Tampilkan postingan dengan label hubungan diplomatik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label hubungan diplomatik. Tampilkan semua postingan

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

 

 

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab


A.    Pendahuluan

Israel dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk menormalisasi hubungan antara kedua negara, dan Uni Emirat Arab menjadi negara pertama dari negara-negara Arab di Teluk Persia   (Gulf Arab countries) yang mencapai kesepakatan mengenai normalisasi hubungan dengan Israel. Perjanjian tersebut, yang ditengahi oleh Amerika Serikat, dikenal sebagai Abraham Accord, dan sepakat untuk bekerja menuju full normalisation of relations. Uni Emirat Arab juga merupakan negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti dengan Israel, setelah Yordania dan Mesir (Al Jazeera, 2020). Dalam pernyataan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang membantu sebagai penengah normalisasi hubungan kedua negara tersebut, negara-negara menyebut kesepakatan antara Israel dengan Uni Emirat Arab sebagai peristiwa yang bersejarah dan merupakan terobosan menuju perdamaian. Hal ini dikarenakan hingga saat ini Israel belum memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab di Teluk Persia. Tetapi kekhawatiran terhadap Iran telah mendorong adanya kontak tidak resmi di antara kedua negara tersebut. Presiden Trump menyebut kesepakatan antara Perdana Menteri Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebagai momen yang benar-benar bersejarah yang menandai kesepakatan damai Israel-Arab ketiga sejak deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, setelah Mesir dan Yordania. Presiden Trump juga mengharapkan lebih banyak negara Arab mengikuti jejak Uni Emirat Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel (BBC News, 2020).

Membuka hubungan langsung antara dua negara paling dinamis di Timur Tengah dengan ekonomi paling maju dinilai akan dapat memberikan perubahan pada kawasan tersebut, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi teknologi, dan menjalin hubungan antar masyarakat menjadi lebih dekat. Israel juga akan melakukan penangguhan deklarasi kedaulatan atas wilayah yang digariskan, yaitu rencana Israel untuk menggabungkan  permukiman Yahudi di Tepi Barat (West Bank) dan Lembah Yordania yang strategis. Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash, mengungkapkan bahwa pengakuan Uni Emirat Arab atas Israel merupakan langkah yang berani untuk dapat menghentikan bom waktu dari aneksasi Israel di wilayah Tepi Barat (Muhammad, 2020). Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

B.     Pembahasan

1.      Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik bertujuan untuk melakukan negosiasi dengan negara lain sebagai upaya pencapaian suatu tujuan. Hubungan diplomatik terus berkembang pada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lain dan berkembang menjadi hubungan lebih luas antara satu negara dengan negara lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak pada hubungan antar negara yang didukung dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat internasional. Lembaga perwakilan diplomatik mengalami kemajuan dalam masyarakat saat hubungan ekonomi dan politik meluas antar negara. Dalam menjalankan misi diplomatik dan melakukan kerja sama juga tidak terlepas dari kegiatan diplomasi. Hubungan politik internasional suatu negara dapat terwujud dengan adanya hubungan diplomatik sebagai bentuk hubungan formal antara satu negara dengan negara lain. Hubungan diplomatik digunakan dalam hubungan internasional melalui teknik diplomasi dalam menyampaikan keinginan suatu negara (Universitas Udayana).


2.      Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Israel dan Uni Emirat Arab telah bergeser dengan perlahan menuju normalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, Israel telah membuka kantor diplomatik di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi terkait dengan the International Renewable Energy Agency; pejabat senior Israel telah mengunjungi Abu Dhabi, di mana para atlet Israel telah berpartisipasi dalam kompetisi regional di Uni Emirat Arab dan Israel akan berpartisipasi dalam Dubai’s World Expo 2020, yang dijadwalkan dibuka pada Oktober 2021 karena pandemi COVID-19. Momentum signifikan untuk kesepakatan dimulai ketika Israel tidak memulai proses penggabungan wilayah Tepi Barat pada 1 Juli seperti yang ditunjukkan Perdana Menteri Israel. Menurut Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat, pihak Uni Emirat Arab dilaporkan mengambil kesempatan itu untuk menjanjikan normalisasi penuh hubungan jika aneksasi (penggabungan wilayah) dihapus (Cook, 2020). Pembentukan normalisasi hubungan diplomatik penuh, pertukaran kedutaan, dan hubungan perdagangan antara Israel dan Uni Emirat Arab merupakan langkah maju diplomatik yang signifikan (BBC News, 2020).


