Tampilkan postingan dengan label diplomasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label diplomasi. Tampilkan semua postingan

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

 

 

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab


A.    Pendahuluan

Israel dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk menormalisasi hubungan antara kedua negara, dan Uni Emirat Arab menjadi negara pertama dari negara-negara Arab di Teluk Persia   (Gulf Arab countries) yang mencapai kesepakatan mengenai normalisasi hubungan dengan Israel. Perjanjian tersebut, yang ditengahi oleh Amerika Serikat, dikenal sebagai Abraham Accord, dan sepakat untuk bekerja menuju full normalisation of relations. Uni Emirat Arab juga merupakan negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti dengan Israel, setelah Yordania dan Mesir (Al Jazeera, 2020). Dalam pernyataan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang membantu sebagai penengah normalisasi hubungan kedua negara tersebut, negara-negara menyebut kesepakatan antara Israel dengan Uni Emirat Arab sebagai peristiwa yang bersejarah dan merupakan terobosan menuju perdamaian. Hal ini dikarenakan hingga saat ini Israel belum memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab di Teluk Persia. Tetapi kekhawatiran terhadap Iran telah mendorong adanya kontak tidak resmi di antara kedua negara tersebut. Presiden Trump menyebut kesepakatan antara Perdana Menteri Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebagai momen yang benar-benar bersejarah yang menandai kesepakatan damai Israel-Arab ketiga sejak deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, setelah Mesir dan Yordania. Presiden Trump juga mengharapkan lebih banyak negara Arab mengikuti jejak Uni Emirat Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel (BBC News, 2020).

Membuka hubungan langsung antara dua negara paling dinamis di Timur Tengah dengan ekonomi paling maju dinilai akan dapat memberikan perubahan pada kawasan tersebut, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi teknologi, dan menjalin hubungan antar masyarakat menjadi lebih dekat. Israel juga akan melakukan penangguhan deklarasi kedaulatan atas wilayah yang digariskan, yaitu rencana Israel untuk menggabungkan  permukiman Yahudi di Tepi Barat (West Bank) dan Lembah Yordania yang strategis. Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash, mengungkapkan bahwa pengakuan Uni Emirat Arab atas Israel merupakan langkah yang berani untuk dapat menghentikan bom waktu dari aneksasi Israel di wilayah Tepi Barat (Muhammad, 2020). Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

B.     Pembahasan

1.      Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik bertujuan untuk melakukan negosiasi dengan negara lain sebagai upaya pencapaian suatu tujuan. Hubungan diplomatik terus berkembang pada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lain dan berkembang menjadi hubungan lebih luas antara satu negara dengan negara lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak pada hubungan antar negara yang didukung dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat internasional. Lembaga perwakilan diplomatik mengalami kemajuan dalam masyarakat saat hubungan ekonomi dan politik meluas antar negara. Dalam menjalankan misi diplomatik dan melakukan kerja sama juga tidak terlepas dari kegiatan diplomasi. Hubungan politik internasional suatu negara dapat terwujud dengan adanya hubungan diplomatik sebagai bentuk hubungan formal antara satu negara dengan negara lain. Hubungan diplomatik digunakan dalam hubungan internasional melalui teknik diplomasi dalam menyampaikan keinginan suatu negara (Universitas Udayana).


2.      Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Israel dan Uni Emirat Arab telah bergeser dengan perlahan menuju normalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, Israel telah membuka kantor diplomatik di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi terkait dengan the International Renewable Energy Agency; pejabat senior Israel telah mengunjungi Abu Dhabi, di mana para atlet Israel telah berpartisipasi dalam kompetisi regional di Uni Emirat Arab dan Israel akan berpartisipasi dalam Dubai’s World Expo 2020, yang dijadwalkan dibuka pada Oktober 2021 karena pandemi COVID-19. Momentum signifikan untuk kesepakatan dimulai ketika Israel tidak memulai proses penggabungan wilayah Tepi Barat pada 1 Juli seperti yang ditunjukkan Perdana Menteri Israel. Menurut Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat, pihak Uni Emirat Arab dilaporkan mengambil kesempatan itu untuk menjanjikan normalisasi penuh hubungan jika aneksasi (penggabungan wilayah) dihapus (Cook, 2020). Pembentukan normalisasi hubungan diplomatik penuh, pertukaran kedutaan, dan hubungan perdagangan antara Israel dan Uni Emirat Arab merupakan langkah maju diplomatik yang signifikan (BBC News, 2020).


