Tampilkan postingan dengan label etika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label etika. Tampilkan semua postingan

Analisis Kasus Etika Bisnis dalam Krisis Opioid oleh Johnson & Johnson

Analisis Kasus Etika Bisnis dalam Krisis Opioid oleh Johnson & Johnson



A.    Pendahuluan
Dalam dunia bisnis, etika memainkan peran yang penting dalamperusahaan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya. Hal ini disebabkan karena bisnis tanpa etika akan membuat praktik bisnis menjadi tidak terkendali dan justru merugikan tujuan utama dari bisnis itu sendiri. Etika menuntut agar seseorang melakukan ajaran moral tertentu karena ia sadar bahwa hal itu memang bermanfaat dan baik bagi dirinya dan orang lain (Keraf, 1998). Banyak kasus-kasus perusahaan yang kehilangan reputasinya karena cara bisnis mereka yang tidak diinginkan dan tidak sesuai dengan etika. Oleh karena itu, setiap perusahaan harus berpegang pada etika dalam menjalan setiap aktivitas bisnis karena etika bisnis tersebut dapat membantu mereka untuk berkembang dan bertahan dalam kondisi persaingan bisnis yang sehat.
Secara umum, etika bisnis adalah segala aturan yang menegaskan tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam melakukan kegiatan bisnis, yang bersumber baik dari aturan tertulis maupun tidak tertulis (Fahmi, 2013). Keraf dalam Haurisa & Praptiningsih (2014) menyatakan bahwa ada lima prinsip yang harus dipahami dalam etika bisnis yaitu 1) prinsip otonomi, kemampuan seseorang dalam bertindak berdasarkan kesadaran dirinya tanpa pengaruh orang lain; 2) kejujuran, sifat terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis; 3) prinsip keadilan, bersikap sama secara objektif, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan; 4) prinsip saling menguntungkan; dan 5) prinsip integritas moral, yaitu memenuhi standar moralitas. Prinsip-prinsip tersebutlah yang menjadi indicator untuk semua perusahaan yang menjalankan bisnisnya sesuai dengan etika bisnis.
Namun, persaingan dunia bisnis yang semakin pesat dan ketat saat ini, membuat para perusahaan harus dapat menarik perhatian para konsumen dan mendapatkan keuntungan dari penjualan produk-produk mereka agar mendapatkan pangsa pasar dan memenangkan persaingan tersebut. Sayangnya,banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran etika bisnis dan bahkan tidak jarang menghalalkan segala cara untuk mencapai hal tersebut,. Hal ini disebabkan karena persaingan yang tidak sehat diantara para pebisnis yang ingin mendapatkan penguasaan pasar dan mendapatkan banyak keuntungan. Perusahaan yang memiliki produk yang bermutu, berguna untuk masyarakat, dikelola dengan manajemen yang tepat, namun tidak memiliki etika, akan membawa kerugian dan menjadi batu sandungan bagi perusahaan itu sendiri. Terkait dengan hal tersebut, salah satu kasus pelanggaran etika bisnis yang terjadiadalah kasus krisis Opioid yang dilakukan oleh salah satu produsen obat terkenal asal Amerika Serikat, Johnson & Johnson. Makalah ini akan melakukan analisa terhadap pelangaran etika bisnis yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Kasus krisis opioid ini terjadi mulai sejak awal tahun 2000an di Oklahoma, Amerika Serikat. Menurut data US Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sekitar 400.000 orang tewas akibat kecanduan opioid selama 20 tahun terakhir. Kasus krisis opioid ini merupakan kasus pertama yang masuk ke pengadilan, karena banyaknya kasus dan gugatan yang dilayangkan terhadap perusahaan pembuat dan distributor opioid. Opioid adalah suatu jenis obat penghilang rasa sakit yang sangat adiktif (Farah, 2019).

Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 
0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^

KASUS KEJAHATAN KORPORASI PADA PT DUTA GRAHA INDAH (DGI)



KASUS KEJAHATAN KORPORASI PADA 
PT DUTA GRAHA INDAH (DGI)

A.    PENDAHULUAN
Korporasi memiliki peran yang sangat penting dalam bidang perekonomian di Indonesia. Sebagai salah satu penggerak perkembangan perekonomian di Indonesia, korporasi tidak lepas dari kemungkinan pelanggaran regulasi atau peraturan perundang-undangan atau yang biasa disebut sebagai kejahatan korporasi. Kejahatan korporasi sendiri merupakan suatu pelanggaran yang dilakukan oleh sebuah korporasi yang disebabkan oleh kegiatan pegawainya yang nantinya dibebankan pada pegawai terkait dan korporasi itu sendiri. Tindak pidana dalam kejahatan korporasi tersebut dinilai dari kerugian yang ditimbulkan, yang nantinya memunculkan pertanggungjawaban pidana (Nasution, 2006).
Simpson (dalam Nasution, 2006) menjelaskan tiga gagasan terkait kejahatan korporasi, yang pertama tindakan pelanggaran korporasi berbeda dengan perilaku kriminal yang dilakukan oleh pelaku kelas sosial ekonomi yang menengah ke bawah, maka dari itu kejahatan korporasi juga tergolong pelanggaran atas hukum perdata dan administrasi selain kejahatan atas hukum pidana. Yang kedua, baik individu yang melakukan pelanggaran dan korporasinya bergantung pada tingkat pembuktian dan penuntutan. Dan yang ketiga, motivasi pelanggaran bukan untuk keuntungan pribadi si pelanggar, tapi untuk memenuhi kebutuhan atau demi keuntungan organisasi korporasi (Nasution, 2006).
Kasus kejahatan korporasi sendiri tidak sering diberitakan di media, selain itu pihak kepolisian lebih banyak menindak aksi kejahatan secara faktual dalam aktivitas masyarakat sehari-hari. Hal ini dikarenakan kejahatan yang dilaporkan oleh masyarakat hanya kejahatan konvensional, dan sebagian besar aktivitas kepolisian berdasarkan pada laporan masyarakat. Selain itu masyarakat masih melihat bahwa dampat kejahatan korporasi ini tidaklah berbahaya atau membawa dampak yang besar. Tujuan dari pemidanaan kasus kejahatan ini lebih kepada tuntutan ganti rugi bukan menangkap dan menghukum. Kurang maksimalnya penegakan hukum sendiri dikarenakan pengetahuan penegak hukum terkait kejahatan korporasi sendiri masih kurang sehingga proses tindaklanjut kasus pun tidak maksimal. Selain itu, kejahatan korporasi biasanya melibatkan tokoh masyarakat yang memiliki status sosial yang tinggi  (Nasution, 2006).
Kajahatan-kejahatan korporasi mencakup tindak pidana pelanggaran UU anti monopoli, penipuan berbasis komputer, pelanggaran pembayaran bajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, pencemaran lingkungan hidup, produk yang membahayakan kesehatan, korupsi, suap, serta perburuhan (Nasution, 2006).
Kasus korporasi sendiri juga melibatkan beberapa perusahaan di berbagai bidang di Indonesia, salah satunya adala perusahaan di bidang konstruksi yang biasanya digandeng oleh pemerintah untuk mengerjakan proyek insfrastruktur di Indonesia. Belum lama ini, telah terjadi kasus kejahatan korporasi yang melibatkan sejumlah petinggi pemerintahan. Pelanggaran ini merupakan bentuk kejahatan KKN yang melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
Kasus ini ditangani oleh pihak yang berwenang pada pertengahan tahun 2017 dan kasus dan perkembangannya pun diberitakan di berbagai media. Penanganan kasus korporasi ini melibatkan KPK dan merupakan korporasi pertama yang diadili dengan menggunakan Peraturan MA (Perma) tentang Pidana Korporasi (Gabrillin, 2017).

