Tampilkan postingan dengan label pemilu 2019. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemilu 2019. Tampilkan semua postingan

POLITIK HUKUM PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM

POLITIK HUKUM PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM


PENDAHULUAN

Salah satu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan adalah dengan melaksanakan pemilu. Pemilihan umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasive (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby, dan lain-lain.[1]

Indonesia dalam sejarahnya mengatur pemilu dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.Ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan pengaturan secara normatif penyelenggaraan pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi.Setelah Orde Baru jatuh tahun 1998, maka perubahan karakter rezim terjadi secara struktural. Maka untuk menyambut kehadiran rezim baru, tahun 1999 diselenggarakan pemilihan umum pertama pasca-Orde Baru dengan Undang-Undang Pemilu yang disusun dan dibentuk secara demokratis. Di dalam undang-undang ini dimuat definisi tentang pemilihan umum sebagai berikut:

“Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.”

Itulah sebabnya, politik hukum undang-undang ini menentukan bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.Pemilihan umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

PERMASALAHAN

Ditinjau dari politik hukumnya, ada berbagai permasalahan yang akan didiskusikan dalam tulisan ini:

1.      Perkembangan politik hukum pemilihan umum di Indonesia. Perkembangan politik hukum pemilu dari masa ke masa mengalami pergeseran yang signifikan. Pemilu dianggap sebagai bentuk nyata dari demokrasi serta wujud paling konkret dari partisipasi masyarakat dalam ikut serta dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sistem dan penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan yang demokratis.[2]

2.      Politik hukum regulasi pemilihan umum. Ada lima isu penting sesungguhnya yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Lima isu tersebut diantaranya yaitu ambang batas parlemen atau electoral threshold, ambang batas presiden atau presidential threshold, sistem pemilihan umum, daerah pemilihan magnitude, dan metode konversi suara. Lima isu tersebut jika tidak segera diklarifikasi dan dijelaskan secara gamblang kepada masyarakat luas akan menyebabkan permasalahan.[3]

3.      Politik hukum tindak pidana politik uang pemilihan umum.Politik uang tidak seirama dan senyawa dengan 3 tujuan penyelenggaraan Pemilu yakni sebagai berikut: pertama, memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis. Kedua, mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas. Ketiga, mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien. Politik uang, jelas tidak dapat memperkuat sistem ketatanegaraan karena demokrasi dibajak melalui korupsi elektoral.[4]

4. Politik hukum pasca putusan mahkamah konstitusi atas pelaksanaan pemilu dan pemilukada.Implementasi di lapangan masih menunjukkan adanya fenomena yang merusak citra pemilu dan pemilukada itu sendiri, seperti money politics, ketidaknetralan aparatur penyelenggara, kecurangan berupa pelanggaran kampanye dan penggelembungan suara, serta penyampaian pesan-pesan politik yang bernuansa sektarian berujung kepada retaknya bingkai harmonisasi kehidupan masyarakat.

 

PENYELESAIAN MASALAH

1.      Perkembangan politik hukum pemilihan umum di Indonesia

Pemilihan Umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrasi. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain adalah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil rakyat di badan perwakilan rakyat. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan.

Secara sederhana politik hukum dapat diartikan sebagai kebijakan negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan di dalam negara yang bentuknya dapat berupa pembentukan hukum-hukum baru atau pencabutan dan penggantian hukum-hukum lama untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain kebijakan negara tentang hukum termasuk hukum pemilu dimungkinkan untuk membentuk hukum yang baru atau mengganti hukum yang lama dalam upaya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Demikian pula dilihat dari segi daya laku norma sebuah norma hukum ada yang berlaku sekali saja selesai (einmahlig) dan norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig).[5]

Menjelang Pilpres 2019: Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk Kaum Milenial


Menjelang Pilpres 2019: Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk Kaum Milenial