3.      Hal yang Mendorong Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Normalisasi  hubungan  diplomatik juga tidak terlepas dari motivasi untuk mencapai kepentingan nasional, dan proses pembuatan kebijakan luar negeri berlandaskan pada sejumlah faktor-faktor yang mendorong kebijakan dikeluarkan. Normalisasi hubungan diplomatik dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari  dalam  maupun  luar  negara Israel dalam memutuskan untuk melaukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab  (Pramesti, Dewi, & Nugraha, 2019)

 

Hubungan Diplomasi Indonesia Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia

 

Hubungan Diplomasi  Indonesia-Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia


Pendahuluan

Beberapa saat yang lalu, kondisi perbatasan Indonesia Malaysia kembali memanas akibat adanya masalah mengenai penangkapan ikan di wilayah perairan Malaysia. Pada tanggal 5 Januari 2020 beberapa anak buah kapal (ABK) KM Abadi Indah ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Kapal tersebut merupakan kapal yang engoperasikan alat penangkapan ikan jala jatuh berkapal (cast net). Penangkapan kapal Indonesia di wilayah perairan Malaysia tersebut disebabkan karena dugaan telah  melakukan penangkapan sotong secara ilegal (Rastika, 2020).

Masalah tersebut kemudian diselesaikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP menindaklanjuti masalah tersebut dengan memulangkan 15 orang ABK KM Abadi Indah. Pembebasan para nelayan tersebut ditempuh dengan persuasi dan tanpa melalui upaya hukum meskipun pihak Malaysia menduga adanya upaya penangkapan ikan secara ilegal. Hal ini dilakukan berdasarkan pada MoU on Common Guidelines antara kedua negara yang berisi tentang kesepakatan aparat penegak hukum di bidang maritim antara RI-Malaysia. Pengaturan tersebut juga mengatur mengenai penangkapan ikan di wilayah unresolved maritime boundaries atau batas maritim yang belum terselesaikan(Ulya, 2020).

Permasalahan mengenai penangkapan ikan secara ilegal merupakan suatu kekhawatiran yang diperhatikan oleh negara dengan wilayah maritim yang luas seperti Indonesia dan Malaysia. Hal ini disebabkan karena penangkapan ikan berhubungan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan yang pada dasarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya penanganan ikan secara ilegal bahkan menempatkannya sebagai kejahatan transnasional. Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk salah satunya melalui upaya diplomasi. Diplomasi bukan merupakan hal baru bagi hubungan antarnegara, karena diplomasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk membela kepentingan negara di dunia internasional (Yanti, 2013). Berhubungan dengan penangkapan dan pembebasan kapal Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilyah Malaysia kemudian dapat menyebabkan suatu pergeseran kondisi diplomasi kedua negara. Tulisan ini akan menganalisa hubungan diplomasi Indonesia-Malaysia pasca penangkapan nelayan Indonesia oleh aparat Malaysia.

Pembahasan

Diplomasi merupakan penerapan kecerdasan dan kebijaksanaan untuk pelaksanaan hubungan resmi antarpemerintah negara merdeka, juga untuk memperluas hubungan mereka dengan wilayah territorial, dan antara pemerintah dengan internasional kelembagaan, atau, lebih singkat, pelaksanaan bisnis antarnegara-negara dengan cara-cara damai (Satow, 2009). Upaya diplomasi yang dilaksanakan untuk menangani masalah kepentingan maritim adalah diplomasi maritim. Diplomasi maritim merupakan strategi pendayagunaan kapabilitas nasional yang diarahkan dan ditujukan pada isu keamanan maritim secara domestik dan global (Nugraha & Sudirman, 2016). Diplomasi maritim diterapkan melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan(Riska, 2017).

Penanganan mengenai masalah penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia-Malaysia pada dasarnya sudah dilakukan melalui berbagai upaya, termasuk secara diplomasi melalui penandatanganan Memorandum of Understanding Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali. Kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua negara bukan merupakan inti dari pedoman umum (common guidelines) ini tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya (Lerian & Pahlawan, 2017).

