MAKALAH - PEMANFAATAN SOCIAL MEDIA PROMOTION DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN PASAR

1.    Latar Belakang
Kemajuan di bidang teknologi sangat pesat. Banyak perusahaan yang sekarang mulai merambah promosi dengan memanfaatkan media sosial selain menggunakan promosi konvensional. Pemasaran produk dengan menggunakan media sosial akan menciptakan nilai merek. Sehingga kami menilai perusahaan tersebut sudah memiliki keunggulan bersaing melalui program promosi kreatif serta telah berhasil mengembangkan usahanya di tengah tingginya persaingan industri saat ini. Begitu banyak media sosial yang bisa dimanfaatkan sebagai ajang promosi, salah satunya yaitu situs jejaring social. Melihat semakin maraknya pemakaian jejaring social di Indonesia menjadikan para pengusaha melihat adanya harapan cerah untuk menjaring para konsumen melalui social media. Beberapa jejaring social yang sangat marak di Indonesia adalah facebook, twitter, dan instagram. Dengan memanfaatkan media social maka kegiatan promosi akan semakin cepat tersampaikan dan dalam real time. Konsumen juga dapat melakukan transaksi atau pemesanan via online sehingga pemasaran semakin mudah dan menjangkau kalangan luas.

2.    Rumusan Masalah
a)      Apakah promosi melalui media sosial berdasarkan promosi melalui facebook, twitter berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen ?
b)      Bagaimana dampak penggunaan creative promotion dan social media promotion pada penjualan produk Mitsubishi ?

4.    Pembahasan
Memberikan informasi yang berguna dan berinteraksi menjadi kepribadian semua elemen penting dari keberhasilan media sosial, tapi hal ini belum cukup. Perusahaan juga harus dapat diakses, yang berarti perlu untuk mengelilingi audiens, sehingga orang dapat memilih di mana pelanggan merasa nyaman terlibat dengan perusahaan. Tidak semua konsumen suka membaca blog, juga tidak semua konsumen suka membaca update twitter. Perusahaan perlu melakukan beberapa penelitian saat memulai perjalanan web sosial dan mencari tahu di mana pelanggan berada sehingga dapat bergabung dengan percakapan dan mulai mempublikasikan merek perusahaan (Gurnelius, 2011: 27) 
Zarrella (2010: 2) mengatakan bahwa teknologi web baru memudahkan semua orang untuk membuat dan menyebarluaskan konten mereka sendiri melalui posting di blog, tweet, atau video YouTube dapat diproduksi dan dilihat oleh jutaan orang secara gratis. Pemasang iklan dapat membuat konten sendiri yang menarik dan dilihat banyak orang.

Tabel Persentase Pemanfaatan Penggunaan Media Sosial sebagai Media Promosi

Jenis media sosial
Persentase penggunaan
Jejaring Sosial
22,5 %
Online game
9.8 %
e-mail
7,6 %
Video/ Film
4,5 %
Mesin pencari
4 %
Instant messaging
3,3 %
Software
3,2 %
Iklan baris
2,9 %
Acara/berita
2,6 %
Media lainnya
35,1 %

Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa jejaring sosial sebagai media sosial teratas yang digunakan perusahaan sebagai media promosi sehingga perusahaan berlomba-lomba menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk seperti facebook dan twitter. Menurut Direktur Jendral Aplikasi Informatika Kementrian Komunikasi Dan Informatika, Aswin Sasongko, pada tahun 2012 saja, jumlah pengguna situs jejaring sosial facebook di Indonesia adalah jumlah pengguna terbesar ketiga di dunia, dengan 43,06 juta pengguna dan pengguna twitter Indonesia berada pada urutan kelima terbesar didunia dengan 19,5 juta pengguna dari 55 juta orang yang menggunakan jasa internet (www.antaranews.com: 21 Juni 2012).
Melihat banyaknya masyarakat yang menggunakan jejaring sosial, perusahaan mulai memanfaatkan jejaring sosial sebagai media untuk mempromosikan produk mereka seperti menampilkan iklan, pemasaran langsung, promo, dan informasi produk. Pengguna jejaring sosial yang sebelumnya hanya ingin berkomunikasi dengan temannya di jejaring sosial menjadi tahu akan informasi salah satu produk yang ditampilkan pada akun jejaring sosial mereka. Salah satu perusahaan yang menggunakan media sosial seperti facebook, YouTube dan twitter sebagai alat promosi adalah perusahaan Mitsubishi.
Menurut Greg Adams, seorang Wakil Presiden Perencanaan Pemasaran dan Produk, perusahaan menganggarkan 50% anggaran promosi untuk kegiatan promosi melalui media social. Ini menunjukkan bahwa mereka percaya bahwa promosi melalui media social memiliki banyak keuntungan. Sesuai dengan tujuan umum dari promosi menggunakan media social, maka dampak dari diterapkannya creative and media social promotion dapat meningkatkan brand image Mitsubishi. Ini terbukti dengan terus meningkatnya penjualan produk Mitsubishi seperti yang digambarkan table di bawah ini :

Merek
Des*
Total 2012
Total 2011
Pertumbuhan (%)
Toyota
34.427
405.414
310.674
30
Daihatsu
12.559
162.742
139.544
17
Mitsubishi
10.140
148.918
134.416
11
Suzuki
8.650
126.577
94.569
34
Honda
6.117
69.320
45.416
53
Nissan
5.595
67.143
56.136
20
Isuzu
2.069*
33.155*
28.746
15*
Mazda
993
12.392
8.933
39
Lainnya*
9.079*
90.741*
75.730
20
Total
89.629*
1.116.402*
894.164
25
Sumber : ATPM anggota Gaikindo

