MAKALAH BUSINESS PROCESS REENGINEERING TACO BELL



 

PENDAHULUAN
Taco Bell, salah satu anak perusahaan PepsiCo, adalah jaringan restoran Amerika yang mengkhususkan diri menjual makanan Meksiko, termasuk jenis seperti burrito, enchilada, fajita, gordita, nachos, pinto beans, refried beans, taco, tortilla, toscada dan wrap. Pada waktu John E.Martin diangkat menjadi CEO pada tahun 1983, Taco Bell sedang mengalami sakit dan makin sakit. Persoalan yang dihadapi Martin bukan meyakinkan para karyawan untuk harus melakukan perubahan untuk jangka panjang, tetapi harus melakukan perubahan secara drastis, secara radikal dan dalam waktu yang singkat, apabila ingin menyelamatkan perusahaan tersebut. Martin mewarisi suatu perusahaan yang makin lama makin mengecil dan keuntungannya juga makin berkurang. Sejak diambil alih PepsiCo tahun 1978 sampai tahun 1982, Taco Bell mengalami perkembangan negatif sebesar 16% sedangkan industri restoran pada umumnya justru naik 6%.
John Martin mengidentifikasi apa yang terjadi pada Taco Bell pada waktu itu antara lain sebagai berikut :
  • Proses berjalan secara top-down, atas dasar command and control.
  • Organisasi terdiri dari beberapa lapis, di mana lapis yang atas sangat mengutamakan pengawasan atas lapis yang lebih bawah.
  • Kegiatan sangat procedure oriented dan process-driven, dalam arti banyak sekali handbook yang harus diikuti untuk hampir setiap kegiatan, termasuk ada handbook untuk menginterpretasi handbook-handbook yang lain.
  • Kegiatan perusahaan terjebak pada peningkatan proses itu sendiri agar selalu lebih besar, lebih baik, lebih kompleks.
  • Sesuatu yang sebenarnya mudah dibuat susah, yang susah di buat tidak mungkin dikerjakan dan seterusnya. Perkembangan ini, secara sadar atau tidak, dibuat agar semua bagian dan semua orang tetap sibuk. Apabila ada tambahan perintah atau pengawasan dalam sistem yang ada, maka seakan-akan menambah legitimasi sistem dan bagian yang ada.
  • Hal ini membuat orang lupa sama sekali akan pertanyaan mendasar yang selalu harus dijawab, yaitu: Apakah hal tersebut memang dikehendaki pelanggan? Apa yang sebenarnya dikehendaki para pelanggan?
  • Apakah pelanggan peduli bahwa koki dapat memasak dengan mata tertutup atau tidak? Apakah pelanggan peduli bahwa ada handbook yang lengkap dan canggih? Apakah pelanggan peduli bahwa restoran mereka dikelola secara canggih dengan peralatan mutakhir?

PERMASALAHAN
Faktor – faktor apakah yang menjadi penentu keberhasilan John E. Martin dalam melakukan rekayasa ulang Taco Bell dan apa pokok pikiran yang mendasarinya?

PEMBAHASAN
John E. Martin melakukan Langkah-Langkah Reengineering yang kemudian menuntunnya kepada keberhasilan dalam menyelamatkan Taco Bell. Berdasarkan pengamatan dan penelitian tersebut, John Martin melakukan perubahan secara total dan radikal dengan mengambil langkah-langkah strategis.

Menciptakan visi perusahaan
Semula Taco Bell tidak mempunyai cita-cita yang jelas, hanya sekedar ingin menjadi restoran biasa saja, yang maju secara biasa. Martin mencanangkan visi barunya, yaitu bahwa Taco Bell harus menjadi raksasa di industri fast-food, tidak hanya menjadi pemimpin di kategori makanan Meksiko saja, tetapi menjadi restoran raksasa dalam semua kategori makanan. Untuk mencapai visi ini, yaitu dari sekedar restoran dalam kawasan regional menjadi restoran dalam skala nasional, musuh yang paling utama yang dihadapi justru ialah memasukkan ide besar ini dalam pemikiran, tekad dan semangat para karyawan, yang belum biasa mempunyai cita-cita yang tinggi.

Mengidentifikasi Apa Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Pemikiran dan praktek tradisional ialah bahwa para pimpinan dan karyawan menganggap tahu apa yang dikehendaki para pelanggan tanpa menanyai mereka. Mereka beranggapan bahwa yang dikehendaki para pelanggan ialah dekorasi yang bagus, dapur yang luas, pelayan yang banyak, peralatan yang canggih, pilihan menu yang banyak, dan tempat main anak-anak di halaman. Tanpa menanyai mereka, diasumsikan bahwa yang dikehendaki pelanggan adalah selalu yang lebih baik, yang lebih besar, yang lebih canggih. Dengan mengikuti anggapan tradisional ini, perbaikan layanan pada pelanggan akan berlangsung lambat dan banyak makan biaya. Sedangkan, sesuai dengan jawaban yang ditanyakan pada pengunjung restoran Taco Bell, sebetulnya yang mereka kehendaki sederhana saja, yaitu makanan yang baik, dihidangkan panas, disajikan secara cepat, di lingkungan yang bersih, dan dengan harga yang layak dan tertanggung. Itu saja sebenarnya yang mereka kehendaki, sedangkan yang lain-lain hanyalah tambahan yang kurang penting. Yang mereka perhatikan ialah apakah uang yang mereka serahkan sebanding dengan makanan yang mereka terima.

