Tampilkan postingan dengan label kepemimpinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kepemimpinan. Tampilkan semua postingan

Resume Jurnal: Leadership competencies and the essential role of human resource development in times of crisis: a response to Covid-19 pandemic

 

Resume Jurnal

Judul Artikel : Leadership competencies and the essential role of human resource development in times of crisis: a response to Covid-19 pandemic

Penulis         : Khalil M. Dirani, Mehrangiz Abadi, Amin Alizadeh, Bhagyashree Barhate, Rosemary Capuchino Garza, Noeline Gunasekara, Ghassan Ibrahim & Zachery Majzun


Pendahuluan

Covid-19 adalah krisis kesehatan global baru yang terjadi pada awal tahun 2020 lalu, yang mana hal tersebut dianggap sebagai salah satu titik balik dalam sejarah manusia. Hal ini disebabkan karena besarnya dan kecepatan keruntuhan dalam semua aktivitas masyarakat karena Covid-19 tersebut tidak seperti krisis-krisis yang pernah melanda dunia. Pemerintah, komunitas, dan organisasi berada dalam mode krisis dan sedang mencari bimbingan dari para pemimpin mereka. Oleh karena itu, inilah saatnya bagi para pemimpin sejati untuk membantu sistem dan individu mengatasi keterbatasan dan ketakutan serta meningkatkan kinerja mereka. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki reaksi dan tanggapan para pemimpin dan organisasi domestik dan global terhadap COVID-19 dan untuk mempertimbangkan peran baru Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD) berdasarkan konsekuensi pandemi secara umum, dan COVID-19 pada khususnya.

Kompetensi Kepemimpinan pada Saat Krisis

            Pandemi saat ini tampaknya menjadi ujian terakhir bagi kepemimpinan di seluruh dunia, yang mana mereka berjuang untuk mengelola krisis ini dengan proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sama seperti komunitas mereka, organisasi berada dalam mode krisis. Mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar pelanggan mereka sambil memastikan kesejahteraan staf mereka. Dari perspektif akademis HRD, seluruh dunia saat ini berada di bawah lingkungan yang tidak bersahabat, seperti misalnya mengalami situasi krisis, diskriminasi dan permusuhan karyawan, kesehatan fisik dan psikologis karyawan, dan sebagainya.

Dampak Krisis pada Karyawan

            Boin (2005) menyatakan bahwa krisis dapat mengguncang organisasi dan pekerjanya, seperti organisasi harus bekerja di bawah tekanan yang mengarah pada tantangan luar biasa bagi para pemimpin bisnis bahkan hingga menyebabkan peningkatan tajam dalam PHK karyawan. Namun menurut, para akademisi HRD, kehilangan karyawan berarti kehilangan pengetahuan sedangkan mempertahankan mereka dapat membantu organisasi mempertahankan pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan karyawan merespons secara berbeda selama masa krisis, seperti misalnya perubahan perilaku dan reaksi sepeti ketidaknyamanan ringan, ketakutan, kemarahan, frustrasi, dan bahkan penolakan penuh. Selain itu, Naudé (2012) menambahkan bahwa karyawan cenderung lebih sedikit mengeluh tentang pelanggaran ketenagakerjaan selama krisis karena takut kehilangan pekerjaan.

Apa yang dibutuhkan Karyawan saat ini?

            Pada saat terjadinya krisis, focus utama pemimpin adalah membuka kembali, memulihkan bisnis, dan memulai mode manajemen krisis. Akbatnya karyawan yang paling berisiko terkena dampaknya, sehingga mereka akan membutuhkan dukungan emosional dan interpersonal. Pertama, dukungan HRD, yang mana peran HRD saat terjadi krisis sangat penting untuk mengurangi stress yang dialami para karyawan. Dimana mereka dapat menjadi penghubung antara karyawan dan pemimpin, dengan menyuarakan keprihatinan karyawan tentang pekerjaan, menyarankan solusi kepada para pemimpin, dan memastikan pemimpin mendengarkan dan memberikan pemberdayaan psikologis dan dukungan pengawasan untuk karyawan. Kedua, dukungan pengawas. Menurut Mani dan Mishra (2020), selama masa tidak pasti, semangat kerja rendah, dan pekerjaan terancam karena karyawan akan menghadapi tantangan dengan lingkungan kerja yang baru. Disini penting bagi para pemimpin bisnis dan supervisor agar menjadi lebih fleksibel untuk meningkatkan motivasi para karyawan dengan sering melakukan keterlibatan dengan mereka.

