Analisis Manajemen Sumber Daya Manusia pada Sektor Perbankan di Indonesia Menurut Perspektif Islam



Analisis Manajemen Sumber Daya Manusia pada Sektor Perbankan di Indonesia  Menurut Perspektif Islam
       I.         
                      Pendahuluan
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Hal ini merupakan merupakan salah satu faktor yang ikut terlibat secara langsung dalam menjalankan kegiatan perusahaan dan berperan penting dalam meningkatkan produktivitas perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. suatu perusahaan menginginkan tujuannya tercapai, maka perusahaan tersebut harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan merupakan wujud dari keberhasilan manajemen mengelola sumber daya manusia tersebut. Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengoraganisasian, pengarahan, pengawasan kegiatan, kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat (Handoko, 2001).
Manajemen sumber daya manusia diperlukan dalam meningkatkan kulitas sumber daya manusia yang dimiliki, hal ini dilakukan melalui pelatihan dan pengembangan karyawan. Hal ini dilakukan agar kinerja karyawan lebih baik dan kualitasnya meningkat. Kualitas yang meningkat akan maka karyawan akan semakin ahli dan terampil dalam pekerjaannya serta meningkatkan efisiensi tenaga dan waktu. Kualitas SDM harus ditingkatkan karena SDM merupakan hal yang perlu dilaksanakan secara berkala serta untuk menunjang keberhasilan dalam melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab.
Manajemen sumber daya manusia ini penting di dalam berbagai sektor termasuk sektor perbankan. Kompetisi pada sektor perbankan menuntut masing-masing bank untuk meningkatkan kualitas pelayanannya kepada masyarakat. Sebagai perusahaan jasa, nasabah/pelanggan terlibat dalam proses penyampaian jasa dan adanya interaksi dekat antara karyawan dengan pelanggan. Hal tersebut yang menyebabkan faktor SDM di bidang jasa sangat penting. Hal ini disebabkan karena tidak bisa sepenuhnya tergantikan oleh teknologi.
Sedangkan dalam perspektif islam sendiri, hubungan dengan nasabah dengan bank merupakan pada kemitraan yang berorientasi bukan hanya profit semata, tapi juga falah oriented atau kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, tulisan ini akan melakukan analisis terhadap manajemen sumber daya manusia terutama pada sektor perbankan di Indonesia menurut perspektif islam.
    II.            Pembahasan
Secara umum lembaga keuangan dapat dikelompokan dalam dua bentuk yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Sistem perbankan di Indonesia dibedakan berdasarkan fungsinya yang terdiri dari Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Umum, dapat menghimpun dana dari masyarakat secara langsung dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito berjangka, lalu menyalurkan kepada masyarakat terutama dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya. Bank umum dalam kegiatannya memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir, 2008).
Sementara itu, Bank Perkreditan Rakyat, berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam pelaksanaan kegiatannya menghimpun dana, dapat menerima tabungan dan deposito berjangka, namun tidak diperkenankan menerima simpanan giro dan tidak diperkenankan member jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan jenis lembaga keuangan bukan bank dapat berupa lembaga pembiayaan, perusahaan model ventura, perusahaan anjak piutang, perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan kartu kredit, dana pensiun, pegadaian, pasar modal dan lain-lain.
Fungsi bank sangat krusial bagi perekonomian suatu negara. Bank memiliki peran yang sangat penting dalam sendi-sendi perekonomian di Indonesia baik secara nasional maupun dalam perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat sangat penting dijaga guna meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi serta untuk mencegah terjadinya bank runs and panic sehingga dapat terjadi terjaganya stabilitas perbankan yang ada.