Melakukan Efisiensi Biaya Secara Tepat
Pendekatan tradisional ialah mencoba sejauh mungkin mengurangi biaya cost of good sold, termasuk biaya bahan mentah dan menambah biaya marketing. Dengan perkataan lain, mutu makanan dikurangi, tetapi membujuk orang untuk membeli dengan berbagai iklan besar-besar. Pendekatan ini dirubah sama sekali. Biaya untuk marketing-lah yang justru dikurangi sedangkan biaya cost of good sold dipertahankan. Dengan demikian mutu makanan tetap dipertahankan. Martin percaya bahwa reputasi makanan yang baik tidak perlu didukung oleh iklan yang berlebihan, tetapi akan tersebar dengan sendirinya dari mulut ke mulut.

Melakukan reorganisasi
Langkah radikal yang dilakukan ialah dengan menghilangkan sama sekali lapisan manajemen dan merubah sama sekali setiap tugas dalam sistem yang ada. Misalnya, jabatan manajer distrik, yang biasanya mengawasi lima atau enam restoran, dihilangkan sama sekali. Dengan demikian, manajer setiap restoran tidak lagi melapor ke manajer distrik. Untuk pertama kali, setiap manajer restoran diberi kebebasan penuh untuk menjalankan restorannya sendiri, tanpa bantuan atau hambatan dari manajer distrik. Untuk restoran yang penjualannya dalam setahun melewati jumlah tertentu yaitu US$ 1 juta, kedudukannya menjadi general manager, karena restoran besar seperti ini layak mempunyai general manager. Untuk beberapa manajer, perubahan ini memang menyakitkan. Bahkan banyak yang minta berhenti dan pindah ke restoran lain yang masih menggunakan sistem lama.

Mengubah evaluasi kinerja dan sistem kompensasi
Dengan reorganisasi seperti dijelaskan di atas, setiap manajer restoran dinilai sesuai dengan nilai penjualan, jumlah keuntungan dan kepuasan pelanggan. Jumlah kompensasi yang diberikan juga dihubungkan dengan prestasi tersebut. Hal semacam ini juga sesuatu yang sama sekali baru dalam industri restoran pada waktu itu, di mana biasanya kompensasi diberikan berupa gaji tetap dan kurang dihubungkan dengan prestasi kerja yang nyata dan jelas.

Melakukan value strategy
Salah satu aturan utama yang sebenarnya cukup sederhana yang digunakan Martin ialah apa yang dinamakan value strategy. Strategi ini mengatakan bahwa ‘selalu ciptakan hal-hal yang memberi nilai tambah pada pelanggan dan sekaligus juga hilangkan hal-hal yang tidak memberikan nilai tambah pada pelanggan’. Yang dimaksud dengan ‘hal’ di sini adalah dapat berupa proses, atau kegiatan, atau bagian, atau orang, atau area atau apapun juga. Hal yang tidak memberikan nilai tambah berarti hanya merupakan biaya tambahan belaka.

Melakukan K-Minus system
Bagian dari usaha reengineering yang sukses ialah apa yanag dinamakan sistem K-Minus, atau disebut juga program TACO singkatan dari Total Automation of Company Operations. K-Minus yang berarti Kitchen-Minus adalah pandangan baru yang dikembangkan dalam perusahaan atas dasar keyakinan bahwa Taco Bell adalah restoran yang dipicu oleh kepentingan pelanggan, suatu perusahaan pengecer, bukan perusahaan manufaktur. Taco Bell sebetulnya adalah pengecer makanan, bukan pembuat makanan. Artinya yang dilihat pelanggan adalah bahwa Taco Bell menyediakan makanan enak, tersaji panas, terlayani cepat, dalam lingkungan bersih, dan dengan harga yang layak. Pelanggan sebetulnya kurang perduli, siapa yang membuat makanan tersebut. 
 
Sebagai hasil dari strategi K-Minus tersebut, Taco Bell memperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
  • Memperoleh penghematan sebesar US$ 7 juta per tahun sejak permulaan tahun 1990an.
  • Pengawasan mutu dapat lebih baik.
  • Moral pegawai ditingkatkan antara lain karena tidak lagi atau kurang mengerjakan pekerjaan kotor.
  • Kecelakaan kerja menjadi sangat berkurang.
  • Menghemat biaya dalam pembelian perlengkapan.
  • Perhatian lebih besar dapat diberikan pada layanan pelanggan.