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

 

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

A.    Pendahuluan

Wabah virus corona 2019 (COVID-19) di Wuhan, China telah memicu pandemi global. Hingga saat ini, dilaporkan lebih dari 132.000 kasus COVID-19 di 123 negara dengan 5.000 orang telah meninggal karena penyakit tersebut, dan jumlah tersebut diperkirakan masih akan meningkat dalam beberapa hari dan bulan. Pada 31 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Zheng, Goh, & Wen, 2020). Pandemi COVID-19 telah menyebar dengan cepat sejak infeksi pertama terdeteksi di China tengah pada akhir 2019. Pandemi COVID-19 telah mengubah masyarakat dan  memiliki dampak negatif terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Masyarakat di seluruh dunia telah dianjurkan atau diwajibkan untuk meminimalkan pertemuan sosial dan membatasi kontak orang-ke-orang. Bersamaan dengan situasi yang tidak biasa ini, rasa takut dan ketidakpastian yang kuat terus meningkat di antara banyak populasi mengingat pandemi ini dapatmenyebar dengan pesat. Terdapat peningkatan eksponensial terhadap jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi, meninggal, dan menganggur (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020)

Prasangka dan diskriminasi yang terjadi selama penyebaran COVID-19 dapat menyebabkan situasi yang semakin tidak stabil karena negara-negara mulai mencabut pembatasan pergerakan yang meningkatkan interaksi, dan jumlah penyebaran virus yang terus mengalami peningkatan. Karena banyak dari masyarakat yang terinfeksi menunjukkan gejala sedikit atau bahkan tidak ada gejala, dan potensi stigmatisasi pun juga meningkat. Hal ini dikarenakan masyarkat menggunakan karakteristik seperti ras, selain gejala yang terlihat untuk menentukan siapa yang mungkin terinfeksi. Berdasarkan kondisi tersebut, Jacobson (dalam Roberto et al., 2020) mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah menyoroti potensi dalam memperburuk ketidakadilan sosial yang secara tidak proporsional memiliki dampak pada pada komunitas kulit berwarna berpenghasilan rendah serta penduduk asli dan imigran. Diskriminasi yang ditujukan kepada orang Asia mengalami peningkatan selama pandemiCOVID-19. Pada akhir April 2020, Komisi Hak Asasi Manusia Kota New York menerima 248 laporan pelecehan dan diskriminasi, dengan lebih dari separuh korbannya adalah keturunan Asia. Klaim tersebut termasuk diskriminasi berdasarkan ras dan asal kebangsaan di beberapa bidang kebijakan termasuk perumahan, akomodasi hotel, dan pekerjaan. Contohtersebutmenunjukkan bagaimana ras dan etnis digunakan secara sewenang-wenang untuk mengidentifikasi dan menyalahkan kelompokmasyarakattertentu yang dianggap sebagai pembawa wabah (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk membahas bagaimana bentuk rasisme terhadap warga China selama pandemi COVID-19.

B.     Pembahasan

1.      Bentuk Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

Diskriminasi individu dari berbagai latar belakang, asal kebangsaan, atau ras menyoroti konsep “otherness”. Di masa krisis, wajar bagi individu untuk memandang satu sama lain sebagai bagian dari kelompok yang tidak jelas. Hal ini dapat menciptakan identitas untuk kelompok yang membutuhkan dukungan versus kelompok lain yang tidak sesuai dengan citra kepentingan publik. Kelompok “others” dapat melambangkan kelompok yang distigmatisasi. Kelompok-kelompok ini memiliki karakteristik atau sifat yang tidak diinginkan yang berada di luar ekspektasi normal masyarakat. Atribut yang dipersepsikan secara negatif ini merendahkan nilai individu dan mengidentifikasinya sebagai kelompok yang tidak diinginkan atau inferior dalam masyarakat. Konsekuensi dari stigmatisasi adalah kemungkinan seseorang akan menjadi sasaran prasangka, perlakuan yang tidak menyenangkan, dan diskriminasi di berbagai situasi (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Laporan dari berbagai negara juga menunjukkan kecenderungan agresif terhadap orang-orang China yang tinggal di luar China dari prasangka dan diskriminasi. Contohnya di  Australia, seperempat dari keluhan diskriminasi rasial baru-baru ini datang dari orang Asia yang menjadi sasaran karena virus tersebut. Warga China diludahi, diserang secara fisik, dan mendapatkan penolakan akses bisnis. Di Selandia Baru dan Kanada, beberapa orang tua berusaha mencegah anak-anak China untuk bersekolah di sekolah lokal. Di Kanada, xenofobia telah memengaruhi orang-orang yang bukan keturunan China, di mana sebuah pusat kebudayaan Vietnam dirusak, warga Korea menjadi korban penikamanan, dan orang Inuit telah diludahi dan disuruh kembali ke negara asal (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Gambar 1. Persentase Bentuk Diskriminasi terhadap Warga Asia selama Pandemi COVID-19

