Tampilkan postingan dengan label studi kasus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label studi kasus. Tampilkan semua postingan

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di JakartaPusat

  

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat


A.    Pendahuluan

Premanisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Tindakan premanisme ditunjukkan melaluisejumlah faktor yang merupakan aktivitas mengganggu ketertiban, sehingga menimbulkan rasa  ketidaknyamanan, keresahan dan rasa takut diantara masyarakat. Aksi permanisme sering dijumpai di sejumlah daerah  keramaian masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan aksi tersebut juga dapat terjadi di daerah sepi dan jauh dari keramaian publik (Pradipta & Suardana, 2018). Dengan demikian, premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum(Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017).


B.     Pembahasan

1.      Tindakan Pemerasan dan Kekerasan yang dilakukan oleh Preman di Jakarta Pusat 

Premanisme adalah fenomena sosial yang sering muncul dalam kehidupan masyarakat. Premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum. Subjek atau individu yang melakukan tindakan premanisme disebut sebagai preman, sebutan yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu vrijman yang artinya adalah orang bebas atau tidak mempunyai ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu. Pada dasarnya idnividu yang disebut sebagai preman merupakan individu yang tidak mempunyai pekerjaan yang pasti dan tidak memiliki sumber penghasilan yang tetap, sehingga individu akan melakukan berbagai cara untuk dapat menghasilkan uang dengan melakukan pemerasan  yang disertai dengan ancaman hingga kekerasan (Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017). Sedangkan pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban(Saputra, 2018).


2.      Faktor Penyebab Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat

Menurut Andi Hamzah (dalam Pratiwi, 2014) faktor penyebab kriminalitas terdiri dari faktor dari dalam diri pelaku (internal) dan faktor dari luar diri pelaku (eksternal). Menurut Alifi (2016), faktor internal merupakan faktor dari dalam diri sendiri seperti kondisi fisiologis pelaku, dan kondisi psikologis pelaku kriminalitas. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku kriminalitas mencakup kondisi ekonomi dan kondisi sosial atau lingkungan sekitar pelaku, orang atau sekelompok orang melakukan tindakan kriminalitas ataupun semata-mata didorong oleh tekanan ekonomi yang parah (Alifi, 2016). Terkaitfaktor dari luar diri pelaku, faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan merupakan faktor yang mendorong aksi premanisme oleh seorang preman. Faktor lingkungan adalah faktor yang potensial karena terdapat kemungkinan untuk memberikan pengaruh terhadap kemungkinan tindak kriminal yang dapat terjadi tergantung dari susunan pembawaan dan lingkungan baik lingkungan tetap maupun lingkungan sementara. Pengaruh lingkungan akan memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang, dan lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya(Pratiwi, 2014).


3.      Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasandan Kekerasan dalam Premanisme

Pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam bab XXIII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu(Saputra, 2018):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”


4.      Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Premanisme di Jakarta Pusat

Kepolisian menjalan peran yang sangat penting untuk dapat menyelesaikan permasalahanpemerasan dan kekerasan dalam premanisme. Penyelesaian tindakan premanime yang terjadi di wilayah hukum Polres Jakarta Pusat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tindakan preventif dan represif.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

False Flag Operation pada Kasus Klepon Tidak Islami

 

False Flag Operation pada Kasus Klepon Tidak Islami

A.    Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan teknologi, kini seluruh aktivitas kehidupan manusia mulai bergantung pada tenknologi tersebut. Teknologi, diperlukan untuk berbagai aktivitas, yang bertujuan baik maupun yang tidak sekalipun. Sejumlah aktivitas yang tidak baik yang sering dilakukan dengan menggunakan teknologi, khususnya yang berbasis komputer adalah dengan melakukan tindak kriminal atau kejahatan, penyebaran berita palsu hingga saling mengadu domba warga dunia maya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini ada yang dinamakan sebuah peristiwa yang disebut sebagai False Flag Operation.

