Tampilkan postingan dengan label RUU Cipta Kerja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label RUU Cipta Kerja. Tampilkan semua postingan

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

 

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

 Berdasarkan Contagion Theory

 

A.    Pendahuluan

Unjuk rasa atau demo, telah menjadi salah satu bagiana dari bagaimana masyarakat mengungkapkan pendapatnya di tempat umum. Unjuk rasa juga merupakan bagian penting untuk pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Sebab ini berhubungan dengan kebebasan berpendapat. Setiap orang dibebaskan untuk menyampaikan pendapat-pendapat mereka, termasuk yang berhubungan dengan kepentingan publik terhadap pemerintah.

Secara jelas, kekebasan berpendapat ini telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Unjuk rasa atau yang disebut juga sebagai demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan,dan sebagainya secara demonstratif di muka umum (Pasal 1 ayat 3 UU no 9 Tahun 1998). Dalam UU ini juga dinyatakan secara jelas tentang diperbolehkannya penyampaian pendapat di muka umum. Meskipun demikian, ini harus tetap dilakukan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum (Hendrik S, 2020).

Pada kenyataanya, pada aksi unjuk rasa, biasnaya ini rawan terjadinya kerusuhan, dengan kata lain, demo tidak terlakasana sesuai dengan tata terbib yang ada. Kerusuhan terjadi antara pihak pemerintah yang di demo maupun antar pendemo itu sendiri. Akibat terburuknya, pada kerusuhan yang terjadi ini menyebabkan jatuhnya korban, baik korban luka-luka maupun korban nyawa. Kejadian seperti inilah yang seharusnya dihindarkan, sebab ini dapat menganggu kepentingan umum. 

Selain itu, terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tentang adanya pihak ketiga yang sengaja memprovokasi pengunjuk rasa sehingga menimbulkan situasi-situasi menegangkan. Beberapa saat lalu, polisi berhasil mengamankan sejumlah terduga yang kemungkinan berada di tengah para penggunjuk rasa bertujuan untuk menimbulkan kerusuhan, peristiwa tersebut terjadi ketika ada acara unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Pada kasus tersebut akan dicoba untuk dianalisis berdasarkan Contagion Theory atau teori penularan.

B.     Pembahasan

1.      Konsep Contagion Theory

Contagion theory pada dasarnya merupakan bagian dari konsep perilaku kolektif dan terjadinya kerumuman. Perilaku kolektif biasnaya identik dengan tindakan anarkis, baik itu berupa tindakan perusakan, pengeroyokan, pembakaran tersangka, penjarahan dan lain-lain (Meliala, 2001). Secara umum, dalam suatu perilaku kolektif ada sejumlah teori untuk memahami perilaku mereka, diantaranya adalah: 1) Contagion Theory, bahwa kerumunan dapat disugesti atau diarahkan dengan emosi yang berubah- ubah (bisa tertular); 2) Convergence Theory, bahwa perilaku kerumunan berasal dari keinginan mereka sendiri; dan 3) Emergent-Norm Theory, bahwa kerumunan dapat membentuk perilaku tersendiri. Dalam hal ini akan dibahas tentang contagion theory saja.


2.      Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

Pada tanggal 14 Agustus 2020 lalu, pihak kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penangkapan kepada sekitar 186 orang yang terindikasi akan melakukan kerusuhan, mereka masuk ke area unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Dari jumlah tersebut, 169 orang diantaranya dipulangkan, sementara sisanya, sekitar tujuh orang, diproses hukum karena diduga telah merencanakan keonaran  (Hendrik S, 2020). Dari ketujuh orang tersebut, mereka terdiri dari enam pria dan seorang perempuan, dan masih menjalani pemeriksaan intensif terkait kerusuhan dalam aksi unjuk rasa (Malau & Rizki, 2020).


3.      Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

Seperti yang dinytakan sebelumnya bahw anti dari contagion theory adalah keramaian dapat menimbulkan dampak hipnotis pada individu artinya, ketika berada di tengah kerumuman, ada kemungkinan bahwa sikap yang ditimbulkan oleh seseorang merupakan pengaruh dari kerumunan yang ada, bahkan untuk perilaku irasional yang ditampilkan secara kolektif oleh individu ketika terlibat dalam suatu kelompok (Communication Theory, n.d.). Suatu perilaku yang ditimbulkan menyebar secara seragam dan cepat dari individu ke individu, dan untuk orang-orang yang tergabung dalam jaringan, sebagian besar berperilaku seragam dan perilaku ini tidak sesuai dengan pola perilaku normal mereka (Snow, 2013).