Resume Jurnal: Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID‐19

 

Resume Jurnal

Judul Artikel   :  Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID19

Penulis             : Antonio Arturo Fernandez dan Graham Paul Shaw

Pendahuluan

            Covid-19 adalah salah satu krisis kesehatan masyarakat global yang datang secara tiba-tiba telah mempengaruhi dan membawa dampak yang signifikan pada setiap aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Seperti misalnya di bidang akademis, para pemimpin menanggapi krisis tersebut dengan menutup sekolah dan asrama, membatalkan acara yang telah direncanakan, dan memindahkan aktivitas pendidikan dan lainnya secara online. Sebagian besar masyarakat umum juga cenderung berada di rumah untuk menghindari dan mengurangi penularan virus Covid-19 tersebut. Dihadapkan dengan ketidakpastian dan meningkatnya intensitas pandemi virus corona baru, para pemimpin akademis di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas di seluruh Amerika Serikat membuat keputusan strategis untuk beralih ke pengajaran dan pembelajaran jarak jauh yang membutuhkan transformasi baru bagi semua pihak yang ada di dalamnya. Transformasi tersebut tentunya memerlukan perubahan radikal dalam sikap, nilai, dan keyakinan bagi beberapa pemangku kepentingan (Heifetz & Laurie, 2001) dan mungkin juga memerlukan peningkatan proses, strategi baru, dan bahkan cara baru dalam berbisnis bagi banyak orang, yang mana hal tersebut cenderung membuat sebagian besar dari mereka merasa stress. Hal ini disebabkan karena beberapa dari mereka masih ada yang kekurangan infrastruktur digital dan kemampuan digital yang diperlukan, dan sebagainya.

            Meskipun demikian, respon cepat yang diambil oleh para pemimpin akademis tersebut sangat penting untuk manajemen krisis yang efektif. Respon cepat dari beberapa institusi akademik terhadap krisis saat ini difasilitasi oleh adanya sistem otentik dari kepemimpinan bersama yang memungkinkan pengambilan keputusan lokal, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari tingkat kelincahan, inovasi, dan serta dukungan rekan yang unggul dalam menghadapi dan menanggapai suatu krisis yang terjadi. Sebab kompleksitas dan ketidakpastian pandemi virus corona yang mengharuskan penanganan masalah secara real time, sehingga paradigma kepemimpinan pemimpin/pengikut otoriter harus bertransisi ke model kepemimpinan bersama yang baru.

A New Toolbox for Academic Leaders

            Pada dasarnya, sebelumnya, para pemimpin akademis sudah menggunakan alat pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh. Meskipun demikian, masih banyak akademisi berada di wilayah yang belum dipetakan, sehingga dengan tuntutan untuk melakukan segala aktivitasnya secara online membuat mereka menjadi stress bahkan takut dengan kenyataan baru mereka karena rutinitas belajar dan mengajar mereka yang mapan terganggu. Disinilah empati, kasih sayang, dan fleksibilitas yang teratur, dan perilaku pemimpin yang sesuai dengan konteks manajemen krisis di dunia akademis sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan memberikan pelatihan penting, dukungan dan sumber daya yang masih mengalami ketertinggalan dalam penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh tersebut. Oleh karena itu, para pemimpin akademis harus dapat mengelola, mendorong, dan memotivasi para karyawannya untuk bekerja sama agar dapat mengatasi tantangan belajar-mengajar yang ditimbulkan oleh krisis virus corona saat ini.

Leaders Can See Opportunities in a Crisis

            Tuntutan penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh ini sebenarnya dapat menjadi peluang bagi para pemimpin akademis untuk menciptakan keunggulan kompetitif organisasinya. Dimana, ke depan, setelah krisis ini berakhir, para pemimpin dapat memanfaatkan peluang strategis yang muncul sekarang untuk mendefinisikan kembali tanggung jawab organisasi dengan inovasi dan menggunakan teknologi digital untuk mengubah atau menghilangkan praktik warisan yang tidak efisien. Sumber daya digital yang dihasilkan sebagai tanggapan terhadap krisis juga dapat digunakan untuk membantu siswa yang kurang beruntung, mereka yang memiliki ketidakmampuan fisik dan belajar atau dalam desain kursus kejuruan untuk siswa non-tradisional yang kembali ke pendidikan setelah krisis mereda.

Kepemimpinan Parsitipatif: Studi Kasus pada Nadiem Makarim founder Go-Jek

 

Kepemimpinan Parsitipatif: Studi Kasus pada Nadiem Makarim founder Go-Jek


A.    Pendahuluan

Pemimpin memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepemimpinan, ini adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Ini juga dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Singkatnya, kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang mudah pada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rivai, 2004).

Kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan terutama dalam pemberian pelayanan publik, karena kepemimpinan yang efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan publik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi pedoman yang baik dalam pengambilan keputusan (Podungge & Monoarfa, 2014). Kaitannya dengan gaya kepemimpinan ini, ada yang dinamakan sebagai sebuah kepemimpinan partisipastif. Mengenai hal ini, maka akan dibahas tentang konsep kepemimpinan partisipatif ini, yang mana akan dikutsertakan pula dengan sebuah kasus. Lebih lanjut, dalam makalah ini akan ditunjukkan salah satu contoh kasus dalam menerapkan kepemimpinan partisipatif.

B.     Pembahasan

1.      Konsep Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan patisipatif mengandung arti jika seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahanan. Pemimpin memotivasi para bawahan agar mereka serasa ikut memiliki organisasi (Hasibuan, 2007). Dalam model ini, kepemimpinan menyeimbangkan keterlibatan pemimpin dan bawahannya untuk berpartisipasi dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi organisasi. Ini juga mengandung arti bahwa dalam kepemimpinannya ada persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan masalah dengan bawahandengan melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan. Kepemimpinan partisipatif berhubungan dengan penggunaan berbagai prosedur keputusan yang memperbolehkan pengaruh orang lain mempengaruhi keputusan pemimpin.

Sehubungan dengan hal ini, model kepemimpinan partisipatif berasumsi bahwa proses pengambilan keputusan diambil bersama-sama kelompok akan mendapatkan dukungan kelompok dalam mengimplementasikan keputusan tersebut. Partisipasi mengundang kelompok, dan kelompok yang diundang merasa dihargai dan dilibatkan. Keterlibatan akan menimbulkan sikap demokratis, meningkatkan keefktifan tim dan lembaga, serta rasa tanggung jawab, rasa tanggungjawab dapat menimbulkan rasa memiliki. Rasa memiliki dapat menimbulkan turut memelihara (Firmansyah, 2016).


2.      Contoh Kasus Penerapan

Mengenai kepemimpinan partisipatif ini salah satu contoh orang yang menerapkan konsep ini adalah Nadiem Makarim yang merupakan CEO dan pendiri Go-Jek Nadiem Makarim dan kehadiran Go-Jek dianggap telah membantu perekonomian Indonesia dengan menggerakkan lebih dari satu juta pengemudi di bidang transportasi negara. Selama kepemimpinannya di Go-Jek, Nadiem menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif hal ini ditandari dengan bagaimana ia melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.  Nadiem secara aktif mendorong diskusi-diskusi kolaboratif dan melibatkan pekerja lapangan untuk membantunya dalam proses pengambilan keputusan. Mulai dari para pengemudi Go-Jek, Go-Food dan layanan lainnya. Salah satu alasan mengapa ia menerapkan konsep yang demikian adalah ia beranggapan bahwa banyak para pimpinan yang mengundurkan diri karena banyaknya kritik terhadap kepemimpinannya. Dalam hal ini Nadiem berpendapat bahaa keragaman pemikiran dan ambisi juga sangat penting untuk menyetir bisnis Go-Jek ke depan (Shafira, 2018).

Kebijakan Luar Negeri Korea Utara pada Masa Kepemimpinan Kim Jong Un

 

Kebijakan Luar Negeri Korea Utara pada Masa Kepemimpinan Kim Jong Un

 

I.                   Pendahuluan

Korea Utara selama beberapa dekade telah berjalan di bawah kepemimpinan diktator yaitu Kim Il-sung dan Kim Jong-il yang menggunakan kekuatan mereka sepenuhnya untuk melakukan kepemimpinan seolah mereka adalah raja. Setelah kematian Kim Jong-il pada 17 Desember 2011, putra ketiganya, Kim Jong-un, secara resmi menggantikan ayahnya. Kim Jong-un sebelumnya telah dinyatakan sebagai penerus pada tahun 2009 (Kim, 2012, p. 119) dan diangkat sebagai wakil ketua Komite Militer Pusat, yang menempatkannya pada proses untuk suksesi kepemimpinan Korea Utara secara aktual. Hal ini juga disertai dengan adanya kampanye publisitas untuk menaikkan citra Kim Jong-un di mata orang Korea Utara.

Berbeda dengan para pendahulunya, Kim Jong-un mendapatkan pendidikan di luar negeri, tepatnya di Swiss. Selain itu, Kim Jong-un juga fasih dalam beberapa bahasa Eropa, hal ini yang kemudian menyebabkan beberapa ahli berpendapat bahwa ia mungkin akan membawa kepemimpinan Korea Utara ke arah reformasi dan membuka diri ke dunia (Park, 2013). Dua kepemimpinan sebelumnya yang sangat diktator tidak peduli terhadap peningkatan perdagangan eksternal Korea Utara maupun peningkatan daya saing internasional. Namun, latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Kim Jong-un tersebut diharapkan memberikan perbedaan cara pandang dengan dua pemimpin sebelumnya.Dengan perbedaan cara pandang tersebut, kemudian kebijakan luar negeri Korea Utara diperkirakan akan mengalami perubahan.