Perbankan merupakan salah satu sektor yang diharapkan berperan aktif dalam menunjang kegiatan pembangunan nasional atau regional. Peran tersebut diwujudkan dalam fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi atau institusi perantara antara debitor dan kreditor. Dengan demikian,pelaku ekonomi yang membutuhkan dana untuk menunjang kegiatannya dapat terpenuhi dan kemudian roda perekonomian bergerak. Pentingnya pengawasan juga disebabkan karakteristik usaha Bank. Berbeda dengan perusahaan jasa keuangan lainnya bank menyediakan produk berupa penerimaan simpanan dan pemberian kredit. Produk dalam bentuk simpanan harus dibayar oleh bank setiap saat atau beberapa waktu setelah adanya permintaan pembayaran dari nasabah.
Bank merupakan lembaga keuangan yang di dalamnya ada manajemen. Manajemen sumber daya manusia jelas tidak akan terlepas dari manusia yang ada di bank tersebut, yaitu sumber daya manusia yang ada. Di Indonesia masalah SDM sangat kompleks. Terdapat beberapa indikator yang mencirikan hal ini, yaitu (Asnaini, 2008):
a.       Ketidaksesuaian kompetensi SDM dengan pasar kerja;
b.      Distribusi penduduk antar daerah tidak merata;
c.       Pertumbuhan angkatan kerja lebih besar dibanding ketersediaan lapangan kerja;
d.      Ketidakseimbangan kebutuhan pelayanan publik dengan jumlah petugas;
e.       Distribusi informasi tentang pasar kerja yang lambat atau timpang;
f.       Pengangguran dan kemiskinan yang menyebabkan pendidikan dan kesehatan rendah.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang paling penting yang harus dimiliki oleh setiap organisasi. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa harus ada pengelolaan sumber daya manusia secara lebih baik sehingga terdapat sumbangan yang berarti bagi kemajuan organisasi atau perusahaan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengadaan, pen gembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Mangkunegara, 2007).
Lebih lanjut, Sumber Daya Manusia yang spesifik dari fungsi manajemen adalah (Rivai, 2004):
a.       Perencanaan, yaitu menentukan tujuan dan standar, menetapkan sistem dan prosedur, menetapkan rencana atau proyeksi untuk masa depan.
b.      Pengorganisasian, yaitu memberikan tugas khusus kepada setiap SDM, menetapkan analisis pekerjaan atau analisis jabatan, membangun komunikasi, mengkoordinasikan kerja antara atasan dengan bawahan.
c.       Kepemimpinan, yaitu mengupayakan agar orang lain dapat menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, meningkatkan semangat kerja, memotivasi karyawan.
d.      Pengawasan, yaitu menetapkan standar pencapaian hasil kerja, standar mutu, melakukan review atas hasil kerja, dan melakukan tindakan perbaikan sesuai dengan kebutuhan.
Berhasil atau gagalnya pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen tersebut sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia-nya. Hal tersebut menunjukkan betapa penting dan strategisnya pengembangan dan peningkatan kualitas SDM dalam perusahaan yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan era globalisasi. SDM yang berkualitas sangat menentukan maju mundurnya bisnis perusahaan di masa mendatang.
Dalam pengembangan perbankan yang berlandaskan perspektif islam, SDM merupakan pilar utama. Penyediaan SDM yang kompeten dengan jumlah yang cukup menjadi tuntutan mutlak bagi sektor perbankan terutama dalam menghadapi persaingan antara industri perbankan. Karena itu, manajemen bank harus memprioritaskan penciptaan SDM yang berkompeten dan berkualitas dengan terus melakukan training dan workshop atau kuliah pascasarjana. SDM perbankan yang sesuai dengan perspektif islam yang berkualitas adalah suatu kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan bisnis perbankan itu sendiri.
Menurut  (Musyaddad, 2016) dalam manajemen sumber daya manusia dapat dirumuskan ke dalam beberapa poin sebagai berikut (1) Prinsip kompetensi, (2) Prinsip keoptimalan dan kelebihan kompetensi, (3) Prinsip kesesuaian kompetensi dengan kebutuhan, (4) Prinsip keterpercayaan, (5) Prinsip kesesuaian kompetensi personal dengan penempatan, (6) Prinsip tidak melibihi batas kemampuan dalam pembebanan kerja (7) Prinsip kewenangan dan tanggung jawab, (8) Prinsip batasan kewenangan, dan (9) Prinsip adanya reward dan kompensasi.
Sedangkan menurut Adittyangga (2006 ) terdapat beberapa prinsip manajemen yang sesuai dengan perspektif islam, yaitu:
a.



Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω Ω


Sehingga, kualitas SDM yang sesuai dengan perspektif islam untuk sektor perbankan adalah yang memiliki kompetensi dan profesionalitas dibidang perbankan termasuk soft skill yang dimilikinya. Kompetensi ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan industri perbankan itu sendiri. Selain itu, dibutuhkan pula kompetensi yang terkait dengan pengetahuan yang sesuai dengan hukum islam termasuk didalamnya kajian fiqih muamalah dalam hal perbankan dan aplikasinya. Kompetensi ini merupakan modal yang sangat penting untuk membangun idealisme SDM perbankan yang profesional namun tetap sesuai dengan ideologi islami. Selain itu, SDM perbankan dituntut untuk memiliki nilai-nilai akhlak dan akidah Islami. Sebagai orang yang terlibat dalam sektor perbankan yang sesuai dengan hukum islam, SDM harus dapat memberikan cerminan kepada masyarakat bahwa sistem perbankan memiliki kualitas pelayanan yang baik.

 III.            Penutup
Sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan merupakan wujud dari keberhasilan manajemen mengelola sumber daya manusia tersebut. SDM di bidang jasa sangat penting dan dalam perspektif islam hubungan dengan nasabah dengan bank merupakan pada kemitraan yang berorientasi bukan hanya profit semata, tapi juga falah oriented atau kebahagiaan di akhirat. Dalam pengembangan perbankan yang berlandaskan perspektif islam, SDM merupakan pilar utama. Terdapat beberapa prinsip manajemen yang sesuai dengan perspektif islam yaitu: prinsip amanah, prinsip kepemilikan terbatas, Prinsip kerjasama dalam kebaikan, Prinsip tanggung jawab sosial, Prinsip kepemilikan bersama, Prinsip distribusi ekonomi, dan Prinsip keadilan. Sehingga kompetensi yang dibutuhkan SDM perbankan yang sesuai dengan perspektif islam adalah kompetensi perbankan secara umum serta hukum islam terutama fiqih muamalah

Daftar Pustaka
Adityangga, K. (2006 ). Membumikan Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pilar Media.
Amin, S. M. (2009). Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.
Asnaini, A. (2008). Pengembangan Mutu SDM Perbankan Syari’ah: Sebagai Upaya Pengembangan Ekonomi Islam. La_Riba, 2(1), 35-49.
Bariah N, d. (2015). The Determinants Of Islamic Banking Human Resource Performance: Bank Syariah Mandiri Indonesia. International Journal of Information Technology and Business Management. Vol. 40 (1).
Handoko, T. H. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Kasmir. (2008). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi 2008. Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA.
Malayu, H. (2003). Mana jemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: PT Amara Books.
Mangkunegara, A. A. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Musyaddad, K. (2016). Prinsip Prinsip Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Islam. Al-Fikrah: Jurnal Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 5, 1-29.
Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo.
ROZALINDA, R. (2016). Konsep Manajemen Sumber Daya Manusia: Implementasi pada Industri Perbankan Syariah. Al-Masraf, 1(1), 107-124.
Wibowo. (2007). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia.