Menggunakan Teknologi Informasi
Seiring dengan pengembangan sistem K-Minus, Taco Bell menggunakan juga Manajemen Information System (MIS) sebagai wujud penggunaan Teknologi Informasi, yang pada waktu itu masih jarang digunakan oleh industri restoran. Dengan sistem ini, hubungan dengan para pemasok dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat disamping dapat menghilangkan atau setidak-tidaknya sangat mengurangi pekerjaan administrasi yang tadinya sangat banyak menyita waktu. Penggunaan sistem ini ditangani oleh mereka yang langsung mengerjakan pekerjaan terkait. Sejak saat itu, Martin sudah membayangkan bahwa Taco Bell selanjutnya tidak akan terlepas dari penggunaan teknologi yang sangat membantu ini. Ramalannya betul menjadi kenyataan, sewaktu pada tahun 1997 Taco Bell telah mengembangkan dirinya dengan pemesanan melalui email (e-commerce) dengan dibukanya www.tacobell.com. Konsep dasar Martin dalam menggunakan teknologi baru ialah bahwa penggunaan teknologi baru harus mampu meningkatkan pelayanan pelanggan dan menekan biaya.

Pencapaian yang didapat Taco Bell
Usaha Taco Bell dalam reengineering meraih hasil sebagai berikut :
  • Dalam 8 tahun sesudah reengineering, kapasitas restoran dengan luas area yang sama telah dapat dilipatgandakan.
  • Penjualan sejak tahun 1989 naik sebesar rata-rata 22% setiap tahun. Peningkatan nilai penjualan ini disebabkan karena peningkatan transaksi penjualan, yang merupakan indikator kemajuan perusahaan. Dalam bentuk keuntungan, sejak tahun 1989, telah naik rata-rata 31% per tahun.
  • Produktivitas puncak di restoran yang paling unggul telah dapat ditingkatkan dari US$ 400 per jam, menjadi US$ 1.500 per jam.
  • Harga rata-rata makanan telah dapat diturunkan sebesar 25%.
  • Kalau pada tahun 1982, Taco Bell hanya merupakan perusahaan regional dengan penjualan US$ 500 juta per tahun, maka pada permulaan tahun 1990 telah menjadi perusahaan nasional dengan total penjualan sekitar US$ 3 milyar per tahun.
  • Pada tahun 1996, Taco Bell telah menjadi perusahaan dunia dengan memiliki lebih dari 6.800 unit restoran yang tersebar di 17 negara dengan nilai penjualan sekitar US$ 4,7 miliar per tahun dan tahun 1998 telah mencapai lebih dari US$ 5 milyar.
Pada tahun 1998, Taco Bell menduduki peringkat pertama dalam penjualan makanan Meksiko di Amerika, dengan mengalahkan jauh para kompetitornya (tercatat Taco Bell meraih pangsa pasar sebesar 73%).

PENUTUP
Dari usaha reengineering John E.Martin yang telah dilakukan sejak tahun 1983 dan yang ternyata berhasil tersebut, dapat diambil beberapa hal penting, antara lain sebagai berikut:
  • Dalam reengineering, pelanggan harus merupakan titik awal usaha perubahan
  • Dalam merencanakan setiap perubahan yang radikal dan mendasar, Martin dan kawan-kawan selalu bertanya apa yang dibutuhkan para pelanggan, dan atas dasar itu, melakukan langkah mundur ke kegiatan hulu.
  • Hal ini berlawanan dengan pendekatan tradisional yang semula digunakan, yaitu terlalu memperhatikan ketangkasan pemasak dan kecanggihan perlengkapan serta pemeliharannya. Hal ini memang penting, tetapi secara langsung pelanggan tidak begitu peduli.
  • Konsep organisasi lama menganggap bahwa kepentingan seseorang diukur dari banyaknya orang dan bagian yang melapor padanya, sehingga menimbulkan tumbuhnya organisasi yang besar dan kurang efisien. Pendekatan baru ialah apakah semua itu memberikan nilai tambah bagi pelanggan atau tidak, dan kalau tidak lebih baik dibuang saja.
  • Akhirnya yang sangat penting juga adalah menciptakan visi yang jelas, sederhana, membuka mata dan merangsang. Martin merumuskan visi tersebut : ‘We want to be number one in share of stomach’. Dengan demikian, keinganan Taco Bell tidak hanya besar dalam segmen makanan Mexico, tetapi paling besar juga dalam kategori makanan lainnya.

Makalah ini cuma versi sampel lho...
Kalo butuh versi lengkap atau
Mau bikin versi lainnya...
Silakan Request aja...
Diana - o85868o39oo9
Dijamin bereess & Ga repot
Ditunggu Ordernya Yaa
Thanks