B.     PEMBAHASAN
Dalam usahanya untuk mendorong pembangunan perekonomian di Indonesia, pemerintah melakukan upaya berupa pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur ini tentunya juga tidak lepas dari bantuan perusahaan konstruksi. Dalam praktiknya, terdapat sejumlah kasus pelanggaran dalam kerjasama antara pemerintah dengan perusahaan konstruksi ini salah satunya adalah kasus kejahatan korporasi yang melibatkan PT Duta Graha Indah (DGI) dan pemimpinnnya.
PT Duta Graha Indah (DGI) yang akhirnya berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada bulan Juli 2017. PT DGI atau PT Nusa Konstruksi Engineering ini menjadi tersangka dalam kasus korupsi pada proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 (Gabrillin, 2017).
Sebelumnya, nama PT DGI sendiri pernah muncul dalam kasus korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang. Dalam kasus sebelumnya tersebut, PT DGI diketahui memenangkan lelang dan menerima uang yang tidak lepas dari campur tangan dari mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan yang mempengaruhi panitia pengadaan barang dan jasa untuk mengusulkan PT DGI sebagai pemenang lelang dan menetapkannya. Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pemprov Sumatera Selatan tersebut menerima uang tunai sejumlah RP 350 juta dan masih banyak fasilitas yang diberikan dari PT DGI (Irawan, 2017).
Kemenangan PT DGI untuk mendapatkan proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010 ini pun juga tidak lepas dari campur tangan pihak-pihak yang melakukan praktik tindakan kecurangan. Kasus ini membawa nama Direktur Marketing Permai Group Mindo Rosalina Manulang dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang terkenal sebagai pihak yang membantu perusahaan-perusahaan konstruksi untuk memenangkan tender (Manggala, 2017).
Ini merupakan kasus pertama dimana KPK menetapkan sebuah perusahaan atau korporasi sebagai tersangka dalam kasus KKN sepanjang sejarah dalam tindak pidana korupsi (Irawan, 2017).  Kasus ini pun tidak lepas dari peran Direktur Utama PT DGI yang akhirnya divonis empat tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta serta kewajiban membayar denda sebanyak Rp 250 juta yang apabila tidak di bayar akan diganti hukuman tiga bulan kurungan (Satrio, 2017).
 Vonis tersebut diberikan karena Direktur Umum PT DGI terbukti melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara. Disebutkan bahwa dalam proyek tersebut PT DGI mendapatkan keuntungan Rp 6,78M pada 2009 dan Rp 17,998 pada 2010 dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana. Sedangkan dalam proyek pembangunan wiswa atlet tahun 2010-2011 PT DGI mendapatkan Rp 42,717M, serta total lebih dari Rp 5M untuk Nazaruddin dan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang (Satrio, 2017).
Kasus ini tentu saja menurunkan reputasi perusahaan sebagai salah satu perusahaan konstruksi besar di Indonesia. Seperti yang kita ketahui, reputasi perusahaan atau corporate reputation merupakan hal yang sangat penting terkait penilaian masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Reputasi perusahaan yang baik dapat menarik calon karyawan yang berkualitas dan kompeten, dan pemberitaan yang positif dari media pun merupakan salah satu keuntungan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengenalkan perusahaan dan produk atau jasanya kepada masyarakat karena masyarakat cenderung memilih perusahaan dengan reputasi yang baik (Puspito, 2018).
Penerapan tatakelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) merupakan salah satu bentuk untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menyebutkan lima asas dalam GCG yang terdiri dari transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan (Wahyudi, 2014).
Dalam hal transparansi dan akuntabilitas, perusahaan terbukti telah merekayasa isi dari penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas harga normal atau harga wajar yang mengakibatkan kerugian negara karena pemerintah harus membayar lebih besar dalam proyek ini (Fatmawati, 2017).
Dalam asas independensi, yang mengharuskan perusahaan untuk tidak mendominasi dan tidak terintervensi oleh pihak lain, PT DGI terbukti merekayasa lelang dimana dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang mendapatkan tender atau proyek dengan cara nepotisme dan suap dari perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh Nazaruddin ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan panitia lelang. Bantuan dari Nazaruddin serta adanya uang suap menghilangkan nilai objektifitas dalam asas independensi (Fatmawati, 2017).
Dari fakta-fakta yang disebutkan di atas, terbukti perusahaan melanggar asas responsibilitas serta asas kewajaran dan kesetaraan karena perusahaan melanggar regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Asas-asas dalam GCG ini bisa diterapkan kembali dalam perusahaan untuk membangun kembali reputasi perusahaan agar perusahaan dapat mencapai kesinambungan dalam usaha.