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…

KASUS KEJAHATAN KORPORASI PADA PT DUTA GRAHA INDAH (DGI)



KASUS KEJAHATAN KORPORASI PADA 
PT DUTA GRAHA INDAH (DGI)

A.    PENDAHULUAN
Korporasi memiliki peran yang sangat penting dalam bidang perekonomian di Indonesia. Sebagai salah satu penggerak perkembangan perekonomian di Indonesia, korporasi tidak lepas dari kemungkinan pelanggaran regulasi atau peraturan perundang-undangan atau yang biasa disebut sebagai kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi sendiri merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah korporasi yang disebabkan oleh kegiatan pegawainya yang nantinya dibebankan pada pegawai terkait dan korporasi itu sendiri. Tindak pidana dalam kejahatan korporasi tersebut dinilai dari kerugian yang ditimbulkan, yang nantinya memunculkan pertanggungjawaban pidana (Nasution, 2006).
Simpson (dalam Nasution, 2006) menjelaskan tiga gagasan terkait kejahatan korporasi, yang pertama tindakan pelanggaran korporasi berbeda dengan perilaku kriminal yang dilakukan oleh pelaku kelas sosial ekonomi yang menengah ke bawah, maka dari itu kejahatan korporasi juga tergolong pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi selain kejahatan atas hukum pidana. Yang kedua, baik individu yang melakukan pelanggaran dan korporasinya bergantung pada tingkat pembuktian dan penuntutan. Dan yang ketiga, motivasi pelanggaran bukan untuk keuntungan pribadi si pelanggar, tapi untuk memenuhi kebutuhan atau demi keuntungan organisasi korporasi (Nasution, 2006).
Kasus kejahatan korporasi sendiri tidak sering diberitakan di media, selain itu pihak kepolisian lebih banyak menindak aksi kejahatan secara faktual dalam aktivitas masyarakat sehari-hari. Hal ini dikarenakan kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanya kejahatan konvensional, dan sebagian besar aktivitas kepolisian berdasarkan pada laporan masyarakat. Selain itu masyarakat masih melihat bahwa dampat kejahatan korporasi ini tidaklah berbahaya atau membawa dampak yang besar. Tujuan dari pemidanaan kasus kejahatan ini lebih kepada tuntutan ganti rugi bukan menangkap dan menghukum. Kurang maksimalnya penegakan hukum sendiri dikarenakan pengetahuan penegak hukum terkait kejahatan korporasi sendiri masih kurang sehingga proses tindaklanjut kasus pun tidak maksimal. Selain itu, kejahatan korporasi biasanya melibatkan tokoh masyarakat yang memiliki status sosial yang tinggi  (Nasution, 2006).
Kajahatan-kejahatan korporasi mencakup tindak pidana pelanggaran UU anti monopoli, penipuan berbasis komputer, pelanggaran pembayaran bajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, pencemaran lingkungan hidup, produk yang membahayakan kesehatan, korupsi, suap, serta perburuhan (Nasution, 2006).
Kasus korporasi sendiri juga melibatkan beberapa perusahaan di berbagai bidang di Indonesia, salah satunya adala perusahaan di bidang konstruksi yang biasanya digandeng oleh pemerintah untuk mengerjakan proyek insfrastruktur di Indonesia. Belum lama ini, telah terjadi kasus kejahatan korporasi yang melibatkan sejumlah petinggi pemerintahan. Pelanggaran ini merupakan bentuk kejahatan KKN yang melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
Kasus ini ditangani oleh pihak yang berwenang pada pertengahan tahun 2017 dan kasus dan perkembangannya pun diberitakan di berbagai media. Penanganan kasus korporasi ini melibatkan KPK dan merupakan korporasi pertama yang diadili dengan menggunakan Peraturan MA (Perma) tentang Pidana Korporasi (Gabrillin, 2017).