Polemik RUU Cipta Kerja Berdasarkan Perspektif Ketenagakerjaan

 

Polemik RUU Cipta Kerja Berdasarkan Perspektif Ketenagakerjaan


A.    Pendahuluan

Sumber daya manusia merupakan aspek penting bagi perkembangan suatu negara. Dalam hal ini, jika keberadaan sumber daya alam sudah melimpah, namun tidak ada sumber daya manusia sebagai pengelolanya, maka hal tersebut tidak akan berarti. Begitu juga sebaliknya, adanya sumber daya manusia harus didukung oleh ketersediaan sumber daya alam. Oleh karena itu diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dalam upaya meningkatkan daya saing suatu negara. Selain itu, perkembangan kehidupan dunia ekonomi dan bisnis saat ini juga mengalami pergeseran paradigma, yang semula dari ekonomi berbasis sumber daya menuju ke paradigma ekonomi berbasis pengetahuan dan kreativitas. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia saat ini memiliki peran penting dalam kehidupan dunia ekonomi dan bisnis. Oleh karena itu, pembangunan nasional saat ini, terutama di bidang ketenagakerjaan, ekonomi dan bisnis, diarahkan kepada pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan manusia itu sendiri(Widiastuti, 2013).

Sayangnya peningkatan sumber daya manusia saat ini justru malah membawa ancaman tersendiri bagi kelestarian sumber daya alam dan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena semakin banyak jumlah SDM maka semakin banyak pula kebutuhan yang harus dipenuhi. Pertumbuhan jumlah SDM yang tinggi inilah yang kemudian menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya pembangunan di negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan negara berkembang dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas (Arsyad, 2004). Akibatnya masalah pengangguran semakin banyak dan meluas. Sama halnya yang terjadi di Indonesia, meskipun selama 10 tahun terakhir tingkat pengangguran di Indonesia menurun cukup tinggi,namun masalah pengangguran dan ketenagakerjaan sampai saat ini masih menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Hal ini disebabkan karena masih terdapat beberapa permasalahan yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja di Indonesia belum maksimal, salah satunya adalah tersedianya lapangan pekerjaan dan kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas(Soleh, 2017).

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya pembangunan sektor ketenagakerjaan yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan. Tenaga kerja merupakan faktor penting dan potensial dalam menggerakkan roda pembangunan, khususnya di bidang ekonomi. Tenaga kerja potensial akan mempengaruhi produktivitas nasional dan pendapatan nasional.Semakin besar produktivitas dan pendapatan nasional berarti pertumbuhan ekonomi semakin baik. Disinilah posisi tenaga kerja sangat strategis dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan juga turut dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman untuk mewujudkan keadilan bagi semua pihak, agar semua tenaga kerja Indonesia dapat terlindungi, merasa aman, tentram, dan sejahtera. Salah satunya peraturan perundang-undangan terkait dengan masalah ketenagakerjaan yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, yang mana RUU tersebut baru dipersiapkan awal tahun 2020 lalu.


B.     Pembahasan

Pada dasarnya, tenaga kerja adalah semua penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. UU ketenagakerjaan ini tidak memberikan batasan umur dalam definisi tenaga kerja, namun pada undangundang tersebut melarang mempekerjakan anak – anak. Sedangkan menurut UU No. 25 tahun 1997, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Sehingga anak-anak menurut No. 25 tahun 1997 ini adalah penduduk yang berusia kurang dari 15 tahun. Dalam hal ini, tenaga kerja terdiri dari angkata kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja atau labor force adalah bagian tenaga kerja yang ingin dan yang benar-benar menghasilkan barang dan jasa, yang terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja terdiri dari golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain – lain atau penerima pendapatan. Selain itu, ada juga golongan dalam kelompok bukan angkatan kerja sewaktu – waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering dinamakan potensial labor force (Simanjuntak, 1985).