Potensi Acara “Debat Capres” dalam Mempengaruhi Elektabilitas Politik



Potensi  Acara “Debat Capres” dalam 
Mempengaruhi Elektabilitas Politik
 

1.      Pendahuluan
Tahun 2019 ini adalah tahun yang sangat menentukan bagi kehidupan politik Indonesia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan 2019 dapat dikatakan saatnya pesta demokrasi. Pada tahun ini akan menjadi tahun terakhir bagi presiden kita untuk memimpin Negara setelah dilantik pada tahun 2014 silam serta akan dilakukan pemilihan pemimpin baru yang akan menjadi gantinya. Tentu saja ini sangat menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia karena dengan pemilihan umum, rakyat diminta untuk memilih pemimpin terbaik yang menurut mereka dapat memimpin Negara ini menjadi Negara yang semakin baik dalam segala segi seperti ekonomi, pembangunan, penegakan hukum dan lain sebainya. Rakyat memiliki kebebasan memillih siapa dari calon-calon yang diajukan yang kira-kira mempunyai tujuan atau cita-cita yang sama dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu; membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum/bersama; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial. (Pembukaan UUD).
Untuk itu, masyarakat memiliki kewajiban moral untuk memilih pemimpin yang terbaik, karena ia akan menjadi wakil rakyat selama selama 1 periode pemerintahan yaitu 5 tahun. Ketika rakyat tidak mamapu memilih yang terbaik, maka akibatnya akan merugikan Negara beserta isi-isinya. Maka dari itu rakyat harus jeli dalam memilih calon yang terbaik. Untuk mengetahui mana calon yang terbaik, ada berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan mengetahui latar belakang dan rekam jejak masing-masing calon yang diajukan. Selain itu, cara yang semakin menarik semua kalangan masyarakat adalah “Debat Capres”. Hampir setiap warga di Indonesia menanti-nanti jadwal Debat Capres dan menontonnya. Acara ini terbukti sangat diminati guna mengetahui bagaimana pola pikir calon capres dan cawapres, bagaimana mereka memecahkan masalah yang dihadapkan pada mereka dan mengetahui visi misi masing-masing calon capres dan cawapres. Dengan begitu kita dapat menilai kira-kira mana pemimpin yang layak untuk menjadi pengganti pemimpin yang sekarang.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah ketika debat capres ini telah menarik banyaknya perhatian masyarakat, apakah dengan begitu elektabilitas politik akan terpengaruhi atau tidak. Seperti diketahui, dalam debat capres terdapat argument-argumen yang dilemparkan oleh masing-masing pasangan calon dan wakil calon presiden, hal ini tentu akan menjadi penilaian public. Maka dari itu, dalam tulisan ini saya akan menjelaskan potensi acara debat capres dan cawapres ini dalam mengubah elektabilitas politik.
2.      Pembahasan
a.       Acara “Debat Capres” di Indonesia
Ajang debat capres dalam  rangka mengenalkan  calon presiden menjadi acara yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat luas. Debat diharapkan dapat memperlihatkan visi misi capresdan cawares  sekaligus mengetahui apakah mereka menguasai isu yang dibahas atu tidak. Pengertian debat itu sendiri adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri. (Basariyadi, 2017). Maka dari itu, dalam sebuah acara debat setiap pasangan debat akan menyusun argument-argumen mereka dan mendebatkannya untuk melawan argument lawan. Debat merupakan rangkaian kegiatan pilpres yang bukan hanya bersifat ritual untuk memenuhi aturan prosedural UU Pemilu, melainkan juga sangat penting untuk menguji kapasitas dan ketajaman visi-misi masing-masing kandidat dalam memroyeksikan Indonesia ke depan.
Skema debat kandidat pasangan capres-cawapres Pemilu 2019 adalah sebgai berikut (Lazuardi, 2018):
a.       Jadwal
·         Debat ke 1 antar capres-cawapres (17 Januari 2019
·         Debat ke 2 antar capres (17 Februari 2019)
·         Debat ke 3 antar cawapres (17 Maret 2019)
·         Debat ke 4 antar capres (30 Maret 2019)
·         Debat ke 5 antar capres-cawapres (masih tentatif)
b.      Lembaga Penyiaran:
·         Debat 1 TVRI, RRI, Kompas TV dan RTV
·         Debat 2 MNC Group
·         Debat 3 Trans TV, Trans 7, CNN Indonesia
·         Debat 4 Metro TV, SCTV, Indosiar
·         Debat 5 TV One, ANTV, Berita Satu dan Net TV
c.       Tema setiap debat:
·         Debat ke 1 (Hukum, HAM, Korupsi, Terorisme)
·         Debat ke 2 (Energi dan Pangan, SDA dan lingkungan hidup, infrastruktur)
·         Debat ke 3 (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan, Sosial dan Kebudayaan).
·         Debat ke 4 (Ideologi, Pemerintahan, Hankam, Hubungan Internasional)
·         Debat ke 5 (Ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan dan investasi, perdagangan dan industri). 


Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))

 

Minat Generasi Milenial pada Dunia Politik: Studi Kasus Kampanye Pilpres 2019



Minat Generasi Milenial pada Dunia Politik: 
Studi Kasus Kampanye Pilpres 2019



A.    Pendahuluan
Generasi milenial adalah generasi yang lahir tahun 1980-an hingga tahun 2000, yang disebut juga dengan generasi Y. Generasi milenial ini disebut juga sebagai generasi yang  menentukan masa depan, dikarenakan adanya kemudahan yang didapatkan pada saat ini, dimana segala bentukinformasi yang dibutuhkan dapat dengan mudah diakses melalui berbagai media yang tersedia. Generasi inisangat akrab denganperkembangan teknologi yang ada,hal inilah yang membuat generasi ini cenderung memiliki ide yang visioner dan inovatif.Generasi yang saat ini tengah berusia antara 18 hingga 37 tahun ini dianggap unik dibanding generasi sebelumnya, karena kehidupan generasi milenial ini tidak bisa lepas dari teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet (Rojaby, 2018; Juditha & Darmawan, 2018).
Kemudahan dari perkembangan teknologi, komputer, dan segala akses yang ada ini memungkinan penyajian semua informasi yang diperlukan secara instan. Salah satunya adalah informasi terkait politik, yang menjadikan generasi ini sangat reaktif terhadap hal-hal yang terjadi disekitarnya. Akrab dengan teknologi inilah menjadikan generasi ini memiliki  keistimewaan tersendiri yang tidak bisa dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Akrab teknologi inilah yang menyebabkan generasi milenial tidak bisa lepas dari internet maupun  hiburan yang sudah  menjadi kebutuhan yang pokok generasi milenial (Rojaby, 2018).
Direktur Indonesia New Media Watch menyebutkan bahwa generasi milenial telah menjadi sebagai salah satu penentu pemenang dalam Pemilihan Umum Presiden 2019. Jumlahnya yang mencapai 80 juta jiwa ini mencakup 30 persen dari total pemilih di Indonesia. Prediksi ini didapatkan dari data hasil survei yang dilakukan oleh CSIS, yang juga menyebutkan bahwa generasi milenial tak begitu berminat terhadap politik dan lebih tertarik untuk mengakses konten hiburan, teknologi, dan inovasi.Penggunaan teknologi internet oleh generasi milenial justru cenderung tidak digunkan untuk mengakses berita politik, karena mereka cenderung menjadi apolitis(Rika, 2018)