Selain itu, setelah ditunjuknya Kim Jong-un sebagai penerus pada tahun 2009, ia dilimpahi beberapa tanggung jawab kepemimpinan seperti Sekretaris Pertama Partai Buruh Korea, Ketua Komisi Militer Pusat, Ketua Pertama Komisi Pertahanan Nasional DPRK dan Panglima Tertinggi Tentara Rakyat Korea, dan juga pernah menjadi anggota presidium anggota Politbiro Sentral Partai Buruh Korea (Park, 2013). Meskipun begitu, ia dianggap masih baru dalam melakukan kepemimpinan dan memiliki pengalaman yang rendah dalam ranah politik saat menjabat pada tahun 2011 yang menyebabkan beberapa ahli berspekulasi bahwa kepemimpinannya akan benar-benar mengikuti gaya kepemimpinansebelumnya. Namun, hal yang terjadi nyatanya berlawanan karena tidak lama setelah ia memegang tampuk kekuasaan ia tampaknya membuat gerakan yang berbeda dari ayahnya (Park S.-Y. , 2015). Pergeseran ini tentu menarik untuk ditinjau karena hal ini akan mempengaruhi kebijakan luar negeri Korea Utara pada masa pemerintahan Kim Jong-un. Oleh karena itu, tulisan ini akan meninjau mengenai kebijakan luar negeri Korea Utara dibawah kepemimpinan Kim Jong-un.

II.                Pembahasan

Setelah pengangkatannya sebagai pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un disebut-sebut sebagai pewaris sah dinasti Kim dengan kualitas kepemimpinan yang luar biasa (Joo, 2012).Pada masa pemerintahannya, arah kebijakan yang ditentukan oleh Kim Jong-un memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah  (1) penekanan pada pengembangan rudal nuklir, bersama dengan menjamin rezim herediter sebagai prioritas tertinggi; (2) penekanan pada pembangunan ekonomi untuk memastikan stabilitas rezim dan meningkatkan loyalitas rakyat; (3) penekanan untuk menjadi “negara normal” untuk menjamin sistem dan melakukan kegiatan nasional yang normal; dan (4) penekanan pada mobilisasi kaum muda dan saina/teknologi untuk merevitalisasi iklim sosial dan industri terbelakang (Lee Dong-chan dalam Atsuhito, 2020).

Pada masa awal kenaikannya menjadi pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un kembali membuat kebijakan yang dianggap high profile. Hal ini tampak dari keputusan untuk tetap mengembangkan senjata nuklirnya meskipun telah mendapatkan sanksi dari PBB (Robertson, 2003), yang kemudian berakibat pada eskalasi konflik di semenanjung Korea pada bulan Maret 2013. Pada masa kepemimpinan Kim Jong Un, Korea Utara mengubah kebijakan luar negerinya dan kembali memutuskan untuk berkonfrontasi dengan Korea Selatan.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Kebijakan Luar Negeri Thailand Pada Masa Kepemimpinan Menteri Don Pramudwinai

 

Kebijakan Luar Negeri Thailand Pada Masa Kepemimpinan

Menteri Don Pramudwinai


A.    Pendahuluan

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional (Olton, 1999). Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu (Mas’oed, 1994). Sementara itu, tujuan jangka panjang kebijakan luar negeri adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan, kesejahteraan, dan kekuasaan suatu negara (Rudy, 2002). Dalam sebuah kebijakan luar negeri, ada pihak yang dinamakan sebagai aktor kebijakan luar negeri, mereka lembaga-lembaga pemerintah yang berdiri sendiri namun saling berhubungan (Rosyidin, 2018). Kebijakan luar negeri bisa disebut pula sebagai politik luar negeri.

Bersamaan dengan hal ini, pada dasarnya setiap negara bebas menentukan kemana arah kebijakan sesuai dengan tujuan dan haluan yang diinginkan, tapi mereka wajib menyadari akan kepentingan negara lain yang juga harus dihargai sehingga tidak adanya intervensi yang menimbulkan ancaman-ancaman maupun memicu terjadinya keresahan dalam stabilitas keamanan. Artinya, setiap negara dapat memenuhi kepentingan dalam negerinya, namun pada saat yang sama, harus menghormati negara lain yang juga memiliki kepentingannya sendiri. Setiap negara pasti memiliki kebijakan luar negeri. Dalam makalah ini, akan membahas tentang salah satu kebijakan luar negeri yang dibuat oleh negara Thailand, salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, dengan sistem kepemerintahannya yang disebut sebagai monarki konstitusional, dengan kepala negara dan kepala pemerintahan negara berbeda.   