Pendahuluan
Generasi millennial adalah terminologi yang saat ini banyak diperbincangkan. Millennials (juga dikenal sebagai Generasi Millenial atau Generasi Y) adalah kelompok demografis (cohort) setelah Generasi X. Dan jika ditelaah lebih jauh, berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah pemilih pemula untuk Pemilu 2019 ini jumlahnya mencapai 5 juta jiwa. Artinya, sekitar 40 persen dari jumlah DPT berasal dari generasi milenial dan 6,3 persen diantaranya adalah pemilih pemula yang baru pertama kali memilih pada tahun ini (Rahman, 2019). Dengan jumlah yang sekian banyak tentu bukanlah yang aneh jika saat ini berbagai Partai Politik (Parpol) saling berlomba-lomba untuk kemudian menarik perhatian mereka.
Terlepas dari itu semua, setiap partai politik yang tergabung sebagai pendukung masing-masing calon, maupun calon presiden dan wakil presiden itu sendiri, pada masa kampanye ini selalu berusaha keras untuk menarik suara rakyat, meningkatkan elektabilitas mereka sehingga dapat memenangkan pertarungan di hari pemungutan suara nanti. Tidak terkecuali memperebutkan suara para generasi milenial yang digadang-gadangkan sebagai sumber suara yang cukup banyak. Maka dari itu, dalam makalah ini, akan di bahas seperti apa komunikasi politik yang dilakukan untuk menarik kaum milenial tersebut, dimana ini di fokuskan pada komunikasi politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin), yang tentunya di sertai dengan partai-partai pendukungnya.
Pembahasan
1.      Pengertian Komunikasi Politik
Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pendapat, sikap dan tingkah laku orang, lembaga, atau kekuatan politik, dalam rangka mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Secara fleksibel, komunikasi politik merupakan komunikasi yang mengacu pada kegiatan politik (Nimmo, 2007).Dalam komunikasi politik, sesungguhnya setiap aspek memiliki peran tersendiri, walaupun tetap memiliki hubungan secara langsung ataupun tidak langsung dalam aplikasinya.

2.      Perebutan Suara Generasi Milenial
Menjelang Pilpres 2019, kalangan milenial disebut-sebut merupakan sasaran utama kedua kubu. Tidak hanya itu, banyak cara-cara lain yang di lakukan oleh kedua kubu untuk memperebutkan suara kaum milienial yang setidaknya mencapai 40 persen dari seluruh jumlah DPT, yang 6,3 persen diantaranya adalah pemilih pemula (Rahman, 2019), yang mana ini sudah hampir separuh dari total DPT. Namun, tentu tidak mudah dalam menggaet suara para kaum meilenial ini, perlu berbagai inovasi-inovasi dan strategi yang jitu untuk merebut hati mereka. Partai Politik yang kaku, belum tentu bisa merebut simpati mereka (Himawan, 2018). Sebab pada dasarnya kaum milenial ini memiliki ciri khas dan karakter yang unik sehingga tidak mudah untuk mempengaruhi pola pikir mereka, sehingga para politikus harus bekerja ekstra keras untuk mampu menarik perhatian para kaum milenian ini nanti di agenda Pilpres 2019.
3.      Cara Komunikasi Politik Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) untuk menyasar Kaum Milenial
a.      Mengikuti Gaya Kaum Milenial
