Tampilkan postingan dengan label analisis kebijakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label analisis kebijakan. Tampilkan semua postingan

Analisis Kebijakan Penetapan New Normal Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia

 

Analisis Kebijakan Penetapan New Normal Selama Pandemi COVID-19 di Indonesia


A.    Pendahuluan

Memasuki tahun 2020, bumi dihadapkan pada masalah di dunia kesehatan, yaitu munculnya pandemi COVID-19 yang kini telah mengorbankan banyak nyawa.COVID-19 sendiri merupakan singkatan dari Coronavirus Disease 2019, merupakan jenis baru coronavirus yang mulai menyebar pada tahun 2020, yang juga disebut dnegan nama SARS-CoV-2(Yuliana, 2020). Virus COVID-19 adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome dan beberapa jenis virus flu biasa. COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru. ‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease(penyakit). Sebelumnya, penyakit ini disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV’ (Kemkes, 2020).


B.     Pembahasan

1.      Teori analisis kebijakan

Kebijakan dapat dibedakan menjadi kebijakan publik dan kebijakanprivat. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melaluikewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat,melarang atau mengatur tindakan private (individu atau lembaga swasta)Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang ataulembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Dalam penentuan kebijakan, ada yang dinamakan sebagai analisis kebijakan. Dalam hal ini, Williams, W. (1971) menjelaskan bahwa analisis kebijakan ialah proses atau kegiatan mensintesa informasi,termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan rekomendasi opsi desainkebijakan (Simatupang, 2003).

 

2.      Kebijakan new normal di Indonesia

Selama masa pandemi, banyak kebijakan yang diberlakukan oleh berbagai negara di dunia untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas.Berbagai negara melakukan kebijakan lockdown (dalam Kamus Besar BahasaIndonesia diterjemahkan sebagai karantina wilayah) untuk membatasi penyebaran virus inisecara total. Namun, mengubah perilaku sosial masyarakat bukanlah pekerjaan mudah.Berbagai negara dengan segala keterbatasan mengalami kendala yang tidak sederhana,bahkan di negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat sangat kewalahan. Kebijakanumum yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan social and physical distancing(menjaga jarak aman antar individu dan menghindari kerumunan) ternyata bukan sesuatuyang mudah bagi umat manusia di bumi yang sudah terbiasa dengan perilaku sosialnya.Kebijakan lockdown kemudian dimodifikasi sedemikian rupa oleh berbagai negara. Adayang menerapkan secara penuh, sebagian, atau lokal dan seminimal mungkin.Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota berdasarkantingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh pemerintah pusat melaluiKementerian Kesehatan (Muhyiddin, 2020).


3.      Analisis kebijakan penetapan new normal

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pandemi COVID-19 telah melanda dunia. Akibatnya banyak negara yang membuat berbagai jenis kebijakan sebagaiupaya untuk meminimalisir penyebaran virus. Salah satu kebijakan yang paling baru adalah new normal, dimanahidup sesuai protokol kesehatan untuk mencegah virus corona atau menerapkan pola kebiasaan baru untuk bisa hidup berdampingan dengan Covid-19 dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan. Mengenai hal ini, maka dalam makalah ini akan dibahasa tentang analisis penetapan kebijakan new normal yang diterapkan di Indonesia.

Seperti yang diketahui analisis kebijakan dapat dilakukan melalui sejumlah tahap. Berikut ini adalah hasil analisis penetapan kebijakan new normal yang diterapkan di Indonesia, yaitu:

Tumpang Tindih Kebijakan Ojek Online Saat Penerapan PSBB Selama Masa COVID-19

 

Tumpang Tindih Kebijakan Ojek Online Saat Penerapan PSBB Selama Masa COVID-19


A.    Pendahuluan

Pandemi telah terjadi selama beberapa kali sepanjang sejarah manusia. Pademi terbaru yang pernah terjadi adalah yang tengah melanda seluruh belahan dunia saat ini, dimana memasuki tahun 2020, warga seluruh dunia diharuskan menghadapi pendemi yang dinamakan sebagai COVID-19. COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) pertama kali muncul ketika da informasi dari Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (COVID-19). COVID-19 sudah menyebar keseluruh dunia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi (WHO, 2020), termasuk menginfeksi pula di negara Indonesia.


