Tampilkan postingan dengan label kasus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kasus. Tampilkan semua postingan

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

 

Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

 Berdasarkan Contagion Theory

 

A.    Pendahuluan

Unjuk rasa atau demo, telah menjadi salah satu bagiana dari bagaimana masyarakat mengungkapkan pendapatnya di tempat umum. Unjuk rasa juga merupakan bagian penting untuk pemerintahan yang menganut sistem demokrasi. Sebab ini berhubungan dengan kebebasan berpendapat. Setiap orang dibebaskan untuk menyampaikan pendapat-pendapat mereka, termasuk yang berhubungan dengan kepentingan publik terhadap pemerintah.

Secara jelas, kekebasan berpendapat ini telah tercantum dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Unjuk rasa atau yang disebut juga sebagai demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan,dan sebagainya secara demonstratif di muka umum (Pasal 1 ayat 3 UU no 9 Tahun 1998). Dalam UU ini juga dinyatakan secara jelas tentang diperbolehkannya penyampaian pendapat di muka umum. Meskipun demikian, ini harus tetap dilakukan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum (Hendrik S, 2020).

Pada kenyataanya, pada aksi unjuk rasa, biasnaya ini rawan terjadinya kerusuhan, dengan kata lain, demo tidak terlakasana sesuai dengan tata terbib yang ada. Kerusuhan terjadi antara pihak pemerintah yang di demo maupun antar pendemo itu sendiri. Akibat terburuknya, pada kerusuhan yang terjadi ini menyebabkan jatuhnya korban, baik korban luka-luka maupun korban nyawa. Kejadian seperti inilah yang seharusnya dihindarkan, sebab ini dapat menganggu kepentingan umum. 

Selain itu, terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah tentang adanya pihak ketiga yang sengaja memprovokasi pengunjuk rasa sehingga menimbulkan situasi-situasi menegangkan. Beberapa saat lalu, polisi berhasil mengamankan sejumlah terduga yang kemungkinan berada di tengah para penggunjuk rasa bertujuan untuk menimbulkan kerusuhan, peristiwa tersebut terjadi ketika ada acara unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Pada kasus tersebut akan dicoba untuk dianalisis berdasarkan Contagion Theory atau teori penularan.

B.     Pembahasan

1.      Konsep Contagion Theory

Contagion theory pada dasarnya merupakan bagian dari konsep perilaku kolektif dan terjadinya kerumuman. Perilaku kolektif biasnaya identik dengan tindakan anarkis, baik itu berupa tindakan perusakan, pengeroyokan, pembakaran tersangka, penjarahan dan lain-lain (Meliala, 2001). Secara umum, dalam suatu perilaku kolektif ada sejumlah teori untuk memahami perilaku mereka, diantaranya adalah: 1) Contagion Theory, bahwa kerumunan dapat disugesti atau diarahkan dengan emosi yang berubah- ubah (bisa tertular); 2) Convergence Theory, bahwa perilaku kerumunan berasal dari keinginan mereka sendiri; dan 3) Emergent-Norm Theory, bahwa kerumunan dapat membentuk perilaku tersendiri. Dalam hal ini akan dibahas tentang contagion theory saja.


2.      Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR

Pada tanggal 14 Agustus 2020 lalu, pihak kepolisian Polda Metro Jaya melakukan penangkapan kepada sekitar 186 orang yang terindikasi akan melakukan kerusuhan, mereka masuk ke area unjuk rasa RUU Cipta Kerja atau omnibus law, di sekitar Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat. Dari jumlah tersebut, 169 orang diantaranya dipulangkan, sementara sisanya, sekitar tujuh orang, diproses hukum karena diduga telah merencanakan keonaran  (Hendrik S, 2020). Dari ketujuh orang tersebut, mereka terdiri dari enam pria dan seorang perempuan, dan masih menjalani pemeriksaan intensif terkait kerusuhan dalam aksi unjuk rasa (Malau & Rizki, 2020).


