MAKALAH - UPAH MINIMUM DALAM PEMENUHAN STANDAR KEHIDUPAN PEKERJA DI INDONESIA

LATAR BELAKANG
Penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) maupun upah minimum provinsi (UMP) menjadi ritual tahunan. Tidak mengherankan jika terjadi tarik ulur antarpihak yang berkepentingan, baik buruh maupun asosiasi pengusaha. Di satu pihak, para pengusaha berupaya mempertahankan hak penguasaan atas wilayah otoritas bisnis, yaitu kelayakan biaya dan keuntungan produksi. Di pihak lain, para buruh berusaha mendapatkan hak atas kelayakan hidup sebagai manusia, yaitu upah yang secara normatif layak bagi diri dan keluarganya.
Bagi kalangan buruh, kenaikan upah minimum tiap tahun amat dinantikan. Meskipun kenaikan yang diterima jauh dari harapan, setidaknya sedikit meringankan kesulitan hidup buruh di tengah tekanan hidup yang tinggi; sekalipun upah riil yang diterima buruh justru turun dan makin jauh dari standar hidup layak.
Rendahnya upah buruh di Indonesia memang bukan isapan jempol belaka. Penelitian TURC menyebutkan pada 1997 upah minimum buruh mampu membeli 350 kg beras (dengan harga beras Rp700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum buruh 2008 hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan asumsi harga berasRp 5.000 per kg di tahun 2008). Ini bermakna upah riil buruh berkurang hampir 50 persen. Penelitian INDOC juga menyatakan upah buruh Indonesia kini sangat rendah, hanya berkisar 5% sampai 6% dari biaya produksi. Data yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan upah buruh hanya menghabiskan 25 persen dari total komponen pengeluaran perusahaan. Yang 60 persen adalah biaya produksi, 15 persen lain uang siluman yang terus-menerus dilakukan oknum aparat pemerintah (Ihsan Prasodjo: 2006).
Kebijakan peningkatan upah minimum yang cukup besar ini dilaksanakan ketika Indonesia sedang berjuang keras untuk memulihkan perekonomiannya dari krisis ekonomi yang parah. Setelah terjadi kontraksi ekonomi besar-besaran sekitar 13,7%  pada tahun 1998 dan laju pertumbuhan ekonomi kurang dari satu persen pada tahun 1999, perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan sekitar 5% pada tahun 2000. Berbagai pihak memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 akan mencapai sekitar 3% hingga 3,5%. Dalam iklim pertumbuhan ekonomi yang rendah seperti ini, kenaikan upah minimum lebih lanjut memicu keprihatinan bahwa hal tersebut mungkin akan menghambat upaya pemulihan ekonomi, memperlambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, dan mengurangi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri modern.
Disamping itu, mulai bulan Januari 2001 Indonesia telah menerapkankan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan adanya kebijakan ini, wewenang untuk menetapkan tingkat upah minimum dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah di tingkat propinsi, kabupaten, dan kota. Terdapat tanda-tanda awal bahwa pengalihan wewenang ini mungkin akan semakin meningkatkan kenaikan upah minimum di beberapa daerah. Selain kenaikan upah minimum yang cukup besar pada tahun 2001, frekuensi perubahan upah minimum juga telah meningkat selama setahun terakhir ini. Hal ini menimbulkan keprihatinan bahwa pemerintah daerah mungkin lebih mudah menyerah terhadap tekanan-tekanan agar memberlakukan pendekatan  yang lebih populis dalam kebijakan sosial. Akibatnya, ada bahaya bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang mungkin akan dikorbankan demi kepentingan-kepentingan jangka pendek yang tidak berkesinambungan.
Jika dinalar lewat aturan baru, yakni SKB empat menteri, kenaikan upah minimum yang dinantikan buruh sesungguhnya tidak signifikan. Bagaimana mungkin kenaikan upah minimum tidak boleh melebihi angka pertumbuhan ekonomi, sedangkan angka pertumbuhan ekonomi nasional kini jauh di bawah angka inflasi apalagi angka KHL. Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional 2008 yang diprediksikan hanya sekitar enam persen sementara angka inflasi berkisar 12 persen. Bisa dibayangkan betapa menderitanya kehidupan buruh ketika upah riil makin lama makin berkurang.

