Tampilkan postingan dengan label dasar hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dasar hukum. Tampilkan semua postingan

Tinjauan Hukum terhadap Pernikahan Dini di Indonesia

 

Tinjauan Hukum terhadap Pernikahan Dini di Indonesia


 

I.                   Pendahuluan

Diskursus mengenai pernikahan dini di Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Hal ini sudah sering menjadi topik utama di berbagai pembahasan. Pembahasan mengenai masalah ini pun telah dilakukan dari berbagai persepektif yang sebagian besar menyetujui bahwa hal ini kurang menguntungkan terutama bagi anak yang terlibat di dalamnya. Meskipun begitu, pembahasan mengenai masalah ini, masih sering dilakukan secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena kasus yang berkaitan dengan masalah ini juga selalu muncul dan menimbulkan perbincangan.

Kasus pernikahan dini, sebagian besar terjadi di daerah, contohnya adalah yang terjadi di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Salah satu kasusnya pernikahan dini tersebut terjadi antara D (15 tahun) dan DA (14 tahun). Keduanya masih bersekolah, D masih duduk di bangku SMP dan suaminya, DA, masih tercatat sebagai siswa kelas 5 sekolah dasar. Keduanya dinikahkan karena alasan untuk mencegah perbuatan zina yang dilarang agama (Intisari Online, 2019). Menilik pada usia disaat kedua orang tersebut menikah, hal ini tentu tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur pemerintah berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan 19 tahun bagi pria.

Pengaturan yang dilakukan pemerintah tersebut bukan tanpa alasan. Pernikahan dibawah umur pada waktu seseorang belum siap mental maupun kedewasaan jiwa kerap kali mengakibatkan terjadinya permasalahan dikemudian hari bahkan tidak jarang yang berantakan dan berakhir dengan perceraian, beda halnya jika pernikahan tersebut dilakukan oleh pasangan yang sudah sama-sama dewasa mayoritas memberikan dampak positif untuk kehidupan rumah tangganya baik itu kedewasaan jiwa maupun kesiapan mental (Khairillah, Jazari, & Faisol, 2019). Tinjauan mengenai dampak sosial yang ditimbulkan mengenai pernikahan dibawah umur seperti itu telah banyak dilakukan, namun masih jarang adanya tinjauan hukum terhadap masalah ini. Tulisan ini akan melakukan tinjauan hukum mengenai masalah pernikahan dini terutama mengenai sahnya pernikahan dibawah umur yang tidak dilakukan sesuai undang-undang serta status hukum anak yang dihasilkan dari pernikahan dini tersebut.

II.                Pembahasan

2.1.Tinjuan hukum terhadap sahnya pernikahan dibawah umur berdasarkan ketentuan undang-undang

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan menjelaskan bahwa Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir maupun batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri yang sah dalam rangka untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum ditentukan oleh hukum positif yang berlaku di suatu negara.

Berdasarkan hal tersebut, maka sah atau tidaknya suatu perkawinan atau pernikahan didasarkan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Syarat-syarat sahnya perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi syarat-syarat materiil maupun formil. Syarat-syarat materil, yaitu syarat-syarat yang mengenai diri pribadi calon mempelai, sedangkan syarat-syarat formil menyangkut formalitas-formalitas atau tata cara yang harus dipenuhi sebelum dan pada saat dilangsungkannya perkawinan. Syarat materiil itu sendiri ada yang berlaku untuk semua perkawinan (umum) dan berlaku hanya untuk perkawinan tertentu saja (Purwaningsih & Muslicha, 2014).