3.      Analisis Kasus Anarko Bogor Berencana Rusuh di Gedung DPR Berdasarkan Contagion Theory

Seperti yang dinytakan sebelumnya bahw anti dari contagion theory adalah keramaian dapat menimbulkan dampak hipnotis pada individu artinya, ketika berada di tengah kerumuman, ada kemungkinan bahwa sikap yang ditimbulkan oleh seseorang merupakan pengaruh dari kerumunan yang ada, bahkan untuk perilaku irasional yang ditampilkan secara kolektif oleh individu ketika terlibat dalam suatu kelompok (Communication Theory, n.d.). Suatu perilaku yang ditimbulkan menyebar secara seragam dan cepat dari individu ke individu, dan untuk orang-orang yang tergabung dalam jaringan, sebagian besar berperilaku seragam dan perilaku ini tidak sesuai dengan pola perilaku normal mereka (Snow, 2013).


Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak yang di Hadapi oleh PT Pertamina

 

Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak

yang di Hadapi oleh PT Pertamina


A.    Pendahuluan

Komunikasi adalah salah satu kunci penting dalam menjalankan berbagai aktivitas di setiap perusahaan atau organisasi. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain atau pihak yang memiliki kepentingan dalam organisasi (stakeholders). Komunikasi yang baik dengan pemangku kepentingan dapat menciptakan relasi harmonis dan menjadi kekuatan organisasi. Hal ini tentunya akan dapat mengurangi kesalahpahaman dan mencegah timbulnya konflik pada pemangku kepentingan (Ayu, Suryawati, & Pascarani, 2016). Kemampuan komunikasi telah menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan arah kehidupan organisasi atau perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar dapat bertahan tergantung pada bagaimana perusahahan tersebut mengelola komunikasi krisis yang terjadi didalamnya. Krisis sendiri merupakan kondisi yang tidak terduga, di mana organisasi atau perusahaan pada umumnya tidak dapat menduga bahwa akan terjadi krisis yang dapat mengancam eksistensi perusahaan itu sendiri (Prabowo, 2018).


B.     Kasus

PT Pertamina adalah salah satu perusahaan yang mengolah dan memproduksi bahan baku minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional. Selama perjalanan bisnisnya, Pertamina mengalami banyak krisis dalam perusahaannya, salah satunya adalah kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada Maret 2018 lalu. Kejadian ini diakibatkan karena adanya kebocoran pipa bawah laut yang terletak di kedalaman 20-25 meter pada akhir Maret 2018 lalu, yang kemudian tumpahan tersebut semakin hari semakin meluas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang sangat besar, seperti rusaknya ekosistem laut dan pantai, pemukiman yang terpapar tumpahan minyak, bahkan hingga mengakibatkan tewasnya lima orang nelayan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, sejak terjadinya kasus tersebut, empat pejabat Pertamina mengumumkan bahwa kebocoran tersebut bukan dari pipa Pertamina kepada masyarakat. Padahal setelah kejadian, masih belum diselediki hingga belum diketahui penyebab pasti terjadinya kasus tumpahan minyak tersebut. Pemberitahuan informasi mengenai penyebab kejadian tersebut pun juga dilakukan berkali-kali dengan alasan dan statement yang sama. Manajer komunikasi Pertamina pun mengatakan dan memastikan bahwa koordinasi antara pihaknya dengan kepolisian daerah setempat sudah dilakukan. Sayangnya setelah dilakukan penyelidikan oleh berbagai pihak, seperti kepolisian, tim laboratorium forensik dan sebagainya, pihak Pertamina akhirnya mengakui bahwa kejadian tersebut disebabkan karena adanya kerusakan dari aset atau pipa mereka(Wongsonagoro, 2020; Firmanto, 2018).