3.      Hal yang Mendorong Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Normalisasi  hubungan  diplomatik juga tidak terlepas dari motivasi untuk mencapai kepentingan nasional, dan proses pembuatan kebijakan luar negeri berlandaskan pada sejumlah faktor-faktor yang mendorong kebijakan dikeluarkan. Normalisasi hubungan diplomatik dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari  dalam  maupun  luar  negara Israel dalam memutuskan untuk melaukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab  (Pramesti, Dewi, & Nugraha, 2019)

 

Hubungan Diplomasi Indonesia Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia

 

Hubungan Diplomasi  Indonesia-Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia


Pendahuluan

Beberapa saat yang lalu, kondisi perbatasan Indonesia Malaysia kembali memanas akibat adanya masalah mengenai penangkapan ikan di wilayah perairan Malaysia. Pada tanggal 5 Januari 2020 beberapa anak buah kapal (ABK) KM Abadi Indah ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Kapal tersebut merupakan kapal yang engoperasikan alat penangkapan ikan jala jatuh berkapal (cast net). Penangkapan kapal Indonesia di wilayah perairan Malaysia tersebut disebabkan karena dugaan telah  melakukan penangkapan sotong secara ilegal (Rastika, 2020).

Masalah tersebut kemudian diselesaikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP menindaklanjuti masalah tersebut dengan memulangkan 15 orang ABK KM Abadi Indah. Pembebasan para nelayan tersebut ditempuh dengan persuasi dan tanpa melalui upaya hukum meskipun pihak Malaysia menduga adanya upaya penangkapan ikan secara ilegal. Hal ini dilakukan berdasarkan pada MoU on Common Guidelines antara kedua negara yang berisi tentang kesepakatan aparat penegak hukum di bidang maritim antara RI-Malaysia. Pengaturan tersebut juga mengatur mengenai penangkapan ikan di wilayah unresolved maritime boundaries atau batas maritim yang belum terselesaikan(Ulya, 2020).

Permasalahan mengenai penangkapan ikan secara ilegal merupakan suatu kekhawatiran yang diperhatikan oleh negara dengan wilayah maritim yang luas seperti Indonesia dan Malaysia. Hal ini disebabkan karena penangkapan ikan berhubungan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan yang pada dasarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya penanganan ikan secara ilegal bahkan menempatkannya sebagai kejahatan transnasional. Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk salah satunya melalui upaya diplomasi. Diplomasi bukan merupakan hal baru bagi hubungan antarnegara, karena diplomasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk membela kepentingan negara di dunia internasional (Yanti, 2013). Berhubungan dengan penangkapan dan pembebasan kapal Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilyah Malaysia kemudian dapat menyebabkan suatu pergeseran kondisi diplomasi kedua negara. Tulisan ini akan menganalisa hubungan diplomasi Indonesia-Malaysia pasca penangkapan nelayan Indonesia oleh aparat Malaysia.

Pembahasan

Diplomasi merupakan penerapan kecerdasan dan kebijaksanaan untuk pelaksanaan hubungan resmi antarpemerintah negara merdeka, juga untuk memperluas hubungan mereka dengan wilayah territorial, dan antara pemerintah dengan internasional kelembagaan, atau, lebih singkat, pelaksanaan bisnis antarnegara-negara dengan cara-cara damai (Satow, 2009). Upaya diplomasi yang dilaksanakan untuk menangani masalah kepentingan maritim adalah diplomasi maritim. Diplomasi maritim merupakan strategi pendayagunaan kapabilitas nasional yang diarahkan dan ditujukan pada isu keamanan maritim secara domestik dan global (Nugraha & Sudirman, 2016). Diplomasi maritim diterapkan melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan(Riska, 2017).

