Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makalah. Tampilkan semua postingan

Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang Ideal

 Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang Ideal



A.    Latar Belakang

Polri merupakan institusi yang bertanggung jawab di dalam mengupayakan, mencegah, dan mengelimininasi dari setiap gejala yang mungkin muncul dan dapat mengganggu keamanan dan ketertiban di masyarakat. Polri tentunya memiliki tugas yang cukup berat dalam pencegahan terjadinya pelanggaran, kejahatan, pelayanan masyarakat, dan melindungi serta menertibkan masyarakat. Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Terlebih lagi terhadap wilayah-wilayah yang memiliki potensi tingkat kejahatan tinggi seperti wilayah perkotaan atau tingkat kabupaten (Ramadhan N, 2018).

Salah satu langkah Polri dalam memberikan suasana Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) pada masyarakat adalah memberlakukan program Pemolisian Masyarakat (Polmas). Pada studi empiris Cheurprakobit (dalam Ramadhan N, 2018) mengemukakan bahwa Polmas adalah suatu kegiatan untuk mengajak masyarakat melalui kemitraan antara anggota Polri dan masyarakat, sehingga mampu mendeteksi dan mengidentifikasi permasalahan keamanan di lingkungan serta menemukan pemecahan masalahnya. Polmas merupakan suatu definisi baru untuk aktivitas polisi agar lebih berbeda dari definisi lamanya yang terkesan militeris dan kaku, atau dengan kata lain polmas adalah bentuk pembaharuan aktifitas dan strategi dalam perpolisian (Cheurprakobit dalam Ramadhan N, 2018).

..............

 Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang peran Bhabinkamtibmas yang ideal dalam kepolisian di Indonesia.

Perkembangan Ilmu Kepolisian dalam Menghadapi Kejahatan di Era Digital

 Perkembangan Ilmu Kepolisian dalam Menghadapi Kejahatan di Era Digital


A.    Pendahuluan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di era digital berdampak pada individu yang kini tidak lepas dari ketergantungan terhadap teknologi. Perangkat dan teknologi dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut memberikan pengaruh pada sikap dan perilaku individu. Perangkat teknologi yang digunakan oleh individu tersebut dapat mengubah pengalaman dan persepsi manusia terhadap dunia dan kehidupan. Keberadaan alat teknologi tersebut juga membantu memudahkan manusia dalam melakukan kegiatannya, termasuk membantu instansi pemerintah seperti Polri dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik dalam tugas penegakan hukum maupun tugas pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Akan tetapi, selain membantu lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, perkembangan teknologi juga memberikan dampak pada timbulnya kejahatan baru dalam dunia digital itu sendiri, diantaranya kejahatan manipulasi data, spionase, sabotase, provokasi, hacking, pencurian software, penipuan online dan berbagai macamnya (Suseno, 2016; Pasaribu, 2017).

Pemerintah pun dinilai masih belum memiliki kemampuan yang cukup dalam menghadapi dan mengatasi permasalhaan kejahatan melalui internet tersebut, sehingga pengendalian kejahatan di era digital ini dinilai masih. Kemunculan sejumlah kasus kejahatan siber di Indonesia dinilai menjadi ancaman stabilitas keamanan dan ketertiban nasional dengan pertumbuhan yang dinilai cukup tinggi. Perangkat intitusi pemerintah dinilai belum mampu mengimbangi kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer dalam jaringan internet (internetwork). Tindakan kejahatan siber tidak mudah diatasi hanya dengan menggunakan hukum positif konvensional, karena terkait dengan tindak kejahatan, tidak dapat lepas dari lima faktor yang saling berhubungan, yaitu pelaku kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan hukum. Hukum merupakan instrumen penting dalam mencegah dan menanggulangi tindak kejahatan, tetapi untuk membuat ketentuan hukum pada bidang hukum yang dapat berubah dengan cepat seperti teknologi informasi, bukan hal yang mudah (Pasaribu, 2017).

.......

Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

 Diskriminasi dan Kekerasan Karena Konstruksi Identitas

Identitas merupakan ciri khas yang terdapat dalam diri individu. Identitas ini ada yang bersifat alami dan ada yang dikonstruksi. Identitas yang dikonstruksi sering dikaitkan dengan atribut atau label yang disematkan kepada seseorang yang sesungguhnya sudah memiliki identitas alami. Contohnya identitas gender yang hadir secara alami pada diri seseorang bisa bersamaan dengan identitas lainnya yang tidak bisa ditolak kehadirannya, karena sejak lahir telah disandangnya, seperti identitas yang berkaitan dengan agama, suku, ras, maupun kebangsaan. Selain identitas yang bersifat kodrati, ada juga identitas akibat dari usaha seseorang yang bersifat nonkodrati, tidak tetap dan dapat berubah, seperti identitas yang diperoleh dari pendidikan, status sosial, dan tindakan berulang yang dilakukan. Identitas yang diperoleh akibat dari tindakan berulang yang dilakukan dapat disebut sebagai julukan atau label yang diberikan kelompok atau masyarakat kepada individu tertentu. Lingkungan berpengaruh kuat terhadap identitas individu, karena melalui interaksi dengan lingkungan, orang senantiasa dapat mengkonstruksi dan dikonstruksi identitasnya. Dalam kenyataan sehari-hari identitas dapat berupa pengakuan subjektif yang diberikan kelompok kepada pihak lain di luar kelompoknya atau dapat juga merupakan pernyataan orang dalam yang disematkan kepada kelompoknya sendiri, terkadang menimbulkan diskriminasi antara kelompok dominan terhadap kelompok minoritas (Mutmainnah, Latjuba, & Hasbullah, 2022).

Sikap dan pandangan diskriminatif yang muncul dapat dilihat sebagai dorongan dan kebutuhan yang tidak dapat dimunculkan secara terbuka dalam interaksi sosial sehari-hari di tengah masyarakat karena bertentangan dengan standar moral, norma, kaidah dan nilai yang diidealkan secara sosial. Sikap dan pandangan diskriminatif semacam inilah yang sedianya akan disasar dengan KUHP anti diksriminasi. Persoalannya, sikap dan pandangan diskriminatif semacam ini seringkali sangat sulit untuk dibuktikan secara legal formal karena sikap dan pandangan semacam ini lebih banyak muncul dalam ruang-ruang percakapan dan interaksi sehari-hari. Disinilah terletak tantangan persoalan yaitu di satu sisi ada individu yang merasa dilanggar hak asasinya akibat sikap dan perlakuan diskriminatif berdasar identitas sosial budayanya, namun di sisi lain sangat sulit untuk membuktikan dasar-dasar sikap dan perlakuan diskriminatif tersebut secara legal formal (Madyaningrum, 2010).