C.    Analisis

Krisis adalah suatu hal yang pasti pernah dialami oleh setiap organisasi atau perusahaan. Tentunya tidak ada satupun perusahaan di dunia yang menginginkan terjadinya krisis dalam perusahaan mereka. Namun perubahan  lingkungan bisnis yang cepat, dan persaingan yang semakin ketat memberikan dampak yang kuat bagi lingkungan bisnis perusahaan. Hal inilah yang terkadang menimbulkan krisis dalam perusahaan jika mereka tidak dapat mengikuti perubahan dengan baik dan bersaing dengan yang lainnya. Sehingga tidak ada satupun perusahaan yang luput dari krisis, yang membedakan adalah pada seberapa besar krisis yang dialami dan keberhasilan mereka dalam menangani dan mengatasi krisis tersebut.

Dalam hal ini, krisis seringkali diartikan sebagai ancaman terhadap operasional, reputasi, dan citra perusahaan. Krisis dapat menciptakan tiga ancaman, seperti keamanan publik, kerugian finansial, dan kerugian reputasi. Oleh karenanya, perusahaan juga tidak boleh mengabaikan krisis terlalu lama dan harus memiliki strategi yang tepat untuk mengatasi krisis yang terjadi. Sebab jika krisis tersebut tidak ditangani dan diselesaikan dengan tepat dan benar maka akan memberikan konsekuensi atau dampak negatif pada perusahaan.Meskipun demikian, krisis tersebut juga dapat digunakan sebagai peluang dan kesempatan untuk mengenali perusahaannya lebih baik lagi. Krisis juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas perusahaan, baik dalam kinerja internal maupun pelayanan publik (Seeger, Sellnow, & Ulmer, 2003). Dengan demikian, setiap perusahaan dituntut untuk memiliki pengelolaan krisis yang baik, agar dapat meminimalisir dampak dan kerugian yang diakibat dari krisis tersebut.

Strarbucks after Schultz: How to Sustain a Competitive Advantage?

 Strarbucks after Schultz: How to Sustain a Competitive Advantage?


1.      Apa 'proposisi nilai' untuk Starbucks dan bagaimana Starbucks mengembangkan proposisi nilainya?

Value proposition atau proposisi nilai, oleh Osterwalder dan Pigneur (2010) diartikan sebagai sesuatu yang biasa ditawarkan oleh seseorang (pelaku usaha) terhadap pelanggannya, diman ini mencakup sejumlah elemen, termasuk apa yang diinginkan oleh pelanggan, keuntungan yang bisa ditawarkan kepada pelanggan, termasuk harga. Disisi lain, untuk lebih memahami arti dari value proposition, ini dapat diartikan pula sebagai sebuah jalan keluar atau jawaban atas apa yang pelanggan butuhkan, merupakan pemecahan dari masalah yang dirasakan oleh pelanggan, dan value proposition juga merupakan alsan mengapa para pelanggan mau membeli produk maupun jasa yang akan ditawarkan. Dengan kata lain, value proposition merupakan keunggulan yang dimiliki oleh para pelaku bisnis dalam menawarkan produk atau jasanya, biasanya value proposition akan sangat berbeda dari apa yang dimiliki oleh produk atau jasa lain, dan ini pada akhirnya menjadi sebuah ciri khas atau keunikan dari produk atau jasa tersebut, yang menyebabkan pula pelanggan memilihnya. Ini adalah sebuah nilai atau manfaat yang ditawarkan pelaku usaha terhadap pelanggannya.

Terkait dengan kasus yang terjadi pada Starbucks, perushaan yang bergerak dibidang food and beverage ini juga memiliki value proposition dalam menjalankan bisnisnya. Value proposition tersebut adalah ingin memberikan pengalaman yang baru kepada pelanggan. [teks selanjutnya sengaja dihilangkan]

2.      Starbucks akhirnya mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2000-an ketika perusahaan menurunkan daya tarik dan keunikannya. Tolong jelaskan, apa fokus utama Starbucks selama waktu itu dan bagaimana ia kehilangan daya tarik dan keunikannya.