PERUMUSAN MASALAH
Apakah penetapan upah minimum telah mencukupi standar kehidupan minimum pekerja?

PEMBAHASAN
Konsepsi Upah Minimum
Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil. Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh.  ILO dalam Report of the Meeting of Experts of 1967 menyatakan hal serupa. Upah minimum didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara.
Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh. Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.
Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan bersih (take home pay) sebagai jaring pengaman (safety net) KHL. Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila dimungkinkan dapat disisihkan untuk menabung. Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan.
Terbitnya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Permenaker No. 1/1999 jo Kepmenakertrans No. 226/2000 tentang Upah Minimum, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 2005 tentang tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dan Keppres 107/2004 tentang Dewan Pengupahan tentunya diharapkan menjadi payung hukum bagi buruh agar mendapatkan keadilan dan menghindari eksploitasi terhadap buruh yang seringkali tidak berdaya karena berbagai keterbatasan.
 
Standar Kebutuhan Minimum Pekerja
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) merupakan faktor utama sebagai bahan kajian serta pertimbangan dalam menetapkan upah minimum. Survey KHM yang dilakukan di tiap kabupaten / kota akan memberi gambaran dengan jelas berapa kebutuhan minimum utuk buruh baik yang masih lajang, menikah, maupun yang telah berkeluarga dengan satu anak dan dua anak. Survey KHM dihitung untuk kebutuhan buruh denga 3000 kalori / hari untuk jenis makanan / minuman yang dikonsumsi buruh. Kebutuhan lainnya mencakup perumahan dan fasilitasnya, sandang, serta aneka kebutuhan seperti transport, sarana kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan lain sebagainya. 


Implikasi Upah Minimum terhadap Pemenuhan Kebutuhan
Upaya pemerintah melindungi buruh dari suatu situasi yang kurang kondusif dalam hubungan kerja dilakukan dengan menerbitkan berbagai kebijaksanaan yang mencakup perbaikan syarat kerja antara lain melalui penerapan upah minimum. Pertimbangan yang paling mendasar dengan menetapkan upah minimum adalah agar pendapatan buruh tidak terus merosot, karena faktor – faktor yang tidak dapat diperbuat oleh buruh, misalnya karena posisi tawar buruh yang lemah.
Faktor dominan yang  menetapkan upah minimum sebagai bahan pertimbangan adalah standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) buruh yang sebelumnya telah dilakukan survey serta penelitian di masing – masing daerah. Kebutuhan hidup minimum merupakan sebuah kalkulasi yang menstandarkan pada kebutuhan hidup minimum seseorang maupun telah berkeluarga dengan asumsi dapat dipenuhi oleh setiap orang.
Perhitungan kebutuhan hidup minimum setiap tahun terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang dimulai tahun 1956 – 1966 dengan nama Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan sejak tahun 1997 lebih meningkat dengan perhitungan yang lebih representatif dengan istilah kebutuhan hidup minimum (KHM).
Sesuai Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 81 / 1995 tentang Penetapan Komponen Kebutuhan Hidup Minimum telah distandarkan 4 komponen pokok dalam perhitungan KHM meliputi komponen makanan dan minuman, komponen perumahan dan fasilitasnya, komponen sandang dan komponen aneka kebutuhan untuk kurun waktu satu bulan dengan 3.000 kalori per hari.
Melalui survey yang dilakukan oleh serikat – serikat buruh, organisasi pengusaha, serta pemerintah di tiap daerah maka hasil survey KHM tersebut di atas ditabulasi serta diolah sebagai bahan pertimbangan penetapan upah minimum. Hasil penetapan upah minimum sampai saat ini belum pernah mencapai KHM karena dalam proses penetapan upah minimum tidak mendasarkan perhitungan ekonomis semata atau hanya mendasarkan data – data atau angka – angka yang telah diperoleh di lapangan, tetapi pengambilan keputusan lebih cenderung menggunakan pendekatan kompromis agar kepentingan buruh dan kepentingan pengusaha tidak benturan, sehingga hasil akhir penetapan upah minimum apapun hasilnya harus diterima semua pihak.
Data KHM yang ada di Kabupaten / Kotamadya tetap diperlukan serta tetap menjadi salah satu bahan dalam pembahasan penetapan upah minimum, namun data tersebut sering tidak dapat dipergunakan sebagai patokan baku karena adanya penafsiran antara satu daerah dengan daerah lainnya. Khususnya perbedaan penafsiran materi komponen khususnya yang berstandar kualitas sedang. Di lapangan banyak barang yang justru tidak ada di pasaran atau tidak banyak digunakan oleh pekerja dalam keseharian, demikian halnya terhadap produk – produk tertentu sudah agak sulit ditemukan.