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Berdasarkan kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa PT Duta Graha Indah (DGI), perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, tersbukti melakukan kejahatan korporasi karena merugikan banyak pihak termasuk negara. Perusahaan terbukti melakukan praktik suap dan korupsi dalam dua proyek yaitu proyek pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring, Palembang serta proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.
Perusahaan merekayasa penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) dan menaikkan harga di atas harga normal yang mengakibatkan kerugian negara. Selain itu, PT DGI terbukti merekayasa lelang dimana dalam lelang tersebut PT DGI menjadi pemenang yang mendapatkan tender. Dampak dari tindakan kejahatan ini adalah kerugian negara yang mencapai Rp 54,7M.
2.      Saran
Perusahaan seharusnya tidak melakukan kejahatan korporasi yang dapat merugikan banyak pihak. Seharusnya perusahaan mengikuti prosedur pelelangan proyek  yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelanggaran ini juga merugikan perusahaan, karena menurunkan reputasi perusahaan yang berakibat pada keberlanjutan perusahaan.

Daftar Pustaka

Fatmawati, N. I. (2017). KPK Ungkap Daftar Pelanggaran PT DGI. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-3571865/kpk-ungkap-daftar-pelanggaran-pt-dgi
Gabrillin, A. (2017). PT Duta Graha Indah, Korporasi Pertama yang Dijadikan Tersangka KPK. Retrieved Agustus 27, 2018, from Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2017/07/14/18374751/pt-duta-graha-indah-korporasi-pertama-yang-dijadikan-tersangka-kpk
Irawan, D. (2017). Sepak Terjang PT DGI yang Ditetapkan KPK Jadi Tersangka Korporasi. Retrieved Agustus 27, 2018, from DetikNews: https://news.detik.com/berita/d-3560798/sepak-terjang-pt-dgi-yang-ditetapkan-kpk-jadi-tersangka-korporasi
Manggala, A. (2017). 3 BUMN Tunduk kepada PT Duta Graha Indah. Retrieved Agustus 27, 2018, from Media Indonesia: http://mediaindonesia.com/read/detail/119138-3-bumn-tunduk-kepada-pt-duta-graha-indah
Nasution, B. (2006). Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya. Retrieved Agustus 27, 2018, from BismarNasution.com: https://bismarnasution.com/kejahatan-korporasi-dan-pertanggungjawabannya/
Puspito, H. (2018). Corporate Reputation, Seberapa Pentingkah? Retrieved Agustus 27, 2018, from Warta Ekonomi: https://www.wartaekonomi.co.id/read170815/corporate-reputation-seberapa-pentingkah.html
Satrio, A. D. (2017). Tok! Mantan Dirut PT Duta Graha Indonesia Divonis 4 Tahun 8 Bulan Penjara. Retrieved Agustus 27, 2018, from OkezoneNews: https://news.okezone.com/read/2017/11/27/337/1821587/tok-mantan-dirut-pt-duta-graha-indonesia-divonis-4-tahun-8-bulan-penjara
Wahyudi, D. (2014). Dampak Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kepatuhan Pajak Perusahaan. Retrieved Agustus 27, 2018, from Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementrian Keuangan: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19453-dampak-penerapan-good-corporate-governance-terhadap-kepatuhan-pajak-perusahaan