B.     PEMBAHASAN
Dalam usahanya untuk mendorong pembangunan perekonomian di Indonesia, pemerintah melakukan upaya berupa pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur ini tentunya juga tidak lepas dari bantuan perusahaan konstruksi. Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kasus pelanggaran dalam kerjasama antara pemerintah dengan perusahaan konstruksi ini salah satunya adalah kasus kejahatan korporasi yang melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
PT Duta Graha Indah (DGI) yang akhirnya berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada bulan Juli 2017. PT DGI atau PT Nusa Konstruksi Engineering ini menjadi tersangka dalam kasus korupsi pada proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 (Gabrillin, 2017).
Sebelumnya, nama PT DGI sendiri pernah muncul dalam kasus korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang. Dalam kasus sebelumnya tersebut, PT DGI diketahui memenangkan lelang dan menerima uang yang tidak lepas dari campur tangan dari mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan yang mempengaruhi panitia pengadaan barang dan jasa untuk mengusulkan PT DGI sebagai pemenang lelang dan menetapkannya. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan tersebut menerima uang tunai sejumlah RP 350 juta dan masih banyak fasilitas yang diberikan dari PT DGI (Irawan, 2017).
Kemenangan PT DGI untuk mendapatkan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 ini pun juga tidak lepas dari campur tangan pihak-pihak yang melakukan praktik tindakan kecurangan. Kasus ini membawa nama Direktur Marketing Permai Group Mindo Rosalina Manulang dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang terkenal sebagai pihak yang membantu perusahaan-perusahaan konstruksi untuk memenangkan tender (Manggala, 2017).
Ini merupakan kasus pertama dimana KPK menetapkan sebuah perusahaan atau korporasi sebagai tersangka dalam kasus KKN sepanjang sejarah dalam tindak pidana korupsi (Irawan, 2017).  Kasus ini pun tidak lepas dari peran Direktur Utama PT DGI yang akhirnya divonis empat tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta serta kewajiban membayar denda sebanyak Rp 250 juta yang apabila tidak di bayar akan diganti hukuman tiga bulan kurungan (Satrio, 2017).
 Vonis tersebut diberikan karena Direktur Umum PT DGI terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara. Disebutkan bahwa dalam proyek tersebut PT DGI mendapatkan keuntungan Rp 6,78M pada 2009 dan Rp 17,998 pada 2010 dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana. Sedangkan dalam proyek pembangunan wiswa atlet tahun 2010-2011 PT DGI mendapatkan Rp 42,717M, serta total lebih dari Rp 5M untuk Nazaruddin dan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang (Satrio, 2017).
Kasus ini tentu saja menurunkan reputasi perusahaan sebagai salah satu perusahaan konstruksi besar di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, reputasi perusahaan atau corporate reputation merupakan hal yang sangat penting terkait penilaian masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Reputasi perusahaan yang baik dapat menarik calon karyawan yang berkualitas dan kompeten, dan pemberitaan yang positif dari media pun merupakan salah satu keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengenalkan perusahaan dan produk atau jasanya kepada masyarakat karena masyarakat cenderung memilih perusahaan dengan reputasi yang baik (Puspito, 2018).
Penerapan tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) merupakan salah satu bentuk untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyebutkan lima asas dalam GCG yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan (Wahyudi, 2014).
Dalam hal transparansi dan akuntabilitas, perusahaan terbukti telah merekayasa isi dari penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas harga normal atau harga wajar yang mengakibatkan kerugian negara karena pemerintah harus membayar lebih besar dalam proyek ini (Fatmawati, 2017).
Dalam asas independensi, yang mengharuskan perusahaan untuk tidak mendominasi dan tidak terintervensi oleh pihak lain, PT DGI terbukti merekayasa lelang dimana dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang mendapatkan tender atau proyek dengan cara nepotisme dan suap dari perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh Nazaruddin ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia lelang. Bantuan dari Nazaruddin serta adanya uang suap menghilangkan nilai objektifitas dalam asas independensi (Fatmawati, 2017).
Dari fakta-fakta yang disebutkan di atas, terbukti perusahaan melanggar asas responsibilitas serta asas kewajaran dan kesetaraan karena perusahaan melanggar regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas-asas dalam GCG ini bisa diterapkan kembali dalam perusahaan untuk membangun kembali reputasi perusahaan agar perusahaan dapat mencapai kesinambungan dalam usaha.