Istilah false flag sendiri sebenarnya merupakan konsep politik lama, yang mana ini merujuk pada operasi atau serangan yang pada dasarnya palsu, dilakukan oleh kelompok yang menginginkan alasan untuk membalas terhadap orang atau orang banyak yang akan mereka tuduh melakukan serangan (Coaston, 2018)False flag juga diartikan serangan atau tindakan bermusuhan yang mengaburkan identitas pelaku yang melakukan tindakan tersebutdengan melibatkan kelompok atau negara lain sebagai pelaku (Dictionary, 2020). Mengenai hal ini, salah satu praktek false flag yang pernah terjadi adalah peristiwa invasi Nazi ke Polandia pada tahun 1939 dimulai dengan serangan "bendera palsu" pada menara transmisi radio Jerman yang membuatnya tampak seolah-olah pasukan Polandia yang bertanggung jawab, sehingga memberikan Adolf Hitler carte blanche untuk meluncurkan invasi.

Sementara itu, seiring dengan perkembangan teknologi, menurtu Goodman, W (2010) dalam “Cyber deterrence: Tougher in theory than in practice?Technical report. Washington DC Committee on Armed Services, Senate (United States)”, mengungkapkan bahwa false flagdalam domain cyber sangat berbeda dan jauh lebih mudah dilakukan daripada di dunia fisik. Bendera palsu dunia maya merujuk pada taktik yang diterapkan oleh pelaku yang licik dalam serangan dunia maya untuk menipu atau menyesatkan upaya atribusi termasuk asal penyerang, identitas, pergerakan, dan eksploitasi. Biasanya sangat sulit untuk secara konklusif menghubungkan serangan siber dengan pelaku mereka dan taktik penyesatan dapat menyebabkan kesalahan distribusi (memungkinkan tanggapan dan serangan balik, yang dapat menyebabkan pembalasan terhadap pihak yang salah (Skopik & Pahi, 2020). Dalam peristiwa false flag ini ada pula yang dinamakan sebagai false flag operation. Mengenai hal ini, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang apa yang dinamakan sevagai false glad operation dan kemudian memdiskusikan pula fenomena false flag operationyang belakangan ini terjadi, yaitu tentang false flag operation kasus klepon tidak islami.

B.     Pembahasan

False flag merupakan operasi atau serangan yang pada dasarnya palsu, dilakukan oleh kelompok yang menginginkan alasan untuk membalas terhadap orang atau orang banyak yang akan mereka tuduh melakukan serangan (Coaston, 2018). Sementara yang dinamakan sebagaifalse flag operation pada dasarnya telah lama ada di dunia fisik, Kearns et al. (2014) menjelaskan bahwa ini sebuah taktik yang digunakan untuk membuat operasi tampaknya telah direncanakan dan dilaksanakan oleh seseorang selain pelaku sebenarnya. Lebih jauh, menurut Morgan dan Kelly (2019) konsep false flag operation sebenarnya menunjukkan bahwa maksud aktor di belakang operasi adalah untuk melakukan salah satu dari dua hal ini: yang pertama membiarkan pihak ketiga mengambil tindakan kesalahan formal yang tidak mereka lakukan, atau yang kedua menyembunyikan tindakan jahat di belakang orang lain (Skopik & Pahi, 2020).

Fenomena false flag operation yang baru-baru ini terjadi adalah tentang kasus klepon tidak islami. Mengenai hal ini, dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang seperti apa sebenarnya kebenaran dibalik kasus tersebut, dengan mengungkapkan tentang kronologi kemunculan kasus ini dan sejumlah kebenaran lainnya yang ada. Berikut merupakan penjelasannya, yaitu:

1.      Kronologi false flag operation pada kasus klepon tidak islami

Beberapa saat lalu ada kejadian yang menyebutkan bahwa salah satu makanan khas Indonesia, klepon, tidak islami. Islamimengandung arti sebagainorma hidup yang bersumber dari syariat Islam (Mala, 2015).Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa makanan klepon dianggap sebagai manakan yang tidak sesuai dengan syariat islam, tidak sesuai dengan ajaran agama islam.