Dengan melihat kondisi ekonomi Indonesia yang terus tumbuh dan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi serta infrastruktur, properti, dan anggaran belanja pemerintah yang terus naik, menurut Presiden Direktur KTB Noboru Tsuji, KTB (PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors ) optimis bisa menjual 155 ribu unit mobil pada tahun 2013. Kesuksesan itu mempertahankan Mitsubishi sebagai produsen mobil ketiga terbesar di Indonesia berdasarkan volume penjualan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) memperlihatkan sejak 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tiga tahun terakhir berada di posisi di atas enam persen. Pada 2013, angka pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 6,6 persen hingga 6,8 persen. Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan kemampuan daya beli yang memadai merupakan potensi pasar yang luar biasa bagi perekonomian internasional, termasuk Jepang. Bank Dunia mencatat 56,5 persen atau 136 juta penduduk Indonesia adalah kelas menengah yang memerlukan berbagai barang dan jasa.
Penerapan creative dan social media promotion terhadap produk Mitsubishi bisa dilihat dengan banyaknya promo dan iklan yang mereka lakukan lewat akun-akun resmi media social mereka. Dari akun-akun tersebut mereka memperkenalkan kepada public tentang berita terbaru mengenai produk Mitsubishi secara real time. Dan dengan media social tersebut mereka akan lebh dekat dengan para pelanggannya karena mudahnya interaksi dua arah.  Salah satu promo dari Mitsubishi adalah adanya  layanan Mitsubishi Service Quick Pit (MQP) di hampir 50 diler Mitsubishi yang tersebar di Indonesia. Layanan itu merupakan layanan service cepat Mitsubishi dengan waktu pengerjaan di bawah 60 menit.
Dengan semakin banyaknya orang yang memanfaatkan jejaring social, ini juga semakin muncul banyaknya grup-grup pelanggan yang berkumpul, bergabung dan saling bertukar info satu sama lain melalui internet. Dari fans club tersebut akan menguatkan loyalitas pelanggan terhadap merek. Bahkan mereka sering mengadakan kegiatan-kegiatan yang terkadang bersifat social sehingga merek Mitsubishi dan produk-produknya pun semakin terkenal di seluruh lapisan masyarakat.
Dampak terhadap perusahaan setelah terimplementasinya creative promotion dan social media promotion adalah biaya promosi yang semakin menurun, namun pendapatan perusahaan terus meningkat. Ini hamper sama dengan menerapkan prinsip ekonomi dengan baik dan benar “dengan menggunakan modal seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin.”
Berdasarkan laporan tahunan Mitsubishi, terungkap pembukuan penjualan bersih konsolidasi sebesar 1,815.1 miliar yen untuk tahun 2012 (terhitung mulai tangga 01 April 2012 – 31 Maret 2013), meningkat 7,8 miliar yen dari penjualan tahun sebelumnya.  MMC melaporkan bahwa pendapatan operasi 67.4 miliar yen, 6% atau 3,7 miliar yen meningkat selama tahun terakhir. Peningkatan ini disebabkan terutama karena volume penjualan yang lebih tinggi, peningkatan dalam model campuran dan pengurangan biaya-biaya lain yang menjadi faktor-faktor negatif, seperti biaya iklan. MMC melaporkan bahwa pendapatan biasa yang dihasilkan adalah 93.9 miliar yen, 54% atau meningk 33.0 miliar yen. MMC juga melaporkan bahwa pendapatan bersih yang dihasilkan adalah 38,0 miliar yen, 59% atau 14.1 miliar yen meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 MMC akan meningkatkan faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan, seperti iklan produk terbaru dan biaya penjualan lainnya. Selain itu, MMC juga akan terus melakukan pengembangan. Biaya peningkatan tersebut akan diatasi dengan meningkatkan penjualan bersih dan keuntungan melalui pencapaian peningkatan jumlah penjualan global, serta mengurangi biaya-biaya lainnya yang tidak memiliki pengaruh besar terhadap jumlah penjualan.

5.    Kesimpulan
Paradigma komunikasi baru (melalui media sosial) ini telah mempengaruhi semua aspek perilaku kosumen dimana konsumen beralih dari sumber tradisional seperti iklan, radio, televisi, dan surat kabar ke media internet dengan menggunakan media sosial seperti facebook , YouTube, dan twitter yang memungkinkan konsumen dapat berkomunikasi dengan pemasar dan berkomunikasi diantara mereka. Konsumen menganggap media sosial sebagai sumber informasi yang lebih dipercaya tentang promosi produk atau jasa perusahaan. Konsumen yang beralih ke berbagai jenis media sosial lebih sering mencari informasi dan membuat keputusan pembelian.
Hubungan antara promosi melalui media sosial dengan minat beli adalah bahwa promosi melalui media sosial berdasarkan promosi melalui facebook, promosi melalui YouTube, dan promosi melalui twitter diharapkan konsumen akan mengetahui produk yang ditawarkan. Selanjutnya konsumen akan memperhatikan, memahami, dan merespon sehingga menimbulkan minat untuk melakukan pembelian. Minat konsumen merupakan akibat penilaian konsumen yang melibatkan emosi atau perasaan tertentu dalam diri konsumen terhadap promosi yang ditawarkan.


6.    Daftar Pustaka
Kasali, Rhenald.2007. Manajemen Periklanan : Konsep Dan Aplikasinya. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti
Angipora, M.P. 1999. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Lamb, C.W., J.F Hair, dan C. McDaniel. 2001. Pemasaran (Terjemahan). Jakarta : Salemba Empat
Poerwadarminta, 2002., “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Depdiknas, edisi III, Cetakan Kedua, Jakarta: Balai Pustaka.
Gunelius, Susan. 2011. 30-Minute Social Media Marketing. United States: McGraw-Hill Companies
Puntoadi, Danis. (2011). Menciptakan Penjualan Melalui Social Media. Jakarta: PT. Alex Media
Fandy, Tjiptono. 2008. Pemasaran Jasa.Malang : Penerbit Bayu Media Publishing
Kotler,Philip. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jakarta : Penerbit PT Pernhallinda
Kotler,Keller. 2009. Manajemen Pemasaran.Edisi Ketigabelas. Jakarta : Erlangga.

