Analisis Kasus Etika Bisnis dalam Proyek Pengerjaan Meikarta oleh Group Lippo


Analisis Kasus Etika Bisnis dalam Proyek Pengerjaan Meikarta oleh Group Lippo

Pendahuluan
Bisnis adalah fenomena modern yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Bisnis dilakukan oleh manusia dengan manusia yang berarti norma atau nilai-nilai yang baik terbawa dalam kehidupan bisnis. Dalam praktik seorang pebisnis lebih suka menggunakan / berhubungan dengan perusahaan yang baik kualitasnya dalam segala aspeknya. Bisnis merupakan proses negosiasi antara dua pihak atau lebih yang dilakukan dengan tujuan untuk mecapai kesepakatan bersama yang bermotif untuk mendapat keuntungan (Sinaulan, 2016). Dalam perkembangnnya, dunia bisnis memang menjadi salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, khususnya kehidupan dalam perspektif ekonomi. Bisnis seringkali menjadi salah satu sumber mata pencaharian utama yang memiliki potensi luas biasa jika dibandingkan dengan profesi lainnya, sehingga tidak heran jika dunia bisnis terus mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu (Rachman, Setyawan, & Rahmi, 2018).

Pembahasan (Analisis Kasus)
1.      Profil Lippo Group
Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia yang didirikan oleh Mochtar Riady. Jauh sebelum disebut sebagai Lippo Group, Mochtar Riady telah memulai karirnya jauh sebelum itu, dimana ini diawali dengan membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia (BPI) milik pengusaha Hasyim Ning pada1981. Mochtar sendiri saat itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia (BCA), bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada 1975 setelah meninggalkan Bank Panin. Di BCA, Mochtar menguasai saham sebesar 17,5% dan menjadi orang kepercayaan Om Liem. Aset BCA ketika Mochtar bergabung hanya Rp12,8 miliar, lebih kecil dari aset BPI. Pada akhir 1990 Mochtar keluar dari BCA, ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun. Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung, aset BPI melonjak naik lebih dari 1.500% menjadi Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippo Bank. Inilah cikal bakal Grup Lippo (Edward, 2017).

2.      Proyek Meikarta yang Menjadi Sumber Terjadinya Pelanggaran Etika Bisnis oleh Lippo Group
Bukan hal yang baru lagi terdengar di telinga publik, diketahui bahwa Lippo Group berencana membangun kota baru bernama Meikarta di Cikarang. Nilai investasinya terbilang fantastis, yaitu mencapai Rp 278 triliun. Jelas, hal tersebut sempat membuat heboh masyarakat ketika rencana pembangunan diumumkan pertengahan tahun 2017 lalu (Afriyadi, 2018). Dalam sebuah siaran pers yang disampaikan kepada media, Lippo Group menyebutkan persiapan kota Meikarta sudah dimulai sejak 2014. Pada tahap pertama lahan yang akan dibangun seluas 22 juta m2 untuk perumahan sebanyak 250 ribu unit dan dapat menampung 1 juta jiwa. Pada saat itu, diharapkan bahwa pada Desember 2018 sudah siap huni (Arief, 2017).

3.      Analisis Pelanggran Etika Bisnis oleh Lippo Group dalam Proyek Pengerjaan Meikarta
Lippo Group memang perusahaan besar di Indonesia, ini sudah tidak bisa dielak lagi mengingat luasnya jangkauan bisnis yang telah dilakukan selama puluhan tahun tersebut. Namun dalam perjalannanya, Lippo tidak terlepas dari melakukan kesalahan. Tercatat bahwa sebelum munculnya proyek Meikarta, Lippo Group sudah pernah melanggar etika bisnis dalam menjalankan perusahaannya. Beberapa contoh kasus pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh Lippo tersebut adalah sebagai berikut (Edward, 2017), yaitu:
a.     
Kesimpulan
            Dari hasil analisis yang dilakukan maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pada Proyek Pembangunn Kota Meikarta yang dilakukan oleh Lippo, memiliki potensi-potensi terjadinya pelanggran etika dalam berbisnis, dimana etika bisnis sendiri menyangkut tentang baik atau buruknya perilaku-perilaku manusia dalam menjalankan bisnisnya. Dalam hal ini, pelanggaran etika bisnis yang kemungkinan dilakukan oleh Lippo Group adalah bahwa Lippo tidak memberikan informasi yang benar, yaitu terkait perizinan, dimana janji yang diberikan adalah bahwa kota Meikarta akan dibangun dalam lahan 500 ha, namun baru 84 ha saja yang sudah mendapatkan izin, ditambah bahwa perizinan sisa lahan yang dibutuhkan masih belum jelas kelanjutannya. 


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^