Penanganan mengenai masalah penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia-Malaysia pada dasarnya sudah dilakukan melalui berbagai upaya, termasuk secara diplomasi melalui penandatanganan Memorandum of Understanding Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali. Kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua negara bukan merupakan inti dari pedoman umum (common guidelines) ini tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya (Lerian & Pahlawan, 2017).

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

 

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

A.    Pendahuluan

Wabah virus corona 2019 (COVID-19) di Wuhan, China telah memicu pandemi global. Hingga saat ini, dilaporkan lebih dari 132.000 kasus COVID-19 di 123 negara dengan 5.000 orang telah meninggal karena penyakit tersebut, dan jumlah tersebut diperkirakan masih akan meningkat dalam beberapa hari dan bulan. Pada 31 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Zheng, Goh, & Wen, 2020). Pandemi COVID-19 telah menyebar dengan cepat sejak infeksi pertama terdeteksi di China tengah pada akhir 2019. Pandemi COVID-19 telah mengubah masyarakat dan  memiliki dampak negatif terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Masyarakat di seluruh dunia telah dianjurkan atau diwajibkan untuk meminimalkan pertemuan sosial dan membatasi kontak orang-ke-orang. Bersamaan dengan situasi yang tidak biasa ini, rasa takut dan ketidakpastian yang kuat terus meningkat di antara banyak populasi mengingat pandemi ini dapatmenyebar dengan pesat. Terdapat peningkatan eksponensial terhadap jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi, meninggal, dan menganggur (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020)

Prasangka dan diskriminasi yang terjadi selama penyebaran COVID-19 dapat menyebabkan situasi yang semakin tidak stabil karena negara-negara mulai mencabut pembatasan pergerakan yang meningkatkan interaksi, dan jumlah penyebaran virus yang terus mengalami peningkatan. Karena banyak dari masyarakat yang terinfeksi menunjukkan gejala sedikit atau bahkan tidak ada gejala, dan potensi stigmatisasi pun juga meningkat. Hal ini dikarenakan masyarkat menggunakan karakteristik seperti ras, selain gejala yang terlihat untuk menentukan siapa yang mungkin terinfeksi. Berdasarkan kondisi tersebut, Jacobson (dalam Roberto et al., 2020) mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah menyoroti potensi dalam memperburuk ketidakadilan sosial yang secara tidak proporsional memiliki dampak pada pada komunitas kulit berwarna berpenghasilan rendah serta penduduk asli dan imigran. Diskriminasi yang ditujukan kepada orang Asia mengalami peningkatan selama pandemiCOVID-19. Pada akhir April 2020, Komisi Hak Asasi Manusia Kota New York menerima 248 laporan pelecehan dan diskriminasi, dengan lebih dari separuh korbannya adalah keturunan Asia. Klaim tersebut termasuk diskriminasi berdasarkan ras dan asal kebangsaan di beberapa bidang kebijakan termasuk perumahan, akomodasi hotel, dan pekerjaan. Contohtersebutmenunjukkan bagaimana ras dan etnis digunakan secara sewenang-wenang untuk mengidentifikasi dan menyalahkan kelompokmasyarakattertentu yang dianggap sebagai pembawa wabah (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk membahas bagaimana bentuk rasisme terhadap warga China selama pandemi COVID-19.

