POSISI INDONESIA DALAM KONFLIK ISRAEL-PALESTINA: STUDI KASUS KLAIM YERUSALEM SEBAGAI IBUKOTA ISRAEL



PKM ARTIKEL ILMIAH
 
POSISI INDONESIA DALAM KONFLIK ISRAEL-PALESTINA:
STUDI KASUS KLAIM YERUSALEM SEBAGAI IBUKOTA ISRAEL

ABSTRAK
Israel dan Palestina merupakan negara yang berada dalam konflik dari tahun-ketahun. Konflik yang terjadi diantara keduanya berpusat pada Kota Yerusalem. Pada tahun 2017 lalu, Presiden Trump menyatakan bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel. Hal ini memicu berbagai reaksi dari dunia internasional, termasuk Indonesia. Artikel ini akan membahas tentang posisi Indonesia dalam konflik Israel-Palestina khususnya dalam kasus klaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur dan dianalisa menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia tidak menyetujui pernyataan bahwa Yerusalem adalah ibukota Isael karena melanggar berbagai resolusi PBB. Selain itu, melalui PBB dan OKI, Indonesia akan terus berusaha untuk membantu Palestina. Andil Indonesia dalam kasus ini adalah sebagai penengah dengan jalan diplomasi pemerintahan serta antar-parlemen. 

Kata kunci: konflik Israel-Palestina, Yerusalem, Indonesia, PBB, OKI

ABSTRACT
Israel and Palestine are countries that are in conflict for years. The conflict between the two countries centered on the City of Jerusalem. In 2017, President Trump stated that Jerusalem was the capital of Israel. This has triggered various reactions from the international community, including Indonesia. This article will discuss Indonesia's position in the Israeli-Palestinian conflict especially in the case of Jerusalem's claim as the capital of Israel. This research was conducted with literature study method and analyzed using descriptive analysis method. The results showed that Indonesia did not approve the statement that Jerusalem was the capital of Israel because it violated various UN resolutions. In addition, through the UN and OIC, Indonesia will continue to strive to help Palestine. Indonesia's share in this case is as a mediator with the way of governmental and inter-parliamentary diplomacy.

Keyword: Israeil-Palestinian conflict, Jerusalem, Indonesia, UN, OIC

PENDAHULUAN
Konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel sudah lama terjadi dan telah menjadi perhatian bagi dunia internasional. Konflik yang tak kunjung selesai ini bahkan menjadi agenda utama dalam sidang umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Namun sayangnya, konflik antara kedua negara tersebut belum dapat terselesaikan meskipun telah dikeluarkan banyak resolusi oleh PBB.
Konflik ini, jika dilihat dari catatan sejarahnya, berawal dari muculnya Gerakan Zionisme yang didirikan oleh Theodore Herlz pada tahun 1896. Gerakan ini melakukan kongres pertama kali pada tahun 1897 di Bazlah-Swiss, yang merekomendasikan berdirinya sebuah negara khusus bagi kaum Yahudi yang telah tersebar di seluruh dunia. Pada kongres berikutnya tahun 1906, rekomendasi ini semakin dipertegas dengan dimaklumatkannya pendirian negara Israel bagi rakyat Israel di tanah Palestina (Mustafha, 2002).
Para penganut gerakan ini mempercayai bahwa terdapat dua hal penting yang menjadi pondasi bagi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina, yaitu: Pertama, perjuangan Sykes-Picot 1916 antara Inggris dan Perancis yang membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pembagian ini menegaskan bahwa Palestina sebagai wilayah internasional. Kedua, Deklarasi Balfour 1917 yang menjadikan sebuah negara Yahudi di Palestina pada Gerakan Zionisme. Mulailah berdatangan imigran ke tanah Palestina pada tahun 1918. Maka sejak saat itulah konflik antara Israel dan Palestina semakin memanas.
Yerusalem sebagai ibukota Palestina menjadi berada ditengah perselisihan tersebut. Menurut Sudrajat (2015) sengketa berkepanjangan yang terjadi di kota Yerusalem memiliki sifat multi dimensi. Hal ini karena terdapat sentimen agama serta politik yang menyelubungi konflik di kota ini. Hal ini dapat dilihat dari keunikan yang dimiliki oleh Yerusalem yang berbeda dari kota-kota lain di dunia. kota ini sangat penting artinya bagi tiga agama samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam. Dan di kota inilah lahir dua agama besar: Yahudi dan Kristen.
Pada tahun 2017 konflik antara Israel dan Palestina mengenai kota Yerusalem mengalami sorotan kembali. Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel (BBC, 2017). Namun hal ini dipandang banyak pihak termasuk dunia internasional serta Indonesia sendiri sebagai tindakan yang akan memperparah keadaan konflik yang ada di daerah tersebut.
Indonesia sendiri telah memberikan pernyataan melalui Menteri Luar Negeri sebagai tanggapan atas pengumuman tentang pengakuan Amerika Yerusalem sebagai ibu kota Israel, untuk menolak pengakuan tersebut dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina (Supriatin, 2017). Hal ini dikarenakan pengakuan secara sepihak ini telah melanggar banyak resolusi-resolusi PBB yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, Presiden Joko Widodo serta pemimpin-pemimpin dunia akan melakukan pertemuan bersama dengan PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menentukan langkah selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini akan membahas posisi serta peran Indonesia dalam konflik antara Israel dan Palestina ini khususnya dalam kasus klaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan referensi bagi orang lain yang ingin mempelajari lebih lanjut konflik yang terjadi Israel dan Palestina, khususnya dalam hal sengketa Yerusalem sebagai ibukota kedua negara tersebut.

TUJUAN
Tulisan ini dibuat untuk menganalisis sikap Indonesia terhadap pernyataan sepihak dari Israel yang melakukan klaim terhadap Yerusalem sebagai ibukota. Selain itu akan dianalisis pula peran serta Indonesia yang ikut serta dalam organisasi internasional dalam konflik antara Israel dan Palestina ini. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengkaji kasus-kasus politik dalam ranah internasional dan menjadi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.  





METODE
Metode yang digunakan dalam pembuatan tulisan ini adalah metode studi literatur. Data dikumpulkan dari jurnal penelitian, artikel, serta konten ilmiah yang ada di internet yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas dalam tulisan ini. Pengumpulan data serta penulisan membutuhkan waktu selama satu minggu. Kegiatan dilakukan dengan melihat fenomena yang terjadi di Israel dan Palestina. Penulis melakukan pemantauan secara aktif terhadap perkembangan yang terjadi pada kasus yang dijadikan studi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan permasalahan yang terjadi dan kemudian mencari pemecahan dari masalah yang telah dijelaskan tersebut.
Teori yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah teori Positivisme dalam Hukum Internasional. Menurut teori ini, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Positivis terkenal adalah yuris Italia, Anzilotti (1867-1950), yang pernah menjabat sebagai hakim pada Permanent Court of InternationalJustice, menurutnya kekuatan mengikat hukum internasional dapat ditelusuri ulang sampai suatu prinsipatau norma tertinggi dan fundamental, prinsip yang lebih dikenal dengan pacta sunt servanda (Starke, 2010). Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kehendak negara (teori voluntaris) mencerminkan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme yang menguasai alam pikiran dunia hukum.


Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…