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa PT Duta Graha Indah (DGI), perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, tersbukti melakukan kejahatan korporasi karena merugikan banyak pihak termasuk negara. Perusahaan terbukti melakukan praktik suap dan korupsi dalam dua proyek yaitu proyek pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang serta proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.
Perusahaan merekayasa penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas harga normal yang mengakibatkan kerugian negara. Selain itu, PT DGI terbukti merekayasa lelang dimana dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang mendapatkan tender. Dampak dari tindakan kejahatan ini adalah kerugian negara yang mencapai Rp 54,7M.
2.      Saran
Perusahaan seharusnya tidak melakukan kejahatan korporasi yang dapat merugikan banyak pihak. Seharusnya perusahaan mengikuti prosedur pelelangan proyek  yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran ini juga merugikan perusahaan, karena menurunkan reputasi perusahaan yang berakibat pada keberlanjutan perusahaan.

Daftar Pustaka

Fatmawati, N. I. (2017). KPK Ungkap Daftar Pelanggaran PT DGI. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-3571865/kpk-ungkap-daftar-pelanggaran-pt-dgi
Gabrillin, A. (2017). PT Duta Graha Indah, Korporasi Pertama yang Dijadikan Tersangka KPK. Retrieved Agustus 27, 2018, from Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2017/07/14/18374751/pt-duta-graha-indah-korporasi-pertama-yang-dijadikan-tersangka-kpk
Irawan, D. (2017). Sepak Terjang PT DGI yang Ditetapkan KPK Jadi Tersangka Korporasi. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-3560798/sepak-terjang-pt-dgi-yang-ditetapkan-kpk-jadi-tersangka-korporasi
Manggala, A. (2017). 3 BUMN Tunduk kepada PT Duta Graha Indah. Retrieved Agustus 27, 2018, from Media Indonesia: http://mediaindonesia.com/read/detail/119138-3-bumn-tunduk-kepada-pt-duta-graha-indah
Nasution, B. (2006). Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya. Retrieved Agustus 27, 2018, from BismarNasution.com: https://bismarnasution.com/kejahatan-korporasi-dan-pertanggungjawabannya/
Puspito, H. (2018). Corporate Reputation, Seberapa Pentingkah? Retrieved Agustus 27, 2018, from Warta Ekonomi: https://www.wartaekonomi.co.id/read170815/corporate-reputation-seberapa-pentingkah.html
Satrio, A. D. (2017). Tok! Mantan Dirut PT Duta Graha Indonesia Divonis 4 Tahun 8 Bulan Penjara. Retrieved Agustus 27, 2018, from OkezoneNews: https://news.okezone.com/read/2017/11/27/337/1821587/tok-mantan-dirut-pt-duta-graha-indonesia-divonis-4-tahun-8-bulan-penjara
Wahyudi, D. (2014). Dampak Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kepatuhan Pajak Perusahaan. Retrieved Agustus 27, 2018, from Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19453-dampak-penerapan-good-corporate-governance-terhadap-kepatuhan-pajak-perusahaan

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?
TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com
Have great day, dear!
Thank you…

Case Study: "You Americans Work Too Hard"



Case Study: "You Americans Work Too Hard"

The closing case examines the differences in work ethic between a German department store employee and an American department store employee.

Key Points:
Andreas Drauschke and Angie Clark hold positions at similar levels in department stores, and receive similar pay. However, Drauschke, who works in Germany, works far fewer hours than Clark, who works in the U.S.
In fact, Drauschke works just 37 hours a week and receives six weeks' vacation each year, while Clark works at least 44 hours a week and takes off only a week at a time. Clark notes that Germans see leisure time as being more important than work time.
The difference between the German work style and the American work style extends into other areas. For example, turnover at the German store is all but nonexistent, while at the American store it is 40 percent a year. In addition, German employees receive extensive training, while workers at the American store receive minimal instruction.
Many employees at the American store also have a second job; however, Drauschke values his free time, and works no longer than absolutely necessary. His viewpoint is shared by other Germans, who fiercely protested the recent mandate that department stores would stay open one evening each week. Germany also prohibits working second jobs during vacation time.



