Tampilkan postingan dengan label kesetaraan gender. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesetaraan gender. Tampilkan semua postingan

Keterwakilan Wanita dalam Politik di Indonesia

 

Keterwakilan Wanita dalam Politik di Indonesia


A.    Pendahuluan

Sepanjang sejarah peradaban manusia, persoalan ketidakadilan sosial umumnya menimpa kaum wanita, yang mana mereka sering hanya diposisikan pada peran domestik saja, sehingga sangat menghambat kemajuan mereka menggeluti dunia publik. Hal tersebut merupakan rekayasa kultur dan tradisi yang menciptakan pelabelan atau steretip tertentu pada perempuan yang telah mengakar kuat dalam masyarakat. Padahalgender tidak sama dengan jenis kelamin. Gender merupakan konstruksi sosial untuk memberikan label pada masing-masing individu, walaupun sebenarnya tetap didasarkan pada jenis kelamin (Rokhmansyah, 2016).Secara terminologis gender dapat didefinisikan sebagai konstruksi budaya terhadap kaum pria dan wanita. Gender dipandang sebagai suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara-antara pria dan wanita yang berkembang dalam masyarakat. Gender merupakan suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara pria dan wanita dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, dan emosi, serta faktor-faktor nonbiologis lainnya.Sistem patriarki yang mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan gender dan akhirnya memunculkan ketidakadilan dan diskriminasi gender.

Ketidakadilan gender terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran manusia dalam berbagai bentuk (Muryanti, 2012). Selain itu, ketidakadilan dan diskriminasi tersebut juga diakibatkan karenanya adanya sistem dan struktur sosial yang telah berakar dalam sejarah, adat maupun norma (Marhaeni, 2008). Bentuk-bentuk diskriminasi gender meliputi marginalisasi (diskriminasi terhadap kaum wanita dari dunia kerja dan sektor publik lainnya), subordinasi (anggapan konstruktif dari masyarakat yang menempatkan wanita dalam posisi lemah dan di bawah pria), pandangan stereotip (pelabelan atau cap atau stigma terhadap seseorang, kelompok, atau jenis pekerjaan tertentu), kekerasan (serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologi seseorangdan peran ganda (permasalahan beban kerja menyangkut masalah dua peran wanita dalam sektor domestik dan sektor publik).Namun, kemajuan jaman saat ini telah mengubah banyak pandangan mengenai wanita dan perannya dalam kehidupan sosial sehari-harinya, yang mana hal tersebut membuat wanita sudah dapat memperoleh hak yang sama dengan pria. Meskipun demikian,ketidakadilan dan diskriminasi gender juga masih banyak ditemukan di berbagai lingkup kehidupan masyarakat Indonesia.Isu ketidakadilan gender tersebut telah menjadi isu sentral dalam pembangunan, terutama pembangunan sumber daya manusia, karena pada dasarnya kesetaraan dan keadilan gender merupakan salah satu tantangan utama pembangunan.

..........

B.     Pembahasan

..........

Menurut Joice Mitchell, dalam Political Analysis and Public Policy, menyatakan bahwa “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya”. Disamping itu, hampir serupa dengan definisi Joyce Mitchell, Karl W. Deutsch juga mengemukakan bahwa “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum”. Keputusan itu berbeda dengan pengambilan keputusan-keputusan pribadi oleh seseorang, dan keseluruhan dari keputusan itu merupakan sektor umum atau sektor publik dari suatu negara(Budiardjo, Soeseno, & Evaquartaa, 2014). Sementara itu, Abdulkadir B. Nambo dan Muhamad Rusdiyanto Puluhuluwa (2005), menemukan dua kecenderungan penting dalam apa yang dinamakan sebagai “definisi politik”, antaranya: 1) Pandangan yang menghubungkan politik dengan adanya negara, yaitu urusan pemerintahan pusat dan daerah; dan 2) Pandangan yang menghubungkan dengan masalah kekuasaan, otoritas dan atau dengan konflik.

Terkait dengan hal tersebut, di seluruh dunia, wanita merupakan bagian yang sangat penting dan tak terpisahkan dari populasi. Tidak heran dalam waktu belakangan ini, wanita di seluruh dunia menjadi fokus positif. Ini adalah hasil dari realisasi apa yang mungkin hilang dari dunia dengan tidak melibatkan mereka secara positif dalam proses pembangunan negara. Meskipun beberapa negara, terutama negara-negara maju, telah menghargai dan memberdayakan sebagian besar wanita mereka untuk memainkan peran mereka dan berkontribusi kuota mereka sendiri untuk pengembangan masyarakat mereka. Namun pada sebagian banyak negara lainnya, terutama negara-negara berkembang, masih belum menghargai sepenuhnya peran penting yang dapat dimainkan perempuan dalam transformasi negara mereka ketika diberdayakan(Asaju & Adagba, 2013). Begitu pula halnya dengan di Indonesia, terutama di bidang publik dan politik. Padahal saat ini, Indonesia sedang berada dalam masa transisi dengan demokrasi yang menjadi isu utama dalam masalah pemerintahan dan negara. Pembangunan politik ini menjadi salah satu masalah krusial yang harus dapat ditangani baik oleh rakyat dari negara ini maupun pemerintah, yang manapembangunan politik yang ideal akan menciptakan adanya demokrasi. Hubungan antara pembangunan dan demokrasi merupakan hal yang sudah ditinjau secara berlanjut, namun hubungannya menjadi semakin jelas pada beberapa dekade terakhir ini. Beberapa   ahli   berpendapat   bahwa   demokrasi    adalah    pengaturan    kelembagaan  untuk  mencapai  keputusan-keputusan  politik di  mana  individu-individu,  melalui perjuangan memperebutkan suara rakyat  pemilih,  memperoleh  kekuasaan   untuk membuat keputusan (Okavia & Widagdo, 2018).