B.     Pembahasan
1.      Penggunaan Internet pada Generasi Milenial
Mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah generasi milenial. Data survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016 menunjukkan bahwa 80 persen atau sekitar 25 juta pengguna internet Indonesia adalah mereka yang berusia 25-29 tahun dan sekitar 72 persen pengguna berusia 30-34 tahun.  Pengguna internet di Indonesia haus akan informasi terbaru, yang dibuktikan dengan sejumlah 31,3 juta pengguna menjadikan update informasi sebagai alasan utama mengakses internet, dan angka ini melebihi jumlah pengguna yang mengakses internet karena alasan pekerjaan (27,6 juta) dan sekadar mengisi waktu luang (17,9 juta). Meskipun update informasi menjadi alasan utama mengakses internet, akan tetapi mereka cenderung pasif dalam memperoleh informasi. Dikarenakan perilaku jenis konten internet yang diakses didominasi media sosial yang mencapai angka 97,4 persen (Agung, 2016).
Teknologi juga membuat para generasi yang tidak bias lepas dari internet tersebut mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi. Saat ini, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita yang utama bagi masyarakat. Tren penggunaan media sosial ini sudah terbukti sejak tahun 2016 melalui beberapa peristiwa penting, dan masyarakat mengandalkan media sosial untuk mendapatkan informasi terkini dari sebuah peristiwa. Hal ini di buktikan dengan data hasil riset dari Tetra Pak Index 2017 yang menunjukkan bahwa di Indonesia dengan lebih dari 132 juta pengguna internet 40% diantaranya adalah pengguna aktif media sosial. Pengguna internet ini pun didominasi oleh generasi milennial. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan penguna internet di Indonesia mencapai 51% atau sekitar 45 juta pengguna, diikuti dengan pertumbuhan sebesar 34% pengguna aktif media sosial (Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2016; Mardana, 2017).

2.      Partisipasi Generasi Milenial Terhadap Politik
Partisipasi politik dapat bersifat otonomi dan mobilisasi. Partisipasi politik yang bersifat otonom meruakan partisipasi politik yang berdasarkan pada kesadaran politik setiap warga  untuk menentukan pilihan. Sedangkan partisipasi politik yang bersifatmobilisasi merupakan partisipasi politik yang dikerahkan oleh pihak lain. Jadi partisipasi politik otonom dilaksanakan  berdasarkan pada kesadaran politik setiap orang tanpa adanya paksaan atau pengerahan. Partisipasi politik otonom muncul atas dorongan pribadi. Sedangkan partisipasi politik yang  dimobilisasi biasanya partisipasi yang di mobilisasi tidak berdasarkan pada kesadaran pribadi, tetapi terjadi melalui paksaan, ancaman bahkan tindakan kekerasan lainnya dengan maksud mengubah pilihan warga(Kharisma, 2015).
Konsumsi internet penduduk kelompok usia 15 hingga 34 tahun jauh lebih tinggi dibanding kelompok usia yang lebih tua. Hal ini menunjukkan ketergantungan generasi milenal terhadap internet yang tinggi. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa generasi berusia 15-24 tahun lebih menyukai topik pembicaraan yang terkait music, film, olahraga, dan teknologi. Dan yang berusia antara 25 hingga 34 tahun lebih menyukai topik pembicaraan yang bervariatif. Milenial dianggap sebagai generasi yang tidak peduli pada permasalahan politik, karena jumlah yang bergabung pada partai politik yang relatif sedikit dan cenderung tidak menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilu. Generasi milenial ini tidak berminat pada proses dan persoalan politik, serta memiliki tingkat kepercayaan yang rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Juditha & Darmawan, 2018)
 


3.      Minat Generasi Milenial Terhadap Pilpres 2019
Direktur Indonesia New Media Watch menyebutkan bahwa generasi milenial telah menjadi sebagai salah satu penentu pemenang dalam Pemilihan Umum Presiden 2019. Jumlahnya yang mencapai 80 juta jiwa ini mencakup 30 persen dari total pemilih di Indonesia. Prediksi ini didapatkan dari data hasil survei yang dilakukan oleh CSIS, yang juga menyebutkan bahwa generasi milenial tak begitu berminat terhadap politik dan lebih tertarik untuk mengakses konten hiburan, teknologi, dan inovasi. Penggunaan teknologi internet oleh generasi milenial justru cenderung tidak digunkan untuk mengakses berita politik, karena mereka cenderung menjadi apolitis (Rika, 2018)

C.    Kesimpulan
Generasi milenial telah menjadi sebagai salah satu penentu pemenang dalam Pemilihan Umum Presiden 2019, karena jumlahnya yang banyak yang mencapai 80 juta jiwa ini mencakup 30 persen dari total pemilih di Indonesia dan mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah generasi milenial. Akan tetapi penggunaan teknologi internet oleh generasi milenial justru cenderung tidak digunkan untuk mengakses berita politik, karena mereka cenderung menjadi apolitis. 

Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))