Starbucks pernah mengalami masa penurunan, bahkan sebelum krisis yang terjadi pada tahun 2008-2009. Krisis tersebut, kemudian membuat Starbucks semakin terpuruk yang ditandai dengan adanya penurunan pendapatan. Mengenai hal ini, ada beberapa asalan yang menyebabkan penurunan, salah satunya adalah karena perusahaan menurunkan daya tarik dan keunikannya. Ini membuat konsep perusahaan Starbucks menjadi berbeda dengan sebelumnya, bahkan value proposition perusahaan mulai mengabur dan seolah menghilang. Hal yang menyebabkan penurunan tersebut, adalah keinginan Starbucks untuk membuat operasional kafenya menjadi lebih efektif dan efisisen. Ini dilakukan atas tuntutan bisnis yang mengharuskan beradaptasi dengan lingkungan yang terus berkembang, khususnya dengan semakin banyaknya jumlah kafe yang bermunculan dan bermacam-macam produk yang ditawarkan oleh pesaing. Bersamaan dengan hal itu perusahaan secara perlahan mulai mlupakan apa yang membuatnya unik.

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]


3.      Tolong jelaskan tentang peran Schultz 'CEO yang kembali' dalam revitalisasi Starbucks. Apa inisiatif yang dia lakukan selama proses itu?

Howard Schultz merupakan orang yeng pernah menjabat sebagai CEOStarbucks selama dua masa periode. Periode pertama berakhir pada pada tahun 2000, 6 April. Namun setelah mundurnya Schultz dari jabatan CEO Starbucks, Starbucks mulai mengalami perubahan, yang ada akhirnya membuat jati diri dan keunikannya memudar. Pada saat itulah, Schultz yang saat itu telah turun dari jabatannya kembali ke perusahaan, pada Januari 2008 untuk memulikan kembali apa yang membuatnya sebagai Starbucks. Tidak terlalu lama sebelum krisis finansial global terjadi.

Untuk memulihkanStarbucks, Schultz melakukan banyak upaya perbaikan dalam perusahaan, kembali membangun apa yang membua Schultz spesial. Schultz  mulai mengotak-atik perusahaan untuk bisa kembali ke jalur sebelumnya,beberapa diantaranya adalah:

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]

 

4.      Harap jawab pertanyaan berikut sesuai dengan urutannya: pilih salah satu perusahaan, jelaskan keunikan atau proposisi nilai apa yang ingin dikembangkan, kemudian kembangkan dan jelaskan peta jalan yang perlu dicapai untuk membangun proposisi nilainya.

Dalam hal ini, perusahaan yang akan dipilih adalah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, yaitu industri yang berfokus dalam menyediakan jasa penginapan serta berbagai akomodasi lainnya, seperti menyediakan makanan. Mengenai hal ini, yang menjadi value proposition ini adalah ingin menawarkan pengalaman menikmati  penginapan dengan terjangkau dan nyaman, menawarkan kesan kenyamanan dengan konsep minimalis atau sederhana. Hal ini karena hotel yang murah dan terjangkau identik dengan fasilitas yang terbatas, namun dalam hotel ini, akan memberikan harga yang terjankau namun pada saat yang sama memberikan suasanya yang nyaman untuk ditinggali. Selain itu, terkadang kita merasa bahwa tinggal di hotel ketika melakukan perjalanan akan membutuhkan penyesuaian

Untuk mencapai tujuan memberikan pengalaman menginap di hotel yang, terjangkau dan nyaman ini, ada sejumlah langkah yang dapat diterapkan, diantaranya adalah:

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]  





Resume Case 3: Can European-style Codetermination Be Exported?

 

Resume Case 3

Can European-style Codetermination Be Exported?