.........

B.     Perumusan masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa isu utama yang akan dibahas adalah tentang adanya permasalahan sosial politik yang terjadi pada saat penerapan PSBB selama masa pandemi COVID-19, yaitu tentang kebijakan yang berkitan dengan pemberlakukan ojek online selama pandemi. Kebijakan ini sangat penting untuk dibuat mengingat bawha ojek online merupakan salah satu transportasi favorit masyarakat modern saat ini, membantu dalam mobilitas masayrakat yang lebih praktif dan terjangkau dibandingkan kendaraan lain. Pada saat yang sama, keberadaan ojek online selama masa pandemi juga dapat menjadi salah satu sarana penyebaran COVID-19 karena kontak fisik yang dilakukan oleh pengendara ojek online dan penumpang/pelamggannya. Oleh sebab itulah, pemerintah perlu mengontrol operasi ojek online selam masa pandemi COVID-19 ini.      

.........

C.     Pembahasan

Masa pandemi yang seperti ini membuat berbagai negara membuat kebijakan-kebijakan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas dan tidak terkendali. Beberapa kebijakan diantaranya adalah melakukan lockdown (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai karantina wilayah) untuk membatasi penyebaran virus secara total. Namun, dalam penerapan lockdown ini bukanlah hal yang mudah, sebab mengubah perilaku sosial masyarakat cukup sulit kerena mengharuskan masyarakat untuk melakukan social and physical distancing (menjaga jarak aman antar individu dan menghindari kerumunan), sementara masyarakat sudah terbiasa aktif beraktivitas sesuai dengan perilaku sosialnya. Oleh sebab itulah, berbagai negara mengalami kesulitan dalam penerapkan lockdown tersebut. Pada akhirnya kebijakan lockdown kemudian dimodifikasi sedemikian rupa oleh berbagai negara. Ada yang menerapkan secara penuh, sebagian, atau lokal dan seminimal mungkin. Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota berdasarkan tingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan  (Muhyiddin, 2020).

.........



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom,                     silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Ketidakpuasan Masyarakat Atas Pengurangan Fasilitas BPJS