Suara kaum melinial merupakan target dari kedua Paslon Pilpres 2019. Dalam hal ini, Paslon 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, memiliki cara tersendiri untuk mewujudkan tujunnya dalam enarik kaum milenial. Salah satunya adalah apa yan telah di lakukan oleh Jokowi sendiri juah sebelum memasuki masa-masa panas pemilihan umum. Salah satunya adalah dimana Jokowi mempresentasikan dirinya seperti layaknya kalangan milenial, meskipun sebenarnya ia bukan termasuk bagian dari generasi milenial itu sendiri. Cara Jokowi mempresentasikan dirinya layaknya kaum milenial dalam hal ini adalah melalui penampilannya, salah satunya ditunjukkan pada 8 April 2018 lalu, Presiden Jokowi tampil beda di Sukabumi, Jawa Barat. Selain itu, Joko Widodo sendiri tampil dengan gaya busana santai saat mendaftarkan diri ke KPU dan melakukan test kesehatan di RSPAD Gatot Subroto Jakarta.
b.      Menggunakan media sosial untuk menarik atensi pemilih muda
Perkembangan teknologi komunikasi telah merambah kehidupan umat manusia. Salah satu bentuk perkembangan teknologi komunikasi adalah media baru (new media)yang kemudian melahirkan media sosial. Dunia politik juga tak lepas dari pengaruh perkembangan media baru dan media sosial. Oleh sebab itum untuk dapat menyampaikan pesan-pesan tertentu selama masa kampanye, Paslon 01 (Jokowi-Ma’ruf Amin) juga menanfaatkan media sosial. Dari Kubu 01 ini,tim Jokowi-Ma'ruf melaporkan akun media sosial di Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube. Akun ini adalah akun pasangan calon, bukan akun pribadi(Iqbal, Pristiawan, & Teresia, 2018).
c.       Melibatkan Kalangan Mudadan Sosok Berpengaruh di mata kalangan Milenial
Dalam hal ini, untuk meningkatkan elektabilitas, khususnya dimata kalangan generasi milenial, kubu Paslon 01 meningkatkan keterlibatan kalangan muda dalam kampanyenya, baik dalam ranah penyusunan tim sukses, maupun keterlibatan pada kader-kader muda dari setiap Parpol pendukung. Salah satu contoh keterlibatan kalangan muda yang dilakukan oleh Paslon 01 adalah ditandai dengan adanya kader-kader muda yang ikut diajukan sebagai calon legeslatif (caleg) oleh para parpol pengusungnya.
.
d.      Direktorat Khusus Untuk Menggarap Pemilih Generasi Milenial Dalam Tim Sukses
Tim sukses Paslon 01, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin kini telah membuat Direktorat Milenial untuk menggaet generasi muda. Dan agar seimbang, untuk menggaet suara generasi tua dini merupakan tugas untuk para relawan Jokowi-Ma'ruf Amin (Hidayat & Permadi, 2018). Mesipun tidak dijelaskan secara rinci strateggi apa yang akan di lakukan oleh Tim Direktorat Milenial ini, namun secara jelas tugasny adalah untuk menarik suara untuk kaum milenian sesuai dengan manya. Bersamaan dengan itu, kehadiran Erick Thohir juga mampu untuk menyusun strategi-strategi khusus untuk menggaet suara kaum milenial.
Kesimpulan
            Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dala hal ini dapat disimpulkan bahwa menjelang Pilpres 2019, generasi milenial saling di perebutkan oleh kedua pasangan calon yang akan mengikuli pemilihan nati. Hal ini disebabkan karena, seiring dengan perkembangan jaman, gemerasi milenial memiliki konstribusi tertentu untuk masa depan. Bersamaan dengan itu, jumlah mereka yang mencapai angka 40 persen dari total DPT, menjadi target yang harus dimenangkan oleh masing-masing kubu. Berkaitan dengan hal ini, sebagai langkah komunikasi politik, banyak yang telah dilakukan oleh Pasangan Calon 01 untuk menggaet suara kaum milenial, beberapa diantaranya adalah dengan cara menciptakan cerminan diri paslon yang identik dengan kaummilenial meskipun dirinya bukan merupakan bagian dari kaum milenial itu sendiri.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^