Mau versi lengkap makalah ini?
Mau bikin makalah pemasaran?
Mau bikin tugas kuliah? 
Request aja 
Diana - o85868o39oo9 
Ditunggu Ordernya Yaah!! 
Thanks

REVIEW JOURNAL - MANAGING OPERATIONAL RISK: CREATING INCENTIVES FOR REPORTING AND DISCLOSING


REVIEW JURNAL
MENGELOLA RESIKKO OPERASIONAL: MEMBERIKAN INSENTIF UNTUK PELAPORAN DAN PENYINGKAPAN
Sebastian Hain

Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini, pembicaraan mengenai risiko operasional dan manajemen intinya semakin santer terdengar. Hal ini tidak sekedar konsekuensi dari prinsip Basel II yang baru, namun juga dapat dihubungkan dengan globalisasi dan deregulasi. Tingkat ketergantungan terhadap teknologi yang menanjak dapat membawa risiko semacam ini, seiring dengan meningkatnya pula kemunculan risiko pada perusahaan secara keseluruhan di sebagian besar sector pasar. Secara khusus, risiko operasional dipandang sebagai sumebr utama kerugian finansial dalam sector perbankan saat ini. Beberapa dekade terakhir telah menunjukkan peristiwa-peristiwa spektakuler berkenaan dengan kegagalan risiko operasional yang menyebabkan kerugian finansial. 

Artikel ini ditulis dengan susunan sebagai berikut. Bagian pembahasan menjelaskan struktur organisasional yang tepat untuk mengelola risiko operasional. Bab berikutnya memperkenalkan konflik insentif pertama yang berkaitan dengan pengungkapan eksternal mengenai risiko operasional. Bagian empat membahas tentang beberapa perusahaan asuransi dan hasil-hasil pengukuran mereka untuk mengatasi masalah-masalah ancaman moral dan seleksi yang tidak sesuai. Bagian selanjutnya focus pada skema insentif untuk mengelola dan melaporkan risiko operasional di setiap unit. Kemudian, motivasi individual untuk mengungkap risiko operasional dan kerugian, termasuk bahwa pegawai harus mengakui kesalahannya sendiri, dijelaskan pada bagian enam. 
Konsep untuk mengelola pasar dan risiko kredit sudah cukup maju dan bank-bank sudah memperoleh pengalaman dari itu. Dokumentasi dan datanya pun telah tersedia. Walau demikian, belum banyak penelitian tentang risiko operasional. Metodologi yang umum untuk mengelola pasar dan risiko kredit tidak dapat begitu saja dipindahkan, yang disebabkan oleh rendahnya ketersediaan data dan kekhususan risiko operasional. Patut dicatat bahwa risiko operational biasanya tidak diambil untuk memperoleh keuntungan tertentu. Untuk mengubah data yang terbatas, perusahaan harus menyesuaikan susunan organisasional mereka dan memperbaiki aliran informasinya. 

Sesuai hasil studi kuantitatif dari Basel’s Committee, factor SDM merupakan sebab utama kegagalan operasional. Oleh karena itu, manajemen risiko operasional yang kuat sangat bergantung pada dukungan dari para pegawai dan kesediaan mereka untuk memberikan informasi yang cukup dan benar. Berdasarkan fakta bahwa dukungan tersebut dapat memberikan konsekuensi negatif secara pribadi, insentif pun perlu disediakan. 

Tujuan
Artikel ini bertujuan memberikan tinjauan mengenai konflik-konflik insentif yang penting dalam mengelola dan melaporkan risiko operasional untuk memenuhi kejelasan risiko internal maupun eksternal. 

PEMBAHASAN
Struktur Organisasional dan Insentif
Bagian ini menyangkut diskusi tentang pendekatan manajemen risiko siloed dan terpusat, struktur ideal manajemen risiko, dan empat konflik insentif utama dalam mengelola risiko operasional. 
Sekarang ini, terdapat perhatian besar terhadap penguasaan korporat dan pro-kontra mengenai struktur risiko manajemen tertentu. Ada rintangan dalam penyampaian informasi dalam setiap susunan manajemen risiko organisasional, dalam bentuk komunikasi di luar pemegang kuasa maupun dari dalam perusahaan. 
Kontroversi tentang penetapan keputusan dalam manajemen risiko operasional berkaitan dengan alokasi tanggung jawab pada pendekatan siloed dan terpusat secara tradisional. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi identifikasi, pengukuran, melaporkan, mengontrol dan mengawasi risiko. 

Pendekatan tradisional terpusat memberikan tanggung jawab penuh dan pilihan-pilihan manajemen risiko pada bisnis individual, dengan departemen manajemen risiko korporat yang lemah. Tetapi, manajemen risiko terpusat memberikan tugas-tugas penting yang spesifik kepada fungsi manajemen risiko. Peran utamanya adalah untuk membentuk penjelasan umum bagi risiko operasional, memonitor kejadian risiko secara keseluruhan dan jika mungkin, mengendalikan alokasi sumber risiko. Di satu sisi, desentralisasi memberikan pengetahuan tentang risiko secara lebih efektif dengan mengaitkan informasi lokal dengan penetapan keputusan. Di sisi lain, dengan seting desentralisasi, para manajer risiko lokal tidak perlu membuat keputusan berdasarkan tingkat risiko perusahaan.  