Mengenai kejadian klepon tidak islami ini, bermula ketika ada sebuah foto yang menampilkan gambar makanan klepon dengan sebuah tulisan yang berbunyi: “Kueklepon tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yang tidak Islami dengan cara membeli jajanan Islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami...Abu Ikhwan Aziz.” Tidak tahu asal mula postingan tersebut berawal dari mana, namun Unggahan itu pun langsung ditanggapi akun Facebook Indonesian Hoaxes @TurnBackHoax, dan mereka menuliskan:"Klaim ini tidak memilik dasar yang kuat dan terkesan hanya klaim yang dibuat dengan tujuan untuk memancing keributan di media sosial.

Sumber:  (Pardede, 2020).


2.      Fakta-Fakta Kebenaran Fenomana False Flag Operation Pada Kasus Klepon Tidak Islami

Berkaitan dengan fenomana false flag operation pada kasus klepon tidak islami yang belum lama ini terjadi, ada sejumlah pendapat mengenai benar tidaknya makanan atau jajanan pasar klepon bukan makanan yang islami, diantaranya adalah(Yuniar, 2020):




Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets

 

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets


A.    Introduction

Esay ini akan berfokus untuk menganalisis sebuah kasus tentang yang berhubungan dengan employee relations. Analisis employee relations ini dilakukan melalui studi kasus tentang adanya pemotongan pembayaran pada pekerja es krim Streets. Pembasahan hasil analisis ini akan dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama adalah pengenalan, yang mengandung pokok bahasan tentang profil singkat perusahaan es krim Streets serta latar belakang terjadinya kasus pemotongan pembayaran terhadap pekerjanya. Bagian kedua adalah diskusi kritis, yang akan membahas empat bagian utama, yaitu penerapan employee relationsdiStreet, kritik tentang penerapan employee relations tersebut, kemudian menjelaskan tentang posisi sebagai karyawan perusahaan dan apa yang akan dilakukan terkait masalah yang ada serta alasannya melakukan hal tersebut.Bagian terakhir adalah tentang kesimpulan dari keseluruhan isi esay.

Streets merupakan salah satu perusahaan se krim yang cukup terkenal, khusunya bagi penduduk wilayah Australia. Streets telah menjadi perusahaan terbasar pemroduksi es krim di Aurtralia. Beberapa produknya yang terkenal adalah es krim dengan merek Magnum, Paddle Pop, Blue Ribbon, Cornetto, Calippo, Bubble’o’Bill and Golden Gaytime. Streets juga merupakan bagian dari perusahaan besar Unilever (Unilever, 2020). Beberapa saat lalu, Streets diisukan telah menghianati para pekerjanya dengan melakukan pemotongan pembayaran (upah) mereka. Kasus itu terjadi pada tahun 2017 di pabrik Minto Streets yang terletak di Western Sydney. Streets berupaya mengakhiri perjanjian tempat kerja dan memangkas upah pekerjanya mencapai 46%. Pada saat yang sama, para pekerja Streets es krim ini juga mendapat perlakukan yang tidak sesuai, mulai dari adanya pemotongan waktu lembur, cuti tahunan, kepentingan pribadi, cuti, kondisi redundansi, maupun perlindungan terhadap penggunaan pekerja dan kontraktor. Kebijakan in telah menjadi salah satu cara untuk memastikan karyawannya tunduk terhadap perusahaan (ACTU, 2017). Namun demikian, pada dasarnya ini telah mengancam hak-hak karyawan yang seharusnya mendapat perlindungan dari perusahaan tempat mereka bekerja.

