Tampilkan postingan dengan label komunikasi politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label komunikasi politik. Tampilkan semua postingan

Menjelang Pilpres 2019: Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk Kaum Milenial


Menjelang Pilpres 2019: Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk Kaum Milenial

Pendahuluan
Generasi millennial adalah terminologi yang saat ini banyak diperbincangkan. Millennials (juga dikenal sebagai Generasi Millenial atau Generasi Y) adalah kelompok demografis (cohort) setelah Generasi X. Dan jika ditelaah lebih jauh, berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah pemilih pemula untuk Pemilu 2019 ini jumlahnya mencapai 5 juta jiwa. Artinya, sekitar 40 persen dari jumlah DPT berasal dari generasi milenial dan 6,3 persen diantaranya adalah pemilih pemula yang baru pertama kali memilih pada tahun ini (Rahman, 2019). Dengan jumlah yang sekian banyak tentu bukanlah yang aneh jika saat ini berbagai Partai Politik (Parpol) saling berlomba-lomba untuk kemudian menarik perhatian mereka.
Terlepas dari itu semua, setiap partai politik yang tergabung sebagai pendukung masing-masing calon, maupun calon presiden dan wakil presiden itu sendiri, pada masa kampanye ini selalu berusaha keras untuk menarik suara rakyat, meningkatkan elektabilitas mereka sehingga dapat memenangkan pertarungan di hari pemungutan suara nanti. Tidak terkecuali memperebutkan suara para generasi milenial yang digadang-gadangkan sebagai sumber suara yang cukup banyak. Maka dari itu, dalam makalah ini, akan di bahas seperti apa komunikasi politik yang dilakukan untuk menarik kaum milenial tersebut, dimana ini di fokuskan pada komunikasi politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin), yang tentunya di sertai dengan partai-partai pendukungnya.
Pembahasan
1.      Pengertian Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pendapat, sikap dan tingkah laku orang, lembaga, atau kekuatan politik, dalam rangka mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Secara fleksibel, komunikasi politik merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik (Nimmo, 2007).Dalam komunikasi politik, sesungguhnya setiap aspek memiliki peran tersendiri, walaupun tetap memiliki hubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam aplikasinya.

2.      Perebutan Suara Generasi Milenial
Menjelang Pilpres 2019, kalangan milenial disebut-sebut merupakan sasaran utama kedua kubu. Tidak hanya itu, banyak cara-cara lain yang di lakukan oleh kedua kubu untuk memperebutkan suara kaum milienial yang setidaknya mencapai 40 persen dari seluruh jumlah DPT, yang 6,3 persen diantaranya adalah pemilih pemula (Rahman, 2019), yang mana ini sudah hampir separuh dari total DPT. Namun, tentu tidak mudah dalam menggaet suara para kaum meilenial ini, perlu berbagai inovasi-inovasi dan strategi yang jitu untuk merebut hati mereka. Partai Politik yang kaku, belum tentu bisa merebut simpati mereka (Himawan, 2018). Sebab pada dasarnya kaum milenial ini memiliki ciri khas dan karakter yang unik sehingga tidak mudah untuk mempengaruhi pola pikir mereka, sehingga para politikus harus bekerja ekstra keras untuk mampu menarik perhatian para kaum milenian ini nanti di agenda Pilpres 2019.
3.      Cara Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk menyasar Kaum Milenial
a.      Mengikuti Gaya Kaum Milenial
Suara kaum melinial merupakan target dari kedua Paslon Pilpres 2019. Dalam hal ini, Paslon 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan tujunnya dalam enarik kaum milenial. Salah satunya adalah apa yan telah di lakukan oleh Jokowi sendiri juah sebelum memasuki masa-masa panas pemilihan umum. Salah satunya adalah dimana Jokowi mempresentasikan dirinya seperti layaknya kalangan milenial, meskipun sebenarnya ia bukan termasuk bagian dari generasi milenial itu sendiri. Cara Jokowi mempresentasikan dirinya layaknya kaum milenial dalam hal ini adalah melalui penampilannya, salah satunya ditunjukkan pada 8 April 2018 lalu, Presiden Jokowi tampil beda di Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu, Joko Widodo sendiri tampil dengan gaya busana santai saat mendaftarkan diri ke KPU dan melakukan test kesehatan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.
b.      Menggunakan media sosial untuk menarik atensi pemilih muda
Perkembangan teknologi komunikasi telah merambah kehidupan umat manusia. Salah satu bentuk perkembangan teknologi komunikasi adalah media baru (new media)yang kemudian melahirkan media sosial. Dunia politik juga tak lepas dari pengaruh perkembangan media baru dan media sosial. Oleh sebab itum untuk dapat menyampaikan pesan-pesan tertentu selama masa kampanye, Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) juga menanfaatkan media sosial. Dari Kubu 01 ini,tim Jokowi-Ma'ruf melaporkan akun media sosial di Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube. Akun ini adalah akun pasangan calon, bukan akun pribadi(Iqbal, Pristiawan, & Teresia, 2018).
c.       Melibatkan Kalangan Mudadan Sosok Berpengaruh di mata kalangan Milenial
Dalam hal ini, untuk meningkatkan elektabilitas, khususnya dimata kalangan generasi milenial, kubu Paslon 01 meningkatkan keterlibatan kalangan muda dalam kampanyenya, baik dalam ranah penyusunan tim sukses, maupun keterlibatan pada kader-kader muda dari setiap Parpol pendukung. Salah satu contoh keterlibatan kalangan muda yang dilakukan oleh Paslon 01 adalah ditandai dengan adanya kader-kader muda yang ikut diajukan sebagai calon legeslatif (caleg) oleh para parpol pengusungnya.
