Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lingkungan. Tampilkan semua postingan

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues

 

The Role of NGOs in Combating Environmental Issues


Introduction

Environmental issues have become one of the main components in international relations. Along with its development, environmental issues continue to be an issue that is always actual and a topic of great concern given the number of environments whose conditions are worsening due to rapid industrialization around the world such as decreasing natural resources, increasing pollution, poverty, and increasingly extreme climate change. Even though cleanliness and environmental health are very important for the survival of the community because it is a place where people carry out their lives. When the environment is dirty, unhealthy, or polluted, the people who live there will be infected with diseases that can cause death. In addition, the current unbalanced environmental composition where the expansion of the industrial estate is not matched by the expansion and maintenance of green areas causes extreme climate change which is very threatening to people's lives. The environmental issues are also considered as complex issue because the environment involves various interrelated elements where changes in one element will affect other elements (Hauger, Daniels, & Saalman, 2014).

Considering the importance of environmental hygiene and health, the complexity of environmental issues themselves, and in order to anticipate the increasingly widespread counterproductive impact on the environment, all parties in all countries in the world, ranging from governments, activists, community organizations or institutions, as well as the community itself, wish to preserving the environment from deterioration in function which always threatens the life of the present and the future. However, this is not an easy thing to do. Moreover, there are still many people who do not have the awareness and willingness to protect their surrounding environment. Therefore, collaboration between parties is needed to overcome this. One of them is by collaborating with non-government organizations or community organizations. This is because the two organizations are organizations that represent the community and are closest to the community. Moreover, the ability of NGOs to provide an independent perspective is very important to build trust and help effect changes in behavior or culture in the community. Participation and involvement of NGOs in government is also growing, where NGOs can influence the formation and formulation of policies. Therefore, participation and involvement of NGOs in combating environmental issues is urgently needed, not only helping to overcome gaps by conducting research to facilitate policy development, but also building institutional capacity and facilitating independent dialogue with civil society to motivate and help communities lead more sustainable lifestyles and does not damage the environment(Badruddin, 2015).

Analysis

In dealing with environmental issues, the government is not a major player in any negotiation process. They are also not the only influential groups, but non-governmental organizations also play an active role in determining the government's opinion through various lobbies and policy recommendations that they compile from credible studies. This is because the government cannot reach all the people directly. Likewise, not all environmental conservation and protection activities can be carried out by the government. Moreover, policies, actions and regulations made by the government also sometimes still have many gaps or shortcomings. Therefore, they need partners to help formulate and implement policies and participate in the development of the country so that their implementation is effective and in accordance with the needs and desires of the community(Mubarak & Alam, 2012).

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)

 

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)


A.    Pendahuluan

Pada tahun 1970-an, isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional. Hal tersebut ditunjukkan melalui terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992, isu lingkungan hidup kembali diangkat dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Rio De Janeiro, Brazil. Sebelumnya, pada tahun 1990, telah diadakan konferensi PBB terkait  perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada. Kepedulian terhadap lingkungan hidup telah menjadi isu global karena permasalahan lingkungan hidup mempunyai efek global, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan  CFCyang memiliki dampak pada pada pemanasan global. Selain itu, isu lingkungan hidup juga berkaitan dengan eksploitasi sumber daya global seperti lautan dan atmosfer. Permasalahan lingkungan hidup bersifat transnasional, maka dari itu kerusakan lingkungan di suatu negara memiliki dampak pada wilayah di sekitarnya. Selain itu, kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan berskala lokal atau nasionaldilakukan di banyak negara di seluruh dunia sehingga dianggap sebagai masalah global. Proses yang menyebabkan eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan memiliki keterkaitan dengan proses politik dan sosialekonomi yang luas (Hartati, 2012).

Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian lingkungan global, dimana aktor non negara memiliki peran penting dalam menghadapiisu lingkungan internasional, yang terfokus pada perkembangan dan implementasi rezim lingkungan hidup internasional. Dan cakupan lingkungan hidup ini adalah seluruh kondisi eksternal yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan dan peranan organisme.Kerjasama internasional yang bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan internasional difokuskan untuk mencari kesepakatan norma internasional yang sah dan cara pengimplementasiannya. Norma standar tersebut  dibutuhkan sebagai prinsip dasar penyusunan kebiakan dan proses penanganan yang tepat dalam membentuk rezim internasional dalam permasalahan lingkungan hidup. Proses implementasi rezim lingkungan hidup internasional adalah proses dimana anggota rezim mengumpulkan, menukar serta membahas informasi terkait permasalahan yang diangkat dalam rezim tersebut. Prosesimplementasi rezim mencakup  pertukaran data dan informasi, analisis data, serta penilaian terhadap proses implementasi yang telah dilakukan oleh negara anggota(Hartati, 2012). Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk megnetahui  tentang bagaimana rezim mampu mempertahankan perilaku negara dari tindakan yang dapat mencemari lingkungan dunia, pembahasan tersebut akan menggunakan studi kasus pada Copenhagen Protocol.

