilustrasikan bahwa bentuk, fungsi, dan tampilan kemasan dapat memiliki pengaruh yang kuat pada respon konsumen terhadap sebuah produk. Studi saat ini merupakan perluasan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan menyelidiki pengaruh penempatan gambar produk pada kemasannya.
Tinjauan Literatur
Harckham (1989) mencatat bahwa kemasan adalah tempat pertemuan pembeli dengan produk karena kemasan seringkali memproyeksikan kesan awal yang dibentuk konsumen tentang merek,kualitas, atau nilainya.
Pengaruh Desain Kemasan
Kemasan merupakan isyarat ekstrinsik; yaitu, atribut yang berkaitan dengan produk tetapi bukan merupakan produk fisik (contoh lainnya termasuk harga dan merek) )Olson dan Jacoby, 1972).
Teori penggunaan isyarat (Richardson, 1994) mengajukan bahwa konsumen seringkali menggunakan isyarat ekstrinsik sebagai indikator yang mewakili kualitas produk. Hal ini terjadi ketika (1) merek tidak familiar agi konsumen, (2) ketika konsumen tidak memiliki cukup peluang untuk mengevaluasi atribut intrinsik dari sebuah produk, dan (3) ketika konsumen tidak suap untuk mengevaluasi atribut – atribut intrinsik.
The accessibility – diagnosticity framework milik Feldman dan Lynch (1988) berpendapat bahwa probabilitas menggunakan segala bagian informasi sebagai input untuk penilaian atau pilihan merupakan fungsi positif dari (1) aksesibilitas input, (2) aksesibilitas input – input alternatif, dan (3) diagnositas atau relevansi yang dirasakan dari input.
Picture elicit imagery processing milik Pavio (1986), didefinisikan Maclnnis dan Price (1987) sebagai representasi dalam bekerjanya memori sensor informasi. Maclnnis dan Price (1987) mengemukakan bahwa pencitraan dari brand individu ini mengarah pada lebih sedikit merek yang dievaluasi, yang mana meningkatkan kemungkinan sebuah merek untuk dibeli.
Bagi produk- produk dalam domain ini, kami membuat hipotesis berikut :
H1       : Memasukkan gambar produk pada kemasan akan secara positif mempengaruhi :
a.       Sikap terhadapkemasan
b.      Kepercayaan mengenai atribut – atribut merek sensoris
c.       Evaluasi merek
Familiaritas Merek (Brand Familiarity)
Model yang diajukan menunjukkan bahwa familiaritas merek (tinggi vs rendah) memoderasi pengaruh positif dari desain kemasan pada sikap terhadap kemasan, kepercayaan atribut merek, dan evaluasi merek.
H2       : Memasukkan gambar produk pada kemasan akan lebih memiliki pengaruh yang lebih jelas pada merek dengan familiaritas rendah daripada merek dengan familiaritas tinggi, dengan mengacu pada :
a.       Sikap terhadap kemasan
b.      Kepercayaan tentang atribut merek sensoris
c.       Evaluasi merek
Gambar 1- Model Konseptual dari Pengaruh Gambar Kemasan


 




 
Penelitian Empiris
Kami menguji hipotesis di atas dalam eksperimen yang dilakukan dengan 265 subjek pada universitas negeri yang besar. Subjek mengevaluasi citra kemasan merek nasional atau private label yang menggunakan komputer dalam tiga kategori produk.
Desain
Desain eksperimental adalah bauran desain 2 (desain kemasan) x 2(familiaritas merek) x 3(kategori produk). Subjek secara acak ditentukan pada satu dari empat kelompok perlakuan yang bervariasi dalam desain kemasan untuk brand target (dengan atau tanpa gambar) dan familiaritas merek target (tinggi vs. rendah).
Hasil
Studi memungkinkan pengukuran berulang analisis variansi lintas produk menggunakan GLM. Tabel 2 menunjukkan hasil analisis GLM tersebut pada pengaruh desain kemasan pada sikap terhadap kemasan, kepercayaan merek, dan evaluasi merek untuk produk dalam studi ini.
Kepercayaan Merek
Hasil studi memberikan kesimpulan yang jelas agi manajer produk, yang mana perusahaan secara positif meningkatkan kepercayaan pembeli tentang rasa produk secara mudah dengan menambahkan gambar produk yang menarik pada kemasan. Bagaimanapun, pengaruh ini nampaknya terbatas pada atribut – atribut intrinsik yang dapat secara logis disimpulkan dari gambar.
Evaluasi Merek
Gambar kemasan dalam studi ini mengarah pada perubahan kepercayaan positif tentang selera merek, yang mana dapat mempengaruhi evaluasi merek. Bagaimanapun, hasil dari analisis ini tidak menunjukkan adanya pengaruh gambar kemasan pada evaluasi merek ; dengan demikian tidak mendukung hipotesis H1c.

Implikasi Manajerial
Beragam faktor pasar (misalnya, perkembangan merek, dana iklan yang diarahkan untuk promosi penjualan dan point-of-purchase) dan tren konsumen (yaitu meningkatnya pengambilan keputusan di dalam toko, gaya hidup mobile) telah membuat manajer brand memfokuskan perhatian yang lebih besar pada kemasan sebagai sarana komunikasi pemasaran. 

Review ini cuma versi sampel aja 
(jadi emang kurang lengkap)
untuk versi lengkapnya atau
review jurnal judul lain
silakan hubungi saya
Diana - o858688o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa?
Thanks