.
d.      Direktorat Khusus Untuk Menggarap Pemilih Generasi Milenial Dalam Tim Sukses
Tim sukses Paslon 01, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin kini telah membuat Direktorat Milenial untuk menggaet generasi muda. Dan agar seimbang, untuk menggaet suara generasi tua dini merupakan tugas untuk para relawan Jokowi-Ma'ruf Amin (Hidayat & Permadi, 2018). Mesipun tidak dijelaskan secara rinci strateggi apa yang akan di lakukan oleh Tim Direktorat Milenial ini, namun secara jelas tugasny adalah untuk menarik suara untuk kaum milenian sesuai dengan manya. Bersamaan dengan itu, kehadiran Erick Thohir juga mampu untuk menyusun strategi-strategi khusus untuk menggaet suara kaum milenial.
Kesimpulan
            Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dala hal ini dapat disimpulkan bahwa menjelang Pilpres 2019, generasi milenial saling di perebutkan oleh kedua pasangan calon yang akan mengikuli pemilihan nati. Hal ini disebabkan karena, seiring dengan perkembangan jaman, gemerasi milenial memiliki konstribusi tertentu untuk masa depan. Bersamaan dengan itu, jumlah mereka yang mencapai angka 40 persen dari total DPT, menjadi target yang harus dimenangkan oleh masing-masing kubu. Berkaitan dengan hal ini, sebagai langkah komunikasi politik, banyak yang telah dilakukan oleh Pasangan Calon 01 untuk menggaet suara kaum milenial, beberapa diantaranya adalah dengan cara menciptakan cerminan diri paslon yang identik dengan kaummilenial meskipun dirinya bukan merupakan bagian dari kaum milenial itu sendiri.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^

Fenomena Paslon Fiksi Dildo dalam Kampanye Pilpres 2019



Fenomena Paslon Fiksi Dildo dalam Kampanye Pilpres 2019




Latar Belakang
            Memasuki tahun baru 2019, tandanya Indonesia akan memulai babak baru. Salah satunya diawali dengan agenda Pemilihan Presiden (Pilpres), mengingat bahwa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presidennya, M. Jusuf Kalla, telah memasuki sesi terakhir msa kepemimpinannya yang telah diemban sejak tahun 2014 lalu. Pemilu Presiden 2019 mendatang diikuti oleh dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dicalonkan oleh PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura. Sementara, pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno dicalonkan oleh Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat. Dua calon Presiden ini pernah bertarung pada pemilu presiden tahun 2014 lalu dengan selisih perolehan suara sebesar 6,3%. Saat itu, Joko Widodo mendapatkan suara sebesar 53,15%, dan Prabowo Subianto mendapatkan 46.85% suara. Dari 34 provinsi, pasangan Joko Widodo–M. Jusuf Kalla mengalami kekalahan di 10 provinsi yakni: Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, dan Maluku Utara (Fernandes, 2018).
            Selanjutnya, dalam suatu Pemilihan Umum (Pemilu), maka agenda-agenda utamanay atentu tidak terlepas dari adanya kampanye. Dalam Negara yang menganut sistem demokrasi, tentunya kampanye politik menjadi sangat penting dalam memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. Kampanye politik dipahami sebagai upaya terorganisir yang berusaha mempengaruhi proses pengambilan keputusan dari seseorang maupun kelompok tertentu (Fatimah, 2018).
Berkaitan dengan hal ini, kampanye dapat dikatakan sebagai bagian dari komunikasi politik, karena dalam kampanye politik, hal yang paling signifikan adalah tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh kandidat. Masing-masing berusaha membawa tema atau topik tertentu untuk ditawarkan pada masyarakat. Sebagai contoh, yang sering di temui adalah ungkapan tentang dengan janji-janji politik. Hal ini bisa jadi benar, karena itu merupakan bagian dari pesan dalam kampanye politik, meski tidak selalu bermakna demikian (Fatimah, 2018). Hal ini merupakan fenomena yang alami, karena para kandidat dan timnya akan selalu berusaha menyampaikan pesan yang kemungkinan dapat mendongkrak suara masyarakat untuk memilihnya.
Namun demikian, menjelang Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 mendatang (Detik, 2019), ada satu fenomena yang menarik dan sedikit berbeda dengan pemilu-pemilu yang telah terjadi sebelumnya, yaitu kemunculan Pasangan Calon (Paslon) Fiksi, yang dikenal dengan nama Dildo (Nurhadi-Aldo). Pasangan capres-cawapres fiksi ini sebenarnya hanyalah rekaan warganet di media sosial semata (CNN Indonesia, 2019). Namun demikian, kehadirannya banyak mendapat perhatian publik, bahkan keduanya diperlakukan seperti layaknya paslon resmi, termasuk dalam pembentukan tim kampanye.
Sekaitan dengan fenomena baru ini maka, dalam makalah ini akan di bahas lebih jauh mengenai kemunculan pasangan fiksi ini, mulai dari apa, siapa, alasan mengapa fenomena yang demikian ini mulai muncul dikalangan masyarakat publik, dapa tujuan utamanya. Selain itu, akan dilihat juga bagaimana rekasi publik terhadap kehadiran kedua pasangan fiksi yang sebenarnya justru mendapat banyak perhatian tersebut. Karena pada dasarnya fenomena paslon fiksi ini memang tergolong baru. Pengaruh keberadaaan teknologi informasi dan komunikasi seperti nternet dan media sosial tampaknya menjadi salah satu pemicu kemunculan fenomena ini.