B.     Critical Discussions

Seorang pekerja merupakan elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan(A.H.Sequeira & Dhriti, 2015). Sebab mereka merupakan elemen kunci organisasi untuk menggerakkan perusahaan. Jika tidak ada karyawan, maka mustahil sebuah perusahaan dapat berjalan dengan sukses. Dalam hal ini, ada yang dinamakan sebagai employee relation, ini merupakan dengan pengelolaan hubungan ketenagakerjaan yang secara umum berhubungan dengan kesepakatan syarat dan ketentuan ketenagakerjaan dan dengan masalah yang timbul dalam ketenagakerjaan tersebut (Waiganjo & Nge’the, 2012). Istilah employee relation, studi tentang hubungan antara karyawan serta pemberi kerja dan karyawan sehingga dapat menemukan cara untuk menyelesaikan konflik dan membantu meningkatkan produktivitas organisasi dengan meningkatkan motivasi dan moral pekerja (Nikoloski & et.al., 2014). Menjaga hubungan yang baik adalah sebuah kunci utama perusahaan terus berjalan, sebab tanpa adanya konflik yang sebarti, maka kinerja karyawan berdampak positif juga. Oleh sebab itulah, sebuah perusahaan pada dasarnya harus mampu dalam mengelola karyawan mereka, agar tetap produktif sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)


The 2016 Carlton and United Breweries Outsourcing Dispute

 

The 2016 Carlton and United Breweries Outsourcing Dispute


Introduction

            Esai ini akan membahas mengenai studi kasus perselisihan outsourcing yang terjadi antara perusahaan Carlton and United Breweries, yang mana pembahasan dalam esai ini akan berfokus dari pandangan karyawan. Dalam hal ini, esai ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, pendahuluan, yang berisikan mengenai penjelasan esai ini dan latar belakang Carlton dan United Breweries dan ringkasan studi kasus perusahaan Carlton and United Breweries terkait dengan perselisihan outsourcing. Kedua, pembahasan, yang terdiri dari empat paragraf, berisi tentang diskusi kritis mengenai bagaimana melibatkan kolega, serikat pekerja dan manajemen, dan membahas metode solusi yang dapat dilakukan karyawan, seperti, FWO dan serikat pekerja. Terakhir, kesimpulan, yang berisi tentang kesimpulan dari pembahasan dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. 

            Pada awalnya, Carlton and United Breweries, atau yang dikenal dengan CUB, adalah pabrik pembuatan bir tertua di Australia, yang kemudian berkembang menjadi perusahaan bir pada tahun 1907. Perusahaan ini merupakan penggabungan enam pabrik bir, seperti McCracken (1851), Victoria (1854), Carlton (1864) dan Foster's (1888), yang seiring berjalannya waktu perusahaan ini berkembang menjadi salah satu produsen dari beberapa bir paling terkenal di Australia. Seiring dengan perkembangan dan pelaksanaan usahanya, CUB memiliki sejarah panjang dan efektif dalam bekerja sama dengan gerakan serikat pekerja. CUB juga sangat memperhatikan para karyawannya, sebab CUB mengingat bahwa mereka merupakan aspek yang penting dan inti dari bisnisnya.CUB sendiri memiliki sekitar 1500 karyawan dari seluruh Australia.  Oleh karena itu, CUB berupaya untuk menjadi 'pemberi kerja pilihan' dengan memberikan upah dan kondisi pekerjaan yang melebihi NES, penghargaan modern dan dengan terus berinvestasi dalam pembelajaran dan pengembangan untuk para karyawannya. CUB juga selalu berkomitmen untuk terus memperbaiki kebijakan dan praktiknya dalam menyediakan lingkungan kerja yang aman, dan berinvestasi besar-besaran dalam inisiatif untuk meningkatkan keselamatan bagi semua karyawannya, dan kontraktor apa pun yang bekerja di lokasi tersebut. CUB juga mengadopsi pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja, menerapkan kontrol risiko untuk mengurangi bahaya dari bahaya yang diidentifikasi, dan memastikan proses dan praktik yang tepat tersedia untuk mengelola risiko secara berkelanjutan(Carlton & United Breweries, 2016).      