MAKALAH PERAN EKONOMI DALAM KETAHANAN NASIONAL RI


Ekonomi memiliki arti penting sebagai salah satu sendi dari ideologi bangsa Indonesia. Konsepsi ketahanan ekonomi nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yan seimbang, serasi dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh yang berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wawasan Nusantara.
            Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk kepulauan dengan keanekaragaman suku dan bahasa yang mempunyai potensi menimbulkan kerawanan. Oleh karenanya, untuk mengatasi gangguan, baik dari luar, maupun dari dalam negeri, dan untuk membangun kekuatan pertahanan dan keamanan diperlukan keterpaduan sistem pertahanan dan keamanan nasional.
Ditinjau dari geopolitik dan geostrategi dengan posisi geografis, sumber daya alam dan jumlah serta kemampuan penduduk telah menempatkan Indonesia menjadi ajang persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh antar negara besar. Hal ini, secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak negative terhadap segenap aspek kehidupan sehingga dapat mempengaruhi dan membahayakan kelangsungan hidup dan eksistensi NKRI. Untuk itu bangsa Indonesia harus meiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan dari manapun datangnya.
Dengan mempertimbangkan dan mengantisipasi perubahan lingkungan strategik baik global, regional maupun nasional, serta mempertimbangkan beberapa skenario di masa mendatang, hal yang perlu diperhatikan adalah modal dasar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan Teknologi Pertahanan dan Keamanan, yaitu : Potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam; Kebutuhan dan penggunaan produk dalam negeri; dan Kemampuan dunia usaha.
Pembangunan ekonomi nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Undang – Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ketahanan ekonomi nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa yang terdiri atas ketangguhan serta keuletan dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar, secara langsung maupun yang tidak langsung yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mewujudkan tujuan perjuangan nasional.

Ancaman
-   Kurangnya rasa nasionalisme dan kecenderungan untuk memilih produk asing menjadi ancaman internal dari dalam diri masyarakat Indonesia sendiri untuk menuju ketahanan nasional RI. Apabila kita menolak untuk mengkonsumsi produk dalam negeri, maka upaya untuk menuju kondisi ketahanan nasional yang mapan akan sangat sulit.
-     Ada sejumlah faktor yang sangat berpengaruh pada baik-tidaknya iklim berinvestasi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut tidak hanya menyangkut stabilitas politik dan sosial, tetapi juga stabilitas ekonomi, kondisi infrastruktur dasar (listrik, telekomunikasi dan prasarana jalan dan pelabuhan), berfungsinya sektor pembiayaan dan pasar tenaga kerja (termasuk isu-isu perburuhan), regulasi dan perpajakan, birokrasi (dalam waktu dan biaya yang diciptakan), masalah good governance termasuk korupsi, konsistensi dan kepastian dalam kebijakan pemerintah yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keuntungan neto atas biaya resiko jangka panjang dari kegiatan investasi, dan hak milik mulai dari tanah sampai kontrak.

Hambatan
-     Meskipun dunia saat ini telah berubah menuju ke arah yang lebih maju, akan tetapi faktor manusia sebagai pelaku atau penggerak roda perekonomian terkadang memiliki sifat  yang resisten untuk berubah atau cenderung menolak terhadap perubahan. Hal tersebut membuat upaya menuju ketahanan nasional semakin terseok – seok.
-       Tiga faktor penghambat bisnis yang mendapatkan peringkat paling atas adalah berturut-turut birokrasi yang tidak efisien, infrastruktur yang buruk, dan regulasi perpajakan.
-     Adanya beberapa peristiwa di bidang ekonomi ,seperti krisis global atau kenaikan harga emas telah memberikan dampak yang cukup signifikan pada sektor perekonomian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia sendiri.

Tantangan
-        Kerjasama regional, seperti CAFTA, AFTA, maupun bentuk – bentuk kerjasama lainnya merupakan tantangan bagi  produk dan jasa asli Indonesia untuk dapat bersaing di kancah luar negeri.
-  Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal tersebut memaksa insan perekonomian untuk dapat menyelaraskan kinerja dengan perkembangan tersebut.

Gangguan

-   Gangguan untuk meningkatkan ketahanan nasional Republik Indonesia dapat berasal dari faktor eksternal, seperti adanya serangan teroris, bom, bencana alam, perang, huru – hara dan sebagainya. 

Makalah ini hanya versi sampel aja....
Untuk lengkapnya atau mau makalah judul lain
Bisa request langsung
Diana - o85868o39oo9
Dijamin ga repot - beresss
Ditunggu Ordernya Yaa?
Thanks

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK

PENDAHULUAN DAN JENIS KONFLIK
Dalam sebuah organisasi, konflik sering kali menjadi sesuatu yang biasa terjadi dan tidak dapat dihindari kejadiannya. Namun hal ini kemudian akan dapat menjadi sebuah situasi menguntungkan apabila konflik dapat dimenejemenkan dengan baik. Sebelum membahas lebih jauh mengenai pemenejemenan konflik, terlebih dahulu kita akan mengenal jenis-jenis konflik.

Jenis konflik berdasarkan hasilnya dibagi menjadi 2 (Winardi, 1994:5)
  • Konflik destruktif adalah konflik yang menimbulkan kerugian bagi individu dan organisasi dimana masing-masing pihak akan memfokuskan perhatian tenaga dan pikiran serta sumber-sumber organisasi bukan untuk mengembangkan produktifitas tetapi untuk merusak bahkan menghancurkan lawan konfliknya.
  • Konflik konstruktif adalah konflik yang mengarah pada pencarian solusi mengenai substansi konflik.