2.2.Status hukum anak yang lahir dari pernikahan di bawah umur

Pria dan wanita melakukan perkawinan mempunyai tujuan yang sangat diharapkan oleh keduanya yaitu keturunan. Anak merupakan buah hati, oleh karena itu kehadirannya sangat dinantikan oleh keluarga. Kelahiran anak juga merupakan hal yang harus disyukuri dalam sebuah hubungan keluarga. Karena anak adalah sesuatu yang sangat berpengaruh demi kelangsungan hidup keluarga. Definisi anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas (Tanmaela, 2013).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu, hal ini akan menimbulkan suatu konsekuensi hukum. Hal ini termasuk akibat hukum yang akan didapatkan oleh suami dan istri setelah pernikahan dilaksanakan. Pernikahan dibawah umur merupakan pernikahan yang sah setelah mendapatkan dispensasi usia menikah, meskipun usianya masih di bawah umur. Hal ini kemudian mewujudkan suatu konsekuensi hukum bahwa anak tersebut telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum atau ia tidak berada di bawah pengampuan orangtuanya lagi. Oleh karena itu, ketika anak tersebut mengandung dan melahirkan seorang anak, maka anak tersebut menjadi anak sah sebagai akibat mereka dinikahkan. Dan apabila anak itu dinikahkan kemudian anak itu lahir sebagai anak sah, maka timbullah suatu hubungan perdata antara orang tua dan anak terhadap harta perkawinan. Anak sah dalam hal ini berarti anak tersebut lahir dari pasangan ayah dan ibu dari hasil pernikahan yang sah pula. 

Hukum Adat dan Agraria: Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun

 

Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun

 


Dalam satu Hukum Adat dan Agraria ada yang dikenal dengan status hak atas tanah. Status hak atas tanah ini ada bermacam-macam, khususnya dalam kepemilikan atas rumah tapak atau rumah susun. Konsep rumah susun tercipta dengan mengadopsi pengertian kondominium, strata title, apartement, dan flat yang telah terlebih dulu dikenal di negara-negara lain. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara flat dengan apartemen. Sedangkan istilah rumah susun merupakan terminologi hukum yang berlaku di Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung paham kepemilikan perseorangan dan hak bersama. Dalam pengertian inilah maka rumah susun dapat dianggap sebagai terjemahan dari flat ataupun apartement.[1]

Mengenai rumah susun tentu berkaitan dengan masalah pertanahan di negara yang bsesangkutan. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), sebagai Hukum Tanah Nasional tidak menyebutkan secara khusus mengenai rumah susun tersebut. Dalam UUPA tersebut hanya menyebutkan sejumlah jenis hak atas tanah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat 1 UUPA, yaitu: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.[2]

Oleh sebab itulah, di Indonesia saat ini pengaturan tentang rumah susun diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, mengantikan peraturan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun.[3] Mengenai hal ini, akan dibahas tentang status kepemilikan tanah atas rumah rusun. Pengetahuan tentang status kepemilikan tanah atas rumah rusun perlu diketahui bagi mereka yang ingin membeli rumah susun. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu dipahami, diantaranya:

1.      Satus Dan Nama Hak Atas Rumah Susun Orang Per Orang Dan Siapa Saja yang Boleh Memilikinya

Mengenai status dan nama hak atas rumah rumah susun, dijelaskan ada dua jenis status, yaitu antara pemilik dan penghuni:[4]

a.       Pemilik adalah setiap orang yang memiliki sarusun. Pemilik disini adalah mereka yang membeli satuan rumah susun.

b.      Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai pemilik maupun bukan pemilik. Bukan pemilik disini termasuk didalamnya adalah para penyewa satuan rumah susun.