Ketidakpuasan Masyarakat Atas Pengurangan Fasilitas BPJS

Latar Belakang
            Fasilitas pada dasarnya adalah sebuahsarana yang di gunakan untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, atau sarana untuk kemudahan terlaksananya sebuah fungsi. Kebutuhan akan fasilitas umum dan sosial, pada dasarnya sanga berhubungan dengan tercapainya tujuan pembanguan nasional, dimana pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Hal ini akan tercapai apabila kebutuhan pokok dari masyarakat itu sendiri dapat terpenuhi dengan baik. Adapun kebutuhan pokok yang dimaksud meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan (Melya, Asyik, & Sugiyanta, 2018).
Secara jelas, kesehatan merupakan salah satu bagian penting untuk mencapai kesejahteraan nasional, hal ini karena kesehatan pada dasarnya adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental spiritual maupun sosial yang memungkin setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Berkaitan dengan pentingnya suatu fasilitas kesehatan, belakangan terdengar isu mengenai adanya pengurangan terhadap salah satu fasilitas kesehatan, yaitu yang menyangkut tentang pengurangan fasilitas BPJS. Oleh sebab itulah, adanya isu pengurangan fasilitas BPJS ini tentu akan menimbulkan suatu keresahan terhadap masyatakat. Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai seperti apa isu tentang pengurangan fasilitas BPJS tersebut, alasannya seperti apa, dan bagaimana reaksi masyarakat, serta saran yang sekiranya dapat diberikan kepada pemerintah mengenai isu ini.
Pengurangan Fasilitas BPJS
Memasuki pertengahan tahun 2018, diketahui kemunculan isu tentang bagaimana BPJS Kesehatan mengurangi setidaknya tiga tanggungan jaminan kesehatan, yaitu untuk persalinan, pasien katarak dan rehabilitasi medik. Penjelasan pengurangan fasilitas tanggungan jaminan kesehatan tersebut adalah sebagai berikut (Debora, 2018), yaitu:
1.      Jaminan kesehatan untuk persalinan
2.      Jaminan Kesehatan Penderita Katarak
3.      Jaminan Kesehatan untuk rehabilitasi medik
Alasan
            Pengurangan fasilitas yang dilakukan oleh BPJS bukan tanpa alasan. Sehubungan dengan hal ini, berikut merupakan beberapa alasan mengapa BPJS, khususnya di bidang Kesehatan memutskan untuk membatasi beberapa jaminan pelayanan kesehatannya, yaitu:
1.      Sebagai Peraturan Baru
Diketahui bahwaBPJS Kesehatan mengeluarkan tiga kebijakan baru yang mulai berlaku hari ini, Rabu 25 Juli 2018. Ketiga kebijakan tersebut merupakan dasar BPJS dalam mengurangi setidaknya tiga tanggungan jaminan kesehatan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Manafe, 2018), diantaranya yaitu:
a.       Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan
b.      Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat
c.       Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
2.      BPJS Kesehatan Mengalami Defisit Anggaran
Pada 2017, BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran hingga Rp9,75 triliun. Pendapatan iuran dari program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tahun lalu hanya sebesar Rp74,25 triliun, sementara jumlah klaim peserta BPJS Kesehatan mencapai Rp84 triliun (Rahadian, 2018). Bahkan memasuki tahun 2018, deficit anggaran amsit tetap berlangsung. Diketahui berdasarkan rapat kerja bersama tentang Bailout BPJS Kesehatan pada tanggal 17 September 2018, BPJS Kesehatan mencatatkan defisit arus kas rencana kerja anggaran tahunan (RKAT) 2018 Rp 16,5 triliun. Komposisinya, defisit RKAT 2018 sebesar Rp 12,1 triliun dan carry over 2017 sebesar Rp 4,4 triliun (Satrianegara, 2019).Tentu dengan anggaran yang mengalami deficit ini jika terus berlangsung maka kan merugikan pihak BJPS kedepannya, yang mana nantinya akan berdampak pula pada kinerja dan kurangya efisiensi BPJS dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.
3.      Sebagai Bentuk Efisiensi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pengurangan fasilitas BPJS Kesehatan, dilakukan bukan tanpa alasan yang berdasar. Oleh sebab itu, pihak BPJS menolak tuduhan bahwa peraturan baru yang mulai ditetapkan sebagai bentuk pengurangan manfaat atau fasilitas yang diberikan, karena pada dasarnya BPJS Kesehatan menegaskan akan tetap menjamin biaya pelayanan katarak, persalinan dengan bayi lahir sehat, dan pelayanan rehabilitasi medik. Peraturan Direktur yang diterbitkan dimaksudkan untuk mengoptimalkan mutu pelayanan dan efektivitas penjaminan kesehatan.Dimana sekal lagi,implementasi tiga peraturan tersebut bukan untuk membatasi pelayanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS. Ada pun peraturan tersebut untuk penjaminan pembiayaan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan saat ini, yang mana masih mengalami deficit anggaran (Andreas, 2018).
Reaksi Masyarakat
            Peraturan baru BPJS Kesehatan untuk jaminan kesehatan persalinan, katarak dan rehabilitasi medik, mendapat berbagai respon dari seluruh kalangan masyarakat. Pasalnya aturan baru yang diterapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait penjaminan katarak, rehabilitasi medik dan persalinan dengan bayi sehat tersebut membuat pasien kebingungan. Tidak sedikit jumlah yang belum mengetahui adanya perubahan peraturan tersebut. Beberapa di antara mereka juga ada yang harus pulang karena tidak bisa mendapatkan pelayanan BPJS seperti biasanya. Bahkan di sejumlah rumah sakit, tak jarang pasien harus menelan kekecewaan karena aturan tersebut. Meskipun sudah ada sosialisasi yang dilakukan sebulan sebelum peraturan diberlakukan, masih banyak pasien yang belum mengerti akan aturan tersebut (Krisyanidayati & Malaka, 2018), ini berarti bahwa sosialisasi yang dilakukan masih belum tersampaikan secara menyeluruh. Terlebih ini juga dapat memuncilkan kehawatran terhadap masyarakat, dimana keluarnya aturan tersebut dapat membatasi atau bahkan menghapuskan tiga pelayanan kesehatan yang besangkutan.

