Tampilkan postingan dengan label essay. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label essay. Tampilkan semua postingan

Partisipasi Pemilih Muda dalam Pemilu 2024

 

Partisipasi Pemilih Muda dalam Pemilu 2024


Pemilihan umum (Pemilu) merupakan suatu instrumen pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara jujur, umum, langsung, bebas, rahasia, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, di mana pemilihan umum tersebut dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Penyelenggaraan dari pemilihan umum ini bertujuan untuk melakukan pemilihan wakil rakyat dan wakil daerah, dan untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan didukung masyarakat agar dapat mewujudkan tujuan nasional yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Dasar 1945. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa Indonesia menganut faham demokrasi konstitusional. Dalam demokrasi konstitusional ini, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan dengan berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945. Agar dapat mencapai perwujudan kedaulatan rakyat tersebut, maka cara paling tepat adalah dengan melaksanakan pemilihan umum secara langsung oleh masyarakat (Zalukhu, 2014).

Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat. Hal tersebut telah dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan dengan berlandaskan pada Undang-Undang Dasar. Alvons (2018) menjelaskan bahwa kedaulatan yang berada di tangan rakyat tersebut ditunjukkan dengan adanya pelaksanaan pemilihan umum pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Pemilihan umum merupakan salah satu hak asasi yang paling mendasar dan esensial bagi seluruh warga negara. Dengan demikian, agar dapat melaksanakan hak-hak asai tersebut, maka sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemilihan umum. Pemilihan umum di Indonesia sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, di mana terdapat pasal yang secara khusus mengatur tentang pemilihan umum, yaitu dalam bab VIIB Pasal 22E tentang Pemilihan Umum. Dengan berlandaskan pada dasar bahwa rakyat yang berdaulat, maka rakyat memegang peran penting dalam melakukan penentuan. Jika pemerintah tidak menyelenggarakan pemilihan umum atau memperlambat proses pemilihan umum tanpa persetujuan dari wakil rakyat, maka pemerintah dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap hak asasi rakyat (Alvons, 2018).

Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

 Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

Identitas merupakan ciri khas yang terdapat dalam diri individu. Identitas ini ada yang bersifat alami dan ada yang dikonstruksi. Identitas yang dikonstruksi sering dikaitkan dengan atribut atau label yang disematkan kepada seseorang yang sesungguhnya sudah memiliki identitas alami. Contohnya identitas gender yang hadir secara alami pada diri seseorang bisa bersamaan dengan identitas lainnya yang tidak bisa ditolak kehadirannya, karena sejak lahir telah disandangnya, seperti identitas yang berkaitan dengan agama, suku, ras, maupun kebangsaan. Selain identitas yang bersifat kodrati, ada juga identitas akibat dari usaha seseorang yang bersifat nonkodrati, tidak tetap dan dapat berubah, seperti identitas yang diperoleh dari pendidikan, status sosial, dan tindakan berulang yang dilakukan. Identitas yang diperoleh akibat dari tindakan berulang yang dilakukan dapat disebut sebagai julukan atau label yang diberikan kelompok atau masyarakat kepada individu tertentu. Lingkungan berpengaruh kuat terhadap identitas individu, karena melalui interaksi dengan lingkungan, orang senantiasa dapat mengkonstruksi dan dikonstruksi identitasnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas dapat berupa pengakuan subjektif yang diberikan kelompok kepada pihak lain di luar kelompoknya atau dapat juga merupakan pernyataan orang dalam yang disematkan kepada kelompoknya sendiri, terkadang menimbulkan diskriminasi antara kelompok dominan terhadap kelompok minoritas (Mutmainnah, Latjuba, & Hasbullah, 2022).