Satu argumen penting sehubungan dengan manajemen risiko operasional terpusat adalah masalah keterbatasan data.  Pendekatan siloed tradisional dapat mendorong pegawai untuk menyembunyikan kejadian-kejadian risiko operasional. Khususnya dalam industri perbankan atau penerbangan, perkembangan akhir-akhir ini cenderung pada manajemen risiko operasional terpusat. Sehubungan dengan itu, kerangka organisasional yang digunakan dalam paper ini lebih pun cenderung pada pendekatan manajemen risiko terpusat, yang diambil dari aturan-aturan, literatur dan contoh dari kehidupan nyata. 


KESIMPULAN
Keseimbangan antara insentif dan persetujuan positif yang didampingi dengan pengawasan yang memadai sangat penting dalam pelaporan risiko operasional. Insentif dapat diberlakukan sebagai pengganti untuk mengurangi tindakan-tindakan dan pengendalian disipliner. Dalam proses keputusan pribadi, seharusnya keterusterangan dapat memberikan manfaat agar mekanisme insentif berhasil. Pandangan yang lebih luas tentang persoalan-persoalan risiko harus dipertimbangkan. Perilaku menyimpang yang menyebabkan kerugian perlu ditangani secara khusus untuk memotivasi pelaporan sukarela. Apalagi untuk kesalahan yang tidak disengaja, konsekuensi bagi pegawai yang telah mengaku harusnya sangat rendah, dan human error akan benar-benar dihilangkan sehingga perusahaan harus menanganinya dengan tepat. 
Bagaimanapun, mengubah kultur risiko memerlukan waktu, seperti halnya dukungan dan komitmen yang kuat dari manajemen senior. Mekanisme insentif yang dianalisis di sini dapat berjalan dengan baik jika metodologi pengukuran risiko operasionalnya cukup maju. Juga, risiko operasional tertentu dapat mempengaruhi berbagai unit dalam perusahaan dalam satu waktu, yang akan menjadi tantangan tersendiri untuk menyeimbangkannya. 

Intinya, transparansi risiko yang lebih jelas akan mengembangkan kultur perusahaan dan menyebabkan peningkatan manajemen risiko operasional. Peningkatan ini mendorong manajemen pasar dan risiko kredit. 

Sampai disini dulu yaa...
Untuk review lengkapnya dan jurnal aslinya
atau mau request review jurnal lain
Silakan hubungi saya
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa
Thanks

MAKALAH - PERENCANAAN, PENGAMBILAN KEPUTUSAN PADA ALIANSI STRATEGIS (STRATEGIC ALLIANCE) AQUA OLEH DANONE



PENDAHULUAN
Industri air mineral dalam kemasan (AMDK) berkembang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya banyak merek baru yang membuat persaingan di industri ini menjadi sangat ketat. Faktor utama berkembang pesatnya industri ini adalah peningkatan kebutuhan akan air minum yang higienis seiring peningkatan pertumbuhan penduduk dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1.9% per tahun.

Sebagai perusahaan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) yang pertama di Indonesia, AQUA terus berusaha mempertahankan perusahaannya, dan harus jeli dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan.

Perencanaan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu upaya untuk menentukan tujuan serta sasaran yang ingin diraih serta mengambil sejumlah langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut. Melalui perencanaan yang baik seorang manajer akan mampu mengetahui apa saja yang harus dilaksanakan dan bagaimana cara melakukannya.

Salah satu keputusan penting yang diambil oleh Aqua yang tadinya merupakan perusahaan keluarga menjadi anak perusahaan multinasional, Danone, yang terjadi melalui proses aliansi strategis (strategic alliance). Makalah ini berusaha untuk membahas proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Aqua untuk melakukan aliansi strategis dengan Group Danone yang merupakan perusahaan multinasional.

PERMASALAHAN
Permasalahan yang ingin dibahas dalam paper ini, adalah :
Bagaimana perencanaan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan aliansi strategis Aqua dengan pihak Danone ?

PEMBAHASAN
Satu langkah strategis yang berkaitan dengan strategic relations dilakukan AQUA ketika pendiri AQUA, Tirto Utama meningga dunia, dimana kondisi keuangan perusahaan pada saat itu sedang sekarat dan kemudian diputuskan untuk mencari mitra atau aliansi yang lebih kuat dalam bidang yang sama untuk membentuk strategic alliance atau aliansi strategis.

Ketika Tirto Utomo pendiri AQUA meninggal mendadak pada Maret 1994, manajemen dalam kondisi panik. Namun, ada satu hal yang diusulkan manajemen agar pihak keluarga tidak masuk secara pribadi tetapi disarankan untuk membuat holding keluarga untuk menggantikan Tirto Utomo sebagai pemegang saham keluarga sehingga dengan demikian dapat dihindarkan konflik pribadi antar pemegang saham. Diusulkan agar para pewaris Tirto Utomo membentuk sebuah perusahaan untuk menjadi wadah mereka sebagai pemegang saham di semua perusahaan kelompok AQUA yang pada waktu itu terdiri dari 16 perusahaan produsen air minum dalam kemasan dan 2 buah perusahaan yang menangani distribusi. Dibentuklah kemudian PT Tirta Investama atau lazim disebut TIV sebagai family holding.

Waktu berjalan terus dan dalam kurun waktu dua tahun setelah ditinggal Tirto Utomo pangsa pasar AQUA terus menurun. Kondisi itu berjalan pelan tetapi pasti karena pertumbuhan penjualan AQUA selalu lebih rendah dari pertumbuhan pasar. Sementara itu, para pesaing AQUA karena sama sekali tidak mengalami perlawanan yang serius akhirnya menggerogoti pasar AQUA. Pada tahun 1996, dikumpulkan data dari berbagai sumber, baik dari dalam maupun luar negeri. Data tersebut termasuk pertumbuhan pasar, besarnya pasar dan proyeksi kedepan. Meskipun tidak terlalu tepat, tetapi dari pengalamannya di AQUA selama lebih dari 20 tahun.