            Istilah demokrasi industry dan konsep penentu kode muncul selama abad ke-20 ini. Istilah tersebut mengacu pada serangkaian praktik organisasi dan manajemen yang melibatkan perwakilan pekerja dalam menjalankan perusahaan, termasuk hak hukum untuk serikat pekerja dan/atau dewan pekerjaan terpilih untuk memveto, menunda, bernegosiasi, atau diberitahu tentang keputusan perusahaan. Istilah ini pertama kali muncul setelah perang dunia II, yaitu pada saat Eropa sedang dalam kekacauan. Dimana antara para serikat pekerja dan kelompok pengusaha khawatir bahwa industri besar Jerman didiskreditkan oleh asosiasi mereka dengan mantan pemerintah, sedangkan para serikat pekerja dilarang karena dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh sentiment kiri ekstrim. Untuk mencegah Jerman agar tidak tergelincir ke dalam komunisme, para pemimpin moderat dari gerakan buruh Jerman di zona Inggris mendorong mereka untuk melakukan negosiasi kesepakatan dengan pemilik perusahaan untuk memberi pekerja perwakilan dewan yang setara.

            Hal ini kemudian disetujui oleh beberapa perusahaan besar di zona Inggris dan Jerman sendiri. Dimana setelah beberapa dekade para pemilik bisnis di Jerman bereksperimen dengan berbagai sistem untuk memberikan suara kepada pekerja dalam urusan perusahaan, terutama dalam bentuk dewan karya yang dipilih karyawan yang mempertimbangkan kondisi tempat kerja, mereka sepakat untuk membuat dewan permanen. Yang mana hal tersebut kemudian disahkan menjadi hukum pada tahun 1920 dan ditindaklanjuti dengan persyaratan agar pekerja mendapatkan satu atau dua kursi di dewan pengawas perusahaan, tergantung pada ukuran dewan. Namun belum lama setelah itu, banyak perusahaan yang bereaksi terhadap undang-undang dewan perwakilan dengan menurunkan peran dewan pengawas, mengurangi frekuensi rapat bahkan hingga menjadi 15 menit saja. Penerimaan pengusaha terhadap input dewan kerja juga berkurang selama tahun 1920-an, dan pada 1930-an banyak bisnis mendukung gerakan pemerintah Nazi untuk pertama-tama menutup serikat buruh dan kemudian dewan kerja.

            Meskipun demikian, para serikat pekerja tidak hanya diam saja. Mereka bertindak dengan membentuk gerakan serikat untuk memperbaharui dorongannya dalam penentuan bersama secara penuh pada tahun 1960. Hingga pada akhirnya pada tahun 1976 dibentuk undang-undang mengenai penentuan bersama yang mengharuskan hamper seluruh perusahaan Jerman yang memiliki lebih dari 2000 karyawan agar memiliki setengah dewan pengawas yang dipilih oleh suara karyawan.Undang-undang tersebut masih berlaku hingga saat ini. Oleh karenanya, pada saat ini, semua perusahaan Jerman memiliki dewan dua tingkat - dewan manajemen yang sebagian besar terdiri dari manajer, dan dewan pengawas tingkat yang lebih tinggi yang harus meratifikasi keputusan utama dan mengawasi dewan manajemen. Dimana perusahaan yang memiliki lebih dari 500 karyawan, sepertiga dari anggota dewan pengawas ditunjuk oleh pekerja, sementara di perusahaan yang memiliki lebih dari 2.000 karyawan, proporsinya naik menjadi setengah.

            Bahkan 90 persen dari mereka di perusahaan dengan lebih dari 500 karyawan diwakili oleh dewan kerja yang dipilih langsung dan merupakan kendaraan melalui penentu kode di Jerman beroperasi. Sekitar tiga perempat dari mereka yang terpilih untuk bekerja dewan dalam beberapa tahun terakhir adalah anggota serikat pekerja, dimana mereka dapat memberikan pelatihan dan konsultasi untuk dewan kerja. Dewan pekerjaan di Jerman jugatidak hanya diharuskan untuk dikonsultasikan dengan hampir semua masalah di tempat kerja, tetapi juga memiliki hak penetapan kode positif pada subset masalah terkait SDM, termasuk perubahan waktu mulai dan selesai, waktu istirahat, lembur, bonus dan target, metode pembayaran, pengenalan pengawasan karyawan melalui kamera atau perangkat lain, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam kondisi saat ini, para pengusaha tidak dapat melakukan perubahan secara sepihak tetapi harus setuju dengan dewan kerja atau meyakinkan pengadilan dengan kursi netral untuk menerima rekomendasi mereka.