Selain itu, dapat dikatakan bahwa hak atas rumah susun yang bisa dimiliki oleh orang per orang diantaranya adalah perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama namun pada daat yang bersamaan ada pula ada sebuah hak kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan bangunan rumah susun. Sementara itu, dalam kepemilikan rumah rusun, pada beberapa jenis rumah susun yang ada, ditetapkan kriteria tertentu bagi siapa saja yang boleh memiliki rusun. Salah satunya adalah mereka yang termasuk sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yaitu masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum. Kriteria ini biasanya digunakan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat. Namun demikian, pada ketentuan Pasal 53 UU no 20 tahun 2011 menyebutkan bahwa setiap orang dapat menyewa sebuah rumah susun, dan penyewaan sarusun tersebut meliputi hak orang perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Ketentuan siapa saja yang boleh memiliki rusun ini biasanya berlaku pada jenis rumah susun komersial, dimana pembangunanya memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia

 

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia


A.    Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia dalam lingkungan masyarakat dinilai semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku tersebut, jika ditinjau dari segi hukum tentu terdapatperilaku yang dapat dikelompokkan sesuai dengan norma dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma inilah yang biasanya justru menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Terutama dengan adanya kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban manusia yang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan kepentingan manusia, yang berpotensi mengakibatkan meningkatknya jumlah tindak kejahatan. Angka kejahatan ini kemudian dinilai dapat terus bertambah dengan cara berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan modern sehingga kejahatan dinilai akan semakin meresahkan masyarakat(Setiyani, 2018).


B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Premanisme dan Kekerasan

Masalah kejahatan pada prinsipnya merupakan masalah yang aktual dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di manapun di dunia ini, oleh karenanya kejahatan merupakan masalah yang bersifat universal. Dalam hal ini, Soesilo (dalam Prasetyo, 2011), dalam bukunya yang berjudul Kriminologi Kejahatan, memberikan pengertian tentang apa yang dinamakan sebagai kejahatan, dimana jika ditinjau dari segi juridis, kejahatan merupakan suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sementara jika ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban (Prasetyo, 2011). Beberapa kejahatan atau perilaku menyimpang juga dilatarbelakangi kondisi sosial budaya masyarakat setempat.Naik turunnya angka kejahatan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, budaya dan yang lain.Hal ini sejalan dengan pendapat Mahrus Ali (dalam Zegi, 2018) yang mengatakan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, semakin meningkat pula perilaku manusia dalam bermasyarakat yang mengabaikan norma-norma hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat berdampak pada kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat. Cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan norma dan kaidah hukum yang berlaku merupakan bentuk dari praktik tindak pidana(Zegi, 2018).


2.      Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang Disertai Dengan Kekerasan

Premanisme merupakan fenemona sosial yang sudah sering muncul dalam kehidupan masyarakat bahkan sejak dahulu. Pada dasarnya aksi premanisme tidak terlalu menakutkan karena biasanya aksi tersebut cenderung dilakukan hanya terbatas pada memaksa oranglain untuk menyerahkan harta bendanya tanpa mencederai mereka.Namun seiring perkembangannya, aksi premanisme ini merupakan bentuk kejahatan jalanan (street crime) yang menjadi perhatian serius masyarakat serta aparat penegak hukum. Hal ini disebabkan karena kehadiran para preman dan aksi premanisme yang dilakukan tidak hanya oleh preman saja telah mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Aksi premanisme tersebut juga semakin marak terjadi bahkan terkadang berujung dan menyebabkan korban jiwa. Sebab kekerasan yang dilakukan para preman dinilai sudah melampaui batas karena tidak hanya mencakup kekerasan psikis, tetapi juga kekerasan fisik sehingga mereka tidak menginginkan harta semata, tetapi juga melakukan tindakan kekerasan yang berakhir pada pembunuhan.

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di JakartaPusat

  

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat


A.    Pendahuluan

Premanisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Tindakan premanisme ditunjukkan melaluisejumlah faktor yang merupakan aktivitas mengganggu ketertiban, sehingga menimbulkan rasa  ketidaknyamanan, keresahan dan rasa takut diantara masyarakat. Aksi permanisme sering dijumpai di sejumlah daerah  keramaian masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan aksi tersebut juga dapat terjadi di daerah sepi dan jauh dari keramaian publik (Pradipta & Suardana, 2018). Dengan demikian, premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum(Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017).


