Tampilkan postingan dengan label hukum pidana. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hukum pidana. Tampilkan semua postingan

Analisis Kasus Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar

 

Analisis Kasus Korupsi Proyek Revitalisasi Pasar


A.    Pendahuluan

Pasar tradisional merupakan salah satu media kegiatan ekonomi masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mendukung perkembangan dunia usaha dan mendorong kemajuan ekonomi masyarakat serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasar tradisional adalah pasar yang memiliki peran penting untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan mempunyai keunggulan bersaing alamiah. Keberadaan pasar tradisional sangat membantu, tidak hanya untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat, tetapi juga masyarakat yang kebutuhan ekonominya dari kegiatan berdagang, karena dalam pasar tradisional mencakupsejumlah aktor yang mempunyai arti penting dan berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan baik pedagang, pembelidan sebagainya(Rosyidi, 2016).


B.     Tinjauan Umum Tindak Pidana Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio yang artinya adalah rusak, busuk, memutarbalik, dan menyogok. Dalam pengertianharfiah, korupsi merupakan perilaku pejabat publik, baik politisi dan pegawai negeri, yang dilakukan dengan cara yang tidak wajar dan tidak legal dengan tujuan untuk memperkaya diri atau memperkaya individu yang dekat dengan mereka, yang dilakukan dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan pada mereka.Dalam pengertian yang luas, korupsi atau korupsi politis merupakan bentuk dari tindakan penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Segalabentuk  praktikpemerintahan dinilai rentan terhadap tindakan korupsi(Paramastri, Setiyono, & Martini, 2013).


C.    Landasan Hukum dalam Pidana Korupsi

Berdasarkan pada kajian hukum pidana, Tindak Pidana Korupsiadalah objek hukum yang termasuk dalam salah satu delik khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yangtelah diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Revisi atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Dalam pasal 2 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsitersebut juga mengkhendaki agar istilah korupsi diartikan sebagai setiap pihak baik pejabat pemerintah maupun swasta yang melawan hukum perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang merugikan keuangan atau perekonomian negara. Dengan demikian, unsur perbuatan tindak pidana korupsi dalam pasal ini adalah adanya perbuatan yang melawan hukum; tujuannya adalah untukmemperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan; serta memiliki dampak yang merugikan keuangan atau perekonomian negara(Parawangsyah, 2017).


D.    Tindakan Korupsi dalam Proyek Revitalisasi Pasar di Indonesia

Pembiayaan negara dalam proyek revitalisasi pasar tradisional telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 61/M-DAG/PER/8/2015 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Perdagangan. Peraturan tersebut mengatur tentang bagaimana daerah meminta pendanaan yang ditujukan untuk revitalisasi pasar tradisional. Berdasarkan pada pasal 7, pasar rakyat tipe A dan tipe B yang bersumber dari APBN dilakukan menggunakan dana tugas pembantuan, sedangkan pasar rakyat tipe C dan tipe D menggunakan dana alokasi khusus. Untuk mendapatkan dana tersebut, pemerintah daerah mengajukan proposal ke Dirjen Perdagangan dalam Negeri Kemendag. Proposal tersebut mencakup latar belakang permintaan revitalisasi, maksud dan tujuan, titik koordinat lokasi pasar, jumlah dan daftar pedagang, serta komoditas perdaganan pasar. Proposal tersebut diteliti lagi oleh tim independen sebelum disetujui oleh menteri perdagangan(Mustofa, 2020).


E.     Implementasi Penerapan Hukum Pidana Korupsi di Proyek Revitalisasi Pasar

Salah satu contoh korupsi proyek revitalisasi pasar adalah pada revitalisasi Pasar Tanjung Bungin, Karawang, Jawa Barat pada tahun 2017. Dalam kasus korupsi ini terdapat penyimpangan dana revitalisasi pasar tradisional sebesar Rp 900 juta yang mencakup keterlibatan Ketua Koperasi, Sekretaris, dan Bendahara Koperasi Tanjung Bungin (Siahaan, Ronald, & Husin, 2020). Tiga tersangka telah melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai pengurus koperasi dalam mengelola dana revitalisasi Pasar Tanjung Bungin. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan administrasi, terdapat kejanggalan pelaksanaan revitalisasi pasar yang dampaknya merugikan negara sebesar Rp 200 juta. Pelaksanaan revitalisasi pasar merupakan tanggung jawab tiga tersangka. Dan atas perbuatannya tersebut, tersangkan dijerat pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor Jo pasal 5 KUHPidana. Bantuan dana revitalisasi pasar tradisional tersebut diberikan melalui koperasi pasar sebesar Rp 900 jutauntuk membangun ulang bangunan pasar yang rusak dan tidak layak pakai. Bukti menunjukkan adanya perbuatan pelanggaran hukum, di mana berdasarkan bukti di lapangan, fisik bangunan yang telah selesai dikerjakan dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi(Rihanto, 2017). Keterangan tersebut menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh ketiga tersangka merupakan bentuk dari perbuatan pelanggaran hukum di mana mereka menyalahgunakan kewenangan yang dimilikiserta tindakan tersebut merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Kejahatan Carding(Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