Model Negara Swedia dan Perancis

Di Swedia, dewan perwakilan serikat pekerja cukup terbatas, namun penetapan kodenya tersebar luas dan memiliki efek dalam memperluas dan memperdalam aktivitas serikat pekerja local terkait dengan pertanyaan manajemen. Meskipun demikian, para pekerja di dewan membatasi intervensi mereka pada pertanyaan-pertanyaan mengenai penempatan staf, pembayaran, dan lingkungan kerja. Dalam hal ini, Swedia memiliki struktur dewan kesatuan (menggabungkan dewan pengawas dan manajemen) dan serikat menunjuk dua direktur di perusahaan dengan lebih dari 25 karyawan, dan tiga di antaranya dengan lebih dari 1.000, yang mana hal tersebut biasanya merupakan sekitar sepertiga dari jumlah direktur, meskipun proporsinya tidak ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, ada perwakilan keselamatan yang ditunjuk oleh serikat pekerja yang diberi wewenang untuk menyelidiki suatu kecelakaan atau cedera yang terjadi, mengambil tindakan untuk menangani risiko, dan memantau secara luas lingkungan tempat kerja. Swedia juga memiliki undang-undang penetapan kode, namun pelaksanaannya masih konsisten dengan model hubungan kerja Nordik, dimana para serikat pekerja difasilitasi dengan hak yang luas dan dapat ditegakkan untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Para pengusaha juga harus bernegosiasi dengan serikat pekerja mengenai bidang-bidang termasuk perubahan dalam organisasi dan metode kerja, perubahan personil (termasuk perubahan dalam pengawas), persiapan anggaran tahunan, perubahan struktural, dan perubahan dalam pola perekrutan atau pemecatan.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia

 

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia


A.    Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia dalam lingkungan masyarakat dinilai semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku tersebut, jika ditinjau dari segi hukum tentu terdapatperilaku yang dapat dikelompokkan sesuai dengan norma dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma inilah yang biasanya justru menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Terutama dengan adanya kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban manusia yang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan kepentingan manusia, yang berpotensi mengakibatkan meningkatknya jumlah tindak kejahatan. Angka kejahatan ini kemudian dinilai dapat terus bertambah dengan cara berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan modern sehingga kejahatan dinilai akan semakin meresahkan masyarakat(Setiyani, 2018).


B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Premanisme dan Kekerasan

Masalah kejahatan pada prinsipnya merupakan masalah yang aktual dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di manapun di dunia ini, oleh karenanya kejahatan merupakan masalah yang bersifat universal. Dalam hal ini, Soesilo (dalam Prasetyo, 2011), dalam bukunya yang berjudul Kriminologi Kejahatan, memberikan pengertian tentang apa yang dinamakan sebagai kejahatan, dimana jika ditinjau dari segi juridis, kejahatan merupakan suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sementara jika ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban (Prasetyo, 2011). Beberapa kejahatan atau perilaku menyimpang juga dilatarbelakangi kondisi sosial budaya masyarakat setempat.Naik turunnya angka kejahatan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, budaya dan yang lain.Hal ini sejalan dengan pendapat Mahrus Ali (dalam Zegi, 2018) yang mengatakan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, semakin meningkat pula perilaku manusia dalam bermasyarakat yang mengabaikan norma-norma hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat berdampak pada kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat. Cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan norma dan kaidah hukum yang berlaku merupakan bentuk dari praktik tindak pidana(Zegi, 2018).