Kasus Penutup
“KALIAN ORANG AMERIKA BEKERJA TERLALU KERAS”

Andreas Drauschke dan Angie Clark bekerja dengan pekerjaan yang sebanding untuk gaji yang sebanding pula di  department store di Berlin dan pinggiran kota Washington D.C. Namun disana tidak ada perbandingan ketika menjelang waktu mereka istirahat.
Pekerjaan Mr. Drauschke membutuhkan 37 jam seminggu dengan 6 minggu cuti pertahun. Tokonya tutup di akhir pekan pada jam 2 Sabtu siang dan tetap buka satu malam tiap minggu –pelayanan baru di Jerman yang dibenci Tuan Drauschke. “Saya tidak mengerti mengapa orang berbelanja di malam hari di Amerika,” kata pria 29 tahun itu, yang mengawasi divisi otomotif, sepeda motor, dan sepedadi Karstadt, rangkaian department store terbesar di Jerman.” Secara logika berbicara, mengapa seseorang perlu membeli sepeda pada jam 8.30 malam?”
Nyonya Clark bekerja setidaknya 44 jam seminggu, termasuk shift malam dan sering kali Sabtu dan minggu. Beliau sering membawa pulang pekerjaannya ke rumah bersamanya, menghabiskan hari liburnya memandu kompetisi, dan tidak pernah mengambil lebih dari satu minggu cuti bersamaan. “Jika saya mengambil lagi, saya merasa saya kehilangan kendali,” kata senior manajer perdagangan di J.C. Penney di Springfield, Virginia.
Nyonya Clark yang berusia 50 tahun lahir di Jerman namun merasa seperti alien ketika beliau mengunjungi tanah kelahirannya tersebut. “Jerman mendahulukan waktu luang dan kerja kemudian,” katanya. “Di Amerika itu adalah sebaiknya.”
Sementara orang-orang Ameria sering kagum dengan perindustrian Jerman, sebuah perbandingan ledakan beban kerja sebenarnya seperti stereotip nasional. Dalam manufaktur, contohnya, rata-rata mingguan di Amerika Serikat 37,7 jam dan meningkat; di Jerman hanya 30 jam dan menurun secara tetap selama beberapa dekade terakhir. Semua pekerja Jerman dijamin oleh hukum minimal 5 minggu libur tahunan.
Satu hari yang dihabiskan di departement store Jerman dan Amerika juga menunjukkan jurang lebar pada etika kerja kedua negara, setidaknya diukur dengan sikap selama waktu kerja. Orang Jerman dengan tegas menolak gangguan apapun di jam santai mereka, sementara banyak pekerja J.C. Penney mengerjakan pekerjaan kedua dan terbebani 60 jam kerja seminggu.
Namun jam yang lama dan tidak biasa sesuai dengan harganya. Staf yang absen di toko Jerman dapat diabaikan; di J.C. Penney hal itu 40 persen pertahun. Jerman melayani pegawai magang  2 hingga 3 tahun dan tahu mereka berharap masuk. Pekerja di J.C. Penney menerima pelatihan 2 hingga 3 hari. Dan ini merupakan kebutuhan ekonomi,  lebih dari pengabdian apapun demi bekerja untuk kepentingannya sendiri, yang muncul untuk memotivasi kebanyakan tenaga kerja Amerika.
“Mulanya itu adalah kebutuhan dan kemudian menjadi ketamakan,” kata Sylvia Johnson, yang menjual penuh waktu di J.C. Penney dan bekerja 15 hingga 20 jam lainnya seminggu melakukan entry data di komputer perusahaan. Kedua pekerjaan itu membantunya memasukkan satu anaknya ke sekolah kedokteran dan yang lainnya ke universitas. Sekarang Nyonya Johnson, 51, mengatakan beliau tidak perlu bekerja terlalu keras –namun masih melakukannya.
“Suami saya dan saya memiliki rumah yang nyaman dan tiga mobil,” kata beliau. “Tapi saya pikir anda akan selalu merasa seperti menginginkan sesuatu yang lebih sebagai penghargaan untuk semua kerja keras yang telah anda lakukan.”