B.     Pembahasan

Rezim lingkungan internasional berbeda dari rezim internasional lainnya yang umumnya didasarkan pada kepentingan dan kekuatan. Rezim lingkungan bukanlah rezim yang didasarkan pada kepentingan rezim karena bersifat nirlaba dan didasarkan pada kesadaran. Rezim lingkungan sangat bergantung pada masalah dalam bidang tertentu sehingga menuntut kesadaran bersama dalam mencapai tujuan efektivitas rezim, karena lingkungan bukan untuk berbagi keuntungan tertentu tetapi untuk kepentingan bersama. Rezim lingkungan internasional tidak didasarkan pada kekuatan karena efektivitasnya tidak tergantung pada aktor hegemon tetapi keputusan kolektif atau keputusan bersama. Rezim bertujuan untukmemberikan perlindungan terhadap tatanan lingkungan karena perlindungan lingkungan adalah bentuk tindakan keamanan kolektif(Winarno, 2017).

Tuntutan efektivitas implementasi rezim lingkungan internasional berlandaskan pada tiga hal. Pertama, manajemen lingkungan domestik tidak lagi efektif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, sehingga membutuhkan adanya kerja sama yang efektif antarnegara. Kedua, semakin meningkatnya skala permasalahan lingkungan baik dalam cakupan  regional dan lokal, seperti degradasi perkotaan, deforestasi, penggurunan, sanitasi, penggundulan, atau kelangkaan air. Ketiga, hubungan kompleks antara ekonomi dunia dengan masalah lingkungan yang semakin mengglobal. Dengan demikian, rezim lingkungan merupakan bentuk kerja sama di antara para pelaku yang menempatkan masalah lingkungan sebagai bidang isu spesifik. Rezim lingkungan internasional dibentuk atas dasar desakan isu-isu yang terus meningkat sehingga peran penting rezim yang menurut adalah untuk mengelola konflik dan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Rezim ini mencakup peraturan hukum, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun implisit dalam ruang lingkup harapan bagi semua aktor dalam bidang hubungan internasional tertentu (Winarno, 2017).

Skandal Emisi Volkswagen


Skandal Emisi Volkswagen
A.    Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, konservasi dan lingkungan berkelanjutan menjadi perhatian penting bagi negara-negara di dunia. Fenomena alam seperti globalisasi dan juga pencemaran lingkungan seperti polusi gas emisi telah dipertimbangkan oleh sejumlah besar lembaga perlindungan lingkungan. Fakta bahwa alat transportasi berbahan bakar fosil menjadi salah satu faktor utama pemanasan global membuat standar emisi kendaraan bermotor tak terelakkan. Standar emisi baru menimbulkan kesulitan besar bagi para pembuat mobil yang memproduksi mobil diesel hemat bahan bakar untuk pasar mobil Amerika Serikat. Salah satu pemain pasar dalam industri mobil adalah Volkswagen. Akan tetapi pada 18 September 2015, EPA Amerika Serikat mengeluarkan pemberitahuan bahwa perusahaan mobil Jerman Volkswagen (VW) Group telah melakukan pelanggaran pada Undang-Undang Udara Bersih (Clean Air Act) dan memerintahkan penarikan hampir setengah juta kendaraan (Mansouri, 2016; Bhaskaran & Bandyopadhyay, 2018).
EPA meminta Volkswagen untuk memberikan rencana penarikan kendaraan pada 26 April 2016. Hal ini mengejutkan bagi para pemegang saham dan investor Volkswagen di seluruh dunia yang berdampak pada anjloknya harga saham di semua bursa saham terkemuka. Hal ini meninggalkan tanda tanya besar pada praktik tata kelola perusahaan dan ekuitas merek Volkswagen dan dinilai akan memiliki dampak serius pada penjualan mobil Volkswagen di tahun-tahun mendatang dan kelangsungan keuangan perusahaan secara keseluruhan (Bhaskaran & Bandyopadhyay, 2018). Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka tulisan ini akan membahas tentang kasus uji emisi Volkswagen, dampak dari kasus uji emisi Volkswagen tersebut, serta strategi yang dilakukan oleh Volkswagen dalam menghadapi krisis yang disebabkan oleh kasus uji emisi tersebut.
B.     Pembahasan
1.      Kasus uji emisi Volkswagen
Pada 18 September 2015, EPA Amerika telah mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebutkan bahwa Volkswagen telah memasang piranti lunak tertentu yang dapat menipu standar emisi bahan bakar pada mesin diesel 4-silinder. Tuduhan EPA tertuju pada Volkswagen AG, Audi AG, dan Volkswagen Group of Amerika. Perangkat lunak yang disebut “defeat device” oleh EPA ini disematkan pada model diesel Volkswagen dan Audi produksi tahun  2009-2015. Seperti yang telah diungkapkan dalam Notice of Violation dari EPA, perangkat lunak itu punya algoritma tertentu yang dapat mendeteksi mobil saat menjalani proses uji emisi bahan bakar. Dalam proses tersebut, gas buang dikontrol agar dapat keluar sesuai dengan standar dalam regulasi (Saragih, 2015).

