Kasus Intoleransi Di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik

 

Kasus Intoleransi Di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik


A.    Pendahuluan

Kehidupan masyarakat selalu dipenuhi dengan perbedaan pendapat, yang pada akhirnya bisa menimbulkan perseteteruan antara dua pihak yang berbeda. Salah satu masalah yang masih dihadapi oleh masyarakat diseluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah masalah tentang Intoleransi, yang berhubungan dengan sikap diskriminasi, yang biasanya, kaum minoritas menjadi korban dari tindakan ini. Intoleransi berbarti tidak ada tenggang rasa atau tidak toleran (KBBI, 2012-2020). Sementara toleran sendiri memiliki arti sebagai  sebuah sikap yang bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI, 20120-2020). Jadi, secara garis besar intoleransi adalah sikap yang tidak bisa menhargai pandangan orang lain yang bertentangan dengan diri sendiri.

Belakangan ini, kasus-kasus intoleransi masih terus terjadi. Kasus intoleransi, salah satu yang sering terjadi adalah dalam aspek kehidupan beragama. Diketahui bahwa berdasaran indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), dari skor 1-100, skor indeks KUB nasional mengalami fluktuasi setiap tahunnya, mulai dari 75,35 pada 2015 hingga menjadi 73,83 pada 2019. Angka rerata nasional sempat turun pada 2017-2018 hingga menjadi 70,90 pada 2018 (Gusman, 2020). Meskipun indeks kerukunan umat beragama menunjukkan nilai yang cukup baik, tapi hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa-peristiwa intoleransi masih terus terjadi. Selain itu, kasus-kasus intoleransi yang paling banyak terjadi seringny aberkaitan dengan umat beragama, dengan jumlah kasus yang paling banyak terjadi di sekitaran Pulau Jawa, mulai dari propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, hingga Jawa Tengah (Suciatiningrum, 2019).

Salah satu kasus intoleransi yang terjadi adalah tentang sebuah pembubaran paksa sebuah upacara mododareni yang dilakukan oleh sebuah keluarga di Kota Solo, Jawa Tengah. Lebih tepatnya, upacara mododareni tersebut dilaksanakan di rumah almarhum Segaf Al-Jufri, Jl. Cempaka No. 81, Kp. Mertodranan, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, pada Sabtu, 8 Agustus 2020. Saat acara masih berlangsung, sejumlah massa meminta agar acara dibubarkan. Pada akhir peristiwa tersebut, ada sekitar 3 orang anggota kelurga yang mengalami luka-luka akibat amukan massa (Gusman, 2020). Dalam hal ini, maka dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana peristiwa intoleransi ini jika dilihat dari sebuah teori, yaitu teori konflik.

B.     Pembahasan

1.      Kasus Intoleransi di Kota Solo dalam Upacara Midodareni

Peristiwa yang menunjukkan terjadinya intoleransi terjadi di Kota Solo pada tanggal 8 Agustus 2020 lalu. Peristiwa tersebut melibatkan sebuah keluarga yang tengah menjalankan prosesi upacara Midodareni, yaitu upacara yang biasa dilakukan oleh kedua keluarga calon pengantin malan sebelum upacara pernikahan dilaksanakan. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga Assegaf bin Juhri  (Gusman, 2020).

Ketika itu, keluarga Assegaf bin Juhri bermaksud untuk melangsungkan pernikahan putri dari Habib Umar Assegaf. Namun ketika upacara Midodareni yang dilanjutkan dengan acara makan-makan itu belum selesai, pihak keluarga didatangi massa yang ingin meminta kejelasan tentang acara apa yang tengah berlangsung. Kunjungan tersebut juga menghadirkan polisi setempat, sebagai pihak penengah dan sebagai pihak yang memediasi supaya kerusuhan tidak terjadi. Pada akhirnya pihak keluarga setuju untuj membubarkan acara, dengan jaminan keamanan atas amukan massa. Namun pada akhirnya kerusuhan tetap terjadi, perusakan kendaraan bermotor terjadi, pemukulan terhadap sejumlah keluarga juga terjadi, hingga akhirnya 3 orang anggota keluarga harus dilarikan kerumah sakit  (Rachmawati, 2020). Ketiga korban dari mempelai perempuan, Habib Umar Assegaf (54) dan anaknya, HU (15), serta Husin Abdullah (57) terluka. Perwakilan keluarga, Memed menyebut ketiga korban itu ditendang, dipukul, dan dilempari batu (Isnanto, 2020). Selain terjadinya penyerangan, pihak keluarga juga mendapatkan serangan verbal, atau intimidasi verbal (Rachmawati, 2020).

