Tampilkan postingan dengan label kasus hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kasus hukum. Tampilkan semua postingan

Perlindungan Konsumen Pemegang Polis Asuransi Jiwasraya

 

Perlindungan Konsumen Pemegang Polis Asuransi Jiwasraya

Pendahuluan

Belakangan ini, ramai diperbincangkan kasus skandal yang melibatkan perusahaan asuransi milik Negara, PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pada tanggal 24 Juni 2020, telah dimulai persidangan yang membahas kasus ini. Pada persidangan tersebut, Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka pada kasus ini, yaitu Benny Tjokro yang merupakan Dirut PT Hanson International Tbk (MYRX), Heru Hidayat adalah Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), Hary Prasetyo merupakan Direktur Keuangan Jiwasraya Jiwasraya periode Januari 2013-2018, Hendrisman Rahim, Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018, dan Syahmirwan, mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya(Sandi, 2020). Keterlibatan banyak pihak dalam kasus ini kemudian menjadikannya sebagai sebuah megaskandal.

Gambar 1. Tersangka megaskandal Jiwasraya (Sumber: CNBC)

Kasus megaskandal Jiwasraya ini sesungguhnya telah muncul sejak dua tahun yang lalu yang disebabkan karena terdapatnya krisis keuangan Jiwasraya. Setelahnya, ketika Erick Thohir menjabat sebagai menteri BUMN, secara perlahan megaskandal ini kemudian semakin terbuka ke publik. Kasus ini awalnya merupakan masalah mengenai manajemen Jiwasraya yang tidak dapat membayar polis nasabah dengan total kerugian senilai Rp 12 triliun, yang kemudian menyebabkan sejumlah pemegang polis Jiwasraya mendatangi kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meminta kepastian soal nasib uang yang telah mereka asuransikan ke perusahaan asuransi milik negara tersebut(Hasiman, 2020). Kasus ini kemudian juga memberikan kerugian kepada negara yaitu sebesar Rp 16,81 triliun(Hamdani, 2020 )

Mencuatnya megaskandal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana perlindungan konsumen terhadap kasus kerugian yang mereka dapatkan akibat perusahaan asuransi yang tidak dapat membayarkan polisnya. Hal ini menjadi suatu yang tak terbantahkan karena pada dasarnya konsumen merupakan pihak yang mendapatkan kerugian akibat hal ini. Nasabah asuransi yang mengalami kerugian harus mendapatkan perlindungan hukum sehingga dapat kembali mendapatkan haknya. Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis(Sidharta, 2006). Oleh karena itu, tulisan ini akan melakukan analisa terhadap perlindungan hukum terhadap konsumen pemegang polis asuransi Jiwasraya yang mengalami kerugian akibat perusahaan tersebut gagal membayarkan polis yang seharusnya menjadi milik nasabah asuransi.

Pembahasan

Asuransi merupakan lembaga yang digunakan oleh nasabah untuk mengalihkan risiko. Asuransi merupakan lembaga keuangan non bank yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi risiko apabila terjadi sewaktu-waktu(Setiawati, 2018). Berdasarkan hal tersebut, maka sudah seharusnya nasabah yang memiliki perjanjian asuransi untuk merasa aman karena berdasarkan perjanjian tersebut, ia diberikan jaminan perlindungan dari kemungkinan yang yang tidak terduga sebelumnnya atau tertimpa suatu kerugian.

Oleh karena itu, ketika yang terjadi adalah sebaliknya yaitu nasabah mendapatkan kerugian akibat perusahaan asuransi yang gagal bayar terhadap polis yang dijanjikan, maka dibutuhkan suatu mekanisme perlindungan konsumen. Hal ini merupakan tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada dasarnya, OJK merupakan lembaga yang bertanggung jawab untuk mengawasi seluruh industri jasa keuangan di Indonesia, termasuk jasa asuransi. Pengawasan oleh OJK ini dilakukan secara mikroprudensial yang terdiri dari pengaturan terhadap seluruh industri jasa keuangan, pengawasanterhadap seluruh industri jasa keuangan, dan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan(Otoritas Jasa Keuangan, 2016).


Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)


Hukum Tata Negara Dalam Kesetaraan Gender: Kasus

 

Hukum Tata Negara Dalam Kesetaraan Gender: Kasus


A.    Pendahuluan

Salah satu isu yang hingga kini masih terus menjadi tantangan berbagai negara di dunia adalah tentang kesetaraan gender. Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki menikmati status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak azasinya secara penuh dan sama-sama berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan (Widayani & Hartati, 2014). Kesetaraan gender pada dasarnya adalah keadaan di mana laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh akses pada, berpartisipasi dalam, mempunyai control atas, dan memperolehmanfaat dari suatu kebijakan, program dan kegiatan pembangunan (termasuk pembangunan bidang hukum) sehingga dapat mewujudkan suatu keadilan (Astiti & dkk, 2016).

...........

B.     Pembahasan

1.      Isu kesetaraan gender di sektor media secara global

Isu kesetraan gender berfokus pada bagaimana adanya keseimbangan dalam keterlibatan laki-laki dan perempuan diberbagai bidang kehidupan sehingga tercipta keadilan (Astiti & dkk, 2016), baik di bidang pendidikan, politik, lingkungan sosial, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Salah satunya adalah keseimbangan keterlibatan perempuan di bidang media, khususnya media pemberitaan, mulai dari posisinya sebagai reporter, jurnalis editor informasi dan lain sebagainya.

Mengenai hal ini, dalam suatu analisis pengelompokan gender dari editor top dalam sampel strategis 200 outlet berita online dan offline utama di sepuluh pasar berbeda di empat benua yang dilakukan olehThe Reuters Institute for the Study of Journalismyang berdedikasi untuk mengeksplorasi masa depan jurnalisme di seluruh dunia melalui debat, keterlibatan, dan penelitian, menganalisis pengelompokan gender dari editor top dalam sampel strategis dari 200 outlet berita online dan offline utama di sepuluh pasar berbeda di empat benua, pada tahun 2020 ini diketahui adanya fakta, bahwa hanya 23% dari editor top di 200 outlet utama dalam adalah wanita, meskipun faktanya, rata-rata 40% jurnalis adalah wanita. Jadi dapat dikatakan bahwa jumlah perempuan yang bekerja sebagai jurnalis jauh lebih banyak daripada jumlah perempuan di antara para editor top (Andı, Selva, & Nielsen, 2020). Dengan ini dapat dikatakan bahwa keterlibatan wanita di media cukup banyak, khususnya sebagai jurnalis, namun jumlah mereka yang memimpin media, seperti sebagai editor top (puncak) jumlahnya masih terbatas.

..........

2.      Isu Kesetaraan Gender Di Sektor Media Indonesia

Isu masih belum adanya kesetaraan gender juga terjadi di Indonesia, khususnya di sektor industri media, bagi para pemegang profesi jurnalistik.Di Indonesia hanya ada 30 sampai 35 persen perempuan yang bekerja sebagai jurnalis secara profesional. Bukan hamya dari sektor kalah jumlah, perempuan Indonesia juga rentan mengalami diskriminasi di tempatnya bekerja seperti upah yang tidak setara dibandingkan laki-laki. Sebab perempuan umumnya memiliki jabatan di bawah laki-laki. Selain itu, pada beberapa kasus, perempuan yang sudah menikah dan punya anak biasanya akan dipindahkan ke agenda liputan yang lebih soft atau santai. Sementara untuk kepentingan kanal politik, hukum yang dirasa lebih 'berat', ini akan lebih dipercayakan kepada jurnalis laki-laki. Mereka dipindahkan bukan karena kapabilitas tapi karena sudah punya anak (Halidi & Varwati, 2020).

............

3.      Hukum Tata Negara Indonesia Tentang Kesetaraan Gender

Meningkatkan kesetaraan gender merupakan bagian penting dari strategi pembangunan hukum suatu negara. Pembangunan masa depan hukum Indonesia diantaranya menjamin persamaan gender, dimana negara perlu menjamin persamaan hak dalam setiap aspek kehidupan terhadap perempuan. Dalam hal ini, kehadiran negara dalam rangka pembangunan hukum perspektif gendermelalui kesetaraan hak, sumber daya dan aspirasi, maka negara wajib menjaminperkembangan dan kemajuan perempuan agar perempuan melaksankan danmenikmati hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok atas dasar persamaanantara pria dan wanita (Badri, ‎2018). Oleh sebab itulah, ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan hukum tata negara, yang mengacu pada adanya hukum mengenai susunan suatu Negara, dimana pengaturan yang tidak hanya bagi penyelenggara negara, melainkan juga untuk warga negara, terkait dengan kedudukan serta hak dan kewajiban sebagai warga negara (Hayati, Ali, Riyani, & Sanusi, 2017).

............