Critical Discussions

            Hubungan kerja adalah hubungan yang terjadi antara pekerja dengan pengusaha setelah adanya perjanjian kerjauntuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam proses produksi. Hubungan kerjaini didasarkan pada perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Perjanjian kerja tersebut dapat menetapkan bahwa majikan tidak melanggar kontrak bahkan dengan memecat karyawan tanpa alasan, dan apakah majikan tersebut memberikan keadilan prosedural karyawan atau tidak(Shi & Zhong, 2019).Sehubungan dengan hal tersebut, hubungan kerja dalam lingkup industrial pada dasarnya sangat penting untuk dipelihara dalam mengelola pekerja yang memiliki karakter, kemampuan dan motivasi yang berbeda dalam bekerja di perusahaan. Pemeliharaan hubungan pekerja dalam lingkup industrial dilakukan oleh serikat pekerja sebagai perwakilan pekerja dan manajemen yang mewakili perusahaan. Pemeliharaan hubungan antara pekerja, serikat pekerja dan manajemen dalam lingkup hubungan industrial sangat diperlukan untuk mencegah konflik dalam dunia kerja. Hal ini disebabkan karena konflik tersebut dapat menghambat produksiperusahaan. Dalam hal ini, pemutusan hubungan kerja merupakan penyebab yang paling sering muncul dalam perselisihan hubungan industrial. Pada dasarnya, pemutusan hubungan kerja ini biasanya terjadi karena berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja antara pihak-pihak yang bersangkutan, sehingga keduanya sama-sama telah menyadari saat berakhirnya hubungan kerja tersebut dan berupaya mempersiapkan diri dalam menghadapi hal tersebut(Madinda, 2014). Namun dalam pelaksanaan hubungan kerja, dan perkembangan perusahaan terkadang berjalan tidak seperti apa yang diharapkan, sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja, termasuk terjadinya pemutusan hubungan kerja.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Analisis Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘Superman is Dead’ dan Reaksi Sang Istri Dalam Teori Agenda Setting

 

Analisis Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘Superman is Dead’ dan Reaksi Sang Istri Dalam Teori Agenda Setting


A.    Pendahuluan

Saat ini, banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan yang mengarah pada kasus pelanggaran hukum sekalipun. Melalui media dan internet, setiap saat seseorang bisa saja melakukan pelanggaran hukum,  baik dalam kasus besar maupun kecil sekalipun. Salah satu kasus yang belakangan sering  terjadi dan harus berurusan dengan pihak kepolisian adalah tentang kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Kasus ini merupakan salah satu contoh kasus cybercrime yang semakim meningkat.

Tercatat, sepanjang tahun 2017 lalu, Polri telah menangani 3.325 kasus kejahatan hate speech atau ujaran kebencian. Angka tersebut naik 44,99% dari tahun sebelumnya, yang berjumlah 1.829 kasus. Sedangkan hate speech dengan kasus pencemaran nama baik sebanyak 444 kasus (Medistiara, 2017). Sementara pada tahun 2018, ada sekitar 1.271 kasus untuk pencemaran nama baik, dan kasus ujaran kebencian mencapai 255 kasus. Untuk tahun 2019, dari periode Januari-Juni, kasus pencemaran nama baik mencapai 657 kasus, sedangkan untuk kasus ujaran kebencian ada 101 kasus  (Arnaz, 2019).

Belakangan ini, salah satu kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang menjadi pembicaraan publik di dunia maya adalah tentang kasus yang melibatkan drummer salah satu band yang cukup terkenal di Indonesia, yaitu JerinxSuperman is Dead (SID)’ atay yang memiliki nama asli I Gede Ari Astina. Kasus yang akhirnya menyeret dirinya ke penjara adalah tentang bagaimana Jerinx dianggap telah malakukan pencemaran nama baik dan melakukan ujaran kebencian terhadap IDI (Ikaran Dokter Indonesia), pada kasus “IDI Kacung WHO”.  Pada makalah ini akan dibahas mengenai seperti apa analisis kasus “IDI Kacung WHO”, khususnya jika dilihat berdasarkan beori agenda setting. 