Sementara itu, untuk alasan utama yang membuat massa mendatangi acara tersebut adalah bahwa massa menganggap apa yang dilakukan oleh pihak keluarga sebagai bagian dari kegiatan terlarang dan bertentangan dengan agama islam, atau bertentanagn dengan komunitas warga setempat yang kebanyakan adalah keturunan Arab (Isnanto, 2020). Terlebih, pada dasarnya alasan tersebut dianggap sebagai sebuah tindakan tak berdasar, sebab upacara mododareni sudah menjadi bagian dari adat Indonesia, khususnya masyrakat Jawa, dan termasuk kota Solo. Uapcara ini juga telah dikenal oleh masyarakat secara meluas (CNN Indonesia, 2020). Jadi tidak ada alasan, mengapa upacara sebelum melangsungkan pernikahan ini dapat dianggap sebagai bagian dari ajaran sesat dan terlarang, karena telah menjadi bagian dari kebudayaan orang jawa itu sendiri.

Hingga akhirnya, tim gabungan Polresta Surakarta dan Polda Jawa Tengah telah menangkap tujuh terduga pelaku kekerasan yang mengakibatkan tiga korban luka-luka itu. Pada kasus tersebut, kelima tersangka diantaranya terancam Pasal 160 KUHP dan Pasal 335 KUHP tentang penghasutan untuk bertindak pidana kekerasan serta Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan (CNN Indonesia, 2020).

2.      Analisis Intoleransi di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik

Intoleransi merupakan bagian dari sebuah bentuk konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat. Terjadinya konflik intoleransi ini, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Termasuk dalam masalah keagamaan,  berikut ini merupakan beberapa hal yang menjadi alasan penyebab terjadinya intoleransi di Indonesia (Putro, 2017), yaitu:

a.       Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Hal ini menghasilkan pengamalan yang berbeda dalam internal keagamaan. Ada yang menganggap kelompoknya paling benar, dan menganggap yang lainnya sesat.

b.      Adanya aksi-aksi penolakan terhadap pendirian rumah ibadah

c.       Adanya perbedaan adat istiadat dalam lingkungan masyarakat

d.      Adanya perbedaan persepsi di antara petugas saat melakukan tugas dilapangan

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

 

 

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab


A.    Pendahuluan

Israel dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk menormalisasi hubungan antara kedua negara, dan Uni Emirat Arab menjadi negara pertama dari negara-negara Arab di Teluk Persia   (Gulf Arab countries) yang mencapai kesepakatan mengenai normalisasi hubungan dengan Israel. Perjanjian tersebut, yang ditengahi oleh Amerika Serikat, dikenal sebagai Abraham Accord, dan sepakat untuk bekerja menuju full normalisation of relations. Uni Emirat Arab juga merupakan negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti dengan Israel, setelah Yordania dan Mesir (Al Jazeera, 2020). Dalam pernyataan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang membantu sebagai penengah normalisasi hubungan kedua negara tersebut, negara-negara menyebut kesepakatan antara Israel dengan Uni Emirat Arab sebagai peristiwa yang bersejarah dan merupakan terobosan menuju perdamaian. Hal ini dikarenakan hingga saat ini Israel belum memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab di Teluk Persia. Tetapi kekhawatiran terhadap Iran telah mendorong adanya kontak tidak resmi di antara kedua negara tersebut. Presiden Trump menyebut kesepakatan antara Perdana Menteri Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebagai momen yang benar-benar bersejarah yang menandai kesepakatan damai Israel-Arab ketiga sejak deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, setelah Mesir dan Yordania. Presiden Trump juga mengharapkan lebih banyak negara Arab mengikuti jejak Uni Emirat Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel (BBC News, 2020).