B.     Pembahasan

1.      Bentuk Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

Diskriminasi individu dari berbagai latar belakang, asal kebangsaan, atau ras menyoroti konsep “otherness”. Di masa krisis, wajar bagi individu untuk memandang satu sama lain sebagai bagian dari kelompok yang tidak jelas. Hal ini dapat menciptakan identitas untuk kelompok yang membutuhkan dukungan versus kelompok lain yang tidak sesuai dengan citra kepentingan publik. Kelompok “others” dapat melambangkan kelompok yang distigmatisasi. Kelompok-kelompok ini memiliki karakteristik atau sifat yang tidak diinginkan yang berada di luar ekspektasi normal masyarakat. Atribut yang dipersepsikan secara negatif ini merendahkan nilai individu dan mengidentifikasinya sebagai kelompok yang tidak diinginkan atau inferior dalam masyarakat. Konsekuensi dari stigmatisasi adalah kemungkinan seseorang akan menjadi sasaran prasangka, perlakuan yang tidak menyenangkan, dan diskriminasi di berbagai situasi (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Laporan dari berbagai negara juga menunjukkan kecenderungan agresif terhadap orang-orang China yang tinggal di luar China dari prasangka dan diskriminasi. Contohnya di  Australia, seperempat dari keluhan diskriminasi rasial baru-baru ini datang dari orang Asia yang menjadi sasaran karena virus tersebut. Warga China diludahi, diserang secara fisik, dan mendapatkan penolakan akses bisnis. Di Selandia Baru dan Kanada, beberapa orang tua berusaha mencegah anak-anak China untuk bersekolah di sekolah lokal. Di Kanada, xenofobia telah memengaruhi orang-orang yang bukan keturunan China, di mana sebuah pusat kebudayaan Vietnam dirusak, warga Korea menjadi korban penikamanan, dan orang Inuit telah diludahi dan disuruh kembali ke negara asal (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Gambar 1. Persentase Bentuk Diskriminasi terhadap Warga Asia selama Pandemi COVID-19

Sumber: Cheung et al. (2020)

Hubungan Diplomatik antara Indonesia dengan Korea Selatan: Kerja Sama di Bidang Manufaktur


Hubungan Diplomatik antara Indonesia dengan Korea Selatan: Kerja Sama di Bidang Manufaktur
A.    Latar Belakang
Salah satu bentuk dari interaksi dalam hubungan internasional adalah kerjasama internasional. Kerjasama internasional bertujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral maupun multilateral guna mencapai tujuan nasional. Dalam menjalankan kerjasama antar negara pun juga harus mencakup interaksi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, termasuk kerjasama antara Indonesia dengan Korea Selatan. Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan sendiri dimulai dengan hubungan tingkat konsuler pada tahun 1966 yang diawali dengan penandatangan persetujuan konsuler. Kantor Konsulat Jendral Republik Korea di Jakarta dibuka secara resmi pada tanggal 1 Desember 1966. Kunjungan negara yang dilakukan oleh Indonesia dan Korea Selatan ini pun juga sering dilakukan oleh para pemimpin politik, ekonomi, sosial, dan budaya dari masing-masing negara setelah tercetusnya hubungan konsuler tersebut (Afriantari & Putri, 2017; Syarief, 2016).

Hubungan Diplomatik Indonesia Dan AS (Amerika Serikat) Pada Masa Pemerintahan Presiden Donald Trump



Hubungan Diplomatik Indonesia Dan AS (Amerika Serikat)
 Pada Masa Pemerintahan Presiden Donald Trump
Pendahulan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai keanekaragaman, baik dari sisi alamnya atau kenanekeragaman hayatinya maupun dari segi kebdyaanya. Sekain itu, Indonesia juga merupakan bagian dari masyarakat dunia, maka tidak heran jika dalam berbagai kegiatan selalu berhubungan dengan Negara-negara anggota lain sebagai bagian dari kehidupan dunia internasional. Salah satunya adalah hubungan yang terjadi antara Indonesia dengan Negara paling berpengaruh di dunia, Amerika Serikat (AS).
           
Hubungan diplomatik tersebut terus berlanjut hingga sekarang, meskipun kepemimpinan diantara kedua Negara ataupun perwakilan masing-masing diplomat terus berganti-ganti akibat adanya batas masa jabatan, hubungan tersebut masih terjalin dengan kuat. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan Diplomatik Indonesia dan AS (Amerika Serikat) pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump, dengan Indonesia sendiri berapa dalam kepemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pembahasan
1.      Hubungan Diplomatik
Hubungan Diplomatik adalah suatu hubungan yang dijalankan antara Negara satu dengan negara lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing Negara. Hubungan yang demikian ini, telah dilakukan sejak dulu. Dalam prosesnya,  untuk dapat menjalankan hubungan diplomatik dengan negara lain perlu adanya pengakuan (recognition) terlebih dahulu terhadap negara tersebut, terutama oleh negara yang akan menerima perwakilan diplomatik suatu negara (Receiving State). Tanpa adanya pengakuan terhadap negara tersebut, maka pembukaan hubungan dan perwakilan diplomatik tidak bisa dilakukan (Suryokusumo, 2013).