Kejahatan Carding(Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

 

Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

A.    Pendahuluan

Di era global ini, pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan manfaat terhadap masyarakat seperti kemudahan untuk mengakses informasi. Teknologi informasi dan komunikasi mempunyai peranan penting yang mendorong kemajuan negara dengan memberikan pengaruh yang besar bagi negara terutama dalam pertumbuhan ekonomi dunia, dan hal ini yang mendorong semua negara untuk terus mendorong perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.Selain memberikan manfaat, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi mendorong terjadinya perubahan perilaku manusia dan berdampak pada perubahann sosia(Widayatil, Normasari, & Laili, 2020). Revolusi di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat ini juga memiliki dampak pada kecepatan perubahan dalam kejahatan, terutama dalam kejahatan lintas negara atau transnational crime. Dengan demikian, salah satu tantangan utama di era global ini adalah tuntutan untuk mampu secara terus-menerus beradaptasi dengan perkembangan kejahatan transnasional (Naseh, Ikhwanuddin, Ramadhani, Kusprabandaru, & Bathara, 2019).


.............

B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Kejahatan Transnasional

Cardingmerupakan suatu tindakan penipuan kartu kredit di mana pelaku kejahatan mengetahui nomor kartu kredit seseorang yang masih berlaku, dan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan transaksi jual beli barnag secara onlinedi mana pembayaran akan ditagihkan ke pemilik asli kartu kredit. Tindakan kejahatan ini juga disebut sebagai cyberfraudatau penipuan di dunia maya. Terdapat dua lingkup dalam kejahatan cardingyaitu kejahatan nasional dan transnasional. Dalam kejahatan nasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut dalam lingkup satu negara. Sedangkan dalam kejahatan transnasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut melewati batas negara. Terdapat dua cara penyalahgunaan kartu kredit, yaitu: a)kartu kredit sah tetapi tidak digunakan sesuai peraturan yang ditentukan dalam perjanjian yang disepakati oleh pemegang kartu dengan bank pengelola kartu kredit; dan b) kartu kredit tidak sah atau kartu palsu digunakan dengan cara ilegal (Zuraida, 2015).

...........

2.      Landasan Hukum Mencegah Kejahatan Carding Sebagai Kejahatan Transnasional

Dengan adanya unsur internasional dari kejahatan carding akan menimbulkan masalah tersendiri terutama yang berkaitan dengan masalah yurisdiksi. Yurisdiksi merupakankekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap individu, benda atau peristiwa. Yuriskdiksi menunjukkan prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi adalah bentuk kedaulatan yang vital dan merupakan sentral untuk mengubah, menciptakan atau mengakhiri kewajiban hukum.Berdasarkan asas umum dalam hukum internasional, negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas masyarakat dan benda di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh melakukan tindakan yangbersifat melampui kedaulatan negara dalam wilayah negara lain, kecuali telah mendapatkan persetujuan negara terkait (Kurniawan, 2014).

..........


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

REALOKASI DAN REFOCUS DANA DAERAH DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS APBD PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 

REALOKASI DAN REFOCUS DANA DAERAH DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS APBD PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

1.      PENDAHULUAN

    Krisis ekonomi global akibat wabah virus Corona atau pandemic COVID-19, kegiatan logistik, pariwisata, dan perdagangan merupakan sektor yang memperoleh dampak besar dari wabah virus Corona. Hal ini diakibatkan larangan sejumlah pemerintah untuk melakukan perjalanan keluar negeri dan penutupan sektor pariwisata menyebabkan berkurangnya wisatawan mancanegara. Wabah COVID-19 ini bukan hanya sekedar suatu penyakit yang mempengaruhi kesehatan, namun juga berdampak secara ekonomi, karena ketika semakin banyak pekerja yang terinfeksi maka semakin banyak pula biaya untuk perawatan dan juga biaya produksi yang ditanggung oleh negara. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan yang serius dan kebijakan yang tegas dan tepat sasaran untuk menyelesaikan krisis ekonomi tersebut.

       Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar tetap berjalan di tengah krisis ekonomi akibat wabah virus COVID-19, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan stimulus yang terangkum ke dalam tiga stimulus yaitu stimulus fiskal, non fiskal, dan sektor ekonomi. Ketiga stimulus tersebut berkaitan dengan kebutuhan masyarakat di bidang usaha, bisnis, pajak, dan lain sebagainya. Menteri Keuangan telah berkoordinasi bersama dengan sejumlah institusi seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk melahirkan sejumlah keputusan dan tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia.