Sikap dan pandangan diskriminatif yang muncul dapat dilihat sebagai dorongan dan kebutuhan yang tidak dapat dimunculkan secara terbuka dalam interaksi sosial sehari-hari di tengah masyarakat karena bertentangan dengan standar moral, norma, kaidah dan nilai yang diidealkan secara sosial. Sikap dan pandangan diskriminatif semacam inilah yang sedianya akan disasar dengan KUHP anti diksriminasi. Persoalannya, sikap dan pandangan diskriminatif semacam ini seringkali sangat sulit untuk dibuktikan secara legal formal karena sikap dan pandangan semacam ini lebih banyak muncul dalam ruang-ruang percakapan dan interaksi sehari-hari. Disinilah terletak tantangan persoalan yaitu di satu sisi ada individu yang merasa dilanggar hak asasinya akibat sikap dan perlakuan diskriminatif berdasar identitas sosial budayanya, namun di sisi lain sangat sulit untuk membuktikan dasar-dasar sikap dan perlakuan diskriminatif tersebut secara legal formal (Madyaningrum, 2010).

Technology and Society in Digital Era

 

Technology and Society in Digital Era

 


            The development of information and communication technology in this era makes technology has a very important role in human life. Since it first appeared until now, information and communication technology and the internet have experienced rapid development and growth, all of which make it easy to support work in all aspects of human life, so that their activities today have been supported and are even highly dependent on technology. The presence and development of information and communication technology has also made its use increasing, which in the end, without realizing it, current information and communication technology also influences the cultural, social and political factors of society. Where today the community is faced with a more dominant virtual reality, which makes the reality in this digital era make private and public spaces increasingly blurred.

Related to that, the term virtual reality (VR) is generally used to refer to an artificial or computer-generated three-dimensional representation of reality, which is experienced through the senses and interactively, that is, where the user's actions determine the course of the interaction. A virtual environment (VE) is a digital space in which the user's movements are tracked and the environment rendered, digitally rearranged and displayed back to the user according to those movements. Interactivity is a key element in virtual reality, much more than in traditional media, so that in the virtual environment the user has a role to play in the medium, and his actions affect how the experience or scenario unfolds in real-time. Furthermore, perceptually, the users will also be surrounded by a virtual environment and their awareness of the real world is minimized. And because the real world sensor input is blocked, it will produce the impression that a person is actually stepping in a virtual environment and creates the illusion of involvement with the artificial world (Gelder, Otte, & Luciano, 2014).

In fact, VR technology is a visualization technique that refers to pure virtual presence, and is currently attracting a lot of attention to improve communication in professional work and shared spaces. Benford dkk. (1998) introduced a classification of shared space based on transportation, artificiality, and spatiality. They can be categorized as media rooms, spatial video conferencing, collaborative virtual environments, telepresence systems, and collaborative augmented environments. Most of them have adopted a different level of VR engagement in recent years. There are many studies showing the positive impact of VR on such adoption. Goedert (2016) developed a virtual interactive construction education platform that provides game-based safety training through the use of simulation and modeling. The advantages of using VR in education and training relate to its ability to allow students to interact with each other in a three-dimensional (3D) virtual environment. 

Enhancing the Role of Women in Gender Development

 

Enhancing the Role of Women in Gender Development


A.    Introduction

Gender movement is one of the global issues developed by all countries in the world along with the existence of democratization, the environment, and human rights. Gender is a set of attitudes, roles, functions and responsibilities inherent in men and women due to cultural formation or environmental influences in which humans grow and grow. In other words, gender can be changed in accordance with the development of the community concerned, because basically gender is something that is shaped by the environment in which they live. The gender movement is not only limited to the issue of gender equality, but also concerns social and cultural change efforts in general, and its development in people's lives. Therefore, currently, the role of women is often included in the gender movement and discourse on gender development. The aim is to realize gender equality and justice, as well as harmonious partnerships between men and women in development. Nevertheless, there are still obstacles faced by women in the implementation of women's roles in gender development.

B.     Discussion

Body I : according to a gender perspective, that all humans, both men and women are the same and are not differentiated and limited by gender reasons. But the fact is, women experience more lagging in the development processes, both as actors and as objects of beneficiaries of development.

Body II: gender roles change over time and with the current development. One of the strategic efforts in increasing the role of women in development is through empowering women by providing equal opportunities and access in all fields and aspects of life, as well as strengthening with policy regulations.