Membuka hubungan langsung antara dua negara paling dinamis di Timur Tengah dengan ekonomi paling maju dinilai akan dapat memberikan perubahan pada kawasan tersebut, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi teknologi, dan menjalin hubungan antar masyarakat menjadi lebih dekat. Israel juga akan melakukan penangguhan deklarasi kedaulatan atas wilayah yang digariskan, yaitu rencana Israel untuk menggabungkan  permukiman Yahudi di Tepi Barat (West Bank) dan Lembah Yordania yang strategis. Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash, mengungkapkan bahwa pengakuan Uni Emirat Arab atas Israel merupakan langkah yang berani untuk dapat menghentikan bom waktu dari aneksasi Israel di wilayah Tepi Barat (Muhammad, 2020). Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

B.     Pembahasan

1.      Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik bertujuan untuk melakukan negosiasi dengan negara lain sebagai upaya pencapaian suatu tujuan. Hubungan diplomatik terus berkembang pada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lain dan berkembang menjadi hubungan lebih luas antara satu negara dengan negara lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak pada hubungan antar negara yang didukung dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat internasional. Lembaga perwakilan diplomatik mengalami kemajuan dalam masyarakat saat hubungan ekonomi dan politik meluas antar negara. Dalam menjalankan misi diplomatik dan melakukan kerja sama juga tidak terlepas dari kegiatan diplomasi. Hubungan politik internasional suatu negara dapat terwujud dengan adanya hubungan diplomatik sebagai bentuk hubungan formal antara satu negara dengan negara lain. Hubungan diplomatik digunakan dalam hubungan internasional melalui teknik diplomasi dalam menyampaikan keinginan suatu negara (Universitas Udayana).


2.      Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Israel dan Uni Emirat Arab telah bergeser dengan perlahan menuju normalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, Israel telah membuka kantor diplomatik di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi terkait dengan the International Renewable Energy Agency; pejabat senior Israel telah mengunjungi Abu Dhabi, di mana para atlet Israel telah berpartisipasi dalam kompetisi regional di Uni Emirat Arab dan Israel akan berpartisipasi dalam Dubai’s World Expo 2020, yang dijadwalkan dibuka pada Oktober 2021 karena pandemi COVID-19. Momentum signifikan untuk kesepakatan dimulai ketika Israel tidak memulai proses penggabungan wilayah Tepi Barat pada 1 Juli seperti yang ditunjukkan Perdana Menteri Israel. Menurut Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat, pihak Uni Emirat Arab dilaporkan mengambil kesempatan itu untuk menjanjikan normalisasi penuh hubungan jika aneksasi (penggabungan wilayah) dihapus (Cook, 2020). Pembentukan normalisasi hubungan diplomatik penuh, pertukaran kedutaan, dan hubungan perdagangan antara Israel dan Uni Emirat Arab merupakan langkah maju diplomatik yang signifikan (BBC News, 2020).


3.      Hal yang Mendorong Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Normalisasi  hubungan  diplomatik juga tidak terlepas dari motivasi untuk mencapai kepentingan nasional, dan proses pembuatan kebijakan luar negeri berlandaskan pada sejumlah faktor-faktor yang mendorong kebijakan dikeluarkan. Normalisasi hubungan diplomatik dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari  dalam  maupun  luar  negara Israel dalam memutuskan untuk melaukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab  (Pramesti, Dewi, & Nugraha, 2019)

 

Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak yang di Hadapi oleh PT Pertamina

 

Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak

yang di Hadapi oleh PT Pertamina


A.    Pendahuluan

Komunikasi adalah salah satu kunci penting dalam menjalankan berbagai aktivitas di setiap perusahaan atau organisasi. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain atau pihak yang memiliki kepentingan dalam organisasi (stakeholders). Komunikasi yang baik dengan pemangku kepentingan dapat menciptakan relasi harmonis dan menjadi kekuatan organisasi. Hal ini tentunya akan dapat mengurangi kesalahpahaman dan mencegah timbulnya konflik pada pemangku kepentingan (Ayu, Suryawati, & Pascarani, 2016). Kemampuan komunikasi telah menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan arah kehidupan organisasi atau perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar dapat bertahan tergantung pada bagaimana perusahahan tersebut mengelola komunikasi krisis yang terjadi didalamnya. Krisis sendiri merupakan kondisi yang tidak terduga, di mana organisasi atau perusahaan pada umumnya tidak dapat menduga bahwa akan terjadi krisis yang dapat mengancam eksistensi perusahaan itu sendiri (Prabowo, 2018).