Tuan Drauschke, pengawas Jerman, memiliki pandangan yang berbeda: kerja keras ketika anda dalam pekerjaan dan keluar secepat yang anda bisa. Tukang kebun yang bersemangat dengan seorang istri dan anak yang mash kecil, dia datang 20 menit lebih awal daripada staf yang lainnya tapi sebaliknya dia tidak memiliki ketertarikan dalam bekerja selain 37 jam mandat kontraknya, bahkan jika itu berarti uang lebih. “Waktu luang tidak bisa diganti,” katanya.
Hasrat untuk menjaga waktu kerja tetap pendek adalah sebuah obsesi di Jerman –dan misi konstan dari persatuan kekuasaannnya. Ketika Jerman mengenalkan belanja Kamis malam pada 1989, pekerja retail melakukan pemogokan. Dan Tuan Drauschke menyadari bahwa sulit bagi staf untuk melakukan 2 jam ekstra pada Kamis malam, meskipun shift malam dihargai dengan satu jam lebih sedikit dari pekerjaan seluruhnya. “Istri saya menentang dengan kedatangan saya yang pulang larut malam,” satu pekerja mengatakan padanya ketika ditanya apakah dia akan bekerja hingga jam 8.30 malam pada Kamis selanjutnya.
Tuan Draschke, seperti orang Jerman lainnya, juga menyadari kebiasaan orang Amerika yang mengambil pekerjaan sampingan yang tidak bisa dipahami. “Saya sudah pulang jam 7. Kapan saya harus bekerja?” dia bertanya. Ketika berlibur, itu ilegal –ya, ilegal- bagi orang Jerman untuk bekerja dengan pekerjaan lain selama liburan, waktu yang “jelas untuk memulihkan diri,” jelas Tuan Draschke. Dia menambahkan, “Jika kita memiliki kondisi seperti Amerika, anda akan berpikir keras jika anda ingin meneruskan pekerjaan ini.”
Di J.C. Penney, hari kerja dari manajer perdagangan Nyonya Clark dimulai jam 8 pagi ketika dia menaiki layanan lift ke ruangannya yang tanpa jendela di kantornya. Meskipun toko belum buka hingga jam 10 pagi, dia merasa dia membutuhkan waktu ekstra untuk memeriksa pajangan lantai dan jadwal. Kebanyakan staf penjualan datang sekitar jam 9 pagi untuk menata daftar dan stok ulang rak –sebuah kontras tajam dengan Karstadt, dimana staf penjualan datang tepat sebelum toko buka.

Pertanyaan Kasus

  • 1.      Bagaimana HRM di Amerika Serikat berbeda dengan HRM di Jerman?
  • 2.      Apa yang anda lihat sebagai dasar keuntungan dan kerugian dari setiap sistem?
  • 3.      Jika anda adalah eksekutif tinggi HRM untuk rangkaian departemen store internasional dengan toko di kedua negara Jerman dan Amerika Serikat, apa persoalan dasar yang akan anda butuhkan untuk dibahas mengenai kebijakan HR perusahaan?
  • 4.      Apakah persoalan tersebut lebih atau sedikit gawat dalam industri retailing versus industri lainnya?
  • 5.      Dibawah sistem mana yang anda sukai untuk bekerja?

    Case Questions

    Q1: How does HRM in the United States differ from HRM in Germany?

    Q2: What do you see as the basic advantages and disadvantages of each system?

    Q3: If you were the top HRM executive for an international department store chain with stores in both Germany and the United States, what basic issues would you need to address regarding corporate HR policies?

    Q4: Are the issues more or less acute in the retailing industry versus other industries?

    Q5: Under which system would you prefer to work?