Body III:the obstacles faced by women in the implementation of women's roles in gender development.

C.    Conclusion

To balance the challenges and demands of the changing times, a paradigm shift is needed in developing of the role of women, namely through the gender development and strengthened by regulation of policies. It is done with the hope that it can encourage changes in the way of society's view of gender so that it can encourage women to improve the quality, potential, and abilities they have.

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues

 

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues


Introduction

Environmental issues have become one of the main components in international relations. Along with its development, environmental issues continue to be an issue that is always actual and a topic of great concern given the number of environments whose conditions are worsening due to rapid industrialization around the world such as decreasing natural resources, increasing pollution, poverty, and increasingly extreme climate change. Even though cleanliness and environmental health are very important for the survival of the community because it is a place where people carry out their lives. When the environment is dirty, unhealthy, or polluted, the people who live there will be infected with diseases that can cause death. In addition, the current unbalanced environmental composition where the expansion of the industrial estate is not matched by the expansion and maintenance of green areas causes extreme climate change which is very threatening to people's lives. The environmental issues are also considered as complex issue because the environment involves various interrelated elements where changes in one element will affect other elements (Hauger, Daniels, & Saalman, 2014).

Considering the importance of environmental hygiene and health, the complexity of environmental issues themselves, and in order to anticipate the increasingly widespread counterproductive impact on the environment, all parties in all countries in the world, ranging from governments, activists, community organizations or institutions, as well as the community itself, wish to preserving the environment from deterioration in function which always threatens the life of the present and the future. However, this is not an easy thing to do. Moreover, there are still many people who do not have the awareness and willingness to protect their surrounding environment. Therefore, collaboration between parties is needed to overcome this. One of them is by collaborating with non-government organizations or community organizations. This is because the two organizations are organizations that represent the community and are closest to the community. Moreover, the ability of NGOs to provide an independent perspective is very important to build trust and help effect changes in behavior or culture in the community. Participation and involvement of NGOs in government is also growing, where NGOs can influence the formation and formulation of policies. Therefore, participation and involvement of NGOs in combating environmental issues is urgently needed, not only helping to overcome gaps by conducting research to facilitate policy development, but also building institutional capacity and facilitating independent dialogue with civil society to motivate and help communities lead more sustainable lifestyles and does not damage the environment(Badruddin, 2015).

Analysis

In dealing with environmental issues, the government is not a major player in any negotiation process. They are also not the only influential groups, but non-governmental organizations also play an active role in determining the government's opinion through various lobbies and policy recommendations that they compile from credible studies. This is because the government cannot reach all the people directly. Likewise, not all environmental conservation and protection activities can be carried out by the government. Moreover, policies, actions and regulations made by the government also sometimes still have many gaps or shortcomings. Therefore, they need partners to help formulate and implement policies and participate in the development of the country so that their implementation is effective and in accordance with the needs and desires of the community(Mubarak & Alam, 2012).

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets

 

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets


A.    Introduction

Esay ini akan berfokus untuk menganalisis sebuah kasus tentang yang berhubungan dengan employee relations. Analisis employee relations ini dilakukan melalui studi kasus tentang adanya pemotongan pembayaran pada pekerja es krim Streets. Pembasahan hasil analisis ini akan dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama adalah pengenalan, yang mengandung pokok bahasan tentang profil singkat perusahaan es krim Streets serta latar belakang terjadinya kasus pemotongan pembayaran terhadap pekerjanya. Bagian kedua adalah diskusi kritis, yang akan membahas empat bagian utama, yaitu penerapan employee relationsdiStreet, kritik tentang penerapan employee relations tersebut, kemudian menjelaskan tentang posisi sebagai karyawan perusahaan dan apa yang akan dilakukan terkait masalah yang ada serta alasannya melakukan hal tersebut.Bagian terakhir adalah tentang kesimpulan dari keseluruhan isi esay.