Pengertian Dildo
Paslon Presiden dan Wakil Presiden Dildo (Nurhadi-Aldo), merupakan pasangan capres-cawapres fiksi yang sebenarnya hanyalah rekaan warganet di media sosial semata (CNN Indonesia, 2019). Awal kemunculannya adalah sejak akhir 2018 lalu, merupakan fenomena baru yang mewarnai dunia maya. Lebih tepatnya pasangan, di media sosial, Nurhadi menjadi capres fiksi bersama Aldo selaku cawapresnya, telah muncul sejak pertengahan Desember 2018  (Rifai, 2019).
Memasuki awal tahun, kedua Paslon ini mulau ramai di perbincangkan, khususnya setelah munculnya poster yang menunjukkan seolah-oolah paslon ini adalah asli. Dalam poster tersebut, sekilas, Nurhadi-Aldo tampak seperti pasangan politikus yang sungguh-sungguh ingin memikat para pemilih: dua pria setengah baya berpose seperti poster calon pada umumnya, dengan nama partai dan slogan kampanye. Namun ketika diamati baik-baik, nama Nurhadi ditulis dengan tinta merah pada bagian "DI" dan nama Aldo ditulis merah pada huruf "LDO". Maka dari itu terbentuah nama DILDO. Kemudian untuk membuatnya semakin tampak nyata, Paslon fiksi ini pun juga memiliki Tim Sukses (Timses) sendiri, keduanya juga di diusung oleh sebuah koalisi yang di beri nama "Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik"  (BBC Indonesia, 2019), dan diusung oleh Partai Untuk Keadilan Iman, (Rifai, 2019). Secara singkat, Nurhadi-Aldo adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden fiksi yang diciptakan oleh sekelompok anak muda yang merasa gerah dengan kampanye hitam yang banyak terjadi di panggung politik Indonesia (BBC Indonesia, 2019).
Alasan Kemunculan Dildo
            Kemunculan Dildo, tentu bukan tanpa sebab dan tanpa alasan. Di berbagai sumber pemberitaan, salah satu alasan kemunculannya adalah sebagai lucu-lucuan, menginagt bahwa konten humor di media sosial mulai banyak di gemari oleh para warganet. Namun alasan ini bukan menjadi salah satu alasan utama. Dari hasil wawancara terhadap salah satu anggota Timses, diketahui bahwa di berbagai sosial media sekarang banyak kampanye hitam saling menjelekkan. Masyarakat mulai terkotak-kotak. Nurhadi-Aldo hadir untuk meredam itu, untuk meredam konflik antar kubu, khususnya dengan konten yang sengaja di kemas dengan sensasi humor (BBC Indonesia, 2019).
Tujuan Dildo
            Mungkin memang munculnya akun-akun sosial media Nutgadi di Facebook, Twitter, dan Instagram didasari hanya ingin membuat konten lucu-lucuan semata. Namun akun ini tak ingin sekadar menjadi akun shitposting, tapi juga punya tujuan. Shitposting sendiri merupakan aktivitas online yang awalnya dikenal sebagai posting konten yang mengejutkan atau ofensif. Shitposting bisa juga dipakai untuk konten yang "tidak berfaedah". Dalam hal ini, kampanye Nurhadi-Aldo adalah cara mereka menyampaikan kritik untuk pemerintah dan politisi di Indonesia (BBC Indonesia, 2019). Dimana seperti yang di ketahui banyak orang bahwa menjelang Pilpres tahun 2019, kedua kubu sah yang terdaftar, yaitu Pasangan nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, dan pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, telah melakukan kampanye sejak 23 September 2018 dan akan dilakukan hingga tanggal 13 April 2019 mendatang (Detik, 2019), ini telah melakukan berbagai upaya untuk menarik suara rakyat, termasuk fenomena saling serang isu-isu berbagi negatif.
            Bentuk kritik untuk pemerintah dan politisi di Indonesia ini sangat tercermin dalam potingan-postingan yang diunggahnya, mulai dalam bentuk quote, meme, maupun konten yang berupa tulisan. Meskipun tidak ketinggalan bahwa konten yang terdapat didalamnya tetep mengandung unsur humor, dengan kalimat-kalimat yang lucu mengundang gelak tawa. Dimana ini merupakan menjadi tanda bahwa dalam mengkritik pemerintahan, Dildo dan Timses tidak ingin mengundang permusuhan.
Reaksi Publik dengan adanya Dildo
            Terlepas dari asal-usal dan tujuan maupun alasan kemunculan pasangan capres dan cawapres fiksi ini, tentu yang paling menarik adalah reaksi publik. Mengingat bahwa promosi pasangan melalui media digital secara online yang mampu menyetuh seluruh lapisan masyarakat tentu akan banyak sekali rekasi yang muncul. Tidak terkecuali dari kedua pihak yang tengah bersaing untuk memperebutkan kursi kepemimpinan tertinggi di Indonesia. Ada yang menyambut dengan positif namun ada pula yang justru merasa khawatir.