 

B.     Pembahasan

1.      Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx

Personel salah satu band musik terkenal di Indonesia, Superman is Dead (SID), beberapa saat lalu harus berurusan dengan kepolisian Indonesia. Pasalnya, dummer SID yang bernama I Gede Ari Astina, atau yang lenih dikenal dengan Jerinx, dilaporkan telah mencemarkan nama baik organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kasus ini lebih dikenal dengan sebutan kasus “IDI Kacung WHO”. Kasus tersebut bermula ketikan Jerinx mengunggah sebuah gambar tulisan pada akun instagramnya, @jrxsid, Sabtu, 13 Juni 2020 lalu. Tulisan dalam gambar itu berbunyi, "Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tes-nya bikin stress dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa yang tanggung jawab?". Tidak sampai disitu, pada unggahan yang sama, Jerinx juga menuliskan caption dalam yang berbunyi, "BUBARKAN IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini!. Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? TIDAK, IDI & RS yg mengadu diri mereka sendiri dgn hak-hak rakyat."  (CNN Indonesia, 2020).

Inti pokok yang diungkapkan oleh Jerinx dalah terkait dengan ketidakpuasannya terhadap para Dokter dan Rumah Sakit atas kebijakan yang diberlakukannya selama masa pandemi COVID-19 yang mulai muncul sejak akhir 2019 dan menyebar sejak awal tahun 2020 lalu. COVID-19 adalah adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Pada beberapa kesempatan, COVID-19 juga disebut sebagai Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sementara coronavirus yang menyebabkan virus ini pada dasarnya adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, kasus COVID-19 diketahui lewat penyakit misterius yang melumpuhkan Kota Wuhan, China. Tragedi yang terjadi pada akhir 2019 tersebut terus berlanjut hingga penyebaran virus Corona mewabah ke seluruh dunia (Fadli, 2020).


2.      Analisis kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘SID’ Berdasarkan Teori Agenda Setting

Mengenai kasus IDI kacung WHO Oleh Jerinx ‘SID’, jika dikaitkan dengan teori agenda setting, maka berikut ini merupakan beberapa indikasi bahwa apa yang terjadi di pemberitaan merupakan bagian dari agenda setting, apa yang diagendakan oleh media massa dan apa yang menjadi agenda publik. Penyusunan agenda setting menjelaskan tiga proses yaitu pertama, berita diseleksi, diolah, dan disajikan yang dikenal dengan proses gatekeeping (Juditha, 2019), yaitu para wartawan, pimpinan redaksi, penyunting gambar dan sebagainya (Kurniasari, 2015). Kedua, menghasilkan agenda media. Ketiga, agenda media memengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan (Juditha, 2019).

Dalam hal ini, pada tahap pertama adalah bagaimana media menyelaksi berita untuk ditayangkan sehingga ini menjadi agenda media. Agenda media menurut Merheim (1986), diartikan sebagai daftar isu dan peristiwa pada suatu waktu tertentu yang disusun sesuai dengan urutan kepentingannya. Agenda media terdiri dari pokok persoalan, aktor, peristiwa, anggapan, dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan pada publik  (Juditha, 2019). Dalam hal ini, sejumlah agenda media yang ditonjolkan adalah 1) tentang keterlibatan drummer SID, salah satu band terkenal di Indonesia pada suatu kasus yang mengharuskannya berususan dengan polisi; 2) tentang pencemaran nama baik IDI yang disebut sebagai ‘kacung’ WHO; 3) pelanggaran UU ITE; 4) artis yang melakukan pelanggaran hukum; 5) artis terkenal yang menjadi tersangka dan harus dipenjara.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)