Sumber: Cheung et al. (2020)

Diplomasi Ekonomi Indonesia dengan Kawasan Timur Tengah Studi Kasus Diplomasi Ekonomi dengan Arab Saudi



Diplomasi Ekonomi Indonesia dengan Kawasan Timur Tengah
Studi Kasus Diplomasi Ekonomi dengan Arab Saudi


 1.      Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang dikategorikan negara masih berkembang. Oleh karenanya, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain, negara-negara adikuasa dan negara maju lainnya. Selain itu kita juga harus senantiasa menjaga keutuhan wilayah negara karena sekarang kita adalah sebuah negara yang berdaulat. Artinya kita adalah negara mandiri yang bukan merupakan negara jajahan negara lain lagi dan harus berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri, Indonesia bebas menentukan bagaimana arah negaranya, peraturannya dan bagaimana negara ini akan berjalan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan, setiap negara tidak mungkin dapat benar-benar memenuhi segala kebutuhannya di semua bidang sendiri. Kita pasti memerlukan pasokan, bantuan atau hubungan dengan negara lain untuk memajukan negaranya. Misalnya saja, ketika kita ingin memajukan negara di bidang pendidikan, kita perlu membuat kerjasama dengan negara yang tingkat pendidikannya tinggi untuk mengirim anak bangsa kita untuk belajar disana. Kerjasama yang dilakukan sebelumnya dapat membantu kita mendapatkan keamanan dan beberapa keuntungan. Kerjasama antar negara ini sering disebut dengan diplomasi. Diplomasi dilakukan oleh hampir semua negara yang ada di dunia untuk mendapatkan keuntungan satu sama lain. Keuntungan yang ingin diinginkan dari masing-masing negara pun beragam. Ada yang menginginkan keuntungan dibidang politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Maka dari itu, terkadang kebijakan-kebijakan negara sangat dipengaruhi oleh kerjasama-kerjasama yang dilakukan lewat diplomasi ini. Selain untuk mendapat keuntngan diplomasi ini juga bermanfaat untuk menciptakan perdamaian dunia karena hubungan baik antar negara akan membuat kedua negara tersebut terhindar dari pertikaian.
Indonesia juga tidak terkecuali, Indonesia melakukan diplomasi dengan banyak negara lain sesuai dengan apa yang ada di ketentuan undang-undang yaitu ikut berperan aktif dan ikut berperan dalam melaksanakan ketertian dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Diplomasi Indonesia dibagi menjadi hubungan bilateral, regional, dan multi lateral. (Kemetrian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2014, 2015). Hubungan ini dilakukan dengan hampir seluruh negara di Dunia. Indonesia tentunya juga melakukan diplomasi dengan kawasan Timur Tengah. Tidak mengherankan, kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang kaya akan minyak. Banyak negara lain pula yang tertarik menjalin hubungan baik dengan negara-negara kawasan Timur Tengah. Dalam pembahasan ini saya akan menjelaskan diplomasi Indonesia dengan negara-negara kawasan Timur Tengah beserta studi kasus diplomasi ekonomi Indonesia dan Arab Saudi.