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?
TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com
Have great day, dear!
Thank you…

TINJAUAN ETIKA PROFESI KEDOKTERAN ATAS KASUS KONTROVERSI IMUNISASI MALAES RUBELLA (MR)



TINJAUAN ETIKA PROFESI KEDOKTERAN ATAS KASUS
 KONTROVERSI IMUNISASI MALAES RUBELLA (MR)

LATAR BELAKANG
            Vaksin menjadi salah satu cara efektif mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus.Beberapa saat lalu, isu mengenai imunisasi MR yang dapat menyebabkan autisme pada anak kembali menyebar di media sosial. Hingga pada akhirnya informasi tersebut menyebabkan keresahan terhadap masyarakat. Membuat para orang tua menjadi waspada terhadap rumor yang beredar, hingga ada yang memilih untuk menolak anak mereka diberikan imunisasi.

TEORI
Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata “imun” yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, Sehingga untuk terhindar dari penyakit lain, diperlukan imunisasi lainnya. Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak terpapar dengan penyakit tidak akan menderita penyakit tersebut karena sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk kedalam tubuh maka akan dibentuk antibodi
untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpan sebagai suatu pengalaman (Mulyani, 2013).

Imunisasi MR
            Imunisasi MR (Meales Rubella) adalah sebuah program kegiatan yang dilakukan untuk mencegah penularan campak dan rubella pada anak. Penyakit camapak dapat menyebabakan penyakit komplikasi serius, seperti radang paru-paru, radang otak, kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian. Sedangkan rubella biasanya beruapa penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menulari ibu hamail pada trisemester pertama atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan.
  
Autism
Autism spectrum disorder atau autisme adalah gangguan perkembangan yang kompleks dengan karakteristik kelainan pada fungsi sosial, bahasa dan komunikasi, serta tingkah laku dan minat yang tidak biasa. Autisme mencakup seluruh aspek dalam interaksi anak dalam dunianya, melibatkan banyak bagian dalam otak, dan melemahkan sifat tanggung jawab sosial, kemampuan komunikasi, dan perasaan kepada orang lain (Mash & Wolfe, 2010).

KRONOLOGI
Dulu kasus yang demikian pernah terjadi, yaitu mengenai isu vaksisn MR yang dapat menyebabkan autism terhadap anak. Berdasarkan keterangan Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, Dsc, rumor yang beredar tersebut bermula dari adanya seorang dokter yang melakukan penelitian pada tahun 1998, yang berasal dari Inggris yang, tidak benar-benar mengadakan penelitian (VIVA.co.id, 2017). Dokter yang diketahui bernana dr. Andrew Wakefield ini merupakan seorang dokter bedah.

ANALISIS

SOLUSI

Artikel ini hanya versi sampel saja
Untuk komplitnya, silahkan WA ke o85868o39oo9 (Diana)
paper_underground@yahoo.com
Happy order :)

PAPER ETIKA BISNIS - PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM KASUS PRITA VERSUS OMNI INTERNATIONAL HOSPITAL

LATAR BELAKANG

Kasus Prita Mulyasari dan Rumah Sakit Omni International yang berujung pada kasus pidana dan sempat disekapnya Ibu dua anak itu di penjara. Kasus ini berawal ketika Prita Mulyasari menuliskan keluhannya atas pelayanan Rumah Sakit Omni International yang tidak memuaskan melalui email ke kalangan taerbatas yang kemudian isi surat elektronik ini tersebar di berbagai macam forum dan milis. Rumah Sakit Omni Internasional bukannya menanggapi positif komplain tersebut dan menyelesaikan secara kekeluargaan, justru bersikap arogan dengan melaporkan Prita ke kepolisian sebagai kasus pencemaran nama baik dan berakhir dengan ditangkapnya Prita.