Potensi Acara “Debat Capres” dalam Mempengaruhi Elektabilitas Politik



Potensi  Acara “Debat Capres” dalam 
Mempengaruhi Elektabilitas Politik
 

1.      Pendahuluan
Tahun 2019 ini adalah tahun yang sangat menentukan bagi kehidupan politik Indonesia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan 2019 dapat dikatakan saatnya pesta demokrasi. Pada tahun ini akan menjadi tahun terakhir bagi presiden kita untuk memimpin Negara setelah dilantik pada tahun 2014 silam serta akan dilakukan pemilihan pemimpin baru yang akan menjadi gantinya. Tentu saja ini sangat menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia karena dengan pemilihan umum, rakyat diminta untuk memilih pemimpin terbaik yang menurut mereka dapat memimpin Negara ini menjadi Negara yang semakin baik dalam segala segi seperti ekonomi, pembangunan, penegakan hukum dan lain sebainya. Rakyat memiliki kebebasan memillih siapa dari calon-calon yang diajukan yang kira-kira mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu; membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum/bersama; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial. (Pembukaan UUD).
Untuk itu, masyarakat memiliki kewajiban moral untuk memilih pemimpin yang terbaik, karena ia akan menjadi wakil rakyat selama selama 1 periode pemerintahan yaitu 5 tahun. Ketika rakyat tidak mamapu memilih yang terbaik, maka akibatnya akan merugikan Negara beserta isi-isinya. Maka dari itu rakyat harus jeli dalam memilih calon yang terbaik. Untuk mengetahui mana calon yang terbaik, ada berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan mengetahui latar belakang dan rekam jejak masing-masing calon yang diajukan. Selain itu, cara yang semakin menarik semua kalangan masyarakat adalah “Debat Capres”. Hampir setiap warga di Indonesia menanti-nanti jadwal Debat Capres dan menontonnya. Acara ini terbukti sangat diminati guna mengetahui bagaimana pola pikir calon capres dan cawapres, bagaimana mereka memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka dan mengetahui visi misi masing-masing calon capres dan cawapres. Dengan begitu kita dapat menilai kira-kira mana pemimpin yang layak untuk menjadi pengganti pemimpin yang sekarang.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah ketika debat capres ini telah menarik banyaknya perhatian masyarakat, apakah dengan begitu elektabilitas politik akan terpengaruhi atau tidak. Seperti diketahui, dalam debat capres terdapat argument-argumen yang dilemparkan oleh masing-masing pasangan calon dan wakil calon presiden, hal ini tentu akan menjadi penilaian public. Maka dari itu, dalam tulisan ini saya akan menjelaskan potensi acara debat capres dan cawapres ini dalam mengubah elektabilitas politik.
2.      Pembahasan
a.       Acara “Debat Capres” di Indonesia
Ajang debat capres dalam  rangka mengenalkan  calon presiden menjadi acara yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas. Debat diharapkan dapat memperlihatkan visi misi capresdan cawares  sekaligus mengetahui apakah mereka menguasai isu yang dibahas atu tidak. Pengertian debat itu sendiri adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri. (Basariyadi, 2017). Maka dari itu, dalam sebuah acara debat setiap pasangan debat akan menyusun argument-argumen mereka dan mendebatkannya untuk melawan argument lawan. Debat merupakan rangkaian kegiatan pilpres yang bukan hanya bersifat ritual untuk memenuhi aturan prosedural UU Pemilu, melainkan juga sangat penting untuk menguji kapasitas dan ketajaman visi-misi masing-masing kandidat dalam memroyeksikan Indonesia ke depan.
Skema debat kandidat pasangan capres-cawapres Pemilu 2019 adalah sebgai berikut (Lazuardi, 2018):
a.       Jadwal
·         Debat ke 1 antar capres-cawapres (17 Januari 2019
·         Debat ke 2 antar capres (17 Februari 2019)
·         Debat ke 3 antar cawapres (17 Maret 2019)
·         Debat ke 4 antar capres (30 Maret 2019)
·         Debat ke 5 antar capres-cawapres (masih tentatif)
b.      Lembaga Penyiaran:
·         Debat 1 TVRI, RRI, Kompas TV dan RTV
·         Debat 2 MNC Group
·         Debat 3 Trans TV, Trans 7, CNN Indonesia
·         Debat 4 Metro TV, SCTV, Indosiar
·         Debat 5 TV One, ANTV, Berita Satu dan Net TV
c.       Tema setiap debat:
·         Debat ke 1 (Hukum, HAM, Korupsi, Terorisme)
·         Debat ke 2 (Energi dan Pangan, SDA dan lingkungan hidup, infrastruktur)
·         Debat ke 3 (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sosial dan Kebudayaan).
·         Debat ke 4 (Ideologi, Pemerintahan, Hankam, Hubungan Internasional)
·         Debat ke 5 (Ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi, perdagangan dan industri). 


Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))

 