2.      Pembahasan
a.      Diplomasi Ekononomi di Indonesia
·         Pengertian
Istilah diplomasi sering kita dengar di berbagai kesempatan, dalam percakapan sehari-hari kita sering menggunakan kata tersebut untuk menyebut seseorang yang memiliki kemampuan tutur kata yang baik, teratur dan sistematis. Sedangkan dalam konteks internasional, diplomasi diartikan sebagai pembicaraan formal ataupun nonformal antara dua atau lebih negara dalam membicaraka suatu hal yang berkaitan dengan berbagai kepentingannya. Kata diplomasi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu “diploun” yang berarti “melipat”. Fungsi utama diplomasi adalah menyelesaikan berbagai perbedaan internasional dengan ketenangan dan bersahabat melalui perundingan yang diperlancar dengan hubungan pribadi yang baik dan saling pengertian. (Solihin, 2012). Maka dari itu diplomasi biasanya dilakukan sekaligus dengan kunjungan negara, kedua belah piha saling menunjukkan keramahtamahan dna persahabatan.
Diplomasi ini sendiri ada bermacam-macam. Ada diplomasi preventif, dilpomasi penyelaian konflik, diplomasi persahabatan, diplomasi ekonomi dan lain lain, fokus pembahasan ini ada pada diplomasi ekomoni. Diplomasi ekonomi ini memiliki tujuan khusus yaitu hubungannya dengan politik, ekonomi dometik dan internasional, dan perdagangan. Hubungan ini berperan penting dalam hubungan luar negeri karena globalisas ekonomi terus melanda dunia sehingga diplomasi ekonomi merupakan instrumen penting dalam politik  luar negeri. Secara umum, diplomasi ekonomi diterjemahkan sebagai proses pengajuan kebijakan dan keputusan serta berbagai konsultasi tentang kemudahan dan prospek ekonomi guna mencapai tujuan dan kepentingan nasional, untuk dinegosisasikan agar dapat disepakati oleh negara lain, baik secara bilateral maupun multirateral.
·         Sejarah Diplomasi Ekonomi di Indonesia
Diplomasi ekonomi Indonesia tercatat dalam sejarah dimulai pada sekitar tahun 1700 Masehi antara suku Aborigin di kawasan Australia Utara dengan orang Makassar yang melakukan perdagangan teripang. (Angayomi, 2009) Lalu pada awal kemerdekaan pada tahun 1945 Indonesia mulai melakukan diplomasi denga negara lain yaitu diplomasi beras dengan India, dan diplomasi ekonomi dengan mengadakan hubungan dagang luar negeri dengan perusahaan swasta Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia. Pada pemerintahan Soeharto diplomasi ekonomi Indonesia dengan dasar hubungan sejarah, politik dan budayad engan Belanda menghasilkan Intergovernmental Group on Indonesia(IGGI) yang anggotanya adalah Bank Pembangunan Asia, Dana Moneter Internasional, UNDP, Bank Dunia, Australia, Belgia, Britania Raya, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Selandia Baru, Swiss dan Amerika Serikat. (Solichin, Harianto, & Subekti)
b.      Diplomasi Indonesia Ekonomi dengan Kawasan Timur Tengah
Kawasan Timur Tengah merupakan salahsatu wilayah yang memiliki potensi yang besar. Dari segi geografis, memiliki letak yang sangat strategis, dimana wilayah ini menjadi jembatan untuk menghubungkan tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Dan yang merupakan faktor yang paling penting dan cukup berpengaruh ialah Timur Tengah adalah kawasan yang kaya minyak. Minyak merupakan sumber ekonomi terbesar bagi negara-negara di kawasan Timur Tengah. Minyak merupakan hal yang sangat penting bagi negara- negara industri, khususnya dalam bidang teknologi. Tanpa minyak, negara teknologi akan mati. Dan minyak pulalah yang menjadi faktor sangat penting sehingga negara-negara industri seperti Amerika, Perancis, Inggris menjadi semakin terdorong untuk menguasai kawasan ini dengan segala cara. Dengan potensi yang begitu besar maka ancaman bagi negara lain juga menjadi besar. Maka dari itu kita perlu melakukan diplomasi dalam rangka preventif.
c.       Diplomasi Ekonomi dengan Arab Saudi
Kerjasama Indonesia dan Arab Saudi termasuk pada  kerjasama bilateral adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain, yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan negara-negara di dunia, yang meliputi kerjasama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, dalam bingkai pada politik luar negeri masing-masing. (Isdah, 2018)
Indonesia memiliki hubungan luar negeri yang cukup lama dengan Arab  Saudi.Arab Saudi sendiri adalah sebuah negara yang berbentuk monarki atau negara kerajaan. Kerajaan Arab Saudi (Kingdom of Saudi Arabia/Al-Mamlakah Al Arabiyah As-saudiyah), merupakan salah satu negara yang memiliki hubungan yang erat dengan Indonesia. (Isdah, 2018)
Hubungan Indonesia dan Arab Saudi memang sangat erat mengingat Indonesia yang merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam secara otomatis setiap tahun jemaah haji dari Indonesia jumlahnya sangat banyak. Selain itu yang maak dibicarakan adalah TKI di Arab Saudi, terlepas dengan semua itu Hubungan bilateral tiga tahun ini sangat kuat antara Indonesia dan Arab Saudi.