MAKALAH - PERANANAN INDIVIDU DALAM PERUBAHAN ORGANISASI



Salah satu upaya pemerintah dalam rangka memajukan pembangunan di daerah adalah dengan membentuk suatu badan yang bertugas khusus dalam perencanaan pembangunan yaitu melalui keputusan Presiden No.27 tahun 1980,
tentang pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang disingkat BAPPEDA pada daerah tingkat I dan daerah tingkat II di seluruh tanah air. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai pemerintahan integral dari sistem pemerintahan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, secara historis telah mengalami berbagai perubahan pada tatanan manajemen penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ditandai dengan adanya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang diteruskan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Hal ini tentunya menuntut sebuah konsekuensi yang mendorong terjadinya perubahan dalam proses implementasi dengan prinsip otonomi seluas-luasnya di daerah. Perubahan tersebut, selain tuntutan reformasi yang mengharuskan pemerintahan lebih responsif, transparan, akuntabel, juga dipengaruhi oleh berbagai fenomena dan desakan kebutuhan seiring dengan perkembangan dinamika organisasi publik dalam upaya mengakomodasikan berbagai kebutuhan masyarakat serta upaya mengoptimalkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Melaksanakan pembangunan bukanlah suatu pekerjanan yang cukup mudah, namun sebaliknya adalah salah satu pekerjaan yang sangat berat dan sulit. Oleh sebab itu dibutuhkan tenaga dan pikiran yang benar-benar mampu dan sesuai dengan tugas dan wewenang yang menjadi tanggung jawab nya, untuk itu dibutuhkan Orang-Orang yang mempunyai dedikasi, kejujuran dan tanggung jawab akan pelaksanaan tugas dan wewenang yang di emban oleh setiap penyelenggara pemerintahan di daerah maupun dipusat.
Peran Individu dalam suatu organisasi sangat penting, karena faktor sumber daya manusia adalah salah satu elemen yang sangat berpengaruh untuk pertumbuhan suatu organisasi. Ada dua konsep yang mendasari mengapa faktor individu perlu dipelajari dan dipahami dalam fungsi perubahan suatu organisasi, yaitu faktor kontribusi dan kompensasi. Faktor kontribusi menitikberatkan pada sebuah pernyataan apa yang diberikan oleh individu untuk sebuah organisasi, kontribusi apa saja yang diberikan untuk menunjang pencapaian tujuan agar berada dititik keberhasilan, seberapa besar peran individu dalam memberikan kontribusinya baik kontrubusi tenaga maupun akal fikiran.
 Kemudian faktor yang lain adalah faktor kompensasi, faktor kompensasi mengacu pada pernyataan berbalik dari faktor kontribusi, yaitu pernyataan apa yang telah diberikan sebuah organisasi untuk seorang individu. Hal ini biasanya menyangkut reward yang telah diberikan oleh suatu perusahaan atau organisasi atas jerih payah dan keberhasilan yang telah dicapai oleh seorang individu.
Kompensasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan juga sangat mempengaruhi kinerja dari seorang karyawan, jika antara kontribusi dan kompensasi berjalan secara balance hal ini akan lebih mendekatkan pada pencapaian sebuah tujuan dari organisasi itu sendiri.
Kepribadian atau personality pada dasarnya merupakan karakteristik psikologi dan perilaku dari individu yang sifatnya permanen yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lain. Sedangkan perilaku merupakan bentuk perwujudan dari tingkah laku seorang individu yang kepribadiannya sudah terbentuk sejak awal.
Mengutip apa yang dikemukan oleh “Griffin (2010) jenis perilaku yang dialami  oleh seorang individu terdapat 5 dimensi, yaitu aggreableness, conscistiousness, extravertion, openess dan negative emotion. Dimensi aggreableness adalah dimensi yang melihat  tingkat kemampuan individu dalam berinteraksi dan bekerja  dengan orang lain. Seperti yang sudah saya paparkan diatas sebagai pegawai pada Bappeda saya harus mampu berinteraksi dengan konsumen, mengerti apa yang dibutuhkan konsumen dan menampung solusi apa yang dikeluhkan oleh konsumen, disamping berinterkasi dengan publik juga harus berinteraksi dan bekerja dengan orang lain dalam institusi Bappeda, saya harus bisa menjadi mediasi antara konsumen dengan perusahaan, harus bisa menyampaikan dengan tepat apa yang menjadi kritik dan saran oleh publik kepada institusi, hubungan saya dengan individu yang lain sesama pegawai ataupun dengan atasan dalam perusahaan juga sangat penting untuk dijalin dengan baik.
Peran saya sebagai individu yang conscistiousness (Kesadaran dan keseriusan) juga harus tetap terjaga konsistensinya, secara pribadi saya di sebuah Bappeda sebagai pegawai yang tak pernah merasa letih dalam berusaha dan serius untuk mencapai diatas target penjualan tentu mencerminkan peran  mengimplementasikan rencana pencapaian tujuan dari sebuah organisasi.
Peran individu dalam perubahan organisasi  juga dipengaruhi oleh dimensi faktor kepribadian negative emotion yakni tingkat emosi yang negative yang merujuk kepada ketidakstabilan emosi yang dimiliki oleh individu dalam pekerjaan. Dampak kepribadian ini bisa saja berefek positif dan juga berefek negatif. Misalnya sebagai contoh dalam sebuah perusahaan atau organisasi seorang individu kalah pamor perannya oleh individu yang lain, padahal mereka satu teamwork, akan tetapi hasil yang dicapai berbeda,secara emosional  jiwa hal ini dapat berdampak negatif karena bisa menimbulkan persaingan yang sangit akibat karirnya tak melejit sepadan dengan teman sejawatnya, kejadian ini dapat memicu permusuhan atau ketidakharmonisan antara keduanya, namun perkara demikian juga bisa bedampak positif yakni dapat memotivasi individu yang lain untuk meningkatkan produktivitasnya, menumbuhkan semangat kinerja yang lebih tinggi untuk menciptakan inovasi dan kreasi bagi pertumbuhan organisasi perusahaannya.
Peran individu yang lain adalah kepribadian openness, yakni keterbukaan antara satu individu yang satu dengan yang lain, sebagai contoh dalam tugas saya sebagai pegawai Bappeda saya mendapatkan reword atas hasil jarih payah saya yang otomatis menjadikan pendapatan saya lebih besar daripada rekan saya, tentu saya dan perusahaan harus secara terbuka memaparkan hasil dari apa yang dicapai, agar tidak terjadi persilisahan antar individu dalam suatu organisasi perusahaan.
Saran yang bisa diberikan dalam deskripsi ini adalah tetaplah berperan aktif dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena peran individu dalam sebuah organisasi adalah sumber yang menentukan kemajuan dan kemunduran dari suatu organisasi, individu sebagai elemen terpenting harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Kesuksesan tidak dapat dicapai dengan mudah, terlebih kesuksesan organisasi yang lingkupannya terdiri dari banyak individu dengan kepribadian yang berbeda-beda, tentu akan banyak hambatan dan rintangan ataupun kesalahpahaman. Hubungan antara leader dengan bawahan harus terjalin dengan baik, komunikasi antara individu dalam organisasi harus terjaga, motivasi untuk bisa selalu meningkatkan produktivitas dan kreativitas harus selalu meningkat, kontribusi dan kompensasi harus selaras. Jadilah organisasi perusahaan yang bersemboyan “quality time, quality product and  quality human”.
Untuk meningkatkan kwaliatas inplementasi pembangunan daerah, perlu juga di sokong dengan sumber daya manusia (SDM) nya, yakni pegawai- pegawai yang ada pada jajaran bappeda itu sendiri seputar tugas pokok dan fungsinya, hal ini bersentuhan dengan hasil yang akan dicapai, sebab SDM sangat lah berpengaruh , mengingat tanpa SDM maka suatu perencanaan dan pembangunan takkan berjalan dengan sendirinya.


