Tampilkan postingan dengan label konstruksi identitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label konstruksi identitas. Tampilkan semua postingan

Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

 Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

Identitas merupakan ciri khas yang terdapat dalam diri individu. Identitas ini ada yang bersifat alami dan ada yang dikonstruksi. Identitas yang dikonstruksi sering dikaitkan dengan atribut atau label yang disematkan kepada seseorang yang sesungguhnya sudah memiliki identitas alami. Contohnya identitas gender yang hadir secara alami pada diri seseorang bisa bersamaan dengan identitas lainnya yang tidak bisa ditolak kehadirannya, karena sejak lahir telah disandangnya, seperti identitas yang berkaitan dengan agama, suku, ras, maupun kebangsaan. Selain identitas yang bersifat kodrati, ada juga identitas akibat dari usaha seseorang yang bersifat nonkodrati, tidak tetap dan dapat berubah, seperti identitas yang diperoleh dari pendidikan, status sosial, dan tindakan berulang yang dilakukan. Identitas yang diperoleh akibat dari tindakan berulang yang dilakukan dapat disebut sebagai julukan atau label yang diberikan kelompok atau masyarakat kepada individu tertentu. Lingkungan berpengaruh kuat terhadap identitas individu, karena melalui interaksi dengan lingkungan, orang senantiasa dapat mengkonstruksi dan dikonstruksi identitasnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas dapat berupa pengakuan subjektif yang diberikan kelompok kepada pihak lain di luar kelompoknya atau dapat juga merupakan pernyataan orang dalam yang disematkan kepada kelompoknya sendiri, terkadang menimbulkan diskriminasi antara kelompok dominan terhadap kelompok minoritas (Mutmainnah, Latjuba, & Hasbullah, 2022).

Sikap dan pandangan diskriminatif yang muncul dapat dilihat sebagai dorongan dan kebutuhan yang tidak dapat dimunculkan secara terbuka dalam interaksi sosial sehari-hari di tengah masyarakat karena bertentangan dengan standar moral, norma, kaidah dan nilai yang diidealkan secara sosial. Sikap dan pandangan diskriminatif semacam inilah yang sedianya akan disasar dengan KUHP anti diksriminasi. Persoalannya, sikap dan pandangan diskriminatif semacam ini seringkali sangat sulit untuk dibuktikan secara legal formal karena sikap dan pandangan semacam ini lebih banyak muncul dalam ruang-ruang percakapan dan interaksi sehari-hari. Disinilah terletak tantangan persoalan yaitu di satu sisi ada individu yang merasa dilanggar hak asasinya akibat sikap dan perlakuan diskriminatif berdasar identitas sosial budayanya, namun di sisi lain sangat sulit untuk membuktikan dasar-dasar sikap dan perlakuan diskriminatif tersebut secara legal formal (Madyaningrum, 2010).