Tampilkan postingan dengan label Copenhagen Protocol. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Copenhagen Protocol. Tampilkan semua postingan

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)

 

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)


A.    Pendahuluan

Pada tahun 1970-an, isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional. Hal tersebut ditunjukkan melalui terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992, isu lingkungan hidup kembali diangkat dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Rio De Janeiro, Brazil. Sebelumnya, pada tahun 1990, telah diadakan konferensi PBB terkait  perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada. Kepedulian terhadap lingkungan hidup telah menjadi isu global karena permasalahan lingkungan hidup mempunyai efek global, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan  CFCyang memiliki dampak pada pada pemanasan global. Selain itu, isu lingkungan hidup juga berkaitan dengan eksploitasi sumber daya global seperti lautan dan atmosfer. Permasalahan lingkungan hidup bersifat transnasional, maka dari itu kerusakan lingkungan di suatu negara memiliki dampak pada wilayah di sekitarnya. Selain itu, kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan berskala lokal atau nasionaldilakukan di banyak negara di seluruh dunia sehingga dianggap sebagai masalah global. Proses yang menyebabkan eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan memiliki keterkaitan dengan proses politik dan sosialekonomi yang luas (Hartati, 2012).

Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian lingkungan global, dimana aktor non negara memiliki peran penting dalam menghadapiisu lingkungan internasional, yang terfokus pada perkembangan dan implementasi rezim lingkungan hidup internasional. Dan cakupan lingkungan hidup ini adalah seluruh kondisi eksternal yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan dan peranan organisme.Kerjasama internasional yang bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan internasional difokuskan untuk mencari kesepakatan norma internasional yang sah dan cara pengimplementasiannya. Norma standar tersebut  dibutuhkan sebagai prinsip dasar penyusunan kebiakan dan proses penanganan yang tepat dalam membentuk rezim internasional dalam permasalahan lingkungan hidup. Proses implementasi rezim lingkungan hidup internasional adalah proses dimana anggota rezim mengumpulkan, menukar serta membahas informasi terkait permasalahan yang diangkat dalam rezim tersebut. Prosesimplementasi rezim mencakup  pertukaran data dan informasi, analisis data, serta penilaian terhadap proses implementasi yang telah dilakukan oleh negara anggota(Hartati, 2012). Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk megnetahui  tentang bagaimana rezim mampu mempertahankan perilaku negara dari tindakan yang dapat mencemari lingkungan dunia, pembahasan tersebut akan menggunakan studi kasus pada Copenhagen Protocol.

B.     Pembahasan

Rezim lingkungan internasional berbeda dari rezim internasional lainnya yang umumnya didasarkan pada kepentingan dan kekuatan. Rezim lingkungan bukanlah rezim yang didasarkan pada kepentingan rezim karena bersifat nirlaba dan didasarkan pada kesadaran. Rezim lingkungan sangat bergantung pada masalah dalam bidang tertentu sehingga menuntut kesadaran bersama dalam mencapai tujuan efektivitas rezim, karena lingkungan bukan untuk berbagi keuntungan tertentu tetapi untuk kepentingan bersama. Rezim lingkungan internasional tidak didasarkan pada kekuatan karena efektivitasnya tidak tergantung pada aktor hegemon tetapi keputusan kolektif atau keputusan bersama. Rezim bertujuan untukmemberikan perlindungan terhadap tatanan lingkungan karena perlindungan lingkungan adalah bentuk tindakan keamanan kolektif(Winarno, 2017).

Tuntutan efektivitas implementasi rezim lingkungan internasional berlandaskan pada tiga hal. Pertama, manajemen lingkungan domestik tidak lagi efektif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, sehingga membutuhkan adanya kerja sama yang efektif antarnegara. Kedua, semakin meningkatnya skala permasalahan lingkungan baik dalam cakupan  regional dan lokal, seperti degradasi perkotaan, deforestasi, penggurunan, sanitasi, penggundulan, atau kelangkaan air. Ketiga, hubungan kompleks antara ekonomi dunia dengan masalah lingkungan yang semakin mengglobal. Dengan demikian, rezim lingkungan merupakan bentuk kerja sama di antara para pelaku yang menempatkan masalah lingkungan sebagai bidang isu spesifik. Rezim lingkungan internasional dibentuk atas dasar desakan isu-isu yang terus meningkat sehingga peran penting rezim yang menurut adalah untuk mengelola konflik dan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Rezim ini mencakup peraturan hukum, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun implisit dalam ruang lingkup harapan bagi semua aktor dalam bidang hubungan internasional tertentu (Winarno, 2017).