Fenomena Paslon Fiksi Dildo dalam Kampanye Pilpres 2019



Fenomena Paslon Fiksi Dildo dalam Kampanye Pilpres 2019




Latar Belakang
            Memasuki tahun baru 2019, tandanya Indonesia akan memulai babak baru. Salah satunya diawali dengan agenda Pemilihan Presiden (Pilpres), mengingat bahwa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presidennya, M. Jusuf Kalla, telah memasuki sesi terakhir msa kepemimpinannya yang telah diemban sejak tahun 2014 lalu. Pemilu Presiden 2019 mendatang diikuti oleh dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pasangan nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dicalonkan oleh PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura. Sementara, pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno dicalonkan oleh Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat. Dua calon Presiden ini pernah bertarung pada pemilu presiden tahun 2014 lalu dengan selisih perolehan suara sebesar 6,3%. Saat itu, Joko Widodo mendapatkan suara sebesar 53,15%, dan Prabowo Subianto mendapatkan 46.85% suara. Dari 34 provinsi, pasangan Joko Widodo–M. Jusuf Kalla mengalami kekalahan di 10 provinsi yakni: Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, dan Maluku Utara (Fernandes, 2018).
            Selanjutnya, dalam suatu Pemilihan Umum (Pemilu), maka agenda-agenda utamanay atentu tidak terlepas dari adanya kampanye. Dalam Negara yang menganut sistem demokrasi, tentunya kampanye politik menjadi sangat penting dalam memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. Kampanye politik dipahami sebagai upaya terorganisir yang berusaha mempengaruhi proses pengambilan keputusan dari seseorang maupun kelompok tertentu (Fatimah, 2018).
Berkaitan dengan hal ini, kampanye dapat dikatakan sebagai bagian dari komunikasi politik, karena dalam kampanye politik, hal yang paling signifikan adalah tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh kandidat. Masing-masing berusaha membawa tema atau topik tertentu untuk ditawarkan pada masyarakat. Sebagai contoh, yang sering di temui adalah ungkapan tentang dengan janji-janji politik. Hal ini bisa jadi benar, karena itu merupakan bagian dari pesan dalam kampanye politik, meski tidak selalu bermakna demikian (Fatimah, 2018). Hal ini merupakan fenomena yang alami, karena para kandidat dan timnya akan selalu berusaha menyampaikan pesan yang kemungkinan dapat mendongkrak suara masyarakat untuk memilihnya.
Namun demikian, menjelang Pemilu 2019 yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019 mendatang (Detik, 2019), ada satu fenomena yang menarik dan sedikit berbeda dengan pemilu-pemilu yang telah terjadi sebelumnya, yaitu kemunculan Pasangan Calon (Paslon) Fiksi, yang dikenal dengan nama Dildo (Nurhadi-Aldo). Pasangan capres-cawapres fiksi ini sebenarnya hanyalah rekaan warganet di media sosial semata (CNN Indonesia, 2019). Namun demikian, kehadirannya banyak mendapat perhatian publik, bahkan keduanya diperlakukan seperti layaknya paslon resmi, termasuk dalam pembentukan tim kampanye.
Sekaitan dengan fenomena baru ini maka, dalam makalah ini akan di bahas lebih jauh mengenai kemunculan pasangan fiksi ini, mulai dari apa, siapa, alasan mengapa fenomena yang demikian ini mulai muncul dikalangan masyarakat publik, dapa tujuan utamanya. Selain itu, akan dilihat juga bagaimana rekasi publik terhadap kehadiran kedua pasangan fiksi yang sebenarnya justru mendapat banyak perhatian tersebut. Karena pada dasarnya fenomena paslon fiksi ini memang tergolong baru. Pengaruh keberadaaan teknologi informasi dan komunikasi seperti nternet dan media sosial tampaknya menjadi salah satu pemicu kemunculan fenomena ini.
Pengertian Dildo
Paslon Presiden dan Wakil Presiden Dildo (Nurhadi-Aldo), merupakan pasangan capres-cawapres fiksi yang sebenarnya hanyalah rekaan warganet di media sosial semata (CNN Indonesia, 2019). Awal kemunculannya adalah sejak akhir 2018 lalu, merupakan fenomena baru yang mewarnai dunia maya. Lebih tepatnya pasangan, di media sosial, Nurhadi menjadi capres fiksi bersama Aldo selaku cawapresnya, telah muncul sejak pertengahan Desember 2018  (Rifai, 2019).
Memasuki awal tahun, kedua Paslon ini mulau ramai di perbincangkan, khususnya setelah munculnya poster yang menunjukkan seolah-oolah paslon ini adalah asli. Dalam poster tersebut, sekilas, Nurhadi-Aldo tampak seperti pasangan politikus yang sungguh-sungguh ingin memikat para pemilih: dua pria setengah baya berpose seperti poster calon pada umumnya, dengan nama partai dan slogan kampanye. Namun ketika diamati baik-baik, nama Nurhadi ditulis dengan tinta merah pada bagian "DI" dan nama Aldo ditulis merah pada huruf "LDO". Maka dari itu terbentuah nama DILDO. Kemudian untuk membuatnya semakin tampak nyata, Paslon fiksi ini pun juga memiliki Tim Sukses (Timses) sendiri, keduanya juga di diusung oleh sebuah koalisi yang di beri nama "Koalisi Indonesia Tronjal Tronjol Maha Asyik"  (BBC Indonesia, 2019), dan diusung oleh Partai Untuk Keadilan Iman, (Rifai, 2019). Secara singkat, Nurhadi-Aldo adalah pasangan calon presiden dan wakil presiden fiksi yang diciptakan oleh sekelompok anak muda yang merasa gerah dengan kampanye hitam yang banyak terjadi di panggung politik Indonesia (BBC Indonesia, 2019).
