Tampilkan postingan dengan label ketahanan ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ketahanan ekonomi. Tampilkan semua postingan

PENGARUH COVID-19 TERHADAP EKONOMI INDONESIA DAN ASEAN

 

PENGARUH COVID-19 TERHADAP EKONOMI INDONESIA DAN ASEAN

 

1.      PENDAHULUAN

Dunia saat ini terkena dampak penyakit virus korona baru (COVID-19) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengoordinasikan upaya global untuk mengelola dampak dan menyatakan COVID-19 sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020. Skala dampak dari pandemi ini belum pernah terjadi sebelumnya, dan penelitian menunjukkan bahwa mungkin perlu lebih dari satu dekade bagi dunia untuk pulih, baik secara sosial maupun ekonomi dan mungkin secara signifikan pandemic ini juga akan mengganggu kemajuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Pada 27 Maret, negara-negara G20 menjanjikan $5 triliun untuk mempertahankan ekonomi global melawan COVID-19, sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan Rencana Respons Kemanusiaan Global untuk COVID-19.[1]

Negara berkembang hampir di mana-mana membutuhkan bantuan. Di Asia, Indonesia menghadapi salah satu situasi yang paling sulit. Kemampuannya untuk menahan virus korona masih belum pasti dan ekonominya telah diguncang oleh episode besar arus keluar modal. Akan tetapi risiko ekonomi utamanya bukanlahseperti yang dulu berupa pembalikan arus modal yang memicu krisis mata uang, seperti dalam Krisis Keuangan Asia pada akhir 1990-an. Masalah utamanya pada dasarnya adalah masalah domestic, yaitu upaya untuk membiayai defisit anggaran yang cukup besar untuk menyediakan belanja kesehatan yang memadai, serta dukungan fiskal untuk meredam kemerosotan ekonomi global paling parah sejak Depresi Hebat.[2]

Padahal ekonomi Indonesia tengah berjalan cukup baik sebelum pandemi, terus berkembang sekitar 5 persen per tahun selama beberapa waktu dan dengan prospek yang bagus untuk terus berlanjut. Namun ketergantungannya pada aliran masuk modal asing telah lama menjadi titik lemahnya, sehingga di pandemi ini Indonesia adalah salah satu yang terparah karena terkena dampak eksodus besar-besaran modal asing dari pasar negara berkembang akibat COVID-19 menjadi pandemi global pada Maret tahun ini. Lebih dari US$10 miliar ditarik dari pasar modal Indonesia dan rupiah sempat anjlok hampir 20 persen. Dalam tulisan ini, akan dianalisis dampak dari pandemi COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia dan juga di Asia Tenggara.

 

2.      PEMBAHASAN

2.1.   Kondisi Ekonomi Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) melalui video conference di awal bulan Agustus 2020 mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 mengalami kontraksi minus 5,32% (year on year). Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal II-2020 sebesar Rp2.589,6 triliun. Jika dibandingkan kuartal I-2020, ekonomi kuartal II tetap minus 4,19 persen. Menurutnya Pemerintah terus meningkatkan ekonomi tetap berjalan. Pandemik Covid-19 ini telah menciptakan efek domino dari masalah kesehatan menjadi masalah sosial, masalah ekonomi yang dampaknya menghantam seluruh lapisan masyarakat.[3]


Dari sisi produksi, terdapat sepuluh dari tujuh belas lapangan usaha yang mengalami kontraksi pertumbuhan. Kontraksi paling dalam dialami oleh Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 30,84 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia (y-on-y) mengalami kontraksi pada semua komponen. Kontraksi terdalam terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 11,66 persen. Sementara itu, Komponen Impor Barang dan Jasa (sebagai komponen pengurang) terkontraksi sebesar 16,96 persen.

Ekonomi Indonesia triwulan II-2020 dibanding triwulan I-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 4,19 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, hampir seluruh lapangan usaha mengalami kontraksi pertumbuhan dimana kontraksi terdalam dialami oleh Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 29,22 persen. Ditinjau dari sisi pengeluaran, kontraksi pertumbuhan ekonomi terjadi pada semua komponen kecuali Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang tumbuh sebesar 22,32 persen.