 

Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

A.    Pendahuluan

Di era global ini, pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan manfaat terhadap masyarakat seperti kemudahan untuk mengakses informasi. Teknologi informasi dan komunikasi mempunyai peranan penting yang mendorong kemajuan negara dengan memberikan pengaruh yang besar bagi negara terutama dalam pertumbuhan ekonomi dunia, dan hal ini yang mendorong semua negara untuk terus mendorong perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.Selain memberikan manfaat, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi mendorong terjadinya perubahan perilaku manusia dan berdampak pada perubahann sosia(Widayatil, Normasari, & Laili, 2020). Revolusi di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat ini juga memiliki dampak pada kecepatan perubahan dalam kejahatan, terutama dalam kejahatan lintas negara atau transnational crime. Dengan demikian, salah satu tantangan utama di era global ini adalah tuntutan untuk mampu secara terus-menerus beradaptasi dengan perkembangan kejahatan transnasional (Naseh, Ikhwanuddin, Ramadhani, Kusprabandaru, & Bathara, 2019).


.............

B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Kejahatan Transnasional

Cardingmerupakan suatu tindakan penipuan kartu kredit di mana pelaku kejahatan mengetahui nomor kartu kredit seseorang yang masih berlaku, dan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan transaksi jual beli barnag secara onlinedi mana pembayaran akan ditagihkan ke pemilik asli kartu kredit. Tindakan kejahatan ini juga disebut sebagai cyberfraudatau penipuan di dunia maya. Terdapat dua lingkup dalam kejahatan cardingyaitu kejahatan nasional dan transnasional. Dalam kejahatan nasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut dalam lingkup satu negara. Sedangkan dalam kejahatan transnasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut melewati batas negara. Terdapat dua cara penyalahgunaan kartu kredit, yaitu: a)kartu kredit sah tetapi tidak digunakan sesuai peraturan yang ditentukan dalam perjanjian yang disepakati oleh pemegang kartu dengan bank pengelola kartu kredit; dan b) kartu kredit tidak sah atau kartu palsu digunakan dengan cara ilegal (Zuraida, 2015).

...........

2.      Landasan Hukum Mencegah Kejahatan Carding Sebagai Kejahatan Transnasional

Dengan adanya unsur internasional dari kejahatan carding akan menimbulkan masalah tersendiri terutama yang berkaitan dengan masalah yurisdiksi. Yurisdiksi merupakankekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap individu, benda atau peristiwa. Yuriskdiksi menunjukkan prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi adalah bentuk kedaulatan yang vital dan merupakan sentral untuk mengubah, menciptakan atau mengakhiri kewajiban hukum.Berdasarkan asas umum dalam hukum internasional, negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas masyarakat dan benda di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh melakukan tindakan yangbersifat melampui kedaulatan negara dalam wilayah negara lain, kecuali telah mendapatkan persetujuan negara terkait (Kurniawan, 2014).

..........


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Perumusan Overspel (Pidana Perzinahan) Berdasarkan Ketentuan Hukum-Hukun yang Ada di Indonesia



Perumusan Overspel (Pidana Perzinahan) Berdasarkan
 Ketentuan Hukum-Hukun yang Ada di Indonesia