2.      Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang Disertai Dengan Kekerasan

Premanisme merupakan fenemona sosial yang sudah sering muncul dalam kehidupan masyarakat bahkan sejak dahulu. Pada dasarnya aksi premanisme tidak terlalu menakutkan karena biasanya aksi tersebut cenderung dilakukan hanya terbatas pada memaksa oranglain untuk menyerahkan harta bendanya tanpa mencederai mereka.Namun seiring perkembangannya, aksi premanisme ini merupakan bentuk kejahatan jalanan (street crime) yang menjadi perhatian serius masyarakat serta aparat penegak hukum. Hal ini disebabkan karena kehadiran para preman dan aksi premanisme yang dilakukan tidak hanya oleh preman saja telah mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Aksi premanisme tersebut juga semakin marak terjadi bahkan terkadang berujung dan menyebabkan korban jiwa. Sebab kekerasan yang dilakukan para preman dinilai sudah melampaui batas karena tidak hanya mencakup kekerasan psikis, tetapi juga kekerasan fisik sehingga mereka tidak menginginkan harta semata, tetapi juga melakukan tindakan kekerasan yang berakhir pada pembunuhan.

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di JakartaPusat

  

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat


A.    Pendahuluan

Premanisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Tindakan premanisme ditunjukkan melaluisejumlah faktor yang merupakan aktivitas mengganggu ketertiban, sehingga menimbulkan rasa  ketidaknyamanan, keresahan dan rasa takut diantara masyarakat. Aksi permanisme sering dijumpai di sejumlah daerah  keramaian masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan aksi tersebut juga dapat terjadi di daerah sepi dan jauh dari keramaian publik (Pradipta & Suardana, 2018). Dengan demikian, premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum(Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017).


B.     Pembahasan

1.      Tindakan Pemerasan dan Kekerasan yang dilakukan oleh Preman di Jakarta Pusat 

Premanisme adalah fenomena sosial yang sering muncul dalam kehidupan masyarakat. Premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum. Subjek atau individu yang melakukan tindakan premanisme disebut sebagai preman, sebutan yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu vrijman yang artinya adalah orang bebas atau tidak mempunyai ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu. Pada dasarnya idnividu yang disebut sebagai preman merupakan individu yang tidak mempunyai pekerjaan yang pasti dan tidak memiliki sumber penghasilan yang tetap, sehingga individu akan melakukan berbagai cara untuk dapat menghasilkan uang dengan melakukan pemerasan  yang disertai dengan ancaman hingga kekerasan (Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017). Sedangkan pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban(Saputra, 2018).


2.      Faktor Penyebab Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat

Menurut Andi Hamzah (dalam Pratiwi, 2014) faktor penyebab kriminalitas terdiri dari faktor dari dalam diri pelaku (internal) dan faktor dari luar diri pelaku (eksternal). Menurut Alifi (2016), faktor internal merupakan faktor dari dalam diri sendiri seperti kondisi fisiologis pelaku, dan kondisi psikologis pelaku kriminalitas. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku kriminalitas mencakup kondisi ekonomi dan kondisi sosial atau lingkungan sekitar pelaku, orang atau sekelompok orang melakukan tindakan kriminalitas ataupun semata-mata didorong oleh tekanan ekonomi yang parah (Alifi, 2016). Terkaitfaktor dari luar diri pelaku, faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan merupakan faktor yang mendorong aksi premanisme oleh seorang preman. Faktor lingkungan adalah faktor yang potensial karena terdapat kemungkinan untuk memberikan pengaruh terhadap kemungkinan tindak kriminal yang dapat terjadi tergantung dari susunan pembawaan dan lingkungan baik lingkungan tetap maupun lingkungan sementara. Pengaruh lingkungan akan memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang, dan lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya(Pratiwi, 2014).


