Tampilkan postingan dengan label leadership. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label leadership. Tampilkan semua postingan

Resume Jurnal: Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID‐19

 

Resume Jurnal

Judul Artikel   :  Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID19

Penulis             : Antonio Arturo Fernandez dan Graham Paul Shaw

Pendahuluan

            Covid-19 adalah salah satu krisis kesehatan masyarakat global yang datang secara tiba-tiba telah mempengaruhi dan membawa dampak yang signifikan pada setiap aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Seperti misalnya di bidang akademis, para pemimpin menanggapi krisis tersebut dengan menutup sekolah dan asrama, membatalkan acara yang telah direncanakan, dan memindahkan aktivitas pendidikan dan lainnya secara online. Sebagian besar masyarakat umum juga cenderung berada di rumah untuk menghindari dan mengurangi penularan virus Covid-19 tersebut. Dihadapkan dengan ketidakpastian dan meningkatnya intensitas pandemi virus corona baru, para pemimpin akademis di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas di seluruh Amerika Serikat membuat keputusan strategis untuk beralih ke pengajaran dan pembelajaran jarak jauh yang membutuhkan transformasi baru bagi semua pihak yang ada di dalamnya. Transformasi tersebut tentunya memerlukan perubahan radikal dalam sikap, nilai, dan keyakinan bagi beberapa pemangku kepentingan (Heifetz & Laurie, 2001) dan mungkin juga memerlukan peningkatan proses, strategi baru, dan bahkan cara baru dalam berbisnis bagi banyak orang, yang mana hal tersebut cenderung membuat sebagian besar dari mereka merasa stress. Hal ini disebabkan karena beberapa dari mereka masih ada yang kekurangan infrastruktur digital dan kemampuan digital yang diperlukan, dan sebagainya.

            Meskipun demikian, respon cepat yang diambil oleh para pemimpin akademis tersebut sangat penting untuk manajemen krisis yang efektif. Respon cepat dari beberapa institusi akademik terhadap krisis saat ini difasilitasi oleh adanya sistem otentik dari kepemimpinan bersama yang memungkinkan pengambilan keputusan lokal, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari tingkat kelincahan, inovasi, dan serta dukungan rekan yang unggul dalam menghadapi dan menanggapai suatu krisis yang terjadi. Sebab kompleksitas dan ketidakpastian pandemi virus corona yang mengharuskan penanganan masalah secara real time, sehingga paradigma kepemimpinan pemimpin/pengikut otoriter harus bertransisi ke model kepemimpinan bersama yang baru.

A New Toolbox for Academic Leaders

            Pada dasarnya, sebelumnya, para pemimpin akademis sudah menggunakan alat pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh. Meskipun demikian, masih banyak akademisi berada di wilayah yang belum dipetakan, sehingga dengan tuntutan untuk melakukan segala aktivitasnya secara online membuat mereka menjadi stress bahkan takut dengan kenyataan baru mereka karena rutinitas belajar dan mengajar mereka yang mapan terganggu. Disinilah empati, kasih sayang, dan fleksibilitas yang teratur, dan perilaku pemimpin yang sesuai dengan konteks manajemen krisis di dunia akademis sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan memberikan pelatihan penting, dukungan dan sumber daya yang masih mengalami ketertinggalan dalam penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh tersebut. Oleh karena itu, para pemimpin akademis harus dapat mengelola, mendorong, dan memotivasi para karyawannya untuk bekerja sama agar dapat mengatasi tantangan belajar-mengajar yang ditimbulkan oleh krisis virus corona saat ini.

Leaders Can See Opportunities in a Crisis

            Tuntutan penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh ini sebenarnya dapat menjadi peluang bagi para pemimpin akademis untuk menciptakan keunggulan kompetitif organisasinya. Dimana, ke depan, setelah krisis ini berakhir, para pemimpin dapat memanfaatkan peluang strategis yang muncul sekarang untuk mendefinisikan kembali tanggung jawab organisasi dengan inovasi dan menggunakan teknologi digital untuk mengubah atau menghilangkan praktik warisan yang tidak efisien. Sumber daya digital yang dihasilkan sebagai tanggapan terhadap krisis juga dapat digunakan untuk membantu siswa yang kurang beruntung, mereka yang memiliki ketidakmampuan fisik dan belajar atau dalam desain kursus kejuruan untuk siswa non-tradisional yang kembali ke pendidikan setelah krisis mereda.

LEADERSHIP FOR DUMMIES



LEADERSHIP FOR DUMMIES

 
Kepemimpinan bagi Orang Awam:
Sebuah Proyek Akhir untuk Mahasiswa Kepemimpinan
Lori L. Moore
Summer F. Odom
Lexi M. Wied

Abstrak
Kursus puncak dalam kepemimpinan menyediakan mahasiswa kesempatan untuk sintesis lebih dulu pengetahuan tentang variasi aspek kepemimpinan. Artikel ini menggambarkan proyek Leadership for Dummies, yang dapat digunakan sebagai pengalaman puncak bagi kepemimpinan umum. Berdasarkan pengalamannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mengidentifikasikan 5 akal pikiran individu yang harus dikembangkan: akal pikiran yang disiplin (menjadi ahli dalam satu area), akal pikiran yang sintesis (mengumpulkan informasi dari banyak sumber dan mengkombinasikan informasi dengan secara berarti), akal pikiran pencipta (membangun kotak baru dan berpikir diluar kotak yang lama), akal pikiran yang hormat (menilai perbedaan satu sama lainnya), dan akal pikiran beretika (melakukan apa yang benar). Tugas Leadership for Dummies membiarkan mahasiswa untuk mengunakan disiplin, sintesis, dan menciptakan akal pikiran mereka untuk mengembangkan cara baru berpikir yang diperlukan oleh pemimpin masa depan. Bukti anekdot menyatakan tugas membantu siswa membuat pengalaman mereka selama menuntut ilmu lebih berarti selama mengambil kepemilikian pembelajaran mereka sendiri.