Sementara jenis konflik berdasarkan jumlah orang yang terlibat terbagi menjadi 4 (Pickering, 2000:12)
  • Konflik Diri
  • Konflik Antarindividu
  • Konflik

Berikut adalah beberapa definisi para ahli mengenai manajemen konflik:
  • Dr. Wiraman (2010) : Manajemen konflik merupakan proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
  • Lynne Irvine (1998) : the strategy which organizations and individual employ to identify and manage differences, thereby reducing the human and financial cost of unmanaged conflict, while harnessing conflict as a source of innovation and improvement. Inti dari pengertian ini adalah menejemen konflik ‘mempekerjakan’ individu dan organisasi untuk mengidentifikasi dan mengelola perbedaan dan kemudian memanfaatkannya sebagai sumber inovasi dan perbaikan.

TEORI-TEORI
Dalam memenejemenkan konflik, ada beberapa gaya yang dapat dipakai individu dalam pemenejemenannya. Gaya ini diungkapkan dalam beberapa teori yang dijelaskan dibawah ini (Wirawan, 2010:138) :
  • Teori Grid. Dalam teori ini, gaya manajemen konflik disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu perhatian manajer terhadap orang atau bawahan dan perhatian manajer terhadap produksi.
  • Teori Thomas dan Kilmann. Kenneth W. Thomas dan Ralp H. Kilmann mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi, yaitu kerja sama (cooperativeness) dan keasertifan (assertiveness). Kerja sama merupakan upaya orang untuk memuaskan orang lain jika menghadapi konflik. Keasertifan merupakan upaya orang untuk memuaskan diri-sendiri jika menghadapi konflik.
  • Teori Rahim. M.A. Rahim (1983) mengembangkan model gaya manajemen konflik yang tidak jauh berbeda dengan model yang dikemukakan oleh Thomas dan Kilmann. Klasifikasi gaya manajemen konflik Rahim disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu memperhatikan orang lain (cooperativeness) adalah sampai seberapa tinggi pihak yang terlibat konflik memperhatikan lawan konfliknya dalam menghadapi situasi konflik dan memperhatikan diri sendiri (assertiveness) adalah sampai seberapa tinggi pihak yang terlibat konflik memperhatikan dirinya sendiri dalam menghadapi situasi konflik.

Ketiga teori ini kemudian mengembangkan gaya-gaya dari setiap dimensi yang mereka definisikan. Terdapat lima gaya individu dalam menghadapi situasi konflik yang sebenarnya hampir mirip pemaknaannya. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan lima macam gaya yang diambil dari Teori Thomas dan Kilmann (Winardi, 1994:18) :
  • Tindakan menghindari, yaitu individu bersikap tidak kooperatif dan tidak asertif. Individu cenderung menarik diri dari situasi yang sedang terjadi dan bersikap netral dalam segala keadaan.
  • Kompetisi atau komando otoritatif, yaitu individu bersikap asertif dan tidak kooperatif. Individu lebih cenderung untuk menentang keinginan pihak lain untuk mendominasi situasi yang terjadi.
  • Akomodasi atau meratakan, yaitu individu bersikap kooperatif dan tidak asertif. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan harmoni yang sudah terjalin dalam suatu organisasi, individu lebih cenderung untuk membiarkan keinginan pihak lain menonjol.
  • Kompromis, yaitu individu bersikap cukup kooperatif dan asertif. Tindakan ini bertujuan agar tercipta situasi kepuasan parsial bagi keinginan semua pihak, melakukan tindakan tawar-menawar untuk mencapai pemecahan optimal sehingga tidak seorangpun merasa bahwa ia menang atau kalah secara mutlak.
  •  Kolaborasi (kerjasama) atau pemecahan masalah, yaitu individu bersikap keduanya. Berupaya untuk memuaskan keinginan setiap pihak berkepentingan, tetapi dengan jalan melalui setiap perbedaan yang ada. Setiap permasalahan dicari jalan keluar atau pemecahan masalahnya yang kemudian membuat setiap orang mencapai keuntungan sebagai hasilnya.