Rumah Sakit Omni saat ini memperkarakan pasiennya, Prita Mulyasari, karena dianggap mencemarkan nama baik dengan menyampaikan keluhan melalui e-mail kepada teman-temannya. Prita kemudian ditahan karena dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pada tanggal 11 Mei 2009 Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah sakit sehingga harus membayar kerugian materiil sebesar Rp 161 juta sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp 100 juta untuk kerugian imateriil. Pada tanggal 13 Mei 2009 oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009 Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni 2009 Pengadilan Negeri Tangerang mencabut status tahanan kota.

Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Beberapa kalangan menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Komunitas di dunia maya pun menggalang solidaritas Koin Keadilan atau Koin untuk Prita sebagai bentuk simpati mereka terhadap Prita. Makalah ini berusaha membahas kasus Prita dari sudut pandang etika bisnis. Bagaimanakah bentuk perlindungan konsumen yang seharusnya diterima oleh Prita sebagai konsumen dan apa peran YLKI sebagai lembaga perlindungan konsumen di Indonesia, serta apa implikasi dari gerakan  konsumen Koin untuk Prita?

PERMASALAHAN
  1. Bagaimanakah bentuk hubungan produsen dan konsumen dari kasus Prita?
  2. Bagaimanakah perlindungan konsumen dalam yang seharusnya diterima oleh Prita sebagai konsumen?
  3. Apa peran YLKI sebagai lembaga perlindungan konsumen di Indonesia?
  4. Apa implikasi dari gerakan konsumen “Koin untuk Prita”?

PEMBAHASAN

Bentuk Hubungan Produsen dan Konsumen dari Kasus Prita

Dalam kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Intl tampak sekali bahwa apa yang dilakukan RS Omni telah melanggar keseimbangan “Bargaining Position” atau “Posisi Tawar”. Hubungan antara Rumah Sakit dan Pasien seharusnya merupakan hubungan antara yang memberikan pelayanan dan yang dilayani. Rumah Sakit memberikan pelayanan lalu Pasien membayar sejumlah uang untuk pelayanan yang didapatnya. Jadi untuk hidup sebuah Rumah Sakit membutuhkan Pasien. Sangat jelas bahwa Pasien memegang bargaining position yang lebih tinggi daripada Rumah Sakit.

Institusi-institusi pelayanan dalam era kompetisi yang ketat sekarang ini berlomba-lomba memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya. Sebenarnya langkah RS Omni Intl untuk menuntut Prita terlihat ganjil, sepertinya RS Omni tidak paham hubungan antara sebuah Rumah Sakit dan Pasiennya. Ketika mendapati email Prita yang tersebar luas RS Omni seharusnya segera menghubungi Prita, mendengarkan komplainnya, dan memperbaiki pelayanannya bila memang ada kesalahan yang dilakukan RS Omni. Kalau memang RS Omni merasa tidak bersalah mereka bisa dengan baik-baik menjelaskan apa yang dikeluhkan Prita. Kemudian bila keluhan bisa diatasi, RS Omni bisa meminta Prita untuk membuat email tentang bagaimana profesionalnya RS Omni dalam menanggapi komplainnya. Bila ini dilakukan maka publik akan melihat bahwa RS Omni adalah Rumah Sakit yang profesional.

Perlindungan Konsumen yang Seharusnya Diterima oleh Prita sebagai konsumen

Kasus yang dialami Prita Mulyasari adalah salah satu contoh, ketika Prita sebagai konsumen mengadu, boro-boro mendapat ucapan terima kasih, tetapi justru dikriminalisasi, dituduh melakukan kejahatan karena telah mencemarkan nama baik RS Omni International. Dan sempat mendekam di jeruji besi.

Majelis kasasi MA dalam kasus Prita gagal memahami tentang arti pentingnya pengaduan, tidak saja bagi Prita selaku konsumen, tetapi juga bagi RS Omni International selaku pelaku usaha dan juga bagi Pemeritah (Kemetrian Kesehatan ) selaku regulator di bidang layanan kesehatan.