            Pertama dari pihak warganet atau netizen sendiri, dimana secara tidak langsung warganet sangat antusias dengan keberadaan pasangan fiksi ini. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengikut akun-akun sosial media yang di bentuk oleh Timses, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, dimana dalam waktu yang cukup singkat pengikutnya sudah mencapai angka ribuan orang. Ini menunjukkan bahwa mereka yang memutuskan untuk mengikuti akun buatan Timses ini karena penasaran dengan konten-konten yang akan diunggah oleh para admin. Selain itu antusiasisme juga dapat dilihat dari jumlah komen, like, maupun share yang dilakukan oleh para netizen, dimana ini semakin membuat ramai dunia maya, tak terkecuali dunia perpolitikan yang menjadi topik utama konten.
Selanjutnya, adalah reaksi media pemberitaan.....
Kesimpulan
            Bersarkan uraian yang telah di ungkapkan dalam makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa Memasuki tahun baru 2019, tandanya Indonesia akan memulai babak baru. Salah satunya diawali dengan agenda Pemilihan Presiden (Pilpres). Menjelang Pilpres 2019, banyak kejadian yang menarik perhatian publik, khususnya di dunia maya. Selain karena kedua pasangan calon presiden pernah bertarung di sesi Pilpres sebelumnya di 2014 lalu, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pasar segala informasi untuk mengenai kedua pasangan mudah sekali untuk diperoleh, maka fenomena-fenomena baru pun juga bermunculan. Termasuk salah satunya adalah kasus hoax dan perseteruan anatar kumu di media sosial.

Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))

Keberhasilan Media Sosial Sebagai Propaganda Politik (Studi Kasus: Kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI Jakarta 2017)



Keberhasilan Media Sosial Sebagai Propaganda Politik
(Studi Kasus: Kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI Jakarta 2017)
Pendahuluan
            Perkembangan zaman, saat ini terus terjadi. Hal yang paling menonjol adalah adalah dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Terknologi (IPTEK), dimana teknologi komunikasi dan informasi menjadi yang paling dapat dirasakan oleh masayrakat sekarang ini. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, media, baik untuk media massa maupun media sosial mengalami kemajuan yang pesat. Saat ini media merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan manusia Hampir disetiap sendi kehidupan baik individu maupun secara berkelompok, masyarakat sangat membutuhkan media informasi. Perkembangan media tersebut lebih banyak dipicu oleh banyaknya kebutuhan akan informasi yang cepat akurat dan dapat di percaya. Dalam perkembangan budaya dan teknologi tidak terlepas dari media yang ada. Bahkan media baik media massa maupun media sosial sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan budaya manusia saat ini. Setiap orang sangat membutuhkan media. Informasi yang ada di media menjadi kebutuhan pokok bagi individu, masyarakat, organisasi bahkan budaya suatu daerah. (Musfialdy, 2015).
Kemajuan teknologi di bidang komunikasi dan informasi yang sangat luar biasa ditandai dengan hadirnya internet dan berbagai media sosial di dalamnya. Kemajuan ini telah mampu membawa dunia kepada sebuah era baru, yang  menunjukan komunikasi dan kebutuhan akses informasi menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat di zaman yang serba modern ini (Putra, Bandiyah, & Noak, 2016). Bersamaan dengan hal tersebut, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi juga semakin memudahkan interaksi antar individu maupun kelompok. Lalu lintas pesan dan pemberitaan tidak sepenuhnya dikuasai negara tetapi bebas mengalir pada khalayak (Susanto, 2017).
Salah satu jenis media yang paling sering digunakan saat ini adalah media sosial. Berdasarkan data dari Global Media Statistics tahun 2016, Media social memiliki pengguna aktif sebesar 79 juta. Hal ini dapar terjadi karena media sosial berkembang pesat sejalan dengan pertumbuhan dan kemudahan akses informasi yang didukung oleh kekuatan teknologi komunikasi (Susanto, 2017). Jumlah ini tentu masih terus meningkat, dimana berdasarkan data yang dirilis We Are Social per Agustus 2017, jumlah di seluruh dunia kian meningkat drastis yang menyentuh angka 3,8 miliar dengan penetrasi 51 persen dari total populasi di dunia (Jeko, 2017). Pada 2017 tersebut, 71 persen (sekitar 2,46 milyar) pengguna internet  yang paling banyak adalah pengguna media sosial dengan angka yang diperkirakan akan terus bertambah.  Hal ini karena, media sosial adalah salah satu aktivitas online paling populer dengan tingkat keterlibatan pengguna yang tinggi dan memperluas kemungkinan seluler (Satistika, 2018). Kemudian, Pada akhir Januari 2018, We Are Social dan Hootsuite, merilis data mengenai jumlah pengguna internet dan media sosial di dunia. Berdasarkan data itu, pengguna internet di dunia telah mencapai 4 miliar  (Jamaludin, 2018). Bisa dipastikan bahwa jumlah pengguna media sosial juga mengikuti peningkatan untuk tahun 2018. Khususnya daikarenakan semakin mudaknya akses terhadap internet, seperti maraknya smartphone, dan meningkatnya penawaran-penawaran paket internet sebagai akses.