FAKTOR-FAKTOR
Individu ketika memilih untuk menggunakan suatu gaya dalam memanajemen konflik didorong oleh faktor-faktor tertentu. Terdapat empat belas faktor yang menurut Dr. Wirawan (2010:135)
  • Asumsi mengenai konflik. Asumsi mempengaruhi pola perilaku individu dalam menghadapi situasi konflik.
  • Persepsi mengenai penyebab koflik. Persepsi mempengaruhi gaya manajemen konflik seseorang.
  • Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya. Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya.
  • Pola komunikasi dalam interaksi konflik. Bagaimana hasil dari suatu konflik ditentukan bagaimana proses interaksi komunikasi di antara pihak – pihak yang terlibat konflik.
  • Kekuasaan yang dimiliki. Kedua belah pihak yang berkonflik melakukan suatu permainan kekuasaan dimana yang merasa memiliki kekuasaan lebih tinggi akan lebih cenderung mempertahankan keinginannya.
  • Pengalaman menghadapi situasi konflik. Para pihak yang terlibat konflik memiliki proses interaksi konflik dan gaya manajemen konflik yang dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu.
  • Sumber yang dimiliki. Dipengaruhi oleh kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang.
  • Jenis kelamin. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa gaya manajemen wanita berbeda dengan konflik laki-laki.
  • Kecerdasan emosional. Beberapa dimensi kecerdasan emosional, antara lain: memanajemeni emosi, empati, dan membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosionalnya.
  • Kepribadian. Mempengaruhi gaya manajemen konflik, karena setiap pribadi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, dimana yang kepribadiannya pemberani cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi.
  • Budaya organisasi sistem sosial. Mendorong individu untuk memilih gaya manajemen konflik yang berbeda.
  • Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik. Dalam suatu organisasi mapan, gaya manajemen komflik pimpinan dan anggota organisasi akan tercermin.
  • Situasi konflik dan posisi dalam konflik. Gaya manajemennya bisa berubah menjadi gaya manajemen konflik kompromi dan kolaborasi.
  • Keterampilan berkomunikasi. Akan memperngaruhi dalam memilih gaya manajemen konflik, karena orang yang kemampuan komunikasinya rendah, maka akan kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, maupun kompromi.
TUJUAN MANAJEMEN KONFLIK
Saat muncul sebuah konflik, dan konflik tersebut bisa dimanjemen, akan terlihat beberapa tujuan manajemen konflik (Wirawan, 2010:132)
  • Menfokuskan anggota pada visi, misi dan tujuan organisasi.
Saat dalam suatu organisasi terdapat manajemen konflik, secara tidak langsung konflik tersebut akan mempengaruhi kinerja dari masing-masing anggotanya, yang pada akhirnya mengarah pada visi, misi, dan tujuan organisasi.
  • Memahami orang lain dan memahami keberagaman.
Bahwa saat melakukan pekerjaan, akan ada saatnya muncul bantuan dari pihak-pihak lain. Saat kita berusaha memahami orang lain yang dalam hal ini telah membantu kita, dan kita menemukan perbedaan antara diri dan orang p-tersebut, manajemen konflik digunakan untuk memahami keberagaman yang ada.
  • Meningkatkan kreativitas.
Dalam usaha manajemen konflik, akan muncul berbagai upaya untuk mengurangi konflik. Upaya tersebut memunculkan kreativitas dan bahkan inovasi, yang selanjutnya akan berpengaruh kepada produktivitas.
  • Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan.

Dalam pemecahan konflik, akan selalu dihadapkan kepada sebuah pertimbangan. Manajemen konflik yang ada memfasilitasi terciptanya alternatif, yang pada akhirnya membantu menentukan keputusan yang bijak dalam sebuah pertimbangan.
  • Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan.
Peran serta, pemahaman bersama, dan kerja sama adalah salah satu kunci yang bisa dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan. Seluruh unit-unit yang ada saling mendukung untuk mencapai tujuan tertentu.
  • Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik.
Organisasi dalam perjalanannya akan selalu menemui konflik yang harus dihadapi. Konflik yang ada sebelumnya menjadi pembelajaran bagi sebuah organisasi untuk kedepannya menciptakan prosedur untuk menyelesaikan konflik berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Pickering, Peg. 2000. How to Manage Conflict (Kiat Menangkan Konflik). Jakarta: Erlangga.

Walton, Richard E. 1987. Managing Conflict. New York: Addison-Wesley.

Wilmot, W. W., dan J. L. Hocker. 2001. Interpersonal Conflict #6. New York: McGraw-Hill.

Winardi. 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan). Bandung: Mandar Maju.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.


Makalah ini cuma versi sampel aja...
Untuk versi lengkap atau 
butuh makalah judul lain
Silakan Request aja...

Diana - o85868o39oo9

Dijamin Beress - Ga ribett
Ditunggu Ordernya Yach??
Thanks

STUDI KASUS MANAJEMEN PERUBAHAN JAPAN AIRLINES

 

PROFIL PERUSAHAAN 

Japan Airlines adalah salah satu maskapai penerbangan dunia yang sudah dikenal reputasinya yang baik. Baik dalam hal pelayaann di darat maupun di udara. Itulah mengapa, maskapai yang berdiri sejak 1 Agustus 1951 sering menjadi barometer pelayanan maskapai lain di dunia. Untuk penerbangan internasional pertamanya, Japan Airlines menempuh Tokyo – San Fransisco menggunakan pesawat Douglas DC 6. Penerbangan ini dilakukan pada tanggal 2 Februari 1954. 

Dengan kekuatan armada mereka yang cukup kuat, Japan Airlines tidak mengalami kesulitan manakala pada tahun 1970an, pemerintah Jepang menerapkan deregulasi penerbangan. Di antaranya melakukan privatisasi Japan Airlines dan membuka kran persaingan di transportasi udara. Akhirnya dengan kondisi ini masuklah dua pesaing baru, yaitu All Nipon Airways dan juga Japan Air System. 

Perkembangan selanjutnya yang terjadi, antara Japan Airlines dan Japan Air System kemudian mengikat kerjasama. Proses kerjasama ini adalah kesepakatan kedua maskapai untuk melakukan merger. Bergabungnya dua perusahaan ini terjadi pada tahun 2001 dan selesai pada tahun 2004. Untuk menjaga potensi pasar yang sudah terbentuk, dan proses merger tersebut disepakati bahwa nama Japan Airlines akan dipertahankan sebagai identitas perusahaan tersebut. 