Bagi konsumen, pengaduan adalah simbul kebangkitan hak-hak konsumen. Salah satu hak fundamental konsumen adalah hak untuk didengar suaranya dimana didalamnya ada hak untuk menyampaikan keluhan / pengaduan kepada pelaku usaha ( pasal 4 huruf d UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ).

Tidak hanya UU Perlindungan Konsumen, sebagai pasien berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasien juga punya hak untuk menyampaikan keluhan, termasuk hak untuk mengutarakan pengalaman negatif sebagai pasien di media massa.

Bagi rumah sakit selaku penyedia jasa, pengaduan juga sangat dibutuhkan dalam mendapatkan feedback dari konsumen, untuk selanjutnya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya untuk selalu meng-improve kualitas layanan kepada konsumen.

Bagi Kementrian Kesehatan, pengaduan konsumen dapat dijadikan sebagai sarana kontrol atas layanan kesehatan yang ada di masyarakat. Memang sudah ada pejabat Kementrian Kesehatan, namun mata konsumen jauh lebih banyak, sehingga partisipasi konsumen dalam melakukan pengawasan melalui pengaduan jauh lebih efektif.

Peran YLKI sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen dalam Kasus Prita

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)  mengatakan kasus pidana pencemaran nama baik dengan tersangka Prita Mulyasari (32) merupakan bentuk pembungkaman terhadap konsumen. Menurut YLKI, penulisan yang dilakukan Prita adalah suatu bentuk informasi mengenai pelayanan publik, maka masyarakat harus mengetahui tentang hal itu. Seharusnya pihak rumah sakit Omni menerima `feed back` yang dilakukan oleh Prita dan melakukan pendekatan lebih secara kekeluargaan serta menggunakan hati nurani, bukan langsung dengan jalur hukum seperti yang telah dilakukan.

Tindakan Prita menulis keluhan melalui surat elektronik adalah legal dan dilindungi UU Perlindungan Konsumen. Apa yang dilakukan Prita adalah legal menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Salah satu hak dasar konsumen adalah hak mengadukan keluhan. E-mail yang dikirim Prita merupakan bentuk keluhan konsumen yang dijamin dan dilindungi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa dalam kasus ini peran YLKI sebagai lembaga perlindungan konsumen belum menunjukkan kinerja yang optimal. Pembelaan terhadap Prita hanya sampai pada konfirmasi dan penegasan lewat kata  - kata, tanpa ada tindak lanjut yang lebih jauh untuk membela Prita sebagai konsumen.

Implikasi dari Gerakan  Konsumen “Koin untuk Prita”

Koin Untuk Prita atau Koin Keadilan merupakan gerakan pengumpulan koin untuk Prita yang awalnya digagas oleh komunitas blogger kini mendapatkan respons yang besar dari berbagai kalangan masyarakat. Penggalangan dana yang dinamakan dengan Koin Peduli Prita itu kini telah menyebar ke berbagai wilayah yang bukan hanya di Jabodetabek, tapi hampir keberbagai daerah.

Koin Untuk Prita ini bertujuan untuk mengumpulkan dana sebanyak Rp 204 juta untuk membayar denda atas tuduhan pencemaran nama baik RS Omni Internasional seperti vonis yang sudah dijatuhkan Pengadilan Tinggi Banten.

Seluruh lapisan masyarakat terus berduyun-duyun memberi dukungan kepada Prita Mulyasari untuk menjawab putusan Pengadilan Tinggi Banten yang mengharuskan ibu rumah tangga itu membayar denda Rp 204 juta. Tak terkecuali warga Facebook. Di situs jejaring sosial tersebut, Facebooker yang tercatat sudah tergabung dalam grup bernama 'Koin untuk Prita' itu sudah menembus angka 8.600 orang. Dalam penjelasan di halaman grup tersebut, kelompok simpatisan ini mengaku terbentuk bukan lantaran unsur politis. Grup ini semata-mata merupakan bentuk simpati terhadap Prita Mulyasari.