2.      Hubungan Diplomatik Indonesia dan AS Secara Keseluruhan
Hubungan diplomatik dua Negara dapat ditunjukkan dalam bentuk hubungan bilateral, yang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk saling bekerja sama demi meningkatkan kepentingan antar dua Negara yang terlibat. Indonesia dan AS yang telah saling menjalin hubungan ini sejak lama. Berikut ini merupakan beberapa bentuk hubungan diplomatik yang dilakukan oleh Indonesia-AS dalam berbagai sektor, yaitu:
a.      Kerjasama di Sektor Politik
Pada tahun 2015, hubungan antara Indonesia dan AS memasuki level baru. Selama kunjungan Presiden Joko Widodo ke Washington, D.C. pada bulan Oktober 2015, Indonesia dan AS sepakat untuk memperluas dan meningkatkan kerjasamanya menjadi Kemitraan Strategis.
b.      Kerjasama dalam Sektor Pertahanan dan Keamanan
Sejak AS mencabut embargo militernya terhadap Indonesia pada tahun 2006, kerja sama pertahanan antara Indonesia dan AS terus meningkat dalam hal jumlah kegiatan, lingkup kerja sama, serta tingkat keterlibatan.
c.       Kerjasama dalam Perdagangan, Investasi dan Sektor Pariwisata
Total perdagangan Indonesia dan AS pada tahun 2014 mencapai nilai US $ 27,7 miliar.
d.      Kerjasama di Sektor Pembangunan
Indonesia telah menerima hibah Millennium Challenge Corporation (MCC) dari Amerika Serikat sejak 2006 dengan jumlah total US $ 55 juta untuk mendanai program imunisasi dan anti-korupsi di dalam negeri.
e.       Kerjasama dalam Pendidikan, Korps Perdamaian, Sains dan Teknologi dan Dialog Lintas Agama
Kerjasama dalam pendidikan antara Indonesia dan Amerika Serikat dimulai pada tahun 1952 melalui pemberian Beasiswa Fulbright yang dalam perkembangannya kemudian diselenggarakan oleh American Indonesian Exchange Foundation (AMINEF).
3.      Hubungan Diplomatik Indonesia dan AS, Masa Pemerintahan Donald Trump
Donald Trump, yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha real estate, telah resmi menjabat Presiden AS ke-45 pada 20 Januari 2017. Trump akan memimpin AS untuk 4 tahun bersama dengan Wakil Presiden Mike Pence (Christiastuti, 2017). Berkaitan dengan hal ini, erpilihnya Donald J. Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu topik yang paling banyak dibicarakan. Satu hal yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana hubungan bilateral Indonesia-AS setelah Trump terpilih sebagai presiden.
Hal ini dikarenakan bahwa selama proses kampanye, tidak semua pihak menyambut baik terpilihnya Trump sebagai Presiden AS, bahkan ada penolakan yang datang dari dalam negeri sendiri. Hal itu karena Trump selama ini dinilai sebagai pribadi yang kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial, seperti mendeportasi imigran, membangun tembok perbatasan antara AS dan Meksiko, mencegah kaum Muslim masuk wilayah AS, dan mengancam bahwa AS akan meninggalkan sekutu-sekutunya (Muhamad, 2016). Maka tidak mengherankan jika dengan penyataan-pernyataa tersebut, seluruh Negara yang memiliki hubunga diplomatik dengan AS menjadi was-was tentang apa yang akan terjadi dengan hubungan yang selama ini mereka jalin dengan AS berpengaruh terhadap kepentingan dalam negeri, tidak terkecuali Indonesia yang merupakan salah satu Negara yang telah menjalin hubungan diplomatik sejak lama dengan AS.