PENDAHULUAN 

Setelah melakukan merger dengan nama Japan Air System, terjadi sedikit perubahan dalam manajemen Japan Airlines. Salah satu yang dilakukan adalah masuk ke dalam aliansi Oneworld sejak 1 April 2007. Sayangnya, keputusan ini justru tidak diikuti dengan perkembangan positif dalam transaksi keuangan Japan Airlines. 


Salah satu dampak yang terasa adalah kerugian besar yang menimpa Japan Airline pada tahun transaksi 2009. Perusahaan ini mengalami goncangan yang sangat dahsyat dan mengancam stabilitas. JAPAN AIRLINES Tak kuasa menanggung beban utang korporat sekitar US$25,6 miliar. JAPAN AIRLINES mengajukan perlindungan pailit kepada Pengadilan Distrik di Tokyo. Maskapai itu juga dibebani dengan pembayaran gaji dan pensiun yang terus membengkak dan rute domestik nirlaba yang secara politis wajib dipertahankan. 

Untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman kebangkrutan, akhirnya pemerintah memberikan dana talangan sebesar 100 juta yen. Selain itu dibentuk pula kepanitiaan yang bertugas menangani penyelesaian masalah keuangan maskapai ini. 

Beberapa program pun dirancang demi menghindarkan Japan Airlines dari kebangkrutan. Salah satunya dilakukan dengan menjual saham mayoritas kepada American Airlines yang juga anggota Oneworld. Selain kepada American Airlines, Japan Airlines sempat menjajaki kemungkinan menjual saham mereka kepada Delta Airlines. 

Namun demikian, proses penjualan saham kepada Delta Airlines mengalami hambatan. Hal ini disebabkan Delta Airlines merupakan anggota Sky team, aliansi penerbangan seperti Oneworld. Dengan kondisi ini, Japan Airlines memutuskan tidak melanjutkan proses transaksi dengan Delta, maka keanggotaan Japan Airlines akan berada di bawah aliansi SkyTeam serta keluar dari Oneworld. 

Jika ini terjadi dikhawatirkan akan terjadi kebingungan di kalangan konsumen. Selain itu, Japan Airlines akan kehilangan kesempatan perlindungan antimonopoli dari agen Amerika Serikat. Hal ini merupakan salah satu kesepakatan yang didapat dari perjanjian ruang terbuka Jepang dan Amerika Serikat. 

Akhirnya American Airlines menjadi salah satu maskapai yang memiliki kesempatan untuk membeli saham mayoritas dari Japan Airlines. Meski pada saat yang bersamaan ada beberapa maskapai besar lain yang sebenarnya juga berminat untuk memiliki saham dari Japan Airlines seperti dari Prancis melalui Air France KLM, British Airways dari Inggris dan juga Qantas dari Australia, namun Japan Airlines menolak semua tawaran tersebut. 

Namun, meski sudah menjual saham mayoritas mereka masalah keuangan yang melanda Japan Airlines belum juga selesai. Akhirnya sejak 19 Januari 2010, maskapai dimasukkan ke dalam program Perlindungan Kebangkrutan Jepang. Dampak dari kondisi ini adalah terjadinya restrukturisasi atau pengurangan jumlah karyawan mereka. Sebelum mengalami masalah keuangan, Japan Airlines memiliki 47ribu karyawan. Namun dengan kesulitan finansial yang melanda, mereka harus menghentikan 15 ribu karyawan. Selain itu, armada yang dimiliki pun dikurangi jumlahnya disamping juga mengadakan pembaruan pesawat. Sementara untuk masalah rute penerbangan internasional, Japan Airline mengadakan penjadwalan ulang guna mendapatkan efisiensi. 


PERMASALAHAN 

Japan Airline mengalami kebangkrutan akibat manajemen buruk selama bertahun-tahun, biaya tinggi, serta tekanan pemerintah untuk melayani rute tidak menguntungkan di bandara kecil. Selain itu, Japan Airlines terpuruk akibat krisis ekonomi global. 

Operasi JAPAN AIRLINES yang merugi, hutang yang membengkak, kebijakan penerbangan yang tidak efisien, dan birokrasi yang lambat, membuat kebijakan bail out bagai menebar garam di air laut. Masalah mendasar dari JAPAN AIRLINES adalah “permainan’ dari segi tiga besi (iron triangle) antara pengusaha, penguasa, dan politisi dalam operasional JAPAN AIRLINES selama ini. JAPAN AIRLINES dianggap sebagai sebuah perusahaan besar kebanggaan negeri yang tak boleh bangkrut (too big to fail). Oleh karena itu suntikan likuiditas secara massif diberikan terus menerus kepada JAPAN AIRLINES. Namun di sisi lain, operasi JAPAN AIRLINES tidak dibenahi secara serius. Tekanan dari kekuatan politik dan pemerintah pada eksekutif JAPAN AIRLINES untuk melayani ambisi mereka membuka route-route yang tidak menguntungkan, telah menambah beban operasional JAPAN AIRLINES. Hal ini ditambah lagi dengan berbagai masalah birokrasi dan remunerasi yang tidak efisien. 