Kaitan Kasus Prita dengan Teori Etika

Setelah dianalisis, RS Omni International Hospital melanggar teori etika deontologi.  ”Deontologi” ( Deontology ) berasal dari kata dalam Bahasa Yunani yaitu : deon yang artinya adalah kewajiban. Dalam suatu perbuatan pasti ada konsekuensinya, dalam hal ini konsekuensi perbuatan tidak boleh menjadi pertimbangan. Perbuatan menjadi baik bukan dilihat dari hasilnya melainkan karena perbuatan tersebut wajib dilakukan. Deontologi menekankan perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Tujuan yang baik tidak menjadi perbuatan itu juga baik. Di sini kita tidak boleh melakukan suatu perbuatan jahat agar sesuatu yang dihasilkan itu baik, karena dalam Teori Deontologi kewajiban itu tidak bisa ditawar lagi karena ini merupakan suatu keharusan.

Seharusnya, RS Omni sebagai lembaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada konsumennya memiliki kewajiban berbuat baik untuk memberikan informasi dan penjelasan yang jujur kepada pasien, menanggapi keluhannya, memberikan pelayanan yang berkualitas, memberikan pelayanan medis yang baik, dan menanggapi keluhan pasien dengan baik. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Alih – alih memberikan tanggapan atas keluhan pasien, RS Omni justru menuduh Prita telah mencemarkan nama baik dan menyeret pasiennya ini ke meja hukum. Walaupun RS Omni memiliki tujuan yang dianggapnya baik, menyelamatkan “nama baik” perusahaannya dengan menindak melalui jalur hukum, akan tetapi perbuatan yang dilakukan tidak memenuhi kewajiban sebagai perbuatan yang baik.

Solusi

Situasi yang terlanjur krisis mendalam seperti ini memang sulit diatasi. Manajemen krisis harus dibangun secara strategis dan segera dijalankan. Dalam kondisi seperti saat ini, mestinya Omni langsung mengajukan perdamaian tanpa syarat, dan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap rumah sakit, justru ini kesempatan OMNI untuk memperbaiki manajemennya. Namun untuk jangka pendek ini saran yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengubah pendekatan hukum menjadi pendekatan komunikasi. Tarik mundur kuasa hukum sebagai juru bicara perusahaan. Jika kuasa hukum yang selalu bicara ke publik, besar kemungkinan isinya soal benar atau salah, soal Prita melanggar hukum atau tidak, seperti yang selama ini termuat di berbagai media, baik online maupun media konvensional lain.

Padahal, opini publik bukan lagi soal salah benar, tetapi soal keadilan, kemanusiaan (ibu yang tidak dapat lagi menyusui anaknya karena dibui), soal suara konsumen yang diberangus melaui UU ITE, serta soal keangkuhan dan arogansi RS OMNI sebagai perusahaan terhadap keluhanpasiennya (pelanggan).

YLKI sebagai lembaga perlindungan konsumen di Indonesia pun seharusnya lebih dapat memperjuangkan nasib konsumen di Indonesia, bukan sekedar simbol lembaga semata agar konsumen yang telah mengeluarkan sejumlah rupiah dapat merasakan pengayoman dari lembaga yang berwenang ini.

REFERENSI


http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/09/etika-bisnis-dalam-pemasaran-dan-perlindungan-konsumen/
 http://www.virtual.co.id/blog/internet-marketing/saran-untuk-manajemen-rs-omni-tangerang/
 http://www.omnihealthcare.co.id/
 http://inilah.com/berita/politik/2009/06/10/114227/kejari-ngaku-dapat-voucher-gratis-rs-omni/
 http://www.rendymaulana.com/?s=prita
 http://suarapembaca.detik.com/read/2008/08/30/111736/997265/283/rs-omni-dapatkan-pasien-dari-hasil-lab-fiktif


 Paper ini cuma sampel aja
(emang belum lengkap)
Untuk versi lengkap atau
butuh paper judul lain
hubungi saya
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Gann?
Thanks