Makalah / Paper ini masih dalam tahap draft

Untuk versi lengkap, atau order judul lain

silahkan hub O85868O3OO9 (Diana)

Ditinggu Ordernya yaa...



MEMBANGUN KETAHANAN EKONOMI DALAM NEGERI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL



MEMBANGUN KETAHANAN EKONOMI DALAM NEGERI DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KETAHANAN NASIONAL



Ketahanan nasional Indonesia merupakan kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mengejar tujuan perjuangan nasionalnya.
Ketahanan nasional pada dasarnya merupakan kondisi yang dinamis, artinya bahwa ketahanan nasional dapat bersifat fluktuatif, setiap saat bisa berubah baik itu melemah maupun menguat. Kondisi yang fluktuatif tersebut dipengaruhi oleh segenap aspek kehidupan nasional yang saling terintegrasi satu sama lain. Aspek tersebut dirinci ke dalam 8 aspek yang sering disebut Asta Gatra. Asta Gatra sendiri terdiri dari Trigatra (Kondisi Geografi, Kekayaan Alam, dan Kependudukan) dan Pancagatra (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan). Terwujudnya ketahanan nasional pada hakikatnya tergantung pada dua hal utama: pertama, kemampuan bangsa dan negara dalam memanfaatkan Trigatra sebagai modal dasar peningkatan kondisi Pancagatra. Kedua, keuletan dan ketangguhan bangsa dan negara dalam mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang dapat membahayakan integritas, identitas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Makalah yang kami buat ini akan memfokuskan diri pada pembahasan salah satu aspek Pancagatra yaitu aspek ekonomi. Ketahanan ekonomi merupakan salah satu aspek yang penting dalam ketahanan nasional karena merupakan suatu cita-cita dan tujuan nasional yang harus diperjuangkan setelah kemerdekaan yaitu mewujudkan Negara Indonesia yang adil, makmur,dan sejahtera, artinya bahwa segala kegiatan pemerintah dan masyarakat di dalam pengelolaan faktor produksi dalam rangka produksi dan distribusi barang dan jasa digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, baik material maupun spiritual. Kondisi dinamik suatu bangsa di bidang kehidupan ekonomi tercermin pada keseimbangan struktur ekonomi, bersamaan dengan tersedianya kebutuhan hidup sehari-hari secara merata dan terjangkau oleh rakyat banyak.
  Pada hakikatnya, ketahanan ekonomi yang tangguh mengandung kemampuan untuk dapat memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta dapat menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Oleh karena itu, diperlukan suatu kemampuan untuk dapat memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di negara kita secara efektif dan efisien, serta kemampuan untuk dapat mengatasi berbagai ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan di bidang ekonomi demi terwujudnya suatu ketahanan ekonomi yang tangguh.

 

Makalah ini masih versi draft

Untuk versi lengkap

Silahkan Hub:

o85868o39oo9 (Diana)

Ditunggu Ordernya Yaah?