B.     Kasus

PT Pertamina adalah salah satu perusahaan yang mengolah dan memproduksi bahan baku minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional. Selama perjalanan bisnisnya, Pertamina mengalami banyak krisis dalam perusahaannya, salah satunya adalah kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada Maret 2018 lalu. Kejadian ini diakibatkan karena adanya kebocoran pipa bawah laut yang terletak di kedalaman 20-25 meter pada akhir Maret 2018 lalu, yang kemudian tumpahan tersebut semakin hari semakin meluas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang sangat besar, seperti rusaknya ekosistem laut dan pantai, pemukiman yang terpapar tumpahan minyak, bahkan hingga mengakibatkan tewasnya lima orang nelayan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, sejak terjadinya kasus tersebut, empat pejabat Pertamina mengumumkan bahwa kebocoran tersebut bukan dari pipa Pertamina kepada masyarakat. Padahal setelah kejadian, masih belum diselediki hingga belum diketahui penyebab pasti terjadinya kasus tumpahan minyak tersebut. Pemberitahuan informasi mengenai penyebab kejadian tersebut pun juga dilakukan berkali-kali dengan alasan dan statement yang sama. Manajer komunikasi Pertamina pun mengatakan dan memastikan bahwa koordinasi antara pihaknya dengan kepolisian daerah setempat sudah dilakukan. Sayangnya setelah dilakukan penyelidikan oleh berbagai pihak, seperti kepolisian, tim laboratorium forensik dan sebagainya, pihak Pertamina akhirnya mengakui bahwa kejadian tersebut disebabkan karena adanya kerusakan dari aset atau pipa mereka(Wongsonagoro, 2020; Firmanto, 2018).


C.    Analisis

Krisis adalah suatu hal yang pasti pernah dialami oleh setiap organisasi atau perusahaan. Tentunya tidak ada satupun perusahaan di dunia yang menginginkan terjadinya krisis dalam perusahaan mereka. Namun perubahan  lingkungan bisnis yang cepat, dan persaingan yang semakin ketat memberikan dampak yang kuat bagi lingkungan bisnis perusahaan. Hal inilah yang terkadang menimbulkan krisis dalam perusahaan jika mereka tidak dapat mengikuti perubahan dengan baik dan bersaing dengan yang lainnya. Sehingga tidak ada satupun perusahaan yang luput dari krisis, yang membedakan adalah pada seberapa besar krisis yang dialami dan keberhasilan mereka dalam menangani dan mengatasi krisis tersebut.

Dalam hal ini, krisis seringkali diartikan sebagai ancaman terhadap operasional, reputasi, dan citra perusahaan. Krisis dapat menciptakan tiga ancaman, seperti keamanan publik, kerugian finansial, dan kerugian reputasi. Oleh karenanya, perusahaan juga tidak boleh mengabaikan krisis terlalu lama dan harus memiliki strategi yang tepat untuk mengatasi krisis yang terjadi. Sebab jika krisis tersebut tidak ditangani dan diselesaikan dengan tepat dan benar maka akan memberikan konsekuensi atau dampak negatif pada perusahaan.Meskipun demikian, krisis tersebut juga dapat digunakan sebagai peluang dan kesempatan untuk mengenali perusahaannya lebih baik lagi. Krisis juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas perusahaan, baik dalam kinerja internal maupun pelayanan publik (Seeger, Sellnow, & Ulmer, 2003). Dengan demikian, setiap perusahaan dituntut untuk memiliki pengelolaan krisis yang baik, agar dapat meminimalisir dampak dan kerugian yang diakibat dari krisis tersebut.

Ultimum Remedium dalam Ketentuan Perpajakan di Indonesia

Ultimum Remedium dalam Ketentuan Perpajakan di Indonesia


A.    Pendahuluan

Pajak adalah bagian penting dalam suatu negara, termasuk didalamnya di Indonesia. Sebab, sumber pendapatan negara Indonesia yang terbesar diantaranya berasal dari sectorpajak yang di bayar masyarakat kepada negara (Hantoyo, Kertahadi, & Handayani, 2016). Selain itu, pajak juga memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai bagian dari sumber utama bagi Negara Indonesia untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN) (Wardani & Wati, 2018).  Dalam hal ini, yang dinamakan sebagai pajak sendiri adalah kewajiban dalambentuk transfer pendapatan dari warganegara (Wajib Pajak) kepada negara berdasarundang-undang yang dipaksakan dandigunakan untuk kepentingan Negara(publik)(Simanjuntak & Mukhlis, 2012).

Sehubungan dengan hal ini, pajak ada banyak, dimana pendapatan dari sektor pajak dalamnegeri diantaranya di dapat dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), BeaPerolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Pendapatan pajak ini sangat berperan penting guna kepentinganpembangunan Indonesia(Hantoyo, Kertahadi, & Handayani, 2016). Setiap jenis pajak pada dasarnya memiliki dua fungsi yang sama, yaitu fungsi budgetair yang digunakanuntuk membiayai seluruh pengeluaran rutinmaupun pembangunan negara dan fungsireguleren yang digunakan untuk mengaturkebijakan pemerintah dalam bidang sosialdan ekonomi (Wulandari & Suyanto., 2014).