Pendahuluan
Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak kekerasan yang sering terjadi di dalam masyarakat. Kekerasan dapat berupa kekerasan fisik dan/atau psikis. Kekerasan yang banyak terjadi di masyarakat adalah kekerasan fisik berupa kejahatan kesusilaan. Sehubungan dnegna hal ini, moral manusia dinilai mengalami kemerosotan saat, dimana mulai hilangnya rasa kepekaan, nilai-nilai kerohanian, kejujuran, cinta kasih, kekeluargaan dan iman. Hal ini dibuktikan dengan beragam jenis fenomena kehidupan yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah tindak pidana kesusilaan.
Salah satu jenis kejahatan kesusilaan yang kontroversi dan mendapat banyak perhatian masyarakat adalah tentang perzinahan atau overspel. Pengertiannya perzinahan (overspel) merupakan tindak pidana kesopanan dalam hal persetubuhan dan masuk dalam jenis kejahatan (Kurniawan, 2013). Perzinahan merupakan suatu tindak pidana yang sering terjadi dalam masyarakat umum, hal ini tidak dapat lagi dipungkiri. Dalam masyarakat  yang beragam, khususnya di Indonesia perbuatan zina bukanlah sesuatu yang dibenarkan. Sebagai Negara hukum, Indonesia memiliki definisi dan ketentuan-ketentuan sendiri dalam mengatur apa itu perzinahan dan bagaimana ketentuan-ketentuannya.
Berkaitan dengan hal ini, Hukum pidana memiliki tujuan pokok yaitu melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang mengancamnya bahkan merugikannya baik datang dari perseorangan maupun kelompok (Lutfianingsih, Gunadi, & Efendi, 2011). Meskipun demkian dalam konsep tindak pidana terhadap kesusilaan pada umumnya menimbulkan kekhawatiran/kecemasan khususnya orangtua terhadap anak wanita karenaselain dapat mengancam keselamatan anak-anakwanita (misalnya perkosaan, perbuatan cabul) dapatpula mempengaruhi proses ke arah kedewasaanseksual lebih dini. Tindak pidana ini paling banyak menimbulkankesulitan dalam penyelesaiannya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap pengambilan keputusan. Selain kesulitan dalam batasan juga kesulitan pembuktian misalnya perkosaan atau pun perbuatan cabul yang pada umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain (Handrawan, 2016). Maka, berdasarkan penjesan tersebut, maka dalam makalah ini akan di bahas mengenai
perumusan overspel (pidana perzinahan) berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia.
Pemabahasan
1.      Pengaturan Overspel Berdasarkan KUHP
Hukum pidana Indonesia (baca: KUHP) yang nama aslinya Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (WvSNI), merupakan produk  asli bangsa Belanda yang diterapkan bagi bangsa Indonesia (Bahiej, 2003). Lahirnya kodifikasi Peraturan Hukum Pidana atau KUHP Tahun 1918 menjadi jawaban penting bagi bangsa Indonesia sebagai dasar terhadap penghapusan konsep dualisme hukum pidana yang dapat mempersulit nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia. Pada tahun 1946 Wetboek Van Strafrecht Voor Nederlandsch-Indie mengalami perubahan menjadi Wetboek Van Strafrecht Voor Indonesie yang dinyatakan berlaku di Indonesia sebagai salah satu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang selanjutnya disebut KUHP) yang berlaku secara universal di wilayah Republik Indonesia.
2.      Pengaturan Overspel Berdasarkan Hukum Islam
Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam agamaIslam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki atau perempuan yang telah menikah dengan lelaki atau perempuan yang bukan suami atau istri sahnya, termasuk perzinaan. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa semua orang Muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah.Tentang perzinaan di dalam Al-Qurandisebutkandi dalam ayat-ayat berikut; Al Israa'17:32, Al A'raaf 7:33, An Nuur 24:26.
3.      Overspel dan Konsepsi Masyarakat Indonesia
Ketentuan hukum pidana Indonesia (KUHP) mengenai delik perzinahan memiliki pengertian yang berbeda dengan konsepsi yang diberikan masyarakat. Menurut KUHP, zina diidentikkan dengan overspel yang pengertiannya jauh lebih sempit dari pada zina itu sendiri. Overspel hanya dapat terjadi jika salah satu pelaku atau kedua pelaku telah terikat tali perkawinan. Overspel dapat ditindak dengan hukum pidana jika ada pengaduan dari istri atau suami pelaku. Tanpa adanya pengaduan, atau tanpa diadukan oleh istri/suami, maka tindak pidana perzinahan bukan sebagai hal yang terlarang (Bahiej, 2003). Pengertian ini diperjelsan dalam Pasal 284 KUHP. Selain itu, dalam pasal tersebut juga dijelasnkan bahwa zinah dapat dihukum secara pidana hanya jika ada salah satu pihak yang merasa dirugikan sebagai korban perkosaan.
4.      Penaggulanggan Menghadapai Perbedaan Pengertian Overspel di Indonesia dan Perkiraan Dampaknya
Dalam  pemikiran  masyarakat  pada  umumnya  zina  yang  diterangkan   dalam   KUHP   hanya  menjerat   orang   melakukan   zina   jika  salah  satu nya  terikat  tali  perkawinan,  berarti  jika  orang  yang  melakukan  zina  yang   keduanya   belum   memiliki   tali  perkawinan   maka   per buatan   tersebut  tidak dipidana (Sugiyanto, Pujiyono, & Wisaksono, 2016). Sehingga dengan adanya perbedaan yang denikian, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara menyelaraskan kedua hukum yang berlaku, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi adanya kesenjangan yang berkaitan dengan norma kesusilaan di masyarakat.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perumusan tentang peraturan perzinaan (overlap), memiliki dua pandangan yang berbeda, yaitu secara Hukum Pidana berdasarkan Pasal 284 KUHP dan Hukum Islam yang selaras dengan pandangan masyarakat pada umumnya. Perbedaan inilah yang memicu kontroversi. Meskipun telah ada usaha pengajuan untuk memperluas hukum tentang perzinahan tersebut. Damun masih dikhawatirkan akan memicu mslah baru dengan adanya pemanfaatan dari pihat-pihat tertentu. Oleh karena itulah, sampai saat ini perumusan hukum perzinahan masih mengacu pada Pasal 284 KUHP, dimana tali perkawinan menjadi fokus utama penentuan hukumnya.



Mau dibuatkan paper  seperti ini?
Atau tugas-tugas custom lainnya?
Silahkan contact ke WA 085868039009 (Diana)
Happy Order :)