Dengan jumlah yang sedemikian banyak, dan semakain lama masih terus meningkat, tidak heran jika saat ini media sosial, banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Maraknya traffic penggunaan media sosial ini sudah bukan menjadi hal yang baru. Sejak mengalami booming di tahun 2012, keterikatan masyarakat terhadap media sosial semakin meningkat. Media sosial yang awalnya hanya digunakan sebagai media untuk bersosialisasi dengan temandan kerabat dekat, kini mulai menembus komunikasi antara individu dengan institusi (Ardha, 2014), termasuk didalamnya dalam bidang politik. Dimana, media sosial yang memiliki kekuatan dalam penyebaran informasi menjadi pilihan untuk mempengaruhi, memotivasi, dan melakukan tindakan yang dikehendaki oleh penyebar pesan (Susanto, 2017).
Berkaian dengan hal ini, maka dalam makalah ini akan membahas mengenai keberhasilan media sosial sebagai propaganda politik, dengan menngunakan sebuah studi kasus kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI Jakarta 2017. Dimana dalam hal ini akan dijelaskan strategi seperti apa yang dilakukan oleh pasangan ini untuk meraih kursi sebagai gubernur di DKI Jakarta untuk periode 2017-2022.
Pembahasan
1.      Pengertian Propoganda Politik
Propaganda berasal dari bahasa latin, yaitu propagare yang berarti mengembangkan atau memekarkan. Kata itu muncul dari kata Congregatio De Propaganda Fide pada tahun 1622 ketika Paus Gregorius XV mendirikan organisasi yang bertujuan mengembangkan dan memekarkan agama kahtholik Roma baik di Italia maupun di Negara-negara lain (Sastropoetro, 1988). Propaganda merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang sering kali digunakan oleh individu ataupun kelompok sebagai media untuk menyebarluaskan suatu keyakinan atau doktrin.
Kini istilah propaganda sangat identik dengan satu aktivitas komunikasi yang berupaya memanipulasi psikologis khalayak. Dalam politik, propaganda memainkan peran yang sangat penting karena merupakan satu di antara pendekatan persuasi politik selain periklanan dan retorika. Dalam praktiknya, propaganda mengelaborasi pesan politik guna mendapatkan pengaruh secara persuasif. Biasanya digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang terorganisir yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan individu-individu masyarakat yang dipersatukan melalui manipulasi psikologis. Sementara itu, tak dapat dimungkiri bahwa hampir seluruh pendekatan persuasi kepada khalayak di era informasi ini menempatkan media massa sebagai instrumen saluran yang mesti digunakan. Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting (Heryanto & Farida, 2010).
Selain itu, Harrold D. Lasswell mendefinisikan propaganda semata merujuk pada kontrol opini, dengan simbol-simbol penting, atau berbicara lebih konkrit dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya. Dalam hal ini, Lasswell melihat propaganda membawa masyarakat dalam situasi kebingungan, ragu-ragu dan terpaku pada sesuatu yang licik yang tampaknya menipu dan menjatuhkan mereka. Propaganda diartikan sebagai proses disemasi informasi untuk memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok masyarakat dengan motif indoktrinasi ideologi (Cangara, 2011). Pendapat lain dari Herbert Blumer, mengemukakan bahwa propaganda dapat dianggap sebagai suatu kampanye politik yang dengan sengaja mengajak dan membimbing untuk memngaruhi, membujuk atau merayu banyak orang guna menerima suatu pandangan, idiologi atau nilai (Arifin, 2011). Propaganda  sekarang  merupakan  bagian  politik  rutin  yang  normal  dan  dapat diterima, dan tidak hanya terbatas pada  pesan-pesan yang dibuat selama  perayaan  politik,  kampanye,  krisis,  atau  perang.
2.      Kelebihan Media Sosial


3.      Studi Kasus Pilgub DKI Jakarta 2017 dan Keunggulan Strategi Propaganda Politik Melalui Media Sosial Pasangan Anies-Sandi Mencapai Kemenangan
Tahun 2017, menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat umum terkait dengan agenda Pemilihan Gubernur untuk menduduki kursi kepemimpinan periode 2017-2022 di wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu kota sekaligus kota yang selalu menjadi sorotan berbagai pihak dan kalangan masayarakat, hal ini tidak terkecuali.
Dalam perjalananya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) atau Pilgub (Pemilihan Gubernur) disebut juga yang dilakukan pda tahun 2017 dilakukan selama du putaran.Sebagaimana yang ditentukan dalam UU No. 29 Tahun 2007, dalam pemilihan ini juga dilakukan dengan dua putaran seperti yang sebelumnya pernah terjadi pada tahun 2012, sebab belum ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50%. Dimana pada putaran kedua dapat dilakukan perbaikan atas berbagai persoalan yang muncul di putaran pertama seperti akurasi DPT, kampanye, masa tenang, pencoblosan, dan penghitungan serta rekapitulasi suara (Pahlevi, 2012).
Pada Putaran pertama, pihak KPUD Jakarta mengumumkan secara resmi hasil pemilihan gubernur (Pilgub) DKI yang dilaksanakan 15 Februari 2017 atas tiga pasangan calon sebagai peserta. Hasil dari proses rekapitulasi itu yakni, Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)-Sylviana Murni mendapatkan suara 937.950 dengan presentasi 17,02 %, pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Syaiful Hidayat memperoleh 2.364577 dengan presentase 42,99 %, sedangkan pasangan nomor urut 3 Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Salahudin Uno memperoleh 2.197.33 dengan presentase 39,95 % (Fardiansyah, 2017).