Kemudian disiapkan berbagai analisa dan juga sebuah presentasi besar mengenai kondisi AQUA sekaligus proposal mengenai masa depan AQUA. Semua manajemen AQUA dan pemegang saham diundang untuk melakukan rapat tersebut. Pesaing-pesaing kuat yang umumnya perusahaan multinasional segera hadir ke Indonesia bagaikan pasukan yang menyerang dengan melakukan terjun payung. Hal pokok yang didiskusikan tidak lain adalah pilihan hendak kemana AQUA di masa depan. Setidaknya sudah menyiapkan 3 pilihan :
  1. Pertama : berkembang dengan kekuatan sendiri dengan konsekuensi AQUA akan menghadapi pesaing lokal dan pendatang baru dengan kekuatan sendiri pula. Yang menjadi pertanyaan, sanggupkah AQUA dengan segala kekuatan dan kelemahan berupa masalah internal menghadapinya?
  2. Kedua : mencari mitra pasif atau sleeping partner. Kondisi itu dimungkinkan bila AQUA hanya memerlukan dana untuk menunjang ekspansinya ke depan.
  3. Ketiga : menjalin aliansi strategis dengan mitra yang cukup kuat di bidang yang sama.

Disarankan alternatif ketiga, karena AQUA memang memerlukan mitra strategis untuk meningkatkan keunggulan bersaing terutama menghadapi para pesaing asing yang hendak masuk.

Pada waktu itu sudah mendapat informasi bahwa Nestle dan Danone akan masuk ke Indonesia. Sedangkan, Coca Cola sudah meluncurkan produknya di bawah bendera merek Bonaqua. Meskipun merek yang disebut terakhir itu akhirnya mengalami kegagalan di pasar.

Alasan lain yang disampaikan dalam presentasinya adalah kemungkinan percepatan pertumbuhan yang lebih tinggi apabila AQUA menjalin kemitraan strategis dengan mitra yang kuat dan unggul. Dengan demikian meskipun pihak keluarga nanti tidak lagi memiliki 100 persen saham perusahaan tetapi nilainya masih lebih besar dibandingkan dengan memiliki 100 persen saham dengan pertumbuhan yang lambat.Perlu pula diingat bahwa sebagai perusahaan keluarga, banyak faktor politik dan konflik yang akan mewarnai jalannya perusahaan yang sedikit atau banyak akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini terutama karena Tirto Utomo belum sempat menentukan putra mahkota yang akan menggantikannya, sehingga sepeninggalnya banyak anggota keluarga langsung maupun tak langsung ikut mewarnai jalannya perusahaan.

Kandidat AQUA untuk mencari mitra strategis pada saat itu adalah Danone dan Nestle. Alasan memilih Danone sebenarnya hanya satu saja yakni Danone memiliki budaya perusahaan yang lebih mirip dengan AQUA. Karena pada waktu itu Danone masih merupakan perusahaan sekalipun mereka sudah menjadi perusahaan publik. Jadi budaya Danone sangat mirip dengan AQUA yang masih terdapat hubungan perorangan atau kekeluargaan yang kuat.

Sedangkan di Nestle, tim menjumpai bahwa perusahaan itu sudah menerapkan manajemen multinasional yang kental dan 100 persen lebih mengandalkan pada kalangan professional dan expertise masing-masing. Ketika AQUA memilih Danone hanya satu hal yakni budaya perusahaan yang cocok dengan budaya AQUA sehingga tidak menimbulkan cultural shocks.

Setelah memutuskan hal itu kemudian dipersiapkan proses untuk menjalin aliansi. Mulai dari bagaimana bentuk aliansi, jumlah saham yang hendak ditawarkan ternyata memerlukan waktu yang panjang karena akhirnya waktu bergulir hingga ke tahun 1997. Ternyata Agustus 1997 Indonesia mulai terkena dampak krisis moneter yang berawal dari Thailand. Akibatnya terjadi perubahan di sana-sini sehingga akhirnya keputusan baru bisa diambil September 1998. Ketika itu Danone akhirnya mengambil alih 40 persen saham AQUA yang dimiliki induk perusahaan yakni PT Tirta Investama.

DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40% menjadi 74%, sehingga DANONE kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua Group. Tampaknya akuisisi ini dapat dikatakan cukup berhasil dikarenakan penjualan Aqua yang semakin meningkat dari rata-rata 1 miliar liter per tahun menjadi 3.5 miliar liter per tahun.

PENUTUP

Kesimpulan
PT. Aqua Investama Mississipi merupakan perusahaan AMDK yang terkenal di Indonesia telah menetapkan suatu langkah strategis dalam strategic relationship untuk melakukan strategic alliances dengan Danone sebagai perusahaan multinasional / global yang sama – sama juga memiliki lini usaha AMDK. Aliansi strategic ini dibentuk dalam keadaan AQUA yang sedang carut marut karena kondisi keuangan yang sekarat. Dengan keputusan strategis tersebut, AQUA berhasil memperbaiki kinerja keuangannya dan juga performa perusahaannya secara keseluruhan karena mendapatkan sumber daya baru dari Danone.

Saran
AQUA sebagai perusahaan asli Indonesia walaupun telah diakuisisi oleh Group Danone, seyogyanya tidak meninggalkan identitasnya sebagai perusahaan lokal yang telah berhasil go global. Diharapkan dengan adanya aliansi strategis ini, AQUA dapat meningkatkan prestasi di segala bidang dan senantiasa memperhatikan tanggung jawab lingkungannya. .

REFERENSI
Chandra Gregius, 2004. Internasionalisasi dan Internetisasi, Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Majalah Trust, No.24 Tahun 2, Maret 2004

Panji Anaroga, Sri Suyati.Perilaku Keorganisasian.1995.Jakarta: Pustaka Jaya.