Meskipun pajak merupakan salah atu sumber pendapatan negara terpenting, namun pada saat yang sama negara sering mendapatkan permsalahan dalam pengumpulannya, dimana setiap tahunnya, pendapatan pajak yang diperoleh pemerntah tidak selalu maksimal. Misalnya saja pada tahun 2019 lalu, pihak penerimaan pajak berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan di tahun 2019 kembali tidak mencapai target. Penerimaan pajak hingga 31 Desember 2019 hanya mampu terkumpul Rp 1.332,1 triliun atau hanya 84,4% dari target di APBN 2019 sebesar Rp 1.577,6 triliun.Dengan realisasi ini maka penerimaan pajak hanya tumbuh 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Selain itu, ada kekurangan penerimaan (shortfall) pajak sebesar Rp 245,5 triliun di 2019 (Julita S, 2020). Selain itu, mamasuki tahun 2020, pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatatkan penerimaan pajak pada periode Januari hingga Maret 2020 sebesar Rp 241,61 triliun. Angka ini setara 14,71 persen dari target APBN 2020 yang mencapai Rp 1.642,57 tirliun (Fauzia & Setiawan, 2020).

Selain pendapatan pajak yang kurang maksimal, masalah lain yang sering dihadapi pemerintah dalam urusan perpajakan adalah tentang terjadinya sejumlah pelanggaran-penlanggaran yang dilakukam oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, yang pada akhirnya ini menganggu bidang perpajakan di Indonesia. Biasanya pelanggaran di bidang perpajakan akan diberikan sejumlah sanksi kepada sang pelanggar. Dalam hal ini dalam pemberian sanksi ini ada yang disebut sebagai  Ulmimatum Rimidium. Mengenai istilah ini, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang apa yang dimaksud sebagai Ultimum Remedium, khususnya dalam ketentuan perpajakan di Indonesia.

B.     Pembahasan

Pelangaran pajak bukanlah yang yang baru terjadi di Indonesia. Dalam masalah perpajakan peanggaran memang bisa terjadi. Pelanggaran pajak atau tax evasionadalah cara-cara wajib pajak untuk meminimalisasi pajak yang masih harus dibayar dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan(atau action by out of the law) (Brooks, 2001). Mereka menggunakan berbagai cara supaya tidak membayarkan bajak yang wajib dibayarkan. Mengenai terjadinya pelanggaran pajak ini, yang cukup sering terjadi adalah tentang jasa titipan (jastip), ini menjadi cara favorit bagi masyarakat Indonesia untuk membeli barang tanpa harus berpergian ke luar negeri. Namun metode ini kerapdisalahgunakan para pelaku jastip dengan membawa barang melebihi ketentuan. Pihak Bea dan Cukai Indonesia mengungkapkan di tahun 2019, hingga 25 September 2019, total hak pajak negara yang berhasil diselamatkan dari transaksi jastip sekitar Rp 4 miliar.Jumlah tersebut berasal dari penindakan 422 kasus pelanggaran jastip (Victoria & Fajrian, 2019). Jenis pelanggaran lain yang juga sering dilakukan oleh para wajib pajak diantaranya adalah:

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues

 

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues


Introduction

Environmental issues have become one of the main components in international relations. Along with its development, environmental issues continue to be an issue that is always actual and a topic of great concern given the number of environments whose conditions are worsening due to rapid industrialization around the world such as decreasing natural resources, increasing pollution, poverty, and increasingly extreme climate change. Even though cleanliness and environmental health are very important for the survival of the community because it is a place where people carry out their lives. When the environment is dirty, unhealthy, or polluted, the people who live there will be infected with diseases that can cause death. In addition, the current unbalanced environmental composition where the expansion of the industrial estate is not matched by the expansion and maintenance of green areas causes extreme climate change which is very threatening to people's lives. The environmental issues are also considered as complex issue because the environment involves various interrelated elements where changes in one element will affect other elements (Hauger, Daniels, & Saalman, 2014).