Selanjutnya, KPU DKI Jakarta menetapkan pasangan cagub-cawagub yang bersaing di kontestasi Pilkada DKI putaran kedua, yaitu pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)—Djarot Saiful Hidayat dan pasangan Anies Rasyid Baswedan—Sandiaga Salahudin Uno dinyatakan menjadi calon pada putaran kedua, sesuai dengan yang tertuang dalam surat keputusan KPU DKI Jakarta nomor 48/KPTS/KPU Prov 010/2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017, dengan menetapkan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta yang memperoleh suara terbanyak pertama pada putaran pertama untuk mengikuti pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada putaran selanjutnya (Ramdhani, 2017).
Sementara itu, pada Putaran Kedua, dengan dua pasangan yang bersaing, ditetapkan bahwa pasangan Anies-Sandi unggul dengan perolehan suara 57,95 persen, dengan partai pengusung Gerindra dan PKS, meraih 3.240.057 suara. Sedangkan pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat mendapatkan 42,05 persen suara, atau sebanyak 2.351.141 dengan PDIP, Golkar, Hanura, dan NasDem sebagai partai pengusungnya (Alief, 2017).
Berdasarkan hasil kedua putaran yang berlangsung, hal ini dapat dilihat dari segi jumlah akhir untuk kedua pasangan berbanding terbalik, dimana Ahok-Djarot (42,99%) yang sebelumnya lebih unggul dibandingkan Anies-Sandi (39,95%) di putaran pertama, berbalik posisi dengan keunggulan Anies-Sandi (57,95%) dibanding Ahok-Djarot (42,05%). Dari perbandingan angka dapat dilihat bahwa pemilih pasangan  Ahok-Djarot cenderung menurun (dari 42,99% menjadi 42,05%). Dari angka ini dapat diketahui bahwa ada sebagaian kecil (atau mungkin besar) pendukung Ahok-Djarot pada pemilihan putaran kedua telah berpaling dan memutuskan untuk mendukung pihak lawan (Anies-Sandi), meskipun ada kemungkinan bahwa ada tambahan suara dari yang warga sebelumnya mendukung pasangan AHY-Sylviana, tidak dapat dipungkiri menurunnya jumlah suara untuk Ahok-Djarot, membuktikan bahwa ada beberapa pihak yang memlih untuk memindahkan dukungannya, sehingga menyebabkan kemenagan untuk pihak Anies-Sandi.
Hal ini kemungkinan karena adanya propaganda politik yang terlibat didalamnya. Dimanna melalui kampanye, sebagai jalur komunikasi untuk mempengaruhi pemilih, telah berhasil membuat pemilih berubah pikiran, sehingga memberikan suaranya untuk pelaku propoganda tersebut (kubu Anies-Sandi). Salah satu bentuk propaganda yang dilakukan oleh pasanagan Anies-Sandi adalah dengan melalui media sosial, dimana seiring dengan perkembangnya zaman, teknologi dan informasi memungkinkan setiap orang dapat memperoleh informasi. Bahkan jika dulu banyak pemilih yang kekurangan informasi mengenai profil pasangan calon pemilu, saat ini mereka bisa mencari informai yang tersebar di internet dengan mudah dan cepat dan mampu mempertimbangkan sendiri keputusan saat pemilihan umum dilaksanakan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2017, meskipun demikian sejak awal tahun 2016, sudah terlihat bagaimana antusiasme masyarakat menyambut Pilgub tersebut. Di dunia maya, terutama di media sosial, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta berhasil menarik perhatian, tidak hanya bagi warga DKI Jakarta, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia secara umum. Perhatian dari masyarakat dunia maya (netizen) ditandai dengan banyaknya pesan, baik berupa status ataupun tanggapan terhadap para calon gubernur dan proses pemilihannya (Kurniasih, 2016)n yang disampaikan melalui akun-akun pribadi media sosial merekam yang secara tidak langsung ikut meramaikan proses kampanya yang tengah berlangsung, khusunya didunia maya.
Sebelumnya di sebutkan bahwa dalam dua putaran yang dilakukan dalam pemilihan, pasangan Anies-Sandi keluar sebagai pemenang dan (sekarang) menjabat untuk memimpin DKI Jakarta periode 2017-2022, meskipun pada akhirnya Sandiaga Uno memutuskan untuk meninggalkan jabatannya yang baru seumur jangung sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan memilih untuk maju bersama Prawowo Subianto di detik terkahir masa pendaftaran pasangan Capres-Cawapres untuk Pemilihan Presiden 2019 (Hakim, 2018). Meskipun demikian, strategi yang dilakukan pasangan Anies-Sandi dan Tim Pemenangnya di Pemilihan Gubernur DKI Jakarta telah berhasil membuktikan bahwa media sosial, merupakan cara yang jitu untuk keberhasilan tersebut.
Sebelumnya, ada tiga trategi utama yan dilakukan oleh psangan ini, diantarannya yaitu serangan darat, udara dan operasi politik:
1.      Serangan darat, dengan menyediakan relawan tempat pemungutan suara. Tim teritori akan menyediakan koordinator untuk relawan dan setiap gang akan disediakan regu penggerak pemilih. Relawan ini, bertugas menjadi saksi dan mendata yang berpotensi untuk swing voters agar kemudian dapat diajak untuk berkenalan dengan Anies dan Sandi.