3.      Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa diplomasi adalah hal yang penting untuk dilakukan sebuah negara agar dapat memenuhi kebutuhannya sekaligus meningkatkan berbagai macam aspek dalam kehidupan bernegaranaya. Sebagai contoh yaitu dengan adanya diplomasi ekonomi, dalam diplomasi ini kedua negara dapat berunding dan saling menawarkan perjanjian-perjanjian yang saling menguntungkna bagi kedua belah pihak. Jika kerjasama ini berhasil, bukan tidak mungkin tingkat ekonomi dalam suatu negara dapat berubah.

Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))


POSISI INDONESIA DALAM KONFLIK ISRAEL-PALESTINA: STUDI KASUS KLAIM YERUSALEM SEBAGAI IBUKOTA ISRAEL



PKM ARTIKEL ILMIAH
 
POSISI INDONESIA DALAM KONFLIK ISRAEL-PALESTINA:
STUDI KASUS KLAIM YERUSALEM SEBAGAI IBUKOTA ISRAEL

ABSTRAK
Israel dan Palestina merupakan negara yang berada dalam konflik dari tahun-ketahun. Konflik yang terjadi diantara keduanya berpusat pada Kota Yerusalem. Pada tahun 2017 lalu, Presiden Trump menyatakan bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel. Hal ini memicu berbagai reaksi dari dunia internasional, termasuk Indonesia. Artikel ini akan membahas tentang posisi Indonesia dalam konflik Israel-Palestina khususnya dalam kasus klaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur dan dianalisa menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia tidak menyetujui pernyataan bahwa Yerusalem adalah ibukota Isael karena melanggar berbagai resolusi PBB. Selain itu, melalui PBB dan OKI, Indonesia akan terus berusaha untuk membantu Palestina. Andil Indonesia dalam kasus ini adalah sebagai penengah dengan jalan diplomasi pemerintahan serta antar-parlemen. 

Kata kunci: konflik Israel-Palestina, Yerusalem, Indonesia, PBB, OKI

ABSTRACT
Israel and Palestine are countries that are in conflict for years. The conflict between the two countries centered on the City of Jerusalem. In 2017, President Trump stated that Jerusalem was the capital of Israel. This has triggered various reactions from the international community, including Indonesia. This article will discuss Indonesia's position in the Israeli-Palestinian conflict especially in the case of Jerusalem's claim as the capital of Israel. This research was conducted with literature study method and analyzed using descriptive analysis method. The results showed that Indonesia did not approve the statement that Jerusalem was the capital of Israel because it violated various UN resolutions. In addition, through the UN and OIC, Indonesia will continue to strive to help Palestine. Indonesia's share in this case is as a mediator with the way of governmental and inter-parliamentary diplomacy.