Rekomendasi Untuk Pemerintah
            Diketahui bahwa alasan utama pengurangan fasilitas palayanan BPJS disebabkan karena saat ini BPJS sedangan mengalami defisit anggaran, yang mulai parah sejak tahun 2017 hingga 2018 lalu. Namun pengurangan fasilitas ini justru memdapat penolakan dari berbagai pihak, dimana ada keungkinan bahwa tiga aturan yang diterapkan tersebut dapat membahayakan pasien. Misalnya saja untuk penderitakatarak, BPJS Kesehatan hanya mau membiayai pasien dengan gangguan penglihatan yang masuk kategori sedang. Bila gangguan penglihatan masih ringan, operasi katarak tidak akan di-cover BPJS Kesehatan (Safutra & dkk, 2018).
Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah defisit anggaran, yang seharusnya tidak dijadikan asalan bagi pemerintah maupun pihak BPJS untuk mengurangi pelayanan dan jaminan keselamatan pasien, adalah dengan mengeluarkan BPJS dari jeratan defisit itu sendiri itu sendiri, maka berikut ini merupakan beberapa saran yang sekiranya dapat dilakukan oleh pemerintah, yaitu:
  •    Memperbaiki sistem manajemen yang ada, termasuk dalam pengelolaan keuangan di BPJS
  •    Meningkatkan kolektibilitas iuran peserta
  •    Menaikkan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI).
  •    Penggunaan Sistem Digitalisasi


Kesimpulan
            Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa munculnya isu bahwa pihak BPJS, khususnya BPJS Kesehatan yang mengurangi fasilitas pelayanannya, sempat menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengentaskan BPJS dari jerat defisit yang merupakan sumber utama alasan BPJS mengurangi fasilitasnya, maka saran yang dapat diberikan untuk BPJS sendiri dan bagi Pemerintah adalah dengan memperbaiki sistem manajemen keuangan BPJS, meningkatkan pengumpulan iuran dari pemeritah daerah, menaikkan jumlah iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI), hingga pemanfaatan system berbasis digitalisasi, yang mampu meningkatkan efisiensi manejemen BPJS, baik di keuangan maupun adminsitrasi.

Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^


Analisis Kebijakan Sistem Ganjil-Genap di Jakarta


Analisis Kebijakan Sistem Ganjil-Genap di Jakarta
A.    Pendahuluan
Sektor transportasi merupakan sektor yang strategis dan dinilai semakin memiliki peran yang penting terhadap kelancaraan pembangunan di era industrialisasi Indonesia. Salah satu masalah yang menonjol dan masih sulit diatasi hingga saat ini adalah permasalahan kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tingginya mobilitas penduduk di Ibukota belum diimbangi dengan ketersediaan transportasi umum yang aman, hal inilah yang mengakibatkan tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor pribadi dari tahun ke tahun, dan tidak sebanding dengan pertumbuhan panjang jalan. Kemacetan merupakan situasi yang tersendat atau bahkan terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan yang dinilai melebihi kapasitas jalan. Kemacetan sering terjadi di kota-kota besar, terutama dengan rendahnya jumlah transportasi umum atau tidak seimbangnya kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, maka dari itulah saat ini kemacetan dinilai telah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat yang tinggal di kota besar. Penyebab utamanya adalah adanya ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan yang setiap harinya mengalami peningkatan terutama di kota-kota besar banyak yang ingin memiliki kendaraan pribadi  (Pratiwi, 2016).
Untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang terjadi di Jakarta tersebut, pemerintah pun melakukan upaya dengan menerapkan sistem ganjil-genap. Pada awal tahun 2018, Kementerian Perhubungan memberlakukan sistem ganjil-genap untuk kendaraan yang melintas di Pintu Tol Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Hal ini berutjuan untuk mengurangi tingginya jumlah kendaraan yang memasuki ruas Tol Jakarta-Cikampek, karena pintu tol tersebut memiliki volume kendaraan masuk yang tinggi, yang dapat menghambat jalur Cikampek-Jakarta.