Streets merupakan salah satu perusahaan se krim yang cukup terkenal, khusunya bagi penduduk wilayah Australia. Streets telah menjadi perusahaan terbasar pemroduksi es krim di Aurtralia. Beberapa produknya yang terkenal adalah es krim dengan merek Magnum, Paddle Pop, Blue Ribbon, Cornetto, Calippo, Bubble’o’Bill and Golden Gaytime. Streets juga merupakan bagian dari perusahaan besar Unilever (Unilever, 2020). Beberapa saat lalu, Streets diisukan telah menghianati para pekerjanya dengan melakukan pemotongan pembayaran (upah) mereka. Kasus itu terjadi pada tahun 2017 di pabrik Minto Streets yang terletak di Western Sydney. Streets berupaya mengakhiri perjanjian tempat kerja dan memangkas upah pekerjanya mencapai 46%. Pada saat yang sama, para pekerja Streets es krim ini juga mendapat perlakukan yang tidak sesuai, mulai dari adanya pemotongan waktu lembur, cuti tahunan, kepentingan pribadi, cuti, kondisi redundansi, maupun perlindungan terhadap penggunaan pekerja dan kontraktor. Kebijakan in telah menjadi salah satu cara untuk memastikan karyawannya tunduk terhadap perusahaan (ACTU, 2017). Namun demikian, pada dasarnya ini telah mengancam hak-hak karyawan yang seharusnya mendapat perlindungan dari perusahaan tempat mereka bekerja.

B.     Critical Discussions

Seorang pekerja merupakan elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan(A.H.Sequeira & Dhriti, 2015). Sebab mereka merupakan elemen kunci organisasi untuk menggerakkan perusahaan. Jika tidak ada karyawan, maka mustahil sebuah perusahaan dapat berjalan dengan sukses. Dalam hal ini, ada yang dinamakan sebagai employee relation, ini merupakan dengan pengelolaan hubungan ketenagakerjaan yang secara umum berhubungan dengan kesepakatan syarat dan ketentuan ketenagakerjaan dan dengan masalah yang timbul dalam ketenagakerjaan tersebut (Waiganjo & Nge’the, 2012). Istilah employee relation, studi tentang hubungan antara karyawan serta pemberi kerja dan karyawan sehingga dapat menemukan cara untuk menyelesaikan konflik dan membantu meningkatkan produktivitas organisasi dengan meningkatkan motivasi dan moral pekerja (Nikoloski & et.al., 2014). Menjaga hubungan yang baik adalah sebuah kunci utama perusahaan terus berjalan, sebab tanpa adanya konflik yang sebarti, maka kinerja karyawan berdampak positif juga. Oleh sebab itulah, sebuah perusahaan pada dasarnya harus mampu dalam mengelola karyawan mereka, agar tetap produktif sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)


The 2016 Carlton and United Breweries Outsourcing Dispute

 

The 2016 Carlton and United Breweries Outsourcing Dispute


Introduction

            Esai ini akan membahas mengenai studi kasus perselisihan outsourcing yang terjadi antara perusahaan Carlton and United Breweries, yang mana pembahasan dalam esai ini akan berfokus dari pandangan karyawan. Dalam hal ini, esai ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, pendahuluan, yang berisikan mengenai penjelasan esai ini dan latar belakang Carlton dan United Breweries dan ringkasan studi kasus perusahaan Carlton and United Breweries terkait dengan perselisihan outsourcing. Kedua, pembahasan, yang terdiri dari empat paragraf, berisi tentang diskusi kritis mengenai bagaimana melibatkan kolega, serikat pekerja dan manajemen, dan membahas metode solusi yang dapat dilakukan karyawan, seperti, FWO dan serikat pekerja. Terakhir, kesimpulan, yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. 