B.     Pembahasan

1.      Profil Negara Thailand

Thailand memiliki nama resmi Kingdom of Thailand, merupakan negar ayang beribukora Bangkok dan merupakan salah satu negara yang terletak di kawsan Asia Tenggara. Lebih tepatnya, Thailand terletak di pusat semenanjung Asia Tenggara. Negara ini berbatasan dengan Burma ada di barat, Laos di utara dan timur, Kamboja di tenggara, serta Malaysia di bagian selatan. Pantai selatan Thailand menghadap Teluk Thailand, sedangkan Tanah Genting Kra berbatasan di barat dengan Laut Andaman (bagian dari Samudra Hindia) dan di timur dengan Teluk Thailand. Thailand juga memiliki pulau-pulau pesisir di Laut Andaman dan Teluk Thailand. Yang terbesar, dengan status provinsi, adalah Phuket, di lepas pantai barat; di sisi teluk, pulau terbesar adalah Samui dan Pangan (LOC, 2007). Sementara itu, wilayah Thailand setidaknya terbagi menjadi 76 propinsi  (CIA, 2020).


2.      Kebijakan Luar Negeri Thailand

Setiap negara memiliki berbagai jenis kebutuhan yang haru dipenuhi. Seperti halnya negara lain Thailand juga perlu untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam negerinya. Namun dengan keterbatasan (khususnya sumber daya dalam negeri), sebuah negara perlu bantuan dari negara lain untuk membantu memenuhi kebutuhan tersebut. untuk melakukan penemuhan ini, salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh sebuah negara, termasuk Thailand, adalah melalui kebijakan luar negerinya. Mengenai hal ini, maka dibawah ini akan dibahas mengenai sejumlah kebijakan-kebijakan yang dibuah oleh pemerintah Thailand.

Seperti yang diketahui bahwa kepemimpinan negara Thailand pada saat ini dipimpin oleh Raja Wachiralongkon (baca: Vajiralongkorn) sejak 1 Desember 2016 sebagai kepala negara. Sementara kepala pemerintahan di pimpin oleh Chan-ocha sejak 25 Agustus 2014 dan dibantu oleh sejumlah wakilnya (CIA, 2020). Disisi lain, untuk urusan luar negeri Thailand, ini ditangangi oleh sebuah Dewan Kementrian yang disebut sebagai Ministry of Foreign AffairsKementerian Urusan Luar Negeri, dimana saat ini dipegang oleh Don Pramudwinai yang menjabat sejak 23 Agustus 2015 (MFA, n.d.), dan dibantu oleh wakilnya yang saat ini, yaitu Vijavat Isarabhakdi (MFA, n.d.).



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)


Kebijakan Luar Negeri Singapura Pada Masa Kepemimpinan Lee Hsien Loong

 

Kebijakan Luar Negeri Singapura Pada Masa Kepemimpinan Lee Hsien Loong


A.    Pendahuluan

Singapura adalah salah satu negara maju yang terletak di kawasan Asia Tenggara, sebab Singapura memiliki keunggulan di berbagai bidang. Selain itu, karena letaknya yang strategis, Singapura juga menjadi negara sebagai tempat transit untuk perdagangan sehingga saat ini Singapura menjadi salah satu pusat perdagangan terbesar di dunia. Meskipun demikian, jika dilihat dari letak geografisnya, Singapura hanya memiliki luas wilayah yang kecil sehingga sumber daya alam yang dimilikinya pun juga sangat sedikit. Bahkan Singapura lebih mengandalkan impor sumber daya alam dari negara lain untuk perindustriannya. Hal inilah yang menuntut Singapura untuk melakukan kerja sama dengan negara-negara lainnya, terutama dengan negara-negara tetangganya, baik dalam lingkup bilateral, multilateral, maupun regional(Ardilan, 2015).

Kebijakan luar negeri suatu negara tersebut sangat berkaitan erat dengan peran pemerintahan yang berkuasa dalam negara tersebut. Dalam kaitannya dengan Singapura, kepentingan nasional Singapura hingga saat ini masih memiliki keterkaitan dengan sejarah panjang negara Singapura sejak awal dan letak wilayahnya. Dalam tulisan ini, kebijakan politik luar negeri Singapura yang akan dibahas adalah kebijakan luar negeri pada masa pemerintahan Lee Hsien Loong. Lee Hsien Loong merupakan Perdana Menteri Singapura ketiga yang menjabat pada tahun 2004 hingga saat ini, setelah sebelumnya menjabat sebagai Anggota Parlemen sejak 1984 dan anggota kabinet sejak 1987. Selama masa jabatannya, gaya kepemimpinan Lee Hsien Loong dinilai arogan dan autokratis, dimana pemimpin memiliki kuasa yang besar terhadap bawahannya. Namun kebijakan politik luar negeri yang dijalankan oleh Lee Hsien Loong tersebut dilakukan demi kepentingan nasional negara Singapura itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas mengenai kebijakan luar negeri Singapura pada masa pemerintahan Lee Hsien Loong terkait dengan pembangunan ekonomi Singapura.