B.     Pembahasan

1.      Tindakan Pemerasan dan Kekerasan yang dilakukan oleh Preman di Jakarta Pusat 

Premanisme adalah fenomena sosial yang sering muncul dalam kehidupan masyarakat. Premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum. Subjek atau individu yang melakukan tindakan premanisme disebut sebagai preman, sebutan yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu vrijman yang artinya adalah orang bebas atau tidak mempunyai ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu. Pada dasarnya idnividu yang disebut sebagai preman merupakan individu yang tidak mempunyai pekerjaan yang pasti dan tidak memiliki sumber penghasilan yang tetap, sehingga individu akan melakukan berbagai cara untuk dapat menghasilkan uang dengan melakukan pemerasan  yang disertai dengan ancaman hingga kekerasan (Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017). Sedangkan pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban(Saputra, 2018).


2.      Faktor Penyebab Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat

Menurut Andi Hamzah (dalam Pratiwi, 2014) faktor penyebab kriminalitas terdiri dari faktor dari dalam diri pelaku (internal) dan faktor dari luar diri pelaku (eksternal). Menurut Alifi (2016), faktor internal merupakan faktor dari dalam diri sendiri seperti kondisi fisiologis pelaku, dan kondisi psikologis pelaku kriminalitas. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku kriminalitas mencakup kondisi ekonomi dan kondisi sosial atau lingkungan sekitar pelaku, orang atau sekelompok orang melakukan tindakan kriminalitas ataupun semata-mata didorong oleh tekanan ekonomi yang parah (Alifi, 2016). Terkaitfaktor dari luar diri pelaku, faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan merupakan faktor yang mendorong aksi premanisme oleh seorang preman. Faktor lingkungan adalah faktor yang potensial karena terdapat kemungkinan untuk memberikan pengaruh terhadap kemungkinan tindak kriminal yang dapat terjadi tergantung dari susunan pembawaan dan lingkungan baik lingkungan tetap maupun lingkungan sementara. Pengaruh lingkungan akan memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang, dan lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya(Pratiwi, 2014).


3.      Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasandan Kekerasan dalam Premanisme

Pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam bab XXIII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu(Saputra, 2018):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”


4.      Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Premanisme di Jakarta Pusat

Kepolisian menjalan peran yang sangat penting untuk dapat menyelesaikan permasalahanpemerasan dan kekerasan dalam premanisme. Penyelesaian tindakan premanime yang terjadi di wilayah hukum Polres Jakarta Pusat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tindakan preventif dan represif.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Pendekatan Hukum Terhadap Aksi Premanisme Dan Kekerasan: Dasar Hukum yang Berlaku Di Indonesia

 

Pendekatan Hukum Terhadap Aksi Premanisme dan Kekerasan: Dasar Hukum yang Berlaku di Indonesia


A.    Pendahuluan

Kejahatan berkembang setiap saat. Kejahatan berasal dari kata jahat, yang berarti angat jelek, buruk; sangat tidak baik, yang biasanya berhubungan dengan  kelakuan, tabiat, atau perbuatan. Sementara itu, kejahatan memiliki arti sebagai perbuatan yang jahat, termasuk dekam sebuahsifat yang jahat. Kejahatan juga dapat diartikan perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis (KBBI, 2012-2020). Dari hari ke hari, jumlah kejahatan juga semakin banyak. Bahkan, jenis kejahataan yang berkembang pun semakin bervariasi dan bermacam-macam. Beberapa diantara adalah tentang premanisme dan terjadinya kekerasan.