Ratminto dan Atik Septi Winarsih. Manajemen Pelayanan. 2006 Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Robbins, Stephen P..Teori Organisasi. 1994. Prentice Hall. Upper Saddle River

Sidharta, Willy. 2006. Ketika Aliansi Strategis Aqua dan Danone Terwujud.

Sidharta, Willy. 2006. Pilihan Aliansi Strategis

www.aqua.com

www.bisnis.com

Makalah ini cuma sampel aja yaa??
Jadi emang kurang lengkap
Kalo pengin versi lengkap atau
mau bikin makalah laen..
Tinggal request aja...
Dijamin beres & ga repot
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu ordernya yaa??




MAKALAH - KASUS MONEY LAUNDRY DI INDONESIA


 1.        Latar Belakang Masalah
Aktivitas pencucian uang atau yang dikenal dengan Money Laundry  merupakan suatu tindak pidana atau aktivitas kriminal dan  biasanya dilakukan karena dipicu oleh beberapa hal seperti uang tersebut merupakan hasil  usaha pencurian atau korupsi, hasil dari aktivitas kejahatan seperti sindikat kriminal, penyuapan, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, untuk mengaburkan asal-usul dari uang tersebut, maka pemilik uang tersebut pun akan “mencuci” uang tersebut atau dilakukan transaksi terhadap pihak lain atau melalui cara yang lainnya, sehingga uang yang diterima kembali oleh sang pemilik terlihat seolah-olah berasal dari hasil usaha yang sah.
Istilah Money Laundry pertama kali dikenal pada tahun 1920 di Amerika Serikat yang dilakukan oleh  Al Capone, seorang bos mafia besar di pesisir pantai Timur Amerika Serikat yang membuka bisnis laundry (binatu) yang menggunakan uang tunai dalam transaksinya yang kebanyakan uangnya diperoleh dari perjudian, penggelapan uang, pelacuran, dan penyelundupan  minuman keras sehingga uang yang diperoleh terlihat seperti uang yang halal. Skandal ini pada akhirnya terungkap juga dan  kemudian usaha untuk melegalkan uang yang illegal itu  dikenal sebagai money laundering.

2.    Perkembangan  Praktik
Money laundring dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti melalui bank dan pasar modal. Metode yang paling sulit dideteksi adalah metode pasar modal karena pasar modal melindungi identitas para nasabah mereka dengan perangkat hukum yang mereka sediakan. Transaksi money laundring tidak hanya dilakukan sebatas one window yang dilakukan hanya dengan bertransaksi, tetapi sekarang telah berkembang menjadi multi window, multi scheme, multi tiers, multi layer dan multi national. Pada umumnya transaksi money laundry dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: placement, layering dan integration.
  1. Placement (penempatan) adalah usaha untuk menempatkan dana yang diperoleh dari kegiatan kejahatan dengan uang yang berasal dari hasil usaha yang sah,
  2. Layering (pelapisan) adalah usaha memindahkan hasil transaksi dari sumbernya dengan cara menghilangkan jejak transaksi.
  3. Integration (integrasi) adalah usaha untuk memasukkan kembali dana ke dalam bisnis yang legal yang kemudian uang hasil money laundry tersebut terlihat sebagai asset yang sah  dari perusahaan tersebut.

Metode yang digunakan dalam kegiatan money laundry yang menggunakan manipulasi dan mengubah uang yang ilegal menjadi legal, yaitu:
  1. Skema untuk membeli dan menjual aset, barang dan layanan. Metode ini dilakukan dengan  metode jual-beli baik barang maupun jasa.  
  2. Skema Konversi Offshore. Dalam metode ini, uang yang ilegal dikirimkan ke suatu wilayah yang merupakan pusat money laundry tax haven atau wilayah yang yang memiliki hukum tentang pajak yang lebih longgar daripada wilayah yang lain.
  3. Skema Legitimasi Konversi Bisnis. Metode ini menggunakan cara membangun kegiatan usaha untuk mengalihkan dana yang ilegal menjadi legal sehingga hasilnya pun dapat dinikmati.

3.Modus Operandi
Ada beberapa modus tindakan pencucian uang yang terjadi yang dibedakan berdasrkan tipologinya, yaitu:
a)    Tipologi Dasar
1.    Modus orang ketiga
Dalam modus ini, biasanya menggunakan orang ketiga untuk melakukan kegiatan yang diinginkan oleh sang pelaku.
2.    Modus topeng usaha sederhana
Modus ini merupakan kelanjutan dari modus orang ketiga yang kemudian diberi perintah untuk mendirikan tempat usaha dengan menggunakan uang hasil kejahatan tersebut.
3.    Modus perbankan sederhana
Dalam penggunaan modus ini terdapat perpindahan dari transaksi tunai ke dalam cek, deposito, tabungan dan yang lainnya yang dapat digunakan transaksi dengan cepat.
4.    Modus kombinasi perbankan ataupun usaha
Orang ketiga yang telah memperoleh uang hasil kejahatannya kemudian menyimpannya dalam rekening bank dan menukarkannya dalam bentuk cek yang kemudian digunakan untuk membangun usahanya.