Alasan Kemunculan Dildo
            Kemunculan Dildo, tentu bukan tanpa sebab dan tanpa alasan. Di berbagai sumber pemberitaan, salah satu alasan kemunculannya adalah sebagai lucu-lucuan, menginagt bahwa konten humor di media sosial mulai banyak di gemari oleh para warganet. Namun alasan ini bukan menjadi salah satu alasan utama. Dari hasil wawancara terhadap salah satu anggota Timses, diketahui bahwa di berbagai sosial media sekarang banyak kampanye hitam saling menjelekkan. Masyarakat mulai terkotak-kotak. Nurhadi-Aldo hadir untuk meredam itu, untuk meredam konflik antar kubu, khususnya dengan konten yang sengaja di kemas dengan sensasi humor (BBC Indonesia, 2019).
Tujuan Dildo
            Mungkin memang munculnya akun-akun sosial media Nutgadi di Facebook, Twitter, dan Instagram didasari hanya ingin membuat konten lucu-lucuan semata. Namun akun ini tak ingin sekadar menjadi akun shitposting, tapi juga punya tujuan. Shitposting sendiri merupakan aktivitas online yang awalnya dikenal sebagai posting konten yang mengejutkan atau ofensif. Shitposting bisa juga dipakai untuk konten yang "tidak berfaedah". Dalam hal ini, kampanye Nurhadi-Aldo adalah cara mereka menyampaikan kritik untuk pemerintah dan politisi di Indonesia (BBC Indonesia, 2019). Dimana seperti yang di ketahui banyak orang bahwa menjelang Pilpres tahun 2019, kedua kubu sah yang terdaftar, yaitu Pasangan nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, dan pasangan nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno, telah melakukan kampanye sejak 23 September 2018 dan akan dilakukan hingga tanggal 13 April 2019 mendatang (Detik, 2019), ini telah melakukan berbagai upaya untuk menarik suara rakyat, termasuk fenomena saling serang isu-isu berbagi negatif.
            Bentuk kritik untuk pemerintah dan politisi di Indonesia ini sangat tercermin dalam potingan-postingan yang diunggahnya, mulai dalam bentuk quote, meme, maupun konten yang berupa tulisan. Meskipun tidak ketinggalan bahwa konten yang terdapat didalamnya tetep mengandung unsur humor, dengan kalimat-kalimat yang lucu mengundang gelak tawa. Dimana ini merupakan menjadi tanda bahwa dalam mengkritik pemerintahan, Dildo dan Timses tidak ingin mengundang permusuhan.
Reaksi Publik dengan adanya Dildo
            Terlepas dari asal-usal dan tujuan maupun alasan kemunculan pasangan capres dan cawapres fiksi ini, tentu yang paling menarik adalah reaksi publik. Mengingat bahwa promosi pasangan melalui media digital secara online yang mampu menyetuh seluruh lapisan masyarakat tentu akan banyak sekali rekasi yang muncul. Tidak terkecuali dari kedua pihak yang tengah bersaing untuk memperebutkan kursi kepemimpinan tertinggi di Indonesia. Ada yang menyambut dengan positif namun ada pula yang justru merasa khawatir.
            Pertama dari pihak warganet atau netizen sendiri, dimana secara tidak langsung warganet sangat antusias dengan keberadaan pasangan fiksi ini. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengikut akun-akun sosial media yang di bentuk oleh Timses, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, dimana dalam waktu yang cukup singkat pengikutnya sudah mencapai angka ribuan orang. Ini menunjukkan bahwa mereka yang memutuskan untuk mengikuti akun buatan Timses ini karena penasaran dengan konten-konten yang akan diunggah oleh para admin. Selain itu antusiasisme juga dapat dilihat dari jumlah komen, like, maupun share yang dilakukan oleh para netizen, dimana ini semakin membuat ramai dunia maya, tak terkecuali dunia perpolitikan yang menjadi topik utama konten.
Selanjutnya, adalah reaksi media pemberitaan.....
Kesimpulan
            Bersarkan uraian yang telah di ungkapkan dalam makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa Memasuki tahun baru 2019, tandanya Indonesia akan memulai babak baru. Salah satunya diawali dengan agenda Pemilihan Presiden (Pilpres). Menjelang Pilpres 2019, banyak kejadian yang menarik perhatian publik, khususnya di dunia maya. Selain karena kedua pasangan calon presiden pernah bertarung di sesi Pilpres sebelumnya di 2014 lalu, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pasar segala informasi untuk mengenai kedua pasangan mudah sekali untuk diperoleh, maka fenomena-fenomena baru pun juga bermunculan. Termasuk salah satunya adalah kasus hoax dan perseteruan anatar kumu di media sosial.

Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))