Pendahuluan dan Kerangka Konseptual
Dengan literatur pendidikan kepamimpinan, tujuan pendidik kepemimpinan telah didokumentasikan dengan baik. Menurut Huber (2002), “Sebagai pendidik kepamimpinan, kami menolong orang-orang untuk mengerti apa artinya menjadi pemimpin” (p. 31). Pada akhirnya, kami umumnya berharap bahwa pada atau mendekati akhir pendidikan sarjana mereka, siswa kami mampu mensintesis apa yang telah mereka pelajari tentang berbagai aspek kepemimpinan. Banyak di pendidikan lebih tinggi  memasukkan tugas akhir dan kursus kedalam kurikulum untuk memenugi tujuan ini. Faktanya, Morgan, Rudd, dan Kaufman (2004) menemukan bahwa fakultas kepemimpinan menyadari pengalaman puncak untuk menjadi komponen esensial dari program kepemimpinan. Lebih jauh lagi, Cannon, Gifford, Stedman, dan Telg (2010) mencatat bahwa pendidik kepemimpinan tidak seharusnya melihat pentingnya menyediakan siswa (mahasiswa) kepemimpinan dengan pengalaman puncak yang berarti dan bernilai. Sementara pengalaman puncak telah didefinisikan dalam banyak cara, banyak yang mencatat bahwa kursus puncak menyediakan siswa kesempatan untuk mensintesis (menumpulkan) pengalaman terdahulu mereka dan membuat koneksi antara berbagai bagian pendidikan mereka (AAC, 1985; Schmid, 1993; Steele, 1993).
            Selama beberapa tahun, banyak yang telah menganjurkan kebutuhan siswa untuk mengembangkan kemampuan sistesis yang kuat, seperti yang berkembang dalam kursus dan tugas puncak (akhir). Menurut Cleveland (2002), “Masalahnya adalah, sistem pendidikan menyeluruh kita masih mencocokkan lebih kepada pengkategorian dan menganalisis jejak-jejak pengetahuan daripada untuk memperlakukan mereka secara bersamaan – walaupun itu adalah orang-orang  yang belajar bagaimana untuk memperlakukan mereka bersamaan siapa yang akan menjadi pemimpin generasi selanjutnya” (p. 215).
            Pink (2006) lebih jauh menyatakan bahwa kesuksesan di dunia sekarang ini lebih membutuhkan akal pikiran yang kreatif atau artistik daripada apa yang sebelumnya dibutuhkan. Menurut Pink, “Beberapa dekade terakhir telah menjadi milik orang-orang tertentu yang memiliki akal pikiran tertentu – programer komputer yang mampu membobol kode, pengacara yang mampu mengarang kontrak, MBA yang mampu menerka angka. Namun, kunci menuju kerajaan tersebut adalah dengan mengubah penanganan. Masa depan menjadi milik orang-orang dengan tipe yang sangat berbeda, dengan akal pikiran yang sangat berbeda pula – kreator dan penegas, pengenal pola, dan pembuat arti” (p. 1). Dia menyatakan beberapa orang sebagai “artis, penemu, desainer, pembaca cerita, pemberi kepedulian, penghibur, pemikir gambaran besar – yang sekarang akan mengambil ganjaran/upah terkaya masyarakat dan membagi kebahagiaan terbesarnya” (p. 1).
Berdasarkan pada pekerjaannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mempublikasikan 5 Minds for the Future yang mana dia mengidentifikasikan “akal pikiran” yang dia percaya bahwa individu harus berkembang untuk memerintah sebagai premiun di tahun-tahun ke depan. Akal pikiran ini adalah (a) akal pikiran yang disiplin, (b) akal pikiran yang sintesis, (c) akal pikiran pencipta, (d) akal pikiran yang penuh hormat, dan (e) akal pikiran beretika. Dibawah ini adalah deskripsi singkat tiap-tiap “akal pikiran” ini.
·         “Akal pikiran yang disiplin telah menguasai setidaknya satu cara berpikir --- sebuah mode distinctive conition yang brkarakter scholarly spesifik disiplin, keterampilan, atau profesi” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang sintesis mengambil informasi dari sumber yang terpisah, mngerti dan mengevaluasi informasi tersebut secara objektif, dan menempatkannya bersama dengan jalan membuat masuk akal bagi penyatu dan juga bagi orang lain” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Terbangun dari disiplin dan sintesis, Akal pikiran pencipta mendobrak landasan baru. Ia menempatkan ide baru seterusnya, mengajukan pertanyaan tidak dikenal, menyebabkan timbulnya cara terbaru dalam berpikir, muncul pada jawaban tak terduga” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang penuh hormat mencatat dan menyambut perbedaan antara incividu manusia dan antara kelompok manusia, mencoba untuk mengerti paham “orang lain” ini dan mencoba untuk bekerja secara efektif dengan mereka” (Gardner, 2008, p. 3)
·         Akal pikiran beretika mempertimbangkan lingkungan pekerjaan seseorang dan kebutuhannya serta hasrat terhadap masyarakat dimana seseorang tinggal” (Gardner, 2008, p. 3)
Akal pikiran Gardner terdesian sebagai kerangka konseptual bagi perkembangan tugas akhir untuk membantu siswa mengembangkan cara baru berpikir yang diperluakan oleh pemimpin masa depan.

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…