SOLUSI
Penetapan upah minimum merupakan langkah pemerintah dalam upaya meningkatkan pendapatan upah buruh yang secara realistis dapat meningkatkan pendapatan buruh. Namun karena upah minimum tersebut hanya satu dari sekian banyak produk kebijaksanaan pemerintah maka ada kecenderungan kurang efektif untuk mencapai sasaran. Agar produk kebijaksanaan pemerintah bisa dapat lebih efektif hendaknya perlu dilakukan :
1.      Sinkronisasi
Kebijaksanaan yang terkait satu dengan lainnya, tidak sebagaimana saat ini walaupun upah buruh telah dinaikkan namun pada saat yang tidak berbeda atau bersamaan pemerintah menaikkan harga-  harga kebutuhan barang yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah, seperti BBM, listrik, biaya transportasi, dan lain sebagainya, sehingga kenaikan upah tenaga kerja secara riil tidak dapat dinikmati.
2.      Jamsostek
Merubah sistem jaminan sosial ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK dan buruh pensiunan akan mendapat tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun dari Jamsostek, bahkan sebaliknya.

 REFERENSI
Dahrendof, Rafi, Konflik dalam Masyarakat Industri, Rajawali Pers, Jakarta. 1986.

Departemen Tenaga  Kerja RI, Profil Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta, 1999.

Hasibuan, Sayuti, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Teori dan Kebijakan, LP3ES, Jakarta, 2000.

James, Philip dan Cowling, Alan. The Essence of Personnel Management and Industrial Relations (Manajemen Personalia dalam Hubungan Industrial), Andi Yogyakarta, 1996.

Kertonegoro, Pengupahan (Wages), Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 1999.

Sentanoe Kartonegoro, Pengupahan Teori, Hukum, dan Manajemen, Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta, 2010, H. 31-32.

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 81 / 1995 tentang Penetapan Komponen Kebutuhan Hidup Minimum

Makalah ini cuma versi sampel aja
Jadi belum lengkap isinya
Untuk versi lengkap atau
mau bikin makalah judul lain
Request aja
Diana -o85868o39oo9
Dijamin beres dan ga pake repot
Thanks

CRITICAL REVIEW - VALUE INNOVATION : THE STRATEGIC LOGIC OF HIGH GROWTH

Inovasi Nilai : Logika Strategik dari Pertumbuhan yang Tinggi
Kim, W.c & Mauborgne, R (1997)


Setelah satu dekade terjadinya downsizing (perampingan) dan terjadinya persaingan yang semakin ketat, pertumbuhan yang menguntungkan adalah tantangan yang sangat besar yang dihadapi banyak perusahaan. Mengapa hanya sedikit beberapa perusahaan mencapai pertumbuhan yang tinggi dalam penerimaan dan keuntungannya? Dalam studi lima tahun pada perusahaan dengan pertumbuhan tinggi dan pesaing mereka yang kurang berhasil, penulis menemukan bahwa jawabannya adalah strategi pendekatan yang mendasarinya. Perusahaan yang kurang berhasil menggunakan pendekatan konvensional : pemikiran strategik mereka didominasi oleh gagasan – gagasan tetap berada dalam persaingan. Sebaliknya, perusahaan dengan pertumbuhan tinggi hanya memberikan sedikit perhatian untuk menyamai rival mereka. Malahan, mereka berpikir untuk membuat persaingan mereka tidak relevan melalui logika strategik yang kita sebut dengan inovasi nilai (value innovation).