b)    Tipologi Ekonomi
1.    Model smurfing
Dalam menggunakan metode ini biasanya pelaku memanfaatkan rekan-rekannya untuk membagi uang dalam jumlah yang besar kedalam rekening rekan-rekannya yang kemudian menukarkan uang tersebut dalam bentuk cek .
2.    Model perusahaan rangka
Perusahaan rangka adalah suatu perusahaan yang tidak melakukan kegiatan usaha apapun, melainkan hanya menjadi tempat sementara untuk menyimpan dana sebelum dipergunakan kembali oleh sang pemilik dana.
3.    Modus pinjaman kembali
Modus ini merupakan kombinasi dari modus perbankan dan modus usaha.
4.    Modus yang memiliki usaha seperti MLM
Modus ini pelaku memutarkan uang hasil kejahatannya dengan membagikan uang kepada para anggota dan menriknya kembali dengan sedikit pengurangan untuk fee para anggota MLM
5.    Modus under invoicing
Dalam modus ini,  uang yang ilegal dimasukkan kedalam pembelian suatu barang yang memiliki nilai jual yang besar daripada yang tertulis dalam fakturnya.
6.    Modus over invoicing
Modus ini memasukkan uang ilegal dalam pembelian barang yang nilai jualnya lebih kecil daripada yang tercantum dalam faktur.
7.    Modus over invoicing II
Dalam modus ini, sang pelaku merupakan tokoh utama di balik transaksi jual beli yang sebenarnya barang yang terdapat dalam faktur yang menjadi bukti tersebut tidak ada.
8.    Modus pembelian kembali
Modus ini menggunakan uang ilegal yang telah dicuci untuk membeli sesuatu yang telah dimiliki olehnya sebelumnya.
c)    Tipologi IT
1.    Modus E-Bisnis
Modus ini serupa dengan MLM, tetapi menggunakan internet.
2.    Modus Scanner
Tindak pidana si pelaku dalam modus ini adalah penipuan dan pemalsuan dokumen- dokumen yang berhubungan dengan transaksi keuangan.
d)    Tipologi Hitek
Tipologi ini merupakan suatu bentuk kejahatan yang sangat terorganisir yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak saling mengenal  dalam jumlah yang tidak besar namun sangat merugikan dan biasanya hal ini dilakukan dengan masuk dalam sistem database suatu bank.

4.Upaya Penanggulangan
Kegiatan money laundry memiliki dampak yang sangat merugikan terhadap perekonomian baik perekonomian dalam negeri maupun perekonomian global. Oleh karena itu, baik pemerintah Indonesia sendiri maupun dunia internasional mengganggap hal ini  merupakan hal yang sangat serius sehingga pemecahan masalah inipun dilakukan dengan berbagai cara. Sebuah lembaga Internasional yang berhubungan dengan money laundry pun dibangun yang dinamakan FATF (Financial Action Task Force on Money Laundring) yang beranggotakan 29 negara. Beberapa konvensi atau kesepakatan internasional dan perundang-undangan pun dibuat  baik yang bersifat nasional maupun internasional seperti konvensi PBB tahun 1998 mengenai pemberantasan pencucian uang dengan 40 rekomendasi anti pencucian uang yang diberikan oleh FATF pada tahun 1990.

5.Kesimpulan
Tindakan Money Laundering merupakan tindakan yang termasuk ke dalam tindak pidana karena dianggap sangat merugikan dan dapat menimbulkan ketidakstabilan ekonomi global. Disamping itu, money laundering dapat menumbuhkan kriminalitas dan menimbulkan ketidaknyamanan dalam masyarakat. Oleh karena itu, banyak pihak yang berusaha untuk memberantas tindak pidana money laundering diantaranya adalah FATF dan The Basel Committee on Banking Supervision. Indonesia yang merupakan salah satu negara yang masuk dalam daftar “black list” oleh FATF belum dapat menerapkan sepenuhnya prinsip KYC (Know Your Customer) seperti yang disarankan oleh FATF karena masih terbentur dengan peraturan dalam Undang-Undang itu sendiri.
 
REFERENSI

Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis, Penerbit Kanisius Yogyakarta.





Makalah ini cuma sampel lho!!
Jadi emang ga lengkap...
Untuk versi lengkap - atau
Mau bikin makalah judul lain..
Silakan Request aja ke:
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa??
Thanks

MAKALAH - ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan tentang arsitektur perbankan nasional baik itu dari para pakar, praktisi perbankan, anggota DPR sampai dengan pejabat bank sentral. Pembicaraan seperti ini sangat wajar mengingat masyarakat sudah lama menanti - nantikan seperti apa wujud dan bentuk arsitektur perbankan nasional itu sendiri. Arsitektur perbankan sebenarnya merupakan istilah baru saja, sebelumnya masyarakat sudah mengenalnya dengan beberapa istilah lain seperti blueprint perbankan, landscape perbankan, stratitifikasi perbankan ataupun pemetaan perbankan nasional. Namun demikian istilah arsitektur perbankan lebih memberikan nuansa yang bersifat lebih komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang didinginkan untuk ke depan.

A. Arsitektur Perbankan Indonesia

1) Filosofi Dasar Arsitektur Perbankan Nasional
Arsitektur perbankan nasional bukan hanya merupakan suatu policy recommendation bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang melainkan juga menjadi policy direction mengenai arah yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun waktu yang cukup panjang. Dengan demikian arsitektur perbankan itu merupakan suatu blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan, bagaimana arah serta bentuknya dan menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan seperti misalnya kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya. Walaupun bersifat policy direction, arsitektur perbankan tersebut juga harus memuat tahapan-tahapan dan langkah-langkah kegiatan (action plans) yang bersifat konkrit mengenai implementasinya.

Disamping itu, arsitektur perbankan nasional dapat berfungsi sebagai alat untuk perubahan-perubahan industri perbankan ke depan (as a tool of banking engineering), yang berarti, arsitektur perbankan akan menjadi benchmark, platform maupun sasaran yang akan dituju oleh perbankan nasional. Dengan menjadikan arsitektur perbankan nasional as a tool of banking engineering, diharapkan industri perbankan nasional bersama-sama dengan stakeholders lainnya akan mengetahui bagaimana bentuk dan wujud perbankan kita dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan baik itu dari sisi regulasinya, pengawasan, struktur kelembagan dan sebagainya.

2) Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia
Dengan tujuan untuk memperkuat fundamental industri perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mulai tahun 2004 berusaha menerapkan Arsitektur Perbankan di Indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar pengembangan sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan.