Premanisme berasal dari kata preman, dimana ini diartikan sebagai kelompok masyarakat kriminal,mereka berada dan tumbuh di dalam masyarakat karena rasa takut yang diciptakandari penampilan secara fisik juga dari kebiasaan-kebiasaan merekamenggantungkan kesehariannya pada tindakan-tindakan negatif seperti percaloan,pemerasan, pemaksaan dan pencurian yang berlangsung secara cepat dan spontan (Rahmawati, 2002). Sementara premanisme adalah sebutan pejoratif yang sering digunakan untuk merujuk kepada kegiatan sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain.Premanisme pada dasarnya merupakan perilaku yangmenimbulkan tindak pidana dan ini dapatmengganggu keamanan dan ketertibanmasyarakat (Makaampoh, 2013)

Sementara itu, dalam aksi premanisme, sering dilakukan dengan kekerasan. Kekerasan dalam hal ini diartikan sebagai sebuah perbuatan yang yang bersifat keras, atau perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, kekerasan juga bersifat paksaan (terhadao orang lain) (KBBI, 2012-2020). Kekerasan adalah sebuah tindakan tidak menyenangkan yang bisa melibatkan fisik maupun kejiwaan atau psikis yang dilakukan suatu pihak kepada pihak lainnya (Wahyuni & Lestari, 2018).

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam makalah ini akan dibahas tentang dasar hukum yang berlaku di Indonesia mengenai aksi premanisme dan kekerasan tersebut. Sebab, pada dasarnnya keduanya adalah tindakan yang tidak baik dan dapat megancam keamanan dan ketertiban masyarakat, oleh sebab itulah diperlukan penegakan hukum untuk mencegah semakin berkembangnya dan semakin banyaknya peristiwa premanisme dan kekerasan di Indonesia.

B.     Pembahasan

1.      Aksi Premanisme dan Kekerasan di Indonesia

Premanisme pada dasarnya merupakan perilaku yang menimbulkan tindak pidana dan ini dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Ini aadalah tindakan dari seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan penghasilannya terutama dari pemerasan kelompok masyarakat lain. Biasanya mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Perilaku premanisme dan kejahatan jalanan merupakan masalah sosial yang berawal dari sikap mental masyarakat yang kurang siap menerima pekerjaan yang dianggap kurang bergengsi. Premanisme di Indonesia sudah ada sejak jaman  penjajahan kolonial Belanda. Selain itu, fenomena preman di Indonesia mulai berkembang saat ekonomi semakin sulit dan angka pengangguran semakin tinggi. Akibatnya kelompok masyarakat usia kerja mulai mencari cara untuk mendapatkan penghasilan, biasanya melalui pemerasan dalam bentuk penyediaan jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan, yang kemudian disebut sebagai premanisme. Dalam hal ini, akti para preman ini sangat identik dengan dunia kriminal dan kekerasan (Makaampoh, 2013).


2.      Dasar Hukum Aksi Premanisme dan Kekerasan di Indonesia

Indonesia merupakan negara huku, dan oleh sebab itulah, untuk segela tindakan yang melanggar norma dan aturan yang ada, ditetapkan hukum untuk menegakkan keadilan begi seluruh masyarakat Indonesia. Termasuk didalamnya adalah tentang kejadian premasnisme adan tindak kekerasan yang terjadi. Sebab kedua hal ini dapat mengancam ketertiban dan keamanan masyarakat Indonesi sehingga perlu dberantas. Megenai hal tersebut, ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang dapat diberlakukan untuk menegakkan keadilan dalam kasus aksi premanisme dan kekerasan ini. Keduanya saling berhubungan, namun keduanya juga dapat dipisahkan, sebab aksi premanisme memang dapat dilakukan dengan menggunakan, namun demikian, aksi premanisme belum juga tentu dibarengi dengan tindak kekerasan (fisik, khususnya). Begitupun sebaliknya, tindakan kekerasan banyak pula yang tidak diletarbelakngi oleh aksi premanisme. Meskipun demikian, keduanya merupakan dua hal yang saling berhubungan. Mengenai hal tersebut, dalam hal ini akan dijelaskan mengenai peraturan perundang-undnagan yang berlaku di Indonesia dalam menghadapi masalah premanisme dan tindak kekerasan.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)