Logika Konvensional versus Inovasi Nilai
Logika strategik dan konvensional dan logika inovasi nilai berbeda pada lima dimensi dasar strategi. Perbedaan tersebut menentukan manakah pertanyaan yang harus diajukan manajer, apa peluang yang mereka lihat dan mereka kejar, dan bagaimana mereka memahami resiko.
  • Asumsi Industri à Banyak perusahaan mengikuti kondisi industri dan menentukan strategi berdasarkan hal tersebut. Tetapi inovator nilai tidak. Mereka tidak memperhatikan bagaimana industri yang ada, tetapi inovator nilai mencari gagasan yang dapat menciptakan nilai yang baru.
  • Fokus Strategik à Banyak perusahaan membiarkan pesaingnya menentukan parameter pemikiran strategik mereka. Mereka mambandingkan kekuatan dan kelemahan dengan pesaing mereka dan memfokuskan pada pembentukan keunggulan.
  • Pelanggan  à Banyak perusahaan meraih pertumbuhan melalui mempertahankan dan memperluas basis pangsa pasar mereka. Hal ini biasanya mengarahkan pada segmentasi dan penawaran kustomisasi yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
  • Aset dan Kapabilitas à Banyak perusahaan memandang peluang bisnis melalui lensa asset dan kapabilitas mereka yang ada.
  • Penawaran Produk dan Jasa àPersaingan konvensional ada dalam batasan yang terbentuk dengan jelas yang ditentukan oleh produk dan jasa yang ditawarkan oleh industri secara tradisional.


Creating New Value Curve
Untuk menciptakan kurva nilai baru, perlu menjawab pertanyaan  - pertanyaan sebagai berikut :
  • Faktor – faktor manakah dari industri yang harus dihilangkan?
  • Faktor- faktor manakah dari industri yang harus dikurangi di bawah standar industri?
  • Faktor – faktor manakah yang harus ditingkatkan di atas standar industri?
  • Faktor- faktor manakah yang harus diciptakan yang tidak pernah ditawarkan oleh industri?

Jebakan untuk Bersaing, Keharusan untuk Mengulang
Apa yang terjadi ketika sebuah perusahaan telah menciptakan kurva nilai yang baru? Cepat atau lambat, pesaing akan berusaha untuk menirunya. Dalam banyak industri, inovator nilai tidak menghadapi tantangan selama bertahun – tahun, tetapi, pesaing nampak lebih cepat. Terkadang, bagaimanapun, inovator nilai akan menemukan pertumbuhan dan keuntungannya. Seringkali, dalam usaha untuk mempertahankan basis pelanggannya, perusahaan meluncurkan serangan. Tetapi peniru seringkali bertahan dan inovator nilai dapat berakhir pada perlommbaan untuk memenangkan persaingan.  Dengan obsesi pada pangsa pasar, perusahaan dapat jatuh dalam jebakan logika strategik konvensional. Apabila perusahaan tidak menemukan cara melepaskan diri dari jebakan, bentuk dasari dari kurva nilai akan mulai melihat pada pesaingnya.

Tiga Pilar Utama
Perusahaan yang dipelajari dalam paper ini adalah perusahaan yang paling berhasil dalam mengulan inovasi nilai  dan mendatangkan keuntungan dari ketiga platform dimana inovasi nilai dilakukan : produk, jasa, dan penyampaian. Makna yang tepat dari tiga platform bervariasi lintas industri dan perusahaan, tetapi, secara umum, platform jasa adalah dukungan seperti pemeliharaan, layanan konsumen, jaminan, dan pelatihan untuk distributor dan retailer; dan platform penyampaian termasuk logistik dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan produk kepada konsumen.
Seringkali, manajer berusaha untuk menciptakan inovasi nilai yang berfokus pada platform produk dan mengabaikan dua lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, pendekatan tersebut tidak menghasilkan banyak pelyang untuk inovasi nilai yang berulang.

Mengendalikan Perusahaan Menuju Pertumbuhan yang Tinggi
Salah satu dari penemuan yang paling berharga dalam penelitian ini adalah walaupun ada dampak dari logika strategi perusahaan, logika tersebut seringkali tidak terartikulasi. Dan karena logika tersebut tidak dinyatakan dan tidak diperiksa, perusahaan tidak cukup menerapkan logika strategi yang konsisten lintas bisnisnya.
Bagaimana senior eksekutif mempromosikan inovasi nilainya? Pertama, mereka harus mengidentifikasi dan mengartikulasikan logika strategik perusahaan yang mendasari. Kemudian mereka harus mengharapinya. Mereka harus berhenti dan memikirkan tentang asumsi industri, fokus strategi perusahaan, dan pendekatan – pada lkonsumen, aset dan kapabilitas, dan penawaran produk dan jasa. 