    Dari berbagai kebijakan yang dapat diterapkan di daerah, pemerintah daerah perlu melakukan langkah-langkah seperti menutup akses perbatasan wilayah antar daerah bagi peredaran orang. Kemudian pemerintah daerah perlu melakukan alokasi anggaran APBD-P untuk penanganan COVID-19. Pemerintah daerah juga perlu memulangkan semua warga negara asing yang berada di wilayah masing-masing dan melakukan tindakan kekarantinaan kesehatan dalam wilayah daerah. Dari berbagai saran kebijakan tersebut, alokasi anggaran APBD-P untuk penanganan COVID-19 merupakan suatu bagian dari perwujudan asas akuntabilitas dengan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Budiman, dkk., 2020).

 

2.      PEMBAHASAN

        Dalam kondisi pemerintahan yang mengalami disfungsi pada saat ini, paling tidak ada tiga langkah konkrit yang bisa dilakukan pemerintah daerah agar ketersediaan anggaran penanganan penyebaran dan dampak COVID-19 dapat terpenuhi. Pertama, melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing) melalui optimalisasi penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) yang tersedia dalam APB Tahun Anggaran 2020. Kedua, menyisir, merasionalisasi, dan menjadwal ulang capaian program dan kegiatan tahun 2020. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah daerah dapat melakukan rasionalisasi terhadap belanja pegawai, belanja barang/jasa, serta belanja modal. Ketiga, memanfaatkan uang kas yang tersedia (Jamaludin, dkk., 2020). Secara umum pandemi COVID-19 mengakibatkan dampak yang nyata pada kontraksi perekonomian DIY. Kontraksi mulai terjadi pada triwulan I (Januari-Maret) 2020 sebesar -548 persen (QtoQ) dan 0,17 persen (YonY) serta berlanjut di triwulan II (April-Juni) 2020 sebesar -6,65 persen (QtoQ) dan -6,74 persem (YonY). Secara kumulatif sampai triwulan II 2020, perekonomian DIY mengalami kontraksi sebesar 3,45 persen (BPS DIY, 2020).


Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY


Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Analisis Kasus Hukum Akuisisi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk terhadap PT Prima Top Boga




Analisis Kasus Hukum Akuisisi PT Nippon Indosari Corpindo Tbk terhadap
PT Prima Top Boga
I.                  Pendahuluan
Era globalisasi seperti sekarang ini telah membawa perkembangan serta dinamika dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini tidak hanya  menimbulkan persaingan usaha yang tidak hanya menimbulkan dampak yang baik tetapi juga menimbulkan dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi yang ada di Indonesia. Persaingan dalam bidang ekonomi merupakan bentuk persaingan yang paling utama diantara sekian banyak persaingan antar manusia kelompok masyarakat, atau bahkan bangsa (Siswanto, 2002).
Akibat adanya persaingan usaha tersebut, pemerintah berusaha menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan membuat peraturan dan ketentuan hukum hukum atas persaingan usaha dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang tersebut mengatur tentang perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, posisi dominan dan komisi yang mengawas pelaksanaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU.
Tindakan pelaku usaha yang diatur dalam undang-undang tersebut diantaranya adalah mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan atau yang lebih dikenal sebagai merger, konsolidasi dan akuisisi. Akuisisi adalah pengambilalihan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga mengambil alih kontrol modal atas perusahaan lain (Hariyani, Sefianto, & Yustisia, 2011). Akuisisi yang dilarang dilakukan adalah akuisisi yang bertentangan atau merugikan pihak lain.
Pada tahun 2018, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk melakukan akuisisi saham terhadap PT Prima Top Boga sebanyak 50,99 persen. KPPU sebagai badan pengawas persaingan usaha di Indonesia menjatuhkan hukuman kepada PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dengan denda sebesar Rp 2,8 miliar. Hal ini disebabkan karena keterlambatan PT Nippon Indosari Corpindo Tbk untuk melaporkan akuisi saham mayoritas PT Prima Top Boga. PT Nippon Indosari Corpindo Tbk dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 PP 57 Tahun 2010. Sanksi tersebut diberikan kepada PT Nippon Indosari Corpindo Tbk berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tulisan ini akan melakukan analisa terhadap kasus akuisisi yang dilakukan oleh PT Nippon Indosari Corpindo Tbk tersebut.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA 
0882-9980-0026
(Diana)

Happy order kakak ^^