B.     Pembahasan

Dalam hubungan internasional, kebijakan politik luar negeri tersebut memiliki kewajiban untuk menerangkan dan menjelaskan kehendak kolektif atau kepentingan nasional suatu negara agar dapat dimengerti dan tidak disalah artikan oleh negara lain. Leonardo Hutabarat (dalam Husna, 2012) menjelaskan bahwa elemen dalam pembuatan kebijakan luar negeri tersebut berdasarkan pada para pembuat keputusan, sehingga suatu kebijakan tidak dapat terlaksana jika tidak ada komitmen untuk mencapai tujuan dengan keseimbangan antara kemampuan yang dibutuhkan dalam pengimplementasiannya. Ia juga mengungkapkan bahwa size, status, resources dan humanfactorsmerupakan elemen kunci dalam studi kebijakan luar negeri, dan juga karena situasi geopolitik suatu negara dan tantangan yang dihadapi dalam jangka pendek. Sedangkan dalam jangka panjang kebijakan luar negeri diterminologikan dalam konteks politik umum dalam pemerintahan, seperti democracy, dictatorship (pemerintahan yang diktator), stability dan instability. Dengan demikian,sejumlah faktor yang diatas dinilai penting dalam pembuatan kebijakan luar negeri, dan dapat memberikan pengaruh pada sejumlah langkah yang akan diambil(Husna, 2012).

Sehubungan dengan hal tersebut, Singapura merupakan salah satu negara dengan luas wilayah yang kecil di Asia Tenggara, namun maju dan unggul di berbagai bidang jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Sebagai negara dengan wilayah yang kecil, tentunya Singapura tidak banyak memiliki sumber daya alam dan harus bekerja sama atau membutuhkan bantuan darikekuatan negara-negara lainnya untuk dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakatnya. Hal inilah yang membuat pemerintah Singapura memiliki tekad yang kuat untuk mereformasi dan membangun negaranya serta menaikan kesejahteraan masyarakatnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya berhasil melakukan transformasi dan pembangunan yang besar hingga menjadi negara maju dan dikenal sebagai negara dengan salah satu pusat perdagangan terbesar di dunia. Keberhasilan Singapura menjadi negara maju menunjukkan bahwa kebijakan politik luar negeri yang dibuat dan diterapkan memiliki peran yang sangat penting dan vital dalam memenuhi kepentingan nasionalnya.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Gaya Kepemimpinan Ahok pada Pertamina

 

Gaya Kepemimpinan Ahok pada Pertamina

            Pendahuluan

Pemimpin merupakan figur penting dalam menggerakkan suatu organisasi atau perusahaan. Sebab pemimpin tersebut layaknya seorang pengemudi dalam sebuah kendaraan, yang mana kemana kendaraan tersebut berhenti atau mencapai tujuannya akan ditentukan oleh siapa yang membawanya. Begitu pula dengan pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan, yang mana keberhasilan dan kesuksesan perusahaan dalam mencapai tujuannya akan ditentukan oleh cara pemimpin dalam mengoperasikan dan menggerakkan kehidupan perusahaannya. Terlebih pemimpin tersebut juga adalah salah satu hal yang dapat mempengaruhi perilaku para pengikutnya agar dapat berhasil dalam mencapai tujuan perusahaannya, seperti misalnya dengan dengan cara menciptakan sistem dan proses organisasi yang sesuai kebutuhan, baik kebutuhan individu, kebutuhan kelompok maupun kebutuhan organisasi. Oleh karenanya, setiap organisasi atau perusahaan membutuhkan pemimpin yang dapat menjadi motor penggerak yang baik dan dapat mendorong pertumbuhan organisasi atau perusahaan(Prasetyo, 2014).