Considering the importance of environmental hygiene and health, the complexity of environmental issues themselves, and in order to anticipate the increasingly widespread counterproductive impact on the environment, all parties in all countries in the world, ranging from governments, activists, community organizations or institutions, as well as the community itself, wish to preserving the environment from deterioration in function which always threatens the life of the present and the future. However, this is not an easy thing to do. Moreover, there are still many people who do not have the awareness and willingness to protect their surrounding environment. Therefore, collaboration between parties is needed to overcome this. One of them is by collaborating with non-government organizations or community organizations. This is because the two organizations are organizations that represent the community and are closest to the community. Moreover, the ability of NGOs to provide an independent perspective is very important to build trust and help effect changes in behavior or culture in the community. Participation and involvement of NGOs in government is also growing, where NGOs can influence the formation and formulation of policies. Therefore, participation and involvement of NGOs in combating environmental issues is urgently needed, not only helping to overcome gaps by conducting research to facilitate policy development, but also building institutional capacity and facilitating independent dialogue with civil society to motivate and help communities lead more sustainable lifestyles and does not damage the environment(Badruddin, 2015).

Analysis

In dealing with environmental issues, the government is not a major player in any negotiation process. They are also not the only influential groups, but non-governmental organizations also play an active role in determining the government's opinion through various lobbies and policy recommendations that they compile from credible studies. This is because the government cannot reach all the people directly. Likewise, not all environmental conservation and protection activities can be carried out by the government. Moreover, policies, actions and regulations made by the government also sometimes still have many gaps or shortcomings. Therefore, they need partners to help formulate and implement policies and participate in the development of the country so that their implementation is effective and in accordance with the needs and desires of the community(Mubarak & Alam, 2012).

Analisis Kebijakan Penetapan New Normal Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia

 

Analisis Kebijakan Penetapan New Normal Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia


A.    Pendahuluan

Memasuki tahun 2020, bumi dihadapkan pada masalah di dunia kesehatan, yaitu munculnya pandemi COVID-19 yang kini telah mengorbankan banyak nyawa.COVID-19 sendiri merupakan singkatan dari Coronavirus Disease 2019, merupakan jenis baru coronavirus yang mulai menyebar pada tahun 2020, yang juga disebut dnegan nama SARS-CoV-2(Yuliana, 2020). Virus COVID-19 adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome dan beberapa jenis virus flu biasa. COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru. ‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease(penyakit). Sebelumnya, penyakit ini disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV’ (Kemkes, 2020).


B.     Pembahasan

1.      Teori analisis kebijakan

Kebijakan dapat dibedakan menjadi kebijakan publik dan kebijakanprivat. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melaluikewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat,melarang atau mengatur tindakan private (individu atau lembaga swasta)Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang ataulembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Dalam penentuan kebijakan, ada yang dinamakan sebagai analisis kebijakan. Dalam hal ini, Williams, W. (1971) menjelaskan bahwa analisis kebijakan ialah proses atau kegiatan mensintesa informasi,termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi desainkebijakan (Simatupang, 2003).

 

2.      Kebijakan new normal di Indonesia

Selama masa pandemi, banyak kebijakan yang diberlakukan oleh berbagai negara di dunia untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas.Berbagai negara melakukan kebijakan lockdown (dalam Kamus Besar BahasaIndonesia diterjemahkan sebagai karantina wilayah) untuk membatasi penyebaran virus inisecara total. Namun, mengubah perilaku sosial masyarakat bukanlah pekerjaan mudah.Berbagai negara dengan segala keterbatasan mengalami kendala yang tidak sederhana,bahkan di negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat sangat kewalahan. Kebijakanumum yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan social and physical distancing(menjaga jarak aman antar individu dan menghindari kerumunan) ternyata bukan sesuatuyang mudah bagi umat manusia di bumi yang sudah terbiasa dengan perilaku sosialnya.Kebijakan lockdown kemudian dimodifikasi sedemikian rupa oleh berbagai negara. Adayang menerapkan secara penuh, sebagian, atau lokal dan seminimal mungkin.Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota berdasarkantingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh pemerintah pusat melaluiKementerian Kesehatan (Muhyiddin, 2020).


3.      Analisis kebijakan penetapan new normal

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pandemi COVID-19 telah melanda dunia. Akibatnya banyak negara yang membuat berbagai jenis kebijakan sebagaiupaya untuk meminimalisir penyebaran virus. Salah satu kebijakan yang paling baru adalah new normal, dimanahidup sesuai protokol kesehatan untuk mencegah virus corona atau menerapkan pola kebiasaan baru untuk bisa hidup berdampingan dengan Covid-19 dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan. Mengenai hal ini, maka dalam makalah ini akan dibahasa tentang analisis penetapan kebijakan new normal yang diterapkan di Indonesia.

