Tampilkan postingan dengan label reformasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label reformasi. Tampilkan semua postingan

MAKALAH - BIROKRASI PADA ERA REFORMASI


Periodesasi perubahan pemerintahan yang berlangsung di Indonesia, terjadi secara mendasar sejak digulingkannya reformasi tahun 1998, dengan ditandai lengsernya rezim soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun di Republik ini. Pasca tahun 1998 banyak perubahan yang sangat signifikan, terutama pada sistem pemerintahan dan birokrasi di Indonesia, yaitu berubahnya struktur pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dengan dikeluarkannya UU nomor 22 tahun 1999 pada masa pemerintahan Gus Dur, yang kemudian direvisi dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Hampir sepuluh tahun setelah Indonesia memasuki era "reformasi" (pasca kepemimpinan Soeharto), negara ini tetap belum mampu menunjukkan reformasi birokrasi seperti yang diharapkan sebelumnya. Essay ini berusaha menganalisis apa yang terjadi pada birokrasi Indonesia pada era reformasi dan apa kelebihan dan kekurangan birokrasi pada masa itu.

Birokrasi Zaman Reformasi
Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di Negara – Negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Osborne dan Plastrik ( 1997 ) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Negara – Negara yang sedang berkembang seringkali berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju.

  Kelebihan dan Kekurangan Birokrasi pada Masa Reformasi
Kelebihan
  1. Terbentuknya Lembaga-Lembaga Baru
Pada masa pemerintahan SBY yang paling kontroversi adalah dibentuknya lembaga baru yang konsentrasi pada penghapusan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana tindakan yang dilakukan oleh lembaga ini cukup banyak membuahkan hasil, dengan mengungkap banyak kasus mega korupsi baik dilembaga legislatif (DPR), Eksekutif (Korupsi di Departemen, Bank Indonesia) dan Yudikatif (korupsi di MA, Kejaksaan, dan Kepolisian), walaupun pada akhirnya lembaga ini digembosi juga.

  1. Penyelenggaraan Pemilu
Pada Era Reformasi, pembaharuan tata politik nasional dalam suasana transisi menuju demokrasi dimulai dengan Pemilu 1999. Pemilu ini dinilai sukses merestrukturisasi kepemimpinan nasional dan lokal secara demokratis,  menghasilkan sejumlah pembaruan konstitusi dan tata hukum turunannya, mendesentralisasi kekuasaan, dan lain - lain.

Kekurangan
1.      KKN Tetap Merajalela
Era reformasi yang diharapkan mampu merubah Indonesia ke arah yang lebih baik ternyata terkendala oleh mental birokrasi yang tidak mau berubah. Menurut laporan political and economic risk consultancy (PERC), birokrasi Indonesia  masih termasuk kategori sangat buruk. Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC berpendapat masih banyak birokrat Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. PERC juga masih menempatkan Indonesia dalam kelompok negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi.

2.      Warisan Sistem Demokrasi Primordial      
Munculnya birokrasi patrimonial di Indonesia merupakan kelanjutan dan warisan dari siystem nilai tradisional yang tumbuh di masa kerajaan-kerajaan masa lampau dan bercampur dengan birokrasi gaya kolonial.

3.      Adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi.
Jika dibandingkan hasil survei terakhir tahun 2005, survei tahun 2009 menunjukkan adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi. Pada survei tahun 2005, sebesar 44,2 persen masyarakat menilai kinerja politisi masih relatif baik[1]. Dalam kurun waktu enam tahun terjadi penurunan 21 persen mengenai politisi, dan ini sangat menurun drastis. 
4.      Berkurangnya  Transparansi dan Kebebasan Pers
Sudah menjadi konsumsi publik bahwa akan di sahkannya Undang-Undang tentang Kerahasiaan Negara di Era SBY,  Meski pengaturan rahasia negara dalam bentuk UU bisa ditoleransikan termasuk di negara-negara demokrasi, tapi hal itu harus dijauhkan dari tendensi untuk membatasi hak-hak publik dalam mendapatkan informasi. Keamanan dan kedaulatan nasional sebagai tujuan utama UU Rahasia Negara tentu bukan alasan memadai untuk melenyapkan hak asasi rakyat untuk mendapatkan informasi yang lebih transparan. Kerahasiaan berujung pada lahirnya birokrasi yang otoriter yang memosisikan diri sebagai pemilik dan penafsir tunggal kebenaran. (Dakidae, 2003:153).
  
  1. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Selain permasalahan KKN, dalam bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan, birokrasi di tingkat pusat maupun daerah cenderung semakin banyak dan tambun (bottleneck). Dengan kondisi yang demikian maka organisasi akan cenderung kaku dan lambat dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul. Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah bahwa dalam penyusunan suatu organisasi cenderung lebih ditekankan pada bagan strukturnya saja, dan melupakan jumlah dan kualifikasi personel, sistem pengambilan keputusan, sistem komunikasi serta rentang kendali organisasi (span of control).


DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1987. Korupsi, Sifat,Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES.

Djafar, Wahyudi, 2006. Memotong Warisan Birokrasi Masa Lalu, Menciptakan Demarkasi Bebas Korupsi. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM),  Jakarta.

Dwiyanto,Agus dkk.2006.Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Hans-Dieter Evers dan Tilman Schiel, Kelompok-Kelompok Strategis: Studi Perbandingan tentang Negara, Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990, hal, 228.

Korupsi Sudah Menjadi Kebiasaan: Birokrasi Patrimonial Sumber Masalah, Kompas, 21 November 2006

Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuntjoro Jakti, Dorojatun. Birokrasi di Dunia Ketiga: Alat Rakyat, Alat Penguasa, atau    Penguasa. Jurnal Prisma No.10 Tahun IX Oktober 1980.


Tulisan ini masih draft
Butuh versi lengkapnya??
Atau mau bikin judul lain??
Buruan request aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa
Thanks