2.2.   Kondisi Ekonomi ASEAN

ASEAN adalah negara adidaya ekonomi terbesar ketujuh di dunia dan ketiga di Asia dengan PDB gabungan sebesar US$2,6 triliun. Di antara negara-negara ASEAN, ASEAN-5 merupakan negara yang memiliki pertumbuhan PDB terkuat dan dipandang memiliki aktivitas ekonomi yang lebih kuat (Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Brunei). Dampak COVID-19 di wilayah tersebut berdampak langsung pada perekonomiannya. Keberagaman negara-negara ASEAN telah menimbulkan masalah serius tentang keamanan manusia dalam skala besar, yang mengakibatkan kondisi ekonomi yang terus naik turun dengan tidak stabil yang agak mengkhawatirkan saat ini, dan jika tidak ada tindakan tegas yang diambil untuk memerangi penularan, seluruh kawasan dapat runtuh.

COVID-19 telah membawa gangguan pada perekonomian karena bisnis dan aktivitas sehari-hari terhenti. Orang-orang diperintahkan untuk tetap di dalam rumah dan mempraktikkan social distancing ketika pergi keluar untuk mendapatkan kebutuhan pokok mereka. Dalam hal biaya hidup dan upah, ada perbedaan yang mencolok antara Laos dan Singapura yang masing-masing berkisar antara US $ 119 hingga US $ 3.547 per bulan. Hal ini saja menunjukkan bahwa perbedaan sosial ekonomi di antara warga negara ASEAN memerlukan langkah fiskal yang cermat dalam menanggulangi penyakit tersebut karena penerimaan masyarakat terhadap gangguan ekonomi sangat bergantung pada aspek sosial dan ekonomi di dalam anggota ASEAN.[1]

Melawan COVID-19: Catatan dalam Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia

 

Melawan COVID-19: Catatan dalam Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia


A.    Pendahuluan

Tahuan 2020, manusia si seluruh dunia tengah dihadapkan pada musibah yang cukup berat. Musibah tersebut adalah kemunculan pandemi baru yang kini disebut sebagai pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019).  COVID-19 merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh jenis virus corona baru yang sebelumnya belum pernah ditemukan, dan nama tersebut ditetapkan pada tanggal 12 Februari 2020 lalu. Bermula ketika ada informasi dari pihak WHO pada tanggal 31 Desember 2019 yang menerima laporan tentang adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China  (WHO, 2020). Hingga pada akhirnya, tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai sebuah pandemi (Sebayang, 2020).

Bersamaan dengan kemunculan COVID-19 sebagai pandemi yang telah terjadi diseluruh penjuru dunia, setiap negara yang sudah terinfeksi dengan segeram membentuk sebuah satuan tugas tertentu yang utamanya bertugas untuk mengangani kasus COVID-19 terjadi dinegaranya. Mereka biasanya berfungsi untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan COVID-19 di negaranya. Di Indonesia sendiri, Pemerintah membuat sebuah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Namun belakngan diketahui bahwa gugus tugas ini dibubarkan dan digantikan dengan organisasi baru bernama Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pembentukan satuan tugas ini berkaitan dengan adanya rencana pemulihan perekomomian negara yang lemah akibat dampak COVID-19,yang pada dasarnya membuat sejumlah aktivitas sehari-hari harus dihentikan, termasuk dalam bisang perekonomian. Disini ada anggapan bahwa jika situasi dibiarkan, maka dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk dimasa depan, khususnya di bidang prekonomian. Mengenai hal ini, maka disini akan dibahas tentang sebuah catatan yang berkitan dengan pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Indonesia.

B.     Pembahasan

1.      Kasus COVID-19 di Indonesia

Pandemi COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia. Dan hingga saat ini korban yang terinfeksi masih terus bertambah. Terhitung hingga tanggal 4 Agustus 2020, jumlah total kasus secara global mencapai 18.431.820 (18,4 juta) kasus. Dari jumlah total tersebut, ada sebanyak 11.660.193 (11,6 juta) pasien telah sembuh, dan 696.751 orang meninggal dunia. Kasus aktif hingga saat ini tercatat sebanyak 6.074.876 dengan rincian 6.010.140 pasien dengan kondisi ringan dan 64.736 dalam kondisi serius. Sedangkan untuk negara dengan jumlah kasus terbanyak masih tetap tercatat dari merika Serikat, dengan total 4.860.512 kasus, dimana 158.899 orang diantaranya telah meninggal, sementara 2.443.592 orang lainnya telah sembuh (Bramasta & Hardiyanto, 2020).