Seperti yang diketahui analisis kebijakan dapat dilakukan melalui sejumlah tahap. Berikut ini adalah hasil analisis penetapan kebijakan new normal yang diterapkan di Indonesia, yaitu:

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)

 

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)


A.    Pendahuluan

Pada tahun 1970-an, isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional. Hal tersebut ditunjukkan melalui terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992, isu lingkungan hidup kembali diangkat dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Rio De Janeiro, Brazil. Sebelumnya, pada tahun 1990, telah diadakan konferensi PBB terkait  perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada. Kepedulian terhadap lingkungan hidup telah menjadi isu global karena permasalahan lingkungan hidup mempunyai efek global, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan  CFCyang memiliki dampak pada pada pemanasan global. Selain itu, isu lingkungan hidup juga berkaitan dengan eksploitasi sumber daya global seperti lautan dan atmosfer. Permasalahan lingkungan hidup bersifat transnasional, maka dari itu kerusakan lingkungan di suatu negara memiliki dampak pada wilayah di sekitarnya. Selain itu, kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan berskala lokal atau nasionaldilakukan di banyak negara di seluruh dunia sehingga dianggap sebagai masalah global. Proses yang menyebabkan eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan memiliki keterkaitan dengan proses politik dan sosialekonomi yang luas (Hartati, 2012).

Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian lingkungan global, dimana aktor non negara memiliki peran penting dalam menghadapiisu lingkungan internasional, yang terfokus pada perkembangan dan implementasi rezim lingkungan hidup internasional. Dan cakupan lingkungan hidup ini adalah seluruh kondisi eksternal yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan dan peranan organisme.Kerjasama internasional yang bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan internasional difokuskan untuk mencari kesepakatan norma internasional yang sah dan cara pengimplementasiannya. Norma standar tersebut  dibutuhkan sebagai prinsip dasar penyusunan kebiakan dan proses penanganan yang tepat dalam membentuk rezim internasional dalam permasalahan lingkungan hidup. Proses implementasi rezim lingkungan hidup internasional adalah proses dimana anggota rezim mengumpulkan, menukar serta membahas informasi terkait permasalahan yang diangkat dalam rezim tersebut. Prosesimplementasi rezim mencakup  pertukaran data dan informasi, analisis data, serta penilaian terhadap proses implementasi yang telah dilakukan oleh negara anggota(Hartati, 2012). Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk megnetahui  tentang bagaimana rezim mampu mempertahankan perilaku negara dari tindakan yang dapat mencemari lingkungan dunia, pembahasan tersebut akan menggunakan studi kasus pada Copenhagen Protocol.

B.     Pembahasan

Rezim lingkungan internasional berbeda dari rezim internasional lainnya yang umumnya didasarkan pada kepentingan dan kekuatan. Rezim lingkungan bukanlah rezim yang didasarkan pada kepentingan rezim karena bersifat nirlaba dan didasarkan pada kesadaran. Rezim lingkungan sangat bergantung pada masalah dalam bidang tertentu sehingga menuntut kesadaran bersama dalam mencapai tujuan efektivitas rezim, karena lingkungan bukan untuk berbagi keuntungan tertentu tetapi untuk kepentingan bersama. Rezim lingkungan internasional tidak didasarkan pada kekuatan karena efektivitasnya tidak tergantung pada aktor hegemon tetapi keputusan kolektif atau keputusan bersama. Rezim bertujuan untukmemberikan perlindungan terhadap tatanan lingkungan karena perlindungan lingkungan adalah bentuk tindakan keamanan kolektif(Winarno, 2017).

Tuntutan efektivitas implementasi rezim lingkungan internasional berlandaskan pada tiga hal. Pertama, manajemen lingkungan domestik tidak lagi efektif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, sehingga membutuhkan adanya kerja sama yang efektif antarnegara. Kedua, semakin meningkatnya skala permasalahan lingkungan baik dalam cakupan  regional dan lokal, seperti degradasi perkotaan, deforestasi, penggurunan, sanitasi, penggundulan, atau kelangkaan air. Ketiga, hubungan kompleks antara ekonomi dunia dengan masalah lingkungan yang semakin mengglobal. Dengan demikian, rezim lingkungan merupakan bentuk kerja sama di antara para pelaku yang menempatkan masalah lingkungan sebagai bidang isu spesifik. Rezim lingkungan internasional dibentuk atas dasar desakan isu-isu yang terus meningkat sehingga peran penting rezim yang menurut adalah untuk mengelola konflik dan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Rezim ini mencakup peraturan hukum, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun implisit dalam ruang lingkup harapan bagi semua aktor dalam bidang hubungan internasional tertentu (Winarno, 2017).