Kesimpulan
            Berdasarkan penjelsan yang telah dilaukan, dapat disimpulkan bahwa, indonesia dan Amerika Serikat telah terikat dapan hubungan diplomatik yang cukup lama, yaitu beberap saat setelah Indonesia merdeka, tepatnya di tahun 1949, atau hamper selama 70 tahun. Hingga saat ini, keduanya masih terus mempertahankan hubungan yang terjalin tersebut, meskipun banyak hambatan yang terjadi. Presiden Donald Trump, sebagai pemimpin kepemerintahan di AS selama hamper dua tahun, dikenal demgam sosok yang keras, dan penyetaan-penyataan kontroversialnya, dimana sebagian dianggap mengancam berbagai aspek kehidupkan warga internasional, termasuk di Indonesia sendiri. Masalah perekonomian dan perdagangan menjadi salah satu hal yang paling dibahas, dalam urusan hubungan diplomatik tersebut, disertai dengan kontraterorisme, dan China, yang merupakan salah satu negra berpengaruh lainnya di dunia. Fokus hubungan diplomatik tersebut bukan tanpa alasan, hal ini kerena Prediden Indonesia Joko Widodo lebih tertarik dengan hasil “konkret,” seperti perdagangan, investasi, dan perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri daripada tantangan geopolitik yang terjadi di dunia jika menyangkut kerjasamanya dengan AS, termasuk bagaimana posisi AS mempengaruhi segala urusan yang menyangkut nasib dalam negeri.

Daftar Pustaka
Christiastuti, N. (2017, Januari 20). Donald Trump Dilantik Jadi Presiden AS. Retrieved Agustus 19, 2018, from detikNews: https://news.detik.com/internasional/3401722/donald-trump-dilantik-jadi-presiden-as
Embassy of Indonesia Washington, D. (2017). About. Retrieved Agustus 19, 2018, from Embassy of Indonesia Washington, DC: https://www.embassyofindonesia.org/index.php/bilateral-relations/
Firmansyah, T. (2018, Juli 28). Kebijakan Trump Dinilai Positif untuk Asia Tenggara. Retrieved Agustus 19, 2018, from Teguh Firmansyah: https://www.republika.co.id/berita/internasional/asia/18/07/28/pcjbc1377-kebijakan-trump-dinilai-positif-untuk-asia-tenggara
Indonesia Investments. (2017, April 20). Diplomatic & Trade Relations Indonesia: US VP Pence Met Jokowi. Retrieved Agusrus 19, 2018, from Indonesia Investments: https://www.indonesia-investments.com/id/news/news-columns/diplomatic-trade-relations-indonesia-us-vp-pence-met-jokowi/item7758?
Konvensi Wina 1961, Pasal 2. (n.d.).
Konvensi Wina 1961, Pasal 22 (1). (n.d.).
Laksmana, E. A. (2018, Februari 17). Hubungan Indonesia-Amerika: Mengapa Hanya Mengurusi Hal-hal Kecil? Retrieved Agustus 19, 2018, from Mata-mata Politik: https://www.matamatapolitik.com/hubungan-indonesia-amerika-mengapa-hanya-mengurusi-hal-hal-kecil/
Muhamad, S. V. (2016). Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Setelah Terpilihnya Donald Trump Sebagai Presiden. Majalah Info Singkat: Hubungan internasional, Vol. VIII, No. 22/II/P3DI/November/2016.
Suryokusumo, S. (2013). Hukum Diplomatik dan Konsuler Jilid I. Jakarta: Tatanusa.
US Embassy and Consulates in Indonesia. (2018). History of the U.S. and Indonesia. Retrieved Agustus 19, 2018, from US Embassy and Consulates in Indonesia: https://id.usembassy.gov/our-relationship/policy-history/io/



Mau dibuatkan paper  seperti ini?
Atau tugas-tugas custom lainnya?
Silahkan contact ke WA 085868039009 (Diana)
Happy Order :)