..........

Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Hukum Tata Negara Dalam Kesetaraan Gender: Kasus

 

Hukum Tata Negara Dalam Kesetaraan Gender: Kasus


A.    Pendahuluan

Salah satu isu yang hingga kini masih terus menjadi tantangan berbagai negara di dunia adalah tentang kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki menikmati status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak azasinya secara penuh dan sama-sama berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan (Widayani & Hartati, 2014). Kesetaraan gender pada dasarnya adalah keadaan di mana laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh akses pada, berpartisipasi dalam, mempunyai control atas, dan memperolehmanfaat dari suatu kebijakan, program dan kegiatan pembangunan (termasuk pembangunan bidang hukum) sehingga dapat mewujudkan suatu keadilan (Astiti & dkk, 2016).

...........

B.     Pembahasan

1.      Isu kesetaraan gender di sektor media secara global

Isu kesetraan gender berfokus pada bagaimana adanya keseimbangan dalam keterlibatan laki-laki dan perempuan diberbagai bidang kehidupan sehingga tercipta keadilan (Astiti & dkk, 2016), baik di bidang pendidikan, politik, lingkungan sosial, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Salah satunya adalah keseimbangan keterlibatan perempuan di bidang media, khususnya media pemberitaan, mulai dari posisinya sebagai reporter, jurnalis editor informasi dan lain sebagainya.

Mengenai hal ini, dalam suatu analisis pengelompokan gender dari editor top dalam sampel strategis 200 outlet berita online dan offline utama di sepuluh pasar berbeda di empat benua yang dilakukan olehThe Reuters Institute for the Study of Journalismyang berdedikasi untuk mengeksplorasi masa depan jurnalisme di seluruh dunia melalui debat, keterlibatan, dan penelitian, menganalisis pengelompokan gender dari editor top dalam sampel strategis dari 200 outlet berita online dan offline utama di sepuluh pasar berbeda di empat benua, pada tahun 2020 ini diketahui adanya fakta, bahwa hanya 23% dari editor top di 200 outlet utama dalam adalah wanita, meskipun faktanya, rata-rata 40% jurnalis adalah wanita. Jadi dapat dikatakan bahwa jumlah perempuan yang bekerja sebagai jurnalis jauh lebih banyak daripada jumlah perempuan di antara para editor top (Andı, Selva, & Nielsen, 2020). Dengan ini dapat dikatakan bahwa keterlibatan wanita di media cukup banyak, khususnya sebagai jurnalis, namun jumlah mereka yang memimpin media, seperti sebagai editor top (puncak) jumlahnya masih terbatas.

..........

2.      Isu Kesetaraan Gender Di Sektor Media Indonesia

Isu masih belum adanya kesetaraan gender juga terjadi di Indonesia, khususnya di sektor industri media, bagi para pemegang profesi jurnalistik.Di Indonesia hanya ada 30 sampai 35 persen perempuan yang bekerja sebagai jurnalis secara profesional. Bukan hamya dari sektor kalah jumlah, perempuan Indonesia juga rentan mengalami diskriminasi di tempatnya bekerja seperti upah yang tidak setara dibandingkan laki-laki. Sebab perempuan umumnya memiliki jabatan di bawah laki-laki. Selain itu, pada beberapa kasus, perempuan yang sudah menikah dan punya anak biasanya akan dipindahkan ke agenda liputan yang lebih soft atau santai. Sementara untuk kepentingan kanal politik, hukum yang dirasa lebih 'berat', ini akan lebih dipercayakan kepada jurnalis laki-laki. Mereka dipindahkan bukan karena kapabilitas tapi karena sudah punya anak (Halidi & Varwati, 2020).

............

3.      Hukum Tata Negara Indonesia Tentang Kesetaraan Gender

Meningkatkan kesetaraan gender merupakan bagian penting dari strategi pembangunan hukum suatu negara. Pembangunan masa depan hukum Indonesia diantaranya menjamin persamaan gender, dimana negara perlu menjamin persamaan hak dalam setiap aspek kehidupan terhadap perempuan. Dalam hal ini, kehadiran negara dalam rangka pembangunan hukum perspektif gendermelalui kesetaraan hak, sumber daya dan aspirasi, maka negara wajib menjaminperkembangan dan kemajuan perempuan agar perempuan melaksankan danmenikmati hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok atas dasar persamaanantara pria dan wanita (Badri, ‎2018). Oleh sebab itulah, ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan hukum tata negara, yang mengacu pada adanya hukum mengenai susunan suatu Negara, dimana pengaturan yang tidak hanya bagi penyelenggara negara, melainkan juga untuk warga negara, terkait dengan kedudukan serta hak dan kewajiban sebagai warga negara (Hayati, Ali, Riyani, & Sanusi, 2017).

............