Perubahan Sosial dalam New Normal

 

Perubahan Sosial dalam New Normal


A.    Pendahuluan

Sudah lebih dari empat bulan pemerintah Indonesia berfokus dalam upaya mencegah dan menangani penyebaran virus Covid-19. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut telah menimbulkan dampak yang sangat besar dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, terutama dalam sektor perekonomian. Hal ini disebabkan karena negara-negara di seluruh dunia diminta untuk melakukan pembatasan aktivitas di luar rumah sehingga banyak perusahaan, industri, dan bisnis-bisnis lainnya yang menghentikan sementara aktivitasnya yang semakin lama justru menurunkan pendapatan dan mematikan ekonomi di negara tersebut, termasuk Indonesia. ILO memperkirakan bahwa Covid-19 akan merampas kehidupan dari 195 juta pekerja penuh waktu di seluruh dunia. Selain itu, data ILO juga menunjukkan bahwa sekitar 81% atau empat dari 5 pekerja di seluruh dunia mengalami dampak dari penutupan tempat kerja baik secara parsial maupun penuh, serta sebanyak 2 miliar penduduk dunia yang bergerak di bidang ekonomi informal menjadi pihak yang paling terdampak dari adanya pandemi virus ini. Sebab tidak ada jaring pengamanan sosial yang dapat menyelamatkan bisnis mereka. Oleh karena itu, kondisi dan dampak akibat dari pandemi Covid-19 ini dinilai dapat melebihi dampak dari Krisis Ekonomi Global yang terjadi pada tahun 2018 lalu (Satya, 2020).

Terlebih WHO juga menyatakan bahwa pandemi virus ini kemungkinan tidak ada musnah sepenuhnya dan vaksin dari virus ini kemungkinan baru akan siap pada akhir tahun 2021. Mendengar pernyataan tersebut dalam kondisi yang seperti tentunya pemerintah Indonesia tidak bisa diam saja, sebab jika kondisi ini terus berlangsung, maka akan menimbulkan permasalahan dan konflik sosial baru lainnya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berencana untuk hidup berdamai dengan Covid-19 agar dapat memutar kembali roda perekonomiannya. Hal ini kemudian diterjemahkan lebih lanjut menjadi suatu kebijakan ‘new normal’ dan telah diterapkan mulai awal Juni lalu di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan kata lain, saat ini masyarakat telah menjalani kehidupan normal baru atau new normal di tengah situasi pandemi virus corona. Dengan adanya new normal, berbagai kegiatan diharapkan bisa berjalan kembali meski vaksin virus corona belum ditemukan(Kurniadi, 2020).

Meskipun dalam new era ini masyarakat diperbolehkan kembali untuk beraktivitas, namun kondisi tersebut tentunya tetap akan berbeda dan tidak akan pernah sama dengan keadaan seperti sebelumnya. Hal ini disebabkan dalam era new normal ini, dalam melaksanakan aktivitasnya di luar rumah, masyarakat diwajibkan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, yaitu menjaga jarak sosial dan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, guna mencegah terjadinya penularan dan penyebaran virus Covid-19. Oleh karena itu, dalam new normal ini, akan terjadi banyak perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat, yang mana pada masa sebelumnya, hal tersebut belum atau tidak pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini akan membahas mengenai perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat selama era new normal.

B.     Pembahasan

Setiap manusia selama masa hidupnya pasti mengalami berbagai perubahan. Perubahan ini ada yang pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat.Dalam hal ini, manusia memiliki peran sangat penting terhadap terjadinya perubahan masyarakat. Perubahan itu terjadi disebabkan karena hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin melakukan perubahan, karena manusia memiliki sifat selalu tidak puas terhadap apa yang telah dicapainya (Djazifah, 2012). Oleh karenanya, perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal dan wajar. Bahkan perubahan tersebut akan selalu terjadidan tidak akan pernah berhenti.
    Perubahan dalam masyarakat tersebut sering disebut juga sebagai suatu perubahan sosial. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Disisi lain, MacIver mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial merupakan perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial(Djazifah, 2012). Sedangkan Soerjono Soekanto (2009) mendefiniskan perubahan sosial sebagai segala perubahan-perubahan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya menyangkut nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan sosial dalam masyarakat ini biasanya bukan merupakan hasil atau produk namun suatu proses, yang mana perubahan tersebut merupakan suatu keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat(Baharuddin, 2015).