Tampilkan postingan dengan label kepemilikan bangunan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kepemilikan bangunan. Tampilkan semua postingan

Hukum Adat dan Agraria: Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun

 

Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun

 


Dalam satu Hukum Adat dan Agraria ada yang dikenal dengan status hak atas tanah. Status hak atas tanah ini ada bermacam-macam, khususnya dalam kepemilikan atas rumah tapak atau rumah susun. Konsep rumah susun tercipta dengan mengadopsi pengertian kondominium, strata title, apartement, dan flat yang telah terlebih dulu dikenal di negara-negara lain. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara flat dengan apartemen. Sedangkan istilah rumah susun merupakan terminologi hukum yang berlaku di Indonesia untuk mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang mengandung paham kepemilikan perseorangan dan hak bersama. Dalam pengertian inilah maka rumah susun dapat dianggap sebagai terjemahan dari flat ataupun apartement.[1]

Mengenai rumah susun tentu berkaitan dengan masalah pertanahan di negara yang bsesangkutan. Namun, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), sebagai Hukum Tanah Nasional tidak menyebutkan secara khusus mengenai rumah susun tersebut. Dalam UUPA tersebut hanya menyebutkan sejumlah jenis hak atas tanah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat 1 UUPA, yaitu: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.[2]

Oleh sebab itulah, di Indonesia saat ini pengaturan tentang rumah susun diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, mengantikan peraturan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun.[3] Mengenai hal ini, akan dibahas tentang status kepemilikan tanah atas rumah rusun. Pengetahuan tentang status kepemilikan tanah atas rumah rusun perlu diketahui bagi mereka yang ingin membeli rumah susun. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu dipahami, diantaranya:

1.      Satus Dan Nama Hak Atas Rumah Susun Orang Per Orang Dan Siapa Saja yang Boleh Memilikinya

Mengenai status dan nama hak atas rumah rumah susun, dijelaskan ada dua jenis status, yaitu antara pemilik dan penghuni:[4]

a.       Pemilik adalah setiap orang yang memiliki sarusun. Pemilik disini adalah mereka yang membeli satuan rumah susun.

b.      Penghuni adalah orang yang menempati sarusun, baik sebagai pemilik maupun bukan pemilik. Bukan pemilik disini termasuk didalamnya adalah para penyewa satuan rumah susun.

Selain itu, dapat dikatakan bahwa hak atas rumah susun yang bisa dimiliki oleh orang per orang diantaranya adalah perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama namun pada daat yang bersamaan ada pula ada sebuah hak kepemilikan bersama dari seluruh pemegang hak milik atas satuan bangunan rumah susun. Sementara itu, dalam kepemilikan rumah rusun, pada beberapa jenis rumah susun yang ada, ditetapkan kriteria tertentu bagi siapa saja yang boleh memiliki rusun. Salah satunya adalah mereka yang termasuk sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yaitu masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh sarusun umum. Kriteria ini biasanya digunakan oleh pemerintah untuk membantu masyarakat. Namun demikian, pada ketentuan Pasal 53 UU no 20 tahun 2011 menyebutkan bahwa setiap orang dapat menyewa sebuah rumah susun, dan penyewaan sarusun tersebut meliputi hak orang perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Ketentuan siapa saja yang boleh memiliki rusun ini biasanya berlaku pada jenis rumah susun komersial, dimana pembangunanya memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Hukum Adat dan Agraria: Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun Sederhana Milik Pemerintah

 

Hukum Adat dan Agraria: Status Hukum Atas Kepemilikan Terhadap Rumah Susun Sederhana Milik Pemerintah


Dalam satu Hukum Adat dan Agraria ada yang dikenal dengan status hak atas tanah. Status hak atas tanah ini ada bermacam-macam, khususnya dalam kepemilikan atas rumah tapak atau rumah susun. Rumah susun  atau Rusun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama (Pasal 1 ayat 1 UU no 20 tahun 2011).

Meskipun demikian, dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tidak disebutkan secara khusus mengenai rumah susun. Dalam UUPA tersebut hanya menyebutkan sejumlah jenis hak atas tanah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 16 Ayat 1 UUPA, yaitu: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 (Syahmardan, n.d.).

Oleh sebab itulah, di Indonesia saat ini pengaturan tentang rumah susun diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, mengantukan peraturan sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (JDIH, 2011). Mengenai hal ini, akan dibahas mengenai status kepemilikan tanah atas rumah rusun. Pengetahuan tentang status kepemilikan tanah atas rumah rusun perlu diketahui bagi mereka yang ingin membeli rumah susun. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu dipahami, diantaranya:

 

 

1.      Asas Hukum Tanah Nasional Mengenai Rumah Susun

Seperti yang telah dikeahui sebelumnya, bahwa saat ini pengaturan hukum tanah nasional tentang rumah susun di Indonesia ditetapkan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Dalam UU tersebut, terdapat suatu asas yang harus terpenuhi dalam hal penyelenggaraan umah susun. Asas ini tercantum dalam ketentuan Pasal 2 UU no 20 tahun 2011, yaitu: Kesejahteraan; Keadilan dan pemerataan; Kenasionalan; Keterjangkauan dan kemudahan; Keefisienan dan kemanfaatan; Kemandirian dan kebersamaan; Kemitraan; Keserasian dan keseimbangan; Keterpaduan; Kesehatan; Kelestarian dan berkelanjutan; Keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan; Keamanan, ketertiban, dan keteraturan.

2.      Hak Atas Tanah untuk Pembangunan dan Hak Kepemilikan Rusun

a.      Hak Atas Tanah yang Dapat Digunakan untuk Pembangunan Rumah Susun

Pada dasarnya, tanah untuk membangun rumah rusun bukanlah tanah sembarangan, melainkan tanah dengn kriteria tertentu, khususnya dalam hal hak atas tanah untuk pembangunan rusun. Disebutkan dalam Pasal 17 UU no 20 tahun 2011, yang menyebutkan bahwa rumah susun dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah Negara, dan hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. Ketentuan ini dilanjutkan berdasarkan Pasla 18, yang menyebutkan bahwa selain dibangun di atas tanah tersebut, rumah susun umum dan/atau rumah susun khusus dapat dibangun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah (dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan), atau pendayagunaan tanah wakaf (dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf).

b.      Status Hak Atas Tanah Bagi Pemilik Rumah Susun

Sementara itu, untuk status hak atas tanah bagi pemilik rumah susun atau hak kepemilikan atas sarusun (satuan rumah rusun) merupakan hak milik atas sarusun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Lebih lanjut, hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama tersebut dihitung berdasarkan atas NPP—nilai perbandingan proporsional, angka yang menunjukkan perbandingan antara sarusun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya. Ketentuan ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 46 ayat 1 dan 2, UU no 20 tahun 2011. 

 

 Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA :
0882-9980-0026
(Diana)