3.      Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasandan Kekerasan dalam Premanisme

Pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam bab XXIII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu(Saputra, 2018):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”


4.      Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Premanisme di Jakarta Pusat

Kepolisian menjalan peran yang sangat penting untuk dapat menyelesaikan permasalahanpemerasan dan kekerasan dalam premanisme. Penyelesaian tindakan premanime yang terjadi di wilayah hukum Polres Jakarta Pusat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tindakan preventif dan represif.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets

 

Employee Relations: Pemotongan Pembayaran Pada Pekerja Es Krim Streets


A.    Introduction

Esay ini akan berfokus untuk menganalisis sebuah kasus tentang yang berhubungan dengan employee relations. Analisis employee relations ini dilakukan melalui studi kasus tentang adanya pemotongan pembayaran pada pekerja es krim Streets. Pembasahan hasil analisis ini akan dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama adalah pengenalan, yang mengandung pokok bahasan tentang profil singkat perusahaan es krim Streets serta latar belakang terjadinya kasus pemotongan pembayaran terhadap pekerjanya. Bagian kedua adalah diskusi kritis, yang akan membahas empat bagian utama, yaitu penerapan employee relationsdiStreet, kritik tentang penerapan employee relations tersebut, kemudian menjelaskan tentang posisi sebagai karyawan perusahaan dan apa yang akan dilakukan terkait masalah yang ada serta alasannya melakukan hal tersebut.Bagian terakhir adalah tentang kesimpulan dari keseluruhan isi esay.

Streets merupakan salah satu perusahaan se krim yang cukup terkenal, khusunya bagi penduduk wilayah Australia. Streets telah menjadi perusahaan terbasar pemroduksi es krim di Aurtralia. Beberapa produknya yang terkenal adalah es krim dengan merek Magnum, Paddle Pop, Blue Ribbon, Cornetto, Calippo, Bubble’o’Bill and Golden Gaytime. Streets juga merupakan bagian dari perusahaan besar Unilever (Unilever, 2020). Beberapa saat lalu, Streets diisukan telah menghianati para pekerjanya dengan melakukan pemotongan pembayaran (upah) mereka. Kasus itu terjadi pada tahun 2017 di pabrik Minto Streets yang terletak di Western Sydney. Streets berupaya mengakhiri perjanjian tempat kerja dan memangkas upah pekerjanya mencapai 46%. Pada saat yang sama, para pekerja Streets es krim ini juga mendapat perlakukan yang tidak sesuai, mulai dari adanya pemotongan waktu lembur, cuti tahunan, kepentingan pribadi, cuti, kondisi redundansi, maupun perlindungan terhadap penggunaan pekerja dan kontraktor. Kebijakan in telah menjadi salah satu cara untuk memastikan karyawannya tunduk terhadap perusahaan (ACTU, 2017). Namun demikian, pada dasarnya ini telah mengancam hak-hak karyawan yang seharusnya mendapat perlindungan dari perusahaan tempat mereka bekerja.

B.     Critical Discussions

Seorang pekerja merupakan elemen yang sangat penting dalam sebuah perusahaan(A.H.Sequeira & Dhriti, 2015). Sebab mereka merupakan elemen kunci organisasi untuk menggerakkan perusahaan. Jika tidak ada karyawan, maka mustahil sebuah perusahaan dapat berjalan dengan sukses. Dalam hal ini, ada yang dinamakan sebagai employee relation, ini merupakan dengan pengelolaan hubungan ketenagakerjaan yang secara umum berhubungan dengan kesepakatan syarat dan ketentuan ketenagakerjaan dan dengan masalah yang timbul dalam ketenagakerjaan tersebut (Waiganjo & Nge’the, 2012). Istilah employee relation, studi tentang hubungan antara karyawan serta pemberi kerja dan karyawan sehingga dapat menemukan cara untuk menyelesaikan konflik dan membantu meningkatkan produktivitas organisasi dengan meningkatkan motivasi dan moral pekerja (Nikoloski & et.al., 2014). Menjaga hubungan yang baik adalah sebuah kunci utama perusahaan terus berjalan, sebab tanpa adanya konflik yang sebarti, maka kinerja karyawan berdampak positif juga. Oleh sebab itulah, sebuah perusahaan pada dasarnya harus mampu dalam mengelola karyawan mereka, agar tetap produktif sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)