Sejak merugi di tahun 2001, lonceng kematian bagi JAPAN AIRLINES memang seolah hanya menunggu waktu. Tragedi 9/11, wabah virus SARS, Flu Burung, ancaman teroris, di samping resesi ekonomi, telah memukul JAPAN AIRLINES secara bertubi-tubi. Meski melayani lebih dari 217 airport dan 35 negara, JAPAN AIRLINES menjadi perusahaan penerbangan yang gemuk dan tidak efisien. Hutangpun membengkak hingga mencapai sekitar Rp 200 triliun. 

Bangkrutnya JAPAN AIRLINES semakin memperkuat adanya masalah serius yang dihadapi oleh perekonomian Jepang. Meski masih memegang gelar sebagai negara dengan perekonomian terkuat nomor dua di dunia, Jepang bagai macan yang terluka. Ekonominya melesu, pengangguran dan kemiskinan meningkat, dan perusahaan besar berguguran. Bangkrutnya JAPAN AIRLINES adalah kebangkrutan terbesar perusahaan di luar sektor keuangan sejak Perang Dunia ke-II. Oleh karena itu, upaya serius untuk bangkit dari krisis sedang ditempuh oleh pemerintah Jepang. 



PEMBAHASAN 

Upaya bangkit yang dilakukan oleh Japan Arilines tentu menyakitkan. Dalam kasus JAPAN AIRLINES misalnya, program restrukturisasi akan memakan banyak korban. JAPAN AIRLINES harus mem-PHK lebih dari 15.000 karyawannya, memotong fasilitas pensiun, dan menutup route-route domestik yang tidak menguntungkan. Lebih parah lagi, JAPAN AIRLINES juga harus memotong banyak kontrak dengan biro perjalanan, hotel, dan berbagai jaringan pariwisata yang telah ada selama ini. Hal itu bisa merugikan kalangan pengusaha, penguasa, dan tentu politisi yang punya kepentingan selama ini. 

Dari JAPAN AIRLINES kita belajar, bahwa intervensi yang berlebihan dari pemerintah dan kekuatan politik, akan merugikan sebuah perusahaan atau lembaga. Baik itu perusahaan penerbangan, perbankan, bahkan lembaga negara yang independen, memerlukan ruang bagi professional untuk bekerja. Politisi, penguasa, dan pengusaha (the iron triangle), kadang memiliki tendensi untuk ikut campur dalam kegiatan usaha ataupun lembaga atas nama rakyat. 


SOLUSI 

Solusi yang dapat diberikan untuk kasus Japan Airlines adalah pembaharuan perusahaan. Platt (2001) membedakan perubahan strategis suatu perusahaan ke dalam tiga kategori, yaitu : Transformasi manajemen, Manajemen Turn around, dan Manajemen Krisis. 

Untuk aplikasi pada Japan Airlines, maka yang dilakukan adalah dengan Manajemen Krisis, dimana Japan Airlines sudah memasuki masa krisis, yaitu saat perusahaan sudah mulai kehabisan dana (cash flow), bahkan menimbun banyak hutang dan energi (reputasi, motivasi). Langkah penyelamatan yang diambil adalah langkah penyelamatan strategi (stop the bleeding) / hentikan pendarahan dapat berupa cash flow (aliran dana segar). Aplikasi dalam kasus Japan Airlines adalah dengan : 

Mencari investor yang tepat 

Cara untuk menyelamatkan JAPAN AIRLINES mungkin dengan cara mencari investor yang tepat. Contohnya dengan menawarkan investasi kepada Delta Airlines atau American Airlines yang merupakan raksasa industri penerbangan di Amerika. Dengan investor semacam ini JAPAN AIRLINES dapat melunasi hutang-hutangnya dan mendapatkan "perubahan" yang diperlukannya agar menjadikan JAPAN AIRLINES kompetitif dan profitable lagi. JAPAN AIRLINES yang memiliki 279 pesawat (kebanyakan dari Boeing) dan mempunyai rute penerbangan di 220 bandara di 35 negara merupakan investasi yang menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan seperti Delta Airlines atau American Airlines yang tentunya akan mendapatkan akses bisnis ke Asia melalui akuisisi atau investasi tersebut.. 

Restrukturisasi dan revitalisasi 

Selain itu berbagai upaya perampingan seharusnya dilakukan JAPAN AIRLINES agar tidak mengeluarkan biaya terlalu banyak, terutama biaya operasional. karena itu sudah seharusnya JAPAN AIRLINES melakukan restrukturisasi karyawan dan pengurangan armada. Setelah tercipta restrukturisasi, maka Japan Airlines di bawah bendera manajemen yang baru harus dapat melakukan revitalisasi dan perbaikan manajemen dengan konsep baru, seperti yang dilakukan Garuda Indonesia agar dapat kembali bersaing dalam industri maskapai dunia. 


Studi Kasus ini hanya sampel saja
Untuk versi lengkap atau butuh bantuan
untuk studi kasus tema lain..
Silakan Request Aja..
Diana - o85868o39oo9
Dijamin Beress
Anti Plagiat - Privasi OK
Ditunggu Ordernya Yaa?
Thanks