 

2.      Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk menangani kasus COVID-19 dalam negeri, Indonesia membantu gugus tugas khusus yang berfungsi menangani COVID-19, yang mana ini diberi nama sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Ini merupakan sebuah gugus tugas yaang dibentuk pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan kegiatan antar lembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak penyakit koronavirus baru di Indonesia. Gugus tugas tersebut diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasaan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Maret 2020. Gugus tugas itu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 

 

3.      Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia

Belakangan diketahui bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang bertugas untuk menangani pandemi dibubarkan. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Dalam Pasal 20, perpres ini menyebutkan bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di daerah dibubarkan seiring dengan dicabutnya Keppres 9/2020 (Asmara, 2020).

Namun demikian, sebanarnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tidak dibubarkan, melainkan kerja Gugus Tugas akan dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, setelah presiden membuat Komite Penanganan COVID-19, sesuai dengan Pepres Nomor 82 Tahun 2020. Satgas ini dibentuk untuk menyeimbangkan penanganan COVID-19 yang tidak hanya dari sektor kesehatan, tetapi juga untuk penanganan mengatasi krisis di sektor ekonomi. Tapi, sektor kesehatan masih menjadi prioritas utama Pemerintah selama vaksin untuk COVID-19 bisa ditemukan (Bardan & Perwitasari, 2020).  Satuan Tugas Penanganan COVID-19 ini pada dasarnya terdiri dari dua satuan tugas, yakni satuan tugas penanganan COVID-19 dan satuan tugas pemulihan ekonomi nasional. Dibentuknya satuan tugas ini oleh pemerintah diharapkan bisa memperbaiki kinerja pemerintah dalam menangani penanganan COVID-19 sekaligus memulihkan kehidupan ekonomi yang terpuruk selama pandemi berlangusng (Wiharso, 2020).




Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

MEMBANGUN KETAHANAN EKONOMI DALAM NEGERI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL



MEMBANGUN KETAHANAN EKONOMI DALAM NEGERI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL



Ketahanan nasional Indonesia merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasionalnya.
Ketahanan nasional pada dasarnya merupakan kondisi yang dinamis, artinya bahwa ketahanan nasional dapat bersifat fluktuatif, setiap saat bisa berubah baik itu melemah maupun menguat. Kondisi yang fluktuatif tersebut dipengaruhi oleh segenap aspek kehidupan nasional yang saling terintegrasi satu sama lain. Aspek tersebut dirinci ke dalam 8 aspek yang sering disebut Asta Gatra. Asta Gatra sendiri terdiri dari Trigatra (Kondisi Geografi, Kekayaan Alam, dan Kependudukan) dan Pancagatra (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan). Terwujudnya ketahanan nasional pada hakikatnya tergantung pada dua hal utama: pertama, kemampuan bangsa dan negara dalam memanfaatkan Trigatra sebagai modal dasar peningkatan kondisi Pancagatra. Kedua, keuletan dan ketangguhan bangsa dan negara dalam mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Makalah yang kami buat ini akan memfokuskan diri pada pembahasan salah satu aspek Pancagatra yaitu aspek ekonomi. Ketahanan ekonomi merupakan salah satu aspek yang penting dalam ketahanan nasional karena merupakan suatu cita-cita dan tujuan nasional yang harus diperjuangkan setelah kemerdekaan yaitu mewujudkan Negara Indonesia yang adil, makmur,dan sejahtera, artinya bahwa segala kegiatan pemerintah dan masyarakat di dalam pengelolaan faktor produksi dalam rangka produksi dan distribusi barang dan jasa digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, baik material maupun spiritual. Kondisi dinamik suatu bangsa di bidang kehidupan ekonomi tercermin pada keseimbangan struktur ekonomi, bersamaan dengan tersedianya kebutuhan hidup sehari-hari secara merata dan terjangkau oleh rakyat banyak.
  Pada hakikatnya, ketahanan ekonomi yang tangguh mengandung kemampuan untuk dapat memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta dapat menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Oleh karena itu, diperlukan suatu kemampuan untuk dapat memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di negara kita secara efektif dan efisien, serta kemampuan untuk dapat mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan di bidang ekonomi demi terwujudnya suatu ketahanan ekonomi yang tangguh.

 

Makalah ini masih versi draft

Untuk versi lengkap

Silahkan Hub:

o85868o39oo9 (Diana)

Ditunggu Ordernya Yaah?