Gambar 1. Cara kerja perangkat lunak “defeat device” Volkswagen menipu uji emisi
Sumber: Gates, Ewing, Russell, & Watkins (2017)
Masalahnya kemudian diketahui ketika University of West Virginia secara tidak sengaja menemukan bahwa mobil yang diuji memancarkan gas NOx hingga 40 kali lipat dari batas yang diizinkan. Waktu dan biaya yang terlibat dalam penarikan dan perbaikan kendaraan akan sangat besar dan mungkin berakibat fatal bagi keberadaan perusahaan. Setiap negara, tempat pengaduan diajukan ke badan pengatur, akan memberikan masing-masing pengaduan dengan caranya sendiri dengan denda dan hukuman; dampak keseluruhan dari ini pada perusahaan akan sangat tinggi (Bhaskaran & Bandyopadhyay, 2018).
2.      Dampak kasus uji emisi Volkswagen
Sejak kasus uji emisi tersebut terungkap publik, perusahaan telah kehilangan hampir 38% dalam kapitalisasi pasar dan turun ke posisi keempat dalam daftar perusahaan mobil papan atas. Hal ini menyebabkan hilangnya kredibilitas yang substansial. Peringkat kredit perusahaan telah diturunkan peringkatnya. Moody’s, S&P dan Fitch telah memberikan pandangan negatif pada peringkat kredit mereka untuk Volkswagen. Untuk menutupi perbaikan kendaraan, penalti dan tuntutan hukum, perusahaan akan menelan kerugian sebesar 35 miliar euro ($40 miliar). Perusahaan mungkin menjual saham di pasar jika biaya tunai skandal melampaui batas. Para pembuat mobil mungkin harus menghabiskan miliaran euro untuk memperbaiki masalah nitrogen dioksida pada mobil diesel, yang dianggap penting untuk memenuhi aturan emisi karbon. Pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan cenderung meningkat karena produsen menghadapi peraturan baru dan ketat (Goel, 2015).
3.      Strategi Volkswagen mengatasi krisis dari skandal emisi
Menanggapi krisis yang terjadi akibat skandal emisi diesel, manajemen Volkswagen, dalam siaran pers pada bulan Desember 2015, menetapkan perubahan organisasi utama yang direncanakan untuk meminimalkan risiko kesalahan serupa di masa depan. Perubahan terebut mencakup melembagakan keselarasan baru yang komprehensif yang mempengaruhi struktur grup, serta cara berpikir dan tujuan strategisnya. Dalam struktural, Volkswagen mengubah komposisi Dewan Manajemen Grup untuk memasukkan orang yang bertanggung jawab atas Departemen Integritas dan LegalAffairs sebagai anggota dewan. Di masa depan, perusahaan ingin memberikan yang lebih penting bagi digitalisasi, yang akan dilaporkan langsung kepada Ketua Dewan Manajemen, dan bermaksud memberikan lebih banyak kebebasan untuk merek dan divisi melalui manajemen yang lebih terdesentralisasi. Dengan pandangan untuk memulai pola pikir baru, manajemen Volkswagen menyatakan bahwa mereka ingin menghindari yes-men dan untuk mendorong manajer dan teknisi yang ingin tahu, mandiri, dan perintis (CrĂȘte, 2016).
C.    Kesimpulan
Tahun 2015 EPA Amerika mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebutkan bahwa Volkswagen telah memasang piranti lunak tertentu yang dapat menipu standar emisi bahan bakar pada mesin diesel 4-silinder. Sebagai dampak dari skandal emisi diesel tersebut, Volkswagen mengalami penurunan dalam angka penjualan, laba, hingga harga saham. Menanggapi krisis yang terjadi akibat skandal emisi diesel, manajemen Volkswagen, dalam siaran pers pada bulan Desember 2015, menetapkan perubahan organisasi utama yang direncanakan untuk meminimalkan risiko kesalahan serupa di masa depan. Dengan kepemimpinan baru, restrukturisasi perusahaan, dan evolusi strategi perusahaan, Volkswagen berusaha untuk bergerak cepat menjauh dari skandal emisi diesel dan mendefinisikan kembali perusahaan dalam istilah yang sangat berbeda. Strategi baru Volkswagen lebih diarahkan pada elektrifikasi. Dengan menempatkan penekanan strategis baru mereka pada tiga cabang elektrifikasi, konektivitas dan mobilitas, perusahaan memahami tren terbaru di industri dan menciptakan merek baru dalam proses tersebut. Pendekatan ini dinilai berhasil karena banyak pelanggan telah kembali dan angka penjualan terus meningkat.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^