            Pada awalnya, Carlton and United Breweries, atau yang dikenal dengan CUB, adalah pabrik pembuatan bir tertua di Australia, yang kemudian berkembang menjadi perusahaan bir pada tahun 1907. Perusahaan ini merupakan penggabungan enam pabrik bir, seperti McCracken (1851), Victoria (1854), Carlton (1864) dan Foster's (1888), yang seiring berjalannya waktu perusahaan ini berkembang menjadi salah satu produsen dari beberapa bir paling terkenal di Australia. Seiring dengan perkembangan dan pelaksanaan usahanya, CUB memiliki sejarah panjang dan efektif dalam bekerja sama dengan gerakan serikat pekerja. CUB juga sangat memperhatikan para karyawannya, sebab CUB mengingat bahwa mereka merupakan aspek yang penting dan inti dari bisnisnya.CUB sendiri memiliki sekitar 1500 karyawan dari seluruh Australia.  Oleh karena itu, CUB berupaya untuk menjadi 'pemberi kerja pilihan' dengan memberikan upah dan kondisi pekerjaan yang melebihi NES, penghargaan modern dan dengan terus berinvestasi dalam pembelajaran dan pengembangan untuk para karyawannya. CUB juga selalu berkomitmen untuk terus memperbaiki kebijakan dan praktiknya dalam menyediakan lingkungan kerja yang aman, dan berinvestasi besar-besaran dalam inisiatif untuk meningkatkan keselamatan bagi semua karyawannya, dan kontraktor apa pun yang bekerja di lokasi tersebut. CUB juga mengadopsi pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja, menerapkan kontrol risiko untuk mengurangi bahaya dari bahaya yang diidentifikasi, dan memastikan proses dan praktik yang tepat tersedia untuk mengelola risiko secara berkelanjutan(Carlton & United Breweries, 2016).      


Critical Discussions

            Hubungan kerja adalah hubungan yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha setelah adanya perjanjian kerjauntuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses produksi. Hubungan kerjaini didasarkan pada perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja tersebut dapat menetapkan bahwa majikan tidak melanggar kontrak bahkan dengan memecat karyawan tanpa alasan, dan apakah majikan tersebut memberikan keadilan prosedural karyawan atau tidak(Shi & Zhong, 2019).Sehubungan dengan hal tersebut, hubungan kerja dalam lingkup industrial pada dasarnya sangat penting untuk dipelihara dalam mengelola pekerja yang memiliki karakter, kemampuan dan motivasi yang berbeda dalam bekerja di perusahaan. Pemeliharaan hubungan pekerja dalam lingkup industrial dilakukan oleh serikat pekerja sebagai perwakilan pekerja dan manajemen yang mewakili perusahaan. Pemeliharaan hubungan antara pekerja, serikat pekerja dan manajemen dalam lingkup hubungan industrial sangat diperlukan untuk mencegah konflik dalam dunia kerja. Hal ini disebabkan karena konflik tersebut dapat menghambat produksiperusahaan. Dalam hal ini, pemutusan hubungan kerja merupakan penyebab yang paling sering muncul dalam perselisihan hubungan industrial. Pada dasarnya, pemutusan hubungan kerja ini biasanya terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja antara pihak-pihak yang bersangkutan, sehingga keduanya sama-sama telah menyadari saat berakhirnya hubungan kerja tersebut dan berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi hal tersebut(Madinda, 2014). Namun dalam pelaksanaan hubungan kerja, dan perkembangan perusahaan terkadang berjalan tidak seperti apa yang diharapkan, sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja, termasuk terjadinya pemutusan hubungan kerja.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

