HUKUM EKONOMI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL



HUKUM EKONOMI INDONESIA DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pendahuluan
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa merupakan  sesuatu yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Sehingga sangat jelas,  jika kondisi hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi. Kondisi tersebut juga berlaku bagi Indonesia sebagai sebuah negara yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan ekonomi.
Dalam kegiatan ekonomi inilah justru hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang terbatas disatu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber ekonomi dilain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Peranan hukum dalam pembangunan ekonomi suatu bangsa merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan keberadaannya. Sehingga sangat jelas, jika kondisi hukum suatu bangsa itu efektif, maka pembangunan ekonomi pun akan mudah untuk dilaksanakan. Namun, sebaliknya jika hukum tidak mampu berperan secara efektif, maka dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap pembangunan ekonomi.
Mandelson (1970) dalam jurnalnya Law and the Development of Nations membandingkan antara pertimbangan peran hukum—terutama hukum peradilan—dalam perkembangan tiga bangsa modern, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang. Berpijak dari penelitian tersebut, maka makalah ini berusaha untuk mengulas hukum ekonomi Indonesia dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan sosial. 

Ini hanya versi sampel aja yaa...
Untuk dibuatkan lengkapnya/ customized
Silahkan contact WA/SMS o85868o39oo9 (Diana)
Ditunggu ordernya yaa, thanks…

Kasus-kasus Pidana dalam Tinjauan HAM (Perspektif HAM) (Studi Kasus Genosida dan Hukum Pidana di Indonesia)



Kasus-kasus Pidana dalam Tinjauan HAM (Perspektif HAM)
(Studi Kasus Genosida dan Hukum Pidana di Indonesia)

A.   Pendahuluan
Indonesia yang merupakan Negara hukum, telah memberikan perlindungan dan jaminan hukum bagi setiap warga negaranya yang telah diatur dan dibahas dalam Konstitusi 1945 dan peraturan-peraturan lainnya. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 telah menjelaskan bahwa “segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Sedangkan dalam pasal lainnya juga dijelaskan yaitu dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Dalam pelaksanaannya, hukum masih mengambang dan mengalami perdebatan dalam pelaksanaannya. Tuntutan terhadap penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia telah mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang kemudian diikuti oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mengenai Pengadilan Hak Asasi Manusia yang dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan pelanggaran hak asasi manusia khususnya pelanggaran hak asasi manusia berat.
Terdapat delapan belas perkara yang sudah dihadapkan ke pengadilan hak asasi manusia, yang terdiri dari dua belas perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di Timor-Timur, empat perkara di Tanjung Priok dan dua Perkara pelanggaran hak asasi manusia berat di Abepura Papua[1]. Pelanggaran hak asasi manusia dalam pandangan para pakar dapat diselesaikan melalui mekanisme pengadilan, dan komisi kebenaran, untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia dnegan pengadilan dimaksudkan untuk menjunjung rule of law dan keadilan[2].
Undang Nomor 26 Tahun 2000 mempunyai mandate untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, dengan kewenangannya untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia berat di Indonesia, tetapi pada tatanan das sein tidak ada satupun pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat yang dijatuhkan sanksi oleh Pengadilan HAM, yang secara hukum berarti tidak pernah terjadi Pelanggaran HAM, sedangkan pada tatanan das sollen diatur apa saja yang merupakan Pelanggaran HAM berat yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, yang meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Tahapan penyelidikan dalam pelanggaran hak asasi manusia adalah kewenangan Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 yang hasilnya selalu merekomendasikan adanya pelanggaran HAM. Komnas HAM dalam menjalankan perannya melakukan penyelidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang dibuktikan dengan rekomendasi-rekomendasi Komnas HAM dalam kasus-kasus hak asasi manusia. 

Ini hanya versi sampel aja yaa...
Untuk dibuatkan lengkapnya/ customized
Silahkan contact WA/SMS o85868o39oo9 (Diana)
Ditunggu ordernya yaa, thanks…
 


[1] Farijmei A.Gofar, Asinergisitas Pemeriksaan pendahuluan Perkara Pelanggaran Hak Asasi Manusia  yang Berat, ,Dignitas Jurnal Hak Asasi Manusia , Elsam, Volume IV No I Tahun 2006. hlm 105
[2] Priyambudi  Sulistiyanto, Keadilan Transisional di Indoneisa Pasca Soeharto: Kasus Pembantaian Tanjung Priok,, Dignitas Jurnal Hak Asasi Manusia , Elsam, Volume IV No I Tahun 2006. hlm 20

Law Observation toward Direct Investment and Portfolio Investment in Indonesia



Law Observation toward Direct Investment and Portfolio Investment in Indonesia

Introduction
Globalization era gives economical effect, such as information flow which quickly reaches society. It’s more clearly along with state economic growing. Today, global economy experiences rapid globalization which can be seemed from the growth of foreign investment in any companies. This more rapid foreign investment is like nullifying any limitations of economical international relations.
Indonesia is one of developing country which wants to try developing its own country. To reach the primary goal, Indonesia are opened themselves by building relations with other nations in order to receive some supports in developing their nations, particularly in national economy sector.
Indonesia ever had a promising economic condition in 1980 to middle 1990; all aspects could be fulfilled by domestic resources and outcomes. The strategy government had that time is inviting foreign investor; particularly those who will do long-term/direct investment (PMA). Foreign investment policy (PMA) was carried out because investment was very significant for national economy growing.
Direct Foreign Investment (FDI) has positive externalities such as the entry of stable inflow of foreign capital, the increasing of work opportunities, the increasing of national revenue, the emendation of balance sheet-payment, and the technology and managerial skill transferring from multinational companies. These positive externalities are primary goal of public policy in pulling FDI.
If a state wants to be investment destination, the procedural and activities investment-related law should be able to create assurance. However, it’s different to the ideal condition, most of study about investment climate in Indonesia placed uncertainty of law as which hampers investment growth for either foreign investment or domestic investment, either direct investment or portfolio investment. Study of World Bank published in 2005 noted that in firm level they found some of obstacles for investing which was included in macro economy instability category, uncertain policy and regulation and the higher degree of corruption. Other problems consist of the low or difficulty to access financing, the low supply of electricity, the low skill of employee, regulation of labor sector, and some decentralization authority-related problems in local government level. Furthermore, it is said that Indonesia government had done some strategic efforts by adopting more of fiscal reformation, trade liberalization, financial sector reformation, taxing, labor and regular business reformation. However, the main problem is the gap between political will of government with the implementation in reality, including of gap between regulations and its implementation. Article 3 ACT Number 25 Year 2007 places assurance principle of law as the top from 10 principles of investment implementation in Indonesia. This principle emphasizes Indonesia position as state law which places law and legislative regulations as basis for every policies and actions in investment. Yet, not all of law certainty problems in investment implementing are decided by the law in the ACT mentioned above. Law certainty in the term of substance has to be supported by law substance in other business law and also decide assurance aspect in the law enforcement structure.
This paper aims to analyze direct investment and portfolio investment in Indonesia from perspective of law. 

Ini hanya versi sampel aja yaa...
Untuk dibuatkan lengkapnya/ customized
Silahkan contact WA/SMS o85868o39oo9 (Diana)
Ditunggu ordernya yaa, thanks…