Dengan kata lain, kepemimpinan tersebut secara signifikan berkontribusi dalam keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini disebabkan karena pemimpin berperan sebagai panutan dalam organisasi, sehingga untuk dapat mencapai tujuan organisasi atau perusahaan, perubahan yang harus dilakukan juga harus dimulai dari tingkat yang paling atas, yaitu pemimpin itu sendiri. Salah satu pemimpin yang dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dikenal dengan nama Ahok, yaitu mantan seorang Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, menggantikan Joko Widodo yang pada saat itu terpilih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam upayanya membenahi wilayah Jakarta agar layak dan nyaman bagi semua masyarakat Jakarta seringkali menuai kontrovesi karena cenderung dinilai menggunakan langkah-langkah yang tidak lazim untuk tradisi Indonesia. Hingga dirinya tertimpa kasus tuduhan atas penistaan agama yang dilakukannya, menghancurkan karier politiknya saat itu. Kemudian pada November 2019 lalu, Ahok resmi ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina(Friana, 2019).

Bergabungnya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pertamina menuai pertentangan dari beberapa pihak. Secara umum, penolakan terhadap Ahok tersebut disebabkan karena dirinya pernah menghebohkan Indonesia dengan tuduhan kasus penistaan agama hingga membuat dirinya menjadi seorang mantan narapidana. Selain itu, mereka juga menilai bahwa gaya komunikasi yang digunakan Ahok sangat frontal, cenderung kasar dan dapat menimbulkan kegaduhan, sehingga tidak tepat untuk berada di tempatkan pada jabatan di salah satu Badan Usaha Milik Negara tersebut(Sayekti, 2019). Meskipun demikian, ada juga yang menilai bahwa gaya kepemimpinan Ahok sama dengan pada saat ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, yang mana mereka menganggap bahwa kepemimpinan Ahok pada saat menjabat sebagai DKI tersebut sangat berintegritas dan transparan. Hal ini juga dapat dilihat pada saat menjabat sebagai komisaris di Pertamina, dimana masyarakat saat ini dapat ikut memantau langsung data impor bahan bakar minyak yang dilakukan oleh Pertamina (Novika, 2020). Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ahok saat menjabat di Pertamina.

Pembahasan

Kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan tidak terlepas dari peran kepemimpinan. Kepemimpinan ini memiliki peran yang sangat strategis dan penting keberhasilan organisasi atau perusahaan dalam pencapaian misi, visi, dan tujuannya. Selain itu, kepemimpinan tersebut juga berperan dalam mempengaruhi kinerja dan kepuasan para anggota organisasinya. Dengan kata lain, inti dari kepemimpinan adalah membawa mereka yang dipimpin menuju ke tujuan dan cita-cita bersama. Maka secara operasional dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, seorang pemimpin menghadapi dua kewajiban pokok. Pertama, berusaha mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Kedua, memperhatikan hal-hal yang mendukung suksesnya usaha mencapa tujuan dan cita-cita itu (Mangunhardjana, 1979).

...........

LEADERSHIP FOR DUMMIES



LEADERSHIP FOR DUMMIES

 
Kepemimpinan bagi Orang Awam:
Sebuah Proyek Akhir untuk Mahasiswa Kepemimpinan
Lori L. Moore
Summer F. Odom
Lexi M. Wied

Abstrak
Kursus puncak dalam kepemimpinan menyediakan mahasiswa kesempatan untuk sintesis lebih dulu pengetahuan tentang variasi aspek kepemimpinan. Artikel ini menggambarkan proyek Leadership for Dummies, yang dapat digunakan sebagai pengalaman puncak bagi kepemimpinan umum. Berdasarkan pengalamannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mengidentifikasikan 5 akal pikiran individu yang harus dikembangkan: akal pikiran yang disiplin (menjadi ahli dalam satu area), akal pikiran yang sintesis (mengumpulkan informasi dari banyak sumber dan mengkombinasikan informasi dengan secara berarti), akal pikiran pencipta (membangun kotak baru dan berpikir diluar kotak yang lama), akal pikiran yang hormat (menilai perbedaan satu sama lainnya), dan akal pikiran beretika (melakukan apa yang benar). Tugas Leadership for Dummies membiarkan mahasiswa untuk mengunakan disiplin, sintesis, dan menciptakan akal pikiran mereka untuk mengembangkan cara baru berpikir yang diperlukan oleh pemimpin masa depan. Bukti anekdot menyatakan tugas membantu siswa membuat pengalaman mereka selama menuntut ilmu lebih berarti selama mengambil kepemilikian pembelajaran mereka sendiri.