FASHION AND CRAFTING BUSINESS RUN BY YOUNG ENTREPRENEURS



FASHION AND CRAFTING BUSINESS RUN BY YOUNG ENTREPRENEURS

Becoming the part of the world with independent spirit, the youth must be financially settled. After graduating high school some teenagers come to universities while some other find a place to work. Most of their intention actually to become a success person with financially well established. There are a lot of career options for those young people. Indonesians people are directed to two options, becoming an employee of a company or build own business. Some people prefer to work with a company while others prefer to start their own business. Even they start make the business while they are still a students. For examples, fashion and crafting business are done by universities students.
For cities with a number population of students like Jakarta, Yogyakarta, and Bandung, crafting business is the most popular among universities students. Jakarta noted for the capital luxury products and indie music merchandise crafting, number of clothing line are famous from Bandung, and crafting business are popular among Yogyakarta students. The cities show what is called crafter economy or creative economy. A "crafter" is a creative person - a Creative (Wo)Man - who doesn't want to adjust to existing boundaries, and who would rather create the world. In the Crafter Economy, or creative economy, money and profit are not driving forces. The driving forces are the  satisfaction of creating and exchanging ideas and knowledge (Bengtsen and Bengtsen).
One of the most famous crafting business in Yogyakarta nowadays is sewing craft category. The products include a number of fabrics for hijab, brooches, key chains, beads craft, crochet, and knitting craft. Most of The consumers of these products are women. Moslem has become the largest population in Indonesia so that the lesson for women to wear hijab is familiar to the people. Plus the trend of hijab in Indonesia today is very good. The creation of hijab form inspired the young entrepreneurs for produced the fabrics for fashion intention. So does brooches nowadays made for the equipment as well as accessories for women and their hijab. The brooches are made from waste fabrics, crocheted or knitted thread beads, or felt. Sewing is the most popular methods for this craft. Rather than being a consumer, a crafter becomes a manufacturer; the end result of a night on the couch isn't three hours of empty space, but a scarf, toy or handmade holiday ornament that one can give away, keep or sell (Tiffany).

Artikel ini hanya versi sampel saja..
Untuk versi komplit atau minta dibuatkan custom, 
silahkan contact o85868039oo9 (Diana)
Ditunggu ordernya yaa...

Academic Freedom



Academic Freedom

More than several of decades, a great many books, journal and also web with the policies on each country has been published about academic freedom (Nelson, 2010). But, if we had seen towards, today this case is very concern seeing world and human emergency that more and more days have been hidden. Education problems, food and place are being whole problems in some countries. Thing and a problem for to know and do the best ways is could the generations as academician could settle the problems that happens in the world in particular is on the education.
Indonesian’s education has experience constraint on the price and freedom for the children of school age for having education at their school. One of the big problems is at university. University most important and because is the last step for achieve the education; where there is has a potency that should be expanded. But, not only is the potential, the most academic freedom.
Academic freedom in Indonesia still depends with the government funds which as long as now take care of university. So, academic freedom until now are still down of shade and under control by central government. With the basic reason is cost that has been used by university are from government (Irianto, 2012).
If compared with the Asian countries and other countries, education cost in Indonesia is very expensive and too far remainder on the university autonomy. These government desires are clear but narrow down the space motion of university, and learning from the New Order (Orde Baru), teven he states control could destroy the academic freedom and the university autonomy.
Government has desire for increasing the state control of academic freedom and of university autonomy, which has potential for break the rule and human rights, especially of education rights that has been recognized and guaranteed by UUD 1945 and Covenant International of Economic Rights, Social and Culture (Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (KIHESB) (Komunitas Demokrasi, n.d)[1]
Academic freedom is only can be obtainable at university which has autonomy. Inside have the rules and regulators of governance and public accessibility of university. Academic freedom is a professor rights, faculty and researcher they have concerned with the activities for teaching or research. Of course with the university traditions, ethics code, tolerance principle and objectivity. 

REFERENCES

Irianto, Sulistiawati. (2012). Kebebasan Akademik Itu… <http://komunitasdemokrasi.or.id/donation/405-kebebasan-akademis-perspektif-ham>

Komunitas Demokrasi. (n.d). Kebebasan Akademis, Perspektif HAM. <http://komunitasdemokrasi.or.id/donation/405-kebebasan-akademis-perspektif-ham>

Nelson, Charles. (2010). Defining Academic Freedom. <https://www.insidehighered.com/views/2010/12/21/nelson_on_academic_freedom>

Perlu Essay untuk OSPEK?
Kami Siap Bantu!
Silahkan chatt/ WA ke 085868039009 (Diana)
Happy Order