2.      Serangan udara, akan dimulai dengan tim untuk media konvensional, media sosial, dan tim data saksi pemilih.
3.      Operasi politik dilakukan dnegan kerjsama secara politik
Dalam hal ini, akan lebih difokuskan pada strategi serangan udara, terutama dalam media sosial, karena ini merupakan strategi yang paling berpengaruh. Berikut merupakan penjelasan strategi yang dilakukan oleh Anies-Sandi bersama Tim Pemenangnya melalui propaganda politik media sosial untuk meraih kemenangan:
1.      Dimulai dari Pembentukan INSIDER (Anies-Sandi Digital Volunteer)
INSIDER, merupakan Pendukung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Sandiaga Uno dalam proses Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, yang mana mereka ini merupakan relawan yang mengampanyekanAnies-Sandi, dengan menggunakan media sosial sebagai lahan utama yang akan di olah. Dalam hal ini, ada tiga hal penting yang diperhatikan oleh setiap anggota (Gunawan, 2016), yaitu:
·         Konten
Konten ini mewujudkan wajah dari pasangan yang dicalonkan, yaitu Anies dan Sandi, dengan copy writernya atau isi pesannya, harus disampaikan secara jelas dan dapat diterima masyarakat. Berfokus pada pembuatan konten yang membuat diri memiliki rasa bangga untuk menshare konten tersebut dan juga menggerakan hati netizen lain untuk ikut menshare postingan tersebut. Pada akhirnya konten ini sangat berpengaruh untuk membentuk opini masyarakat.
·         Positioning
Berkomitmen untuk stay positive, mengedepankan demokrasi sejuk, dan kampanye damai, kita ikuti saja arahan itu.
·         Self-branding
Dilakukan dengan secara konsisten memposting simbol atau lambang yang menjadi karakteristik paslon (pasangan) nomor urut 3 (Anies Sandi), seperti mislanya dengan slogan “Maju kotanya, bahagia warganya”, “salam 3 jari”, dan “salam bersama”.
Dalam hal ini, postingan atau konten yang disajikan adalah mengenai hal-hal yang membuat kedua sosok menjadi istimewa dan patut untuk menjadi pemimpin masa depan di DKI Jakarta, tentunya dengan halhal positif yang dimiliki oleh setiap karakter, seperti misalya Anies yang merupakan tokoh penggerak nasional Indonesia mengajar, gerakan turun tangan yang diepolopori Anies, Top 50 cendikiawan, dan lain sebagainya. Sementara Sandi yang memiliki banyak hal positif yang bisa dibanggakan seperti meraih Suma Cumlaude, pebisnis sukses, hobby olahraga dan lain sebagainya. Seluruh hal tersebut bisa dimasukan kedalam konten kampanye dengan tujuan tujuannya selain mengetahui visi misi dan program kerja keduanya, masyarakat juga bisa mengenal kepribadian paslon lebih dalam, dan mengetahui sepak terjang yang telah mereka lakukan selama ini (Gunawan, 2016).
2.      Target Pemilih Muda
Pemilih pemuda memang menjadi target utama, sehingga pendekatan dengan media sosial merupakan hal yang penting, keren apada dasarnya, pemilih muda banyak yang tengah kecanduan media sosial, seperti misalnya Facebook dan Twitter. Dalam angka untuk kemenangan. Tim Insider, lebih berfokus dalam mengelola sosial media Facebook dengan anggapan bahwa kebanyakan anak muda akan memilik Facebook dibandingkan Twitter ketika membuat akun sosial media pertama mereka, dengan konten yang tidak terlalu banyak memuat konten politik (Yulianti, 2017).
Dalam hal ini, Tim Insider cukup sukses mempengaruhi pilihan netizen yang mayoritas merupakan anak muda, dengan menampilkan karakter Sandiaga Uno yang gesit, gemar berolahraga, stylish, dan penuh ide-ide kreatif. Dapat dikatakan, strategi ini cukup sukses, pasalnya tidak dapat dipungkiri bahwa pengguna media sosial yang kebanyakan anak muda, dimana mereka lebih condong memilih tokoh-tokoh muda karena identik dengan menawarkan perubahan (Moerti, 2017).
3.      Dilakukan dengan Santun
Berkaitan dengan hal ini, kampanye di media sosial harus dilakukan dengan mengutamakan nilai-nilai etis, serta gagasan dan program kerja pasangan calon. INSIDER dengan komitmen untuk melakukan pelatihan intensif dengan tujuan agar tim pendukung dan relawan dapat berkampanye secara santun (Dariyanto, 2016). Hal ini karena selain media sosial bisa menyampaikan pesan yang lebih mendalam kepada masyarakat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi antara lain terkait masalah bully, dan kampanye hitam serta sejumlah informasi hoax yang disebar para buzzer di dunia maya (Moerti, 2017), yang nantinya dapat berbalik arah. Sehingga, jika kampanye melalui media sosial dilakukan dengan etika akan membuktikan bahwa pasangan Anies-Sandi memiliki citra yang baik di mata masyarakat.

Kesimpulan
            Berdasarkan penjelsan yang telah dilakukan dengan studi kasus “Kemenangan Anies-Sandi di Pilgub DKI Jakarta 2017” dapat dikatakan bahwa media sosial seperti Facebook dan Twitter yang digunakan sebagai komunikasi atau propoganda merupalan langkah yang strategis untuk mencapai tujuan politik, khususnya dalam hal mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memutuskan pilihan saat pemilian umum dilakukan. Mengingat bahwa saat ini kehidupan masyarakat tidak terlepas dari pengaruh adanya sosial media sebagai media komunikasi untuk mendapatkan informasi. Hal ini terbukti bahwa dengan strategi pendekatan yang sesuai yang dilakukan oleh Anies-Sandi bersama Tim Pemenengnya berhasil mengantarkan Cagub-Cawagub Anies-Sandi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, sebelum akhirnya Sandi memutuskan untuk mundur dan maju menjadi pendamping Prabowo Subianto untuk Pilpres 2019 pada tanggal 9 Agustus 2018 (detik terakhir batas pencalonan pasanagn Capres-Cawapres) .