Pendahuluan dan Kerangka Konseptual
Dengan literatur pendidikan kepamimpinan, tujuan pendidik kepemimpinan telah didokumentasikan dengan baik. Menurut Huber (2002), “Sebagai pendidik kepamimpinan, kami menolong orang-orang untuk mengerti apa artinya menjadi pemimpin” (p. 31). Pada akhirnya, kami umumnya berharap bahwa pada atau mendekati akhir pendidikan sarjana mereka, siswa kami mampu mensintesis apa yang telah mereka pelajari tentang berbagai aspek kepemimpinan. Banyak di pendidikan lebih tinggi  memasukkan tugas akhir dan kursus kedalam kurikulum untuk memenugi tujuan ini. Faktanya, Morgan, Rudd, dan Kaufman (2004) menemukan bahwa fakultas kepemimpinan menyadari pengalaman puncak untuk menjadi komponen esensial dari program kepemimpinan. Lebih jauh lagi, Cannon, Gifford, Stedman, dan Telg (2010) mencatat bahwa pendidik kepemimpinan tidak seharusnya melihat pentingnya menyediakan siswa (mahasiswa) kepemimpinan dengan pengalaman puncak yang berarti dan bernilai. Sementara pengalaman puncak telah didefinisikan dalam banyak cara, banyak yang mencatat bahwa kursus puncak menyediakan siswa kesempatan untuk mensintesis (menumpulkan) pengalaman terdahulu mereka dan membuat koneksi antara berbagai bagian pendidikan mereka (AAC, 1985; Schmid, 1993; Steele, 1993).
            Selama beberapa tahun, banyak yang telah menganjurkan kebutuhan siswa untuk mengembangkan kemampuan sistesis yang kuat, seperti yang berkembang dalam kursus dan tugas puncak (akhir). Menurut Cleveland (2002), “Masalahnya adalah, sistem pendidikan menyeluruh kita masih mencocokkan lebih kepada pengkategorian dan menganalisis jejak-jejak pengetahuan daripada untuk memperlakukan mereka secara bersamaan – walaupun itu adalah orang-orang  yang belajar bagaimana untuk memperlakukan mereka bersamaan siapa yang akan menjadi pemimpin generasi selanjutnya” (p. 215).
            Pink (2006) lebih jauh menyatakan bahwa kesuksesan di dunia sekarang ini lebih membutuhkan akal pikiran yang kreatif atau artistik daripada apa yang sebelumnya dibutuhkan. Menurut Pink, “Beberapa dekade terakhir telah menjadi milik orang-orang tertentu yang memiliki akal pikiran tertentu – programer komputer yang mampu membobol kode, pengacara yang mampu mengarang kontrak, MBA yang mampu menerka angka. Namun, kunci menuju kerajaan tersebut adalah dengan mengubah penanganan. Masa depan menjadi milik orang-orang dengan tipe yang sangat berbeda, dengan akal pikiran yang sangat berbeda pula – kreator dan penegas, pengenal pola, dan pembuat arti” (p. 1). Dia menyatakan beberapa orang sebagai “artis, penemu, desainer, pembaca cerita, pemberi kepedulian, penghibur, pemikir gambaran besar – yang sekarang akan mengambil ganjaran/upah terkaya masyarakat dan membagi kebahagiaan terbesarnya” (p. 1).
Berdasarkan pada pekerjaannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mempublikasikan 5 Minds for the Future yang mana dia mengidentifikasikan “akal pikiran” yang dia percaya bahwa individu harus berkembang untuk memerintah sebagai premiun di tahun-tahun ke depan. Akal pikiran ini adalah (a) akal pikiran yang disiplin, (b) akal pikiran yang sintesis, (c) akal pikiran pencipta, (d) akal pikiran yang penuh hormat, dan (e) akal pikiran beretika. Dibawah ini adalah deskripsi singkat tiap-tiap “akal pikiran” ini.
·         “Akal pikiran yang disiplin telah menguasai setidaknya satu cara berpikir --- sebuah mode distinctive conition yang brkarakter scholarly spesifik disiplin, keterampilan, atau profesi” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang sintesis mengambil informasi dari sumber yang terpisah, mngerti dan mengevaluasi informasi tersebut secara objektif, dan menempatkannya bersama dengan jalan membuat masuk akal bagi penyatu dan juga bagi orang lain” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Terbangun dari disiplin dan sintesis, Akal pikiran pencipta mendobrak landasan baru. Ia menempatkan ide baru seterusnya, mengajukan pertanyaan tidak dikenal, menyebabkan timbulnya cara terbaru dalam berpikir, muncul pada jawaban tak terduga” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang penuh hormat mencatat dan menyambut perbedaan antara incividu manusia dan antara kelompok manusia, mencoba untuk mengerti paham “orang lain” ini dan mencoba untuk bekerja secara efektif dengan mereka” (Gardner, 2008, p. 3)
·         Akal pikiran beretika mempertimbangkan lingkungan pekerjaan seseorang dan kebutuhannya serta hasrat terhadap masyarakat dimana seseorang tinggal” (Gardner, 2008, p. 3)
Akal pikiran Gardner terdesian sebagai kerangka konseptual bagi perkembangan tugas akhir untuk membantu siswa mengembangkan cara baru berpikir yang diperluakan oleh pemimpin masa depan.

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…