Visi API adalah sebagai berikut :
- Menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien.
- Menciptakan kestabilan sistem keuangan,
- Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

3) Program Kegiatan API
Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan – tantangan yang dihadapi perbankan, maka ke-enam pilar API sebagaimana diuraikan di depan akan dilaksanakan melalui beberapa program kegiatan sebagai berikut:
· Program Penguatan Struktur Perbankan Nasional
· Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan
· Program peningkatan fungsi pengawasan
· Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan
· Program pengembangan infrastruktur perbankan
· Program peningkatan perlindungan nasabah
Keenam sasaran yang ingin dicapai API tersebut dituangkan kedalam enam Pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi API. Enam Pilar API tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :





Kerangka dasar dalam bentuk enam pilar tersebut nantinya akan dituangkan lebih lanjut dalam bentuk rekomendasi kebijakan mengenai arah yang akan ditempuh untuk masing-masing pilar diatas. Selanjutnya rekomendasi tersebut akan dijabarkan secara lebih konkrit dalam bentuk action plans yang pencapaiannya dilakukan dalam waktu 10 tahun ke depan.

4) Perlunya Arsitektur Perbankan Nasional
Kebutuhan perbankan nasional untuk memiliki suatu blue print mengenai arsitektur perbankan yang bersifat komprehensif sudah waktunya untuk dibuat. Industri perbankan merupakan suatu industri yang bersifat capital intensive dan memiliki risiko usaha yang sangat tinggi, sehingga biaya dari exit policy akan menjadi sangat mahal. Jatuhnya industri perbankan tidak hanya berakibat buruk terhadap sistem perbankan itu sendiri, melainkan juga berpengaruh terhadap kestabilan sektor keuangan secara keseluruhan yang pada akhirnya akan berdampak langsung terhadap kelangsungan sektor riil. Runtuhnya industri perbankan nasional setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 membuktikan bahwa industri perbankan saat itu tidak mampu mengatasi external shocks yang datang secara bergelombang, tanpa bisa diprediksi dan terjadi dalam waktu yang begitu cepat. Ketidak mampuan sistem perbankan nasional menghadapi external shocks tersebut yang berakibat pada runtuhnya sistem perbankan pada saat itu membuktikan bahwa sistem perbankan kita masih belum siap secara keseluruhan dalam mengahadapi krisis besar yang yang terjadi secara tiba-tiba. Untuk itu kestabilan sistem perbankan maupun keuangan harus dipertahankan secara berkesinambungan dan dapat dicegah sedini mungkin. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, banking architecture yang bagus dan komprehensif diharapkan mampu menjadi salah satu supporting infrastructure kestabilan sistem keuangan secara kseluruhan. Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari perbankan. Kecenderungan nasabah untuk melihat sebuah bank sebagai “financial supermarket” telah memaksa bank-bank untuk memasarkan produk-produk yang lebih bervariasi. Nasabah menginginkan bank untuk dapat memenuhi segala kebutuhan keuangan nasabah tersebut sejak dari mereka lahir sampai mati.

Sebagai konsekueinsinya, bank dituntut untuk menyediakan semua jasa keuangan dalam satu atap, sehingga nasabah tidak hanya ingin mendapatkan produk-produk bank saja melainkan juga produk-produk yang disediakan oleh lembaga keuangan lain seperti asuransi dan perusahaan sekuritas. Kondisi tersebut telah memaksa bank-bank untuk menawarkan produk – produk lebih beragam, tidak hanya produk traditional seperti deposito, tabungan, kredit dan sebagainya, melainkan juga menawarkan produk-produk baru yang selama ini belum banyak dilakukan sektor perbankan seperti bankassurance (produk asuransi), derivatif (asset backed securities, credit linked notes) dan investasi (seperti reksadana, dan equity linked deposit). Sementara itu, kemajuan teknologi informasi yang berjalan sangat pesat menyebabkan distribution channels untuk memasarkan produk dan jasa bank menjadi semakin cepat dan mudah serta bersifat borderless. Bank-bank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya dengan memanfaatkan electronic based channels seperti misalnya pemakainan ATM, internet banking, phone banking dan electronic fund transfer at point of sales (EFTPOS). Dengan keterlibatan teknologi in formasi dalam distribusi pelayanan jasa bank tersebut menyebabkan risiko yang dihadapi oleh industri perbankan juga semakin meningkat baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Meningkatnya exposures risiko tersebut harus mampu diantisipasi dalam prudential activities perbankan itu sendiri, sehingga mau tidak mau penerapan pengawasan dan pengaturan ke depan haruslah berbasis risiko.

5) Tantangan Ke Depan
Tantangan dalam dunia perbankan adalah tantangan untuk mengelola resiko dengan sebaik – baiknya. Bagi sistem perbankan Indonesia, pengelolaan resiko dengan baik masih merupakan sesuatu yang baru. Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan – tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun belakangan ini. Tantangan – tantangan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah
b. Struktur perbankan yang belum optimal
c. Pemenuhan kebutuhan layanan yang masih kurang
d. Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan
e. Kapabilitas perbankan yang masih lemah
f. Profitabilitas dan efisiensi bank yang tidak mampu bertahan
g. Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan
h. Perkembangan teknologi informal

REFERENSI
 
Triandaru Sigit dan Santoso Totok Budi, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta.

http://els.bappenas.go.id/upload/other/Arsitektur%20Perbankan%20Indonesia.htm

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DA25F6B1-18DD-4A0E-8A41-8FDD9DE6D5D0/7876/apikompas0506.pdf

http://www.perbanasinstitute.ac.id/jurnal/artikel/Vol%206%20No.2%20Desember%202004.pdf


Makalah ini cuman sampel aja...
Buat temen2 yang mau versi lengkap
ato mau pesen makalah judul lain
Silakan Request Aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya
Thanks