Critical Review ini versi sampel aja
Untuk versi lengkap atau
mau bikin review judul lain,
sekalian cari jurnalnya.
Request aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa
Thanks

RESUME JURNAL - THE EFFECT OF INFORMATION PRESENTATION ON NEGOTIATION PROCESSES AND OUTCOMES

Resume Jurnal
Pengaruh Penyajian Informasi terhadap Proses dan Hasil Negosiasi
Johannes Gettinger , Sabine T. Koeszegi , Mareike Schoop

Pengantar

Kira – kira seperlima waktu manajer dihabiskan untuk melakukan resolusi dan negosiasi konflik. Akan tetapi, saat ini mereka juga dapat melakukan negosiasi dengan menggunakan media elektronik, contohnya e-mail, e-meeting, dan e-negotiation. Mereka kebanyakan bernegosiasi melalui sistem surat, rapat, dan negosiasi elektronik.  Negosiasi elektronik tidak hanya menerjemahkan negosiasi secara tradisional atau melalui media elektronik, tapi juga menyediakan nilai tambah lewat mendukung pengambilan keputusan dan/atau pada saat proses komunikasi.  Negosiasi Elektronik ini (eNS) ini diciptakan karena menyadari informasi dan komunikasi teknologi yang dapat mengubah pesan yang sederhana menjadi sistem dukung yang sulit.

Sebuah NSS (Negotiation Support System) dapat memiliki satu  atau lebih dari fungsi-fungsi dibawah ini: memfasilitasi komunikasi, mendukung analisis keputusan/negosiasi, proses pengorganisasian dan strukturisasi, dan akses kepada informasi, ilmu negosiasi, ahli, mediator, atau fasilitator.  Kemahiran teknologi terbaru ini mengijinkan pembuat keputusan untuk mengakses informasi dengan lebih mudah yaitu dengan menggunakan jaringan wireless, gudang data, dan alat-alat yang sama.

Banyaknya jumlah informasi tidak berkaitan dengan keputusan yang lebih akurat dan lebih efisien, tetapi lebih menjadi “informasi yang berlebihan” bagi pengambil keputusan. Minat ilmuwan juga memfokuskan pada penananganan besarnya informasi dan mengatasi batasan sumber daya mental dan bias kognitif. Perkembangan tersebut mengarah pada keunggulan bantuan keputusan yang “merepresentasikan masalah dengan cara yang menyesuaikan mode kapabilitas beberapa kemampuan memproses kognitif manusia”. Studi saat ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana presentasi informasi dalam format – format alternatif tersebut (tabel, grafik sejarah, dan grafik tari) yang mempengaruhi perilaku negosiator dan hasil negosiasi.

Dengan menggunakan NSS, subyek dibagi dalam tiga kelompok perlakuan dengan menggunakan tiga bantuan dalam proses negosiasi yaitu: sebuat table, sebuah grafik sejarah negosiasi atau sebuah grafik tari.  Kertasnya di susun sebagai berikut:  sebuah disuksi dari teori-teori kognitif dan yang berhubungan  digunakan sebagai latar belakang teoritikal  penelitian ini;  sebuah pendahuluan dari perwakilan informasi dengan tipe yang berbeda dalam sebuah NSS; diskusi hipotesis dibandingkan dengan pengaruh dari tiga perwakilan informasi dalam proses-proses negosiasi dan hasilnya,  didasarkan pada penemuan-penemuan empiris yang sebelumnya; sebuah penyajian dari sistem negosiasi dan gambaran dari pengaturan percobaan; dan sebuah penyajian dan diskusi dari hasil dan batasan-batasan dari penelitian kami dan penelitian yang akan datang.