Keyword: Israeil-Palestinian conflict, Jerusalem, Indonesia, UN, OIC

PENDAHULUAN
Konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel sudah lama terjadi dan telah menjadi perhatian bagi dunia internasional. Konflik yang tak kunjung selesai ini bahkan menjadi agenda utama dalam sidang umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Namun sayangnya, konflik antara kedua negara tersebut belum dapat terselesaikan meskipun telah dikeluarkan banyak resolusi oleh PBB.
Konflik ini, jika dilihat dari catatan sejarahnya, berawal dari muculnya Gerakan Zionisme yang didirikan oleh Theodore Herlz pada tahun 1896. Gerakan ini melakukan kongres pertama kali pada tahun 1897 di Bazlah-Swiss, yang merekomendasikan berdirinya sebuah negara khusus bagi kaum Yahudi yang telah tersebar di seluruh dunia. Pada kongres berikutnya tahun 1906, rekomendasi ini semakin dipertegas dengan dimaklumatkannya pendirian negara Israel bagi rakyat Israel di tanah Palestina (Mustafha, 2002).
Para penganut gerakan ini mempercayai bahwa terdapat dua hal penting yang menjadi pondasi bagi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina, yaitu: Pertama, perjuangan Sykes-Picot 1916 antara Inggris dan Perancis yang membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pembagian ini menegaskan bahwa Palestina sebagai wilayah internasional. Kedua, Deklarasi Balfour 1917 yang menjadikan sebuah negara Yahudi di Palestina pada Gerakan Zionisme. Mulailah berdatangan imigran ke tanah Palestina pada tahun 1918. Maka sejak saat itulah konflik antara Israel dan Palestina semakin memanas.
Yerusalem sebagai ibukota Palestina menjadi berada ditengah perselisihan tersebut. Menurut Sudrajat (2015) sengketa berkepanjangan yang terjadi di kota Yerusalem memiliki sifat multi dimensi. Hal ini karena terdapat sentimen agama serta politik yang menyelubungi konflik di kota ini. Hal ini dapat dilihat dari keunikan yang dimiliki oleh Yerusalem yang berbeda dari kota-kota lain di dunia. kota ini sangat penting artinya bagi tiga agama samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam. Dan di kota inilah lahir dua agama besar: Yahudi dan Kristen.
Pada tahun 2017 konflik antara Israel dan Palestina mengenai kota Yerusalem mengalami sorotan kembali. Presiden AS, Donald Trump, menyatakan bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel (BBC, 2017). Namun hal ini dipandang banyak pihak termasuk dunia internasional serta Indonesia sendiri sebagai tindakan yang akan memperparah keadaan konflik yang ada di daerah tersebut.
Indonesia sendiri telah memberikan pernyataan melalui Menteri Luar Negeri sebagai tanggapan atas pengumuman tentang pengakuan Amerika Yerusalem sebagai ibu kota Israel, untuk menolak pengakuan tersebut dan memperjuangkan kemerdekaan Palestina (Supriatin, 2017). Hal ini dikarenakan pengakuan secara sepihak ini telah melanggar banyak resolusi-resolusi PBB yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, Presiden Joko Widodo serta pemimpin-pemimpin dunia akan melakukan pertemuan bersama dengan PBB dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk menentukan langkah selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini akan membahas posisi serta peran Indonesia dalam konflik antara Israel dan Palestina ini khususnya dalam kasus klaim Yerusalem sebagai ibukota Israel. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan referensi bagi orang lain yang ingin mempelajari lebih lanjut konflik yang terjadi Israel dan Palestina, khususnya dalam hal sengketa Yerusalem sebagai ibukota kedua negara tersebut.

TUJUAN
Tulisan ini dibuat untuk menganalisis sikap Indonesia terhadap pernyataan sepihak dari Israel yang melakukan klaim terhadap Yerusalem sebagai ibukota. Selain itu akan dianalisis pula peran serta Indonesia yang ikut serta dalam organisasi internasional dalam konflik antara Israel dan Palestina ini. Selain itu, tulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam mengkaji kasus-kasus politik dalam ranah internasional dan menjadi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.  





METODE
Metode yang digunakan dalam pembuatan tulisan ini adalah metode studi literatur. Data dikumpulkan dari jurnal penelitian, artikel, serta konten ilmiah yang ada di internet yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas dalam tulisan ini. Pengumpulan data serta penulisan membutuhkan waktu selama satu minggu. Kegiatan dilakukan dengan melihat fenomena yang terjadi di Israel dan Palestina. Penulis melakukan pemantauan secara aktif terhadap perkembangan yang terjadi pada kasus yang dijadikan studi. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif untuk menggambarkan permasalahan yang terjadi dan kemudian mencari pemecahan dari masalah yang telah dijelaskan tersebut.
Teori yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah teori Positivisme dalam Hukum Internasional. Menurut teori ini, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Positivis terkenal adalah yuris Italia, Anzilotti (1867-1950), yang pernah menjabat sebagai hakim pada Permanent Court of InternationalJustice, menurutnya kekuatan mengikat hukum internasional dapat ditelusuri ulang sampai suatu prinsipatau norma tertinggi dan fundamental, prinsip yang lebih dikenal dengan pacta sunt servanda (Starke, 2010). Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada kehendak negara (teori voluntaris) mencerminkan dari teori kedaulatan dan aliran positivisme yang menguasai alam pikiran dunia hukum.


Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…