Daftar Pustaka
Alief, B. (2017, April 20). Hasil Akhir Real Count KPU: Ahok-Djarot 42,05%, Anies-Sandi 57,95%. Retrieved Agustus 16, 2018, from detikNews: https://news.detik.com/berita/d-3480120/hasil-akhir-real-count-kpu-ahok-djarot-4205-anies-sandi-5795
Ardha, B. (2014). Social Media Sebagai Media Kampanye Partai Politik 2014 Di Indonesia. Jurnal Visi Komunikasi Volume 13, No. 01, , 105-120.
Arifin, A. (2011). Komunikasi Politik . Yogjakarta: Graha Ilmu.
Cangara, H. (2011). Komunikasi Politik:Konsep, Teori, dan Strategi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dariyanto, E. (2016, November 22). Tim Anies-Sandi Serukan Kampanye Santun di Media Sosial. Retrieved Agustus 16, 2018, from detikNews: https://news.detik.com/berita/d-3351633/tim-anies-sandi-serukan-kampanye-santun-di-media-sosial
Fardiansyah, A. (2017, Maret 04). Ini Hasil Pilgub DKI Putaran Pertama. Retrieved Agustus 16, 2018, from Okezone: https://news.okezone.com/read/2017/03/04/338/1634341/ini-hasil-pilgub-dki-putaran-pertama
Gunawan, H. (2016, November 24). Strategi INSIDER untuk Mendongkrak Nama Anies-Sandi di Medsos. Retrieved Agustus 16, 2018, from Tribunnews: http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/11/24/strategi-insider-untuk-mendongkrak-nama-anies-sandi-di-medsos
Hakim, R. B. (2018, Agustus 10). Drama Penunjukan Sandiaga Uno Jadi Cawapres Prabowo. Retrieved Agustus 16, 2018, from Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2018/08/10/08230561/drama-penunjukan-sandiaga-uno-jadi-cawapres-prabowo?page=all
Heryanto, G., & Farida, A. R. (2010). Komunikasi Politik. Ciputat: embaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jamaludin, F. (2018, Maret 05). Media sosial merajai pengguna internet di dunia. Retrieved Agustus 16, 2018, from Merdeka.com: https://www.merdeka.com/teknologi/media-sosial-merajai-pengguna-internet-di-dunia.html
Jeko, I. R. (2017, Agustus 08). Jumlah Pengguna Internet Dunia Sentuh 3,8 Miliar. Retrieved Agustus 16, 2018, from Liputan6: https://www.liputan6.com/tekno/read/3051109/jumlah-pengguna-internet-dunia-sentuh-38-miliar
Kurniasih, N. (2016). Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dalam Meme: Sebuah Analisa Isi Terhadap Meme-meme di Dunia Maya. Prosiding Seminar Nasional dan Kebudayaan, 279-284 .
Moerti, W. (2017, April 24). Tim cyber Anies-Sandi sukses gaet pemilih muda lewat kampanye medsos. Retrieved Agustus 16, 2018, from Merdeka.com: https://www.merdeka.com/politik/tim-cyber-anies-sandi-sukses-gaet-pemilih-muda-lewat-kampanye-medsos.html
Musfialdy. (2015). Peran Media Massa Saat Pemilihan Umum M Engawasi Atau Diawasi. Jurnal RISALAH, Vol. 26, No.2, 69-76.
Pahlevi, I. (2012). Pemilukada DKI Jakarta Dua Putaran . Info Singkat: Pemerintahan Dalam Negeri, Vol. IV, No. 14/II/P3DI/Juli/2012.
Putra, I. G., Bandiyah, & Noak, P. A. (2016). Gerakan Sosial Politik Meme Pada Media Sosial Instagram Untuk Bali Tolak Reklamasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana.
Ramdhani, J. (2017, Maret 04). KPU Tetapkan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi Maju Putaran Dua Pilkada. Retrieved Agustus 16, 2018, from detikNews: https://news.detik.com/berita/d-3438375/kpu-tetapkan-ahok-djarot-dan-anies-sandi-maju-putaran-dua-pilkada
Sastropoetro, S. R. (1988). Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Alumni.
Satistika. (2018). Number of social media users worldwide from 2010 to 2021 (in billions). Retrieved Agustus 16, 2018, from Satistika: https://www.statista.com/statistics/278414/number-of-worldwide-social-network-users/
Susanto, E. H. (2017). Media Sosial Sebagai Pendukung Jaringan Komunikasi Politik. Jurnal ASPIKOM, Volume 3 Nomor 3, 379-398.
Yulianti, T. (2017, Februari 07). Strategi Anies-Sandi Manfaatkan Media Sosial untuk Kampanye. Retrieved Agustus 16, 2018, from tirto.id: https://tirto.id/strategi-anies-sandi-manfaatkan-media-sosial-untuk-kampanye-ciyM




Mau dibuatkan paper  seperti ini?
Atau tugas-tugas custom lainnya?
Silahkan contact ke WA 085868039009 (Diana)
Happy Order :)