UPAH MINIMUM DAN STANDAR HIDUP MINIMUM TENAGA KERJA INDONESIA

UPAH MINIMUM DAN HIDUP MINIMUM PEKERJA DI INDONESIA

LATAR BELAKANG
Penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) maupun upah minimum provinsi (UMP) menjadi ritual tahunan. Tidak mengherankan jika terjadi tarik ulur antarpihak yang berkepentingan, baik buruh maupun asosiasi pengusaha. Di satu pihak, para pengusaha berupaya mempertahankan hak penguasaan atas wilayah otoritas bisnis, yaitu kelayakan biaya dan keuntungan produksi. Di pihak lain, para buruh berusaha mendapatkan hak atas kelayakan hidup sebagai manusia, yaitu upah yang secara normatif layak bagi diri dan keluarganya.
Bagi kalangan buruh, kenaikan upah minimum tiap tahun amat dinantikan. Meskipun kenaikan yang diterima jauh dari harapan, setidaknya sedikit meringankan kesulitan hidup buruh di tengah tekanan hidup yang tinggi; sekalipun upah riil yang diterima buruh justru turun dan makin jauh dari standar hidup layak.
Rendahnya upah buruh di Indonesia memang bukan isapan jempol belaka. Penelitian TURC menyebutkan pada 1997 upah minimum buruh mampu membeli 350 kg beras (dengan harga beras Rp700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum buruh 2008 hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan asumsi harga berasRp 5.000 per kg di tahun 2008). Ini bermakna upah riil buruh berkurang hampir 50 persen.
Penelitian INDOC juga menyatakan upah buruh Indonesia kini sangat rendah, hanya berkisar 5% sampai 6% dari biaya produksi. Data yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan upah buruh hanya menghabiskan 25 persen dari total komponen pengeluaran perusahaan. Yang 60 persen adalah biaya produksi, 15 persen lain uang siluman yang terus-menerus dilakukan oknum aparat pemerintah (Ihsan Prasodjo: 2006).

PERUMUSAN MASALAH
Apakah penetapan upah minimum telah mencukupi standar kehidupan minimum pekerja?

PEMBAHASAN
Konsepsi Upah Minimun
Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh. Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.

Implikasi Upah Minimum terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Faktor dominan yang  menetapkan upah minimum sebagai bahan pertimbangan adalah standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) buruh yang sebelumnya telah dilakukan survey serta penelitian di masing – masing daerah. Kebutuhan hidup minimum merupakan sebuah kalkulasi yang menstandarkan pada kebutuhan hidup minimum seseorang maupun telah berkeluarga dengan asumsi dapat dipenuhi oleh setiap orang.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 81 / 1995 tentang Penetapan Komponen Kebutuhan Hidup Minimum telah distandarkan 4 komponen pokok dalam perhitungan KHM meliputi komponen makanan dan minuman, komponen perumahan dan fasilitasnya, komponen sandang dan komponen aneka kebutuhan untuk kurun waktu satu bulan dengan 3.000 kalori per hari.
Data KHM yang ada di Kabupaten / Kotamadya tetap diperlukan serta tetap menjadi salah satu bahan dalam pembahasan penetapan upah minimum, namun data tersebut sering tidak dapat dipergunakan sebagai patokan baku karena adanya penafsiran antara satu daerah dengan daerah lainnya. Khususnya perbedaan penafsiran materi komponen khususnya yang berstandar kualitas sedang. Di lapangan banyak barang yang justru tidak ada di pasaran atau tidak banyak digunakan oleh pekerja dalam keseharian, demikian halnya terhadap produk – produk tertentu sudah agak sulit ditemukan.

PENUTUP
Oleh karena itu, penetapan upah minimum sebagai produk keputusan kebijaksanaan (policy decision) juga berpengaruh terhadap pelaksanaan di lapangan karena ada pihak yang merasa diuntungkan maupun dirugikan.  Para pekerja yang dapat mempertahankan pekerjaannya di pabrik-pabrik jelas mendapat keuntungan dari peningkatan upah minimum. Pekerja kerah putih jelas merasakan manfaat besar dari penegakan kebijakan upah minimum. Namun, mereka yang kehilangan pekerjaan sebagai akibat meningkatnya upah minimum adalah mereka yang dirugikan oleh kebijakan upah minimum. Mereka ini khususnya terdiri dari para pekerja yang rentan terhadap perubahan kondisi pasar tenaga kerja, seperti pekerja perempuan, muda usia, dan mereka yang berpendidikan rendah.