Sekian dulu Resume Jurnalnya
Kalo butuh yang versi lengkap atau
mau bikin resume jurnal lain
request aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya yaa
Thanks

MAKALAH - BIROKRASI PADA ERA REFORMASI


Periodesasi perubahan pemerintahan yang berlangsung di Indonesia, terjadi secara mendasar sejak digulingkannya reformasi tahun 1998, dengan ditandai lengsernya rezim soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun di Republik ini. Pasca tahun 1998 banyak perubahan yang sangat signifikan, terutama pada sistem pemerintahan dan birokrasi di Indonesia, yaitu berubahnya struktur pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, dengan dikeluarkannya UU nomor 22 tahun 1999 pada masa pemerintahan Gus Dur, yang kemudian direvisi dengan Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pada masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri.
Hampir sepuluh tahun setelah Indonesia memasuki era "reformasi" (pasca kepemimpinan Soeharto), negara ini tetap belum mampu menunjukkan reformasi birokrasi seperti yang diharapkan sebelumnya. Essay ini berusaha menganalisis apa yang terjadi pada birokrasi Indonesia pada era reformasi dan apa kelebihan dan kekurangan birokrasi pada masa itu.

Birokrasi Zaman Reformasi
Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan besar pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut dimensi kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di Negara – Negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Osborne dan Plastrik ( 1997 ) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Negara – Negara yang sedang berkembang seringkali berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di negara maju.

  Kelebihan dan Kekurangan Birokrasi pada Masa Reformasi
Kelebihan
  1. Terbentuknya Lembaga-Lembaga Baru
Pada masa pemerintahan SBY yang paling kontroversi adalah dibentuknya lembaga baru yang konsentrasi pada penghapusan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana tindakan yang dilakukan oleh lembaga ini cukup banyak membuahkan hasil, dengan mengungkap banyak kasus mega korupsi baik dilembaga legislatif (DPR), Eksekutif (Korupsi di Departemen, Bank Indonesia) dan Yudikatif (korupsi di MA, Kejaksaan, dan Kepolisian), walaupun pada akhirnya lembaga ini digembosi juga.

  1. Penyelenggaraan Pemilu
Pada Era Reformasi, pembaharuan tata politik nasional dalam suasana transisi menuju demokrasi dimulai dengan Pemilu 1999. Pemilu ini dinilai sukses merestrukturisasi kepemimpinan nasional dan lokal secara demokratis,  menghasilkan sejumlah pembaruan konstitusi dan tata hukum turunannya, mendesentralisasi kekuasaan, dan lain - lain.

Kekurangan
1.      KKN Tetap Merajalela
Era reformasi yang diharapkan mampu merubah Indonesia ke arah yang lebih baik ternyata terkendala oleh mental birokrasi yang tidak mau berubah. Menurut laporan political and economic risk consultancy (PERC), birokrasi Indonesia  masih termasuk kategori sangat buruk. Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC berpendapat masih banyak birokrat Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. PERC juga masih menempatkan Indonesia dalam kelompok negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi.

2.      Warisan Sistem Demokrasi Primordial      
Munculnya birokrasi patrimonial di Indonesia merupakan kelanjutan dan warisan dari siystem nilai tradisional yang tumbuh di masa kerajaan-kerajaan masa lampau dan bercampur dengan birokrasi gaya kolonial.

3.      Adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi.
Jika dibandingkan hasil survei terakhir tahun 2005, survei tahun 2009 menunjukkan adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi. Pada survei tahun 2005, sebesar 44,2 persen masyarakat menilai kinerja politisi masih relatif baik[1]. Dalam kurun waktu enam tahun terjadi penurunan 21 persen mengenai politisi, dan ini sangat menurun drastis. 
4.      Berkurangnya  Transparansi dan Kebebasan Pers
Sudah menjadi konsumsi publik bahwa akan di sahkannya Undang-Undang tentang Kerahasiaan Negara di Era SBY,  Meski pengaturan rahasia negara dalam bentuk UU bisa ditoleransikan termasuk di negara-negara demokrasi, tapi hal itu harus dijauhkan dari tendensi untuk membatasi hak-hak publik dalam mendapatkan informasi. Keamanan dan kedaulatan nasional sebagai tujuan utama UU Rahasia Negara tentu bukan alasan memadai untuk melenyapkan hak asasi rakyat untuk mendapatkan informasi yang lebih transparan. Kerahasiaan berujung pada lahirnya birokrasi yang otoriter yang memosisikan diri sebagai pemilik dan penafsir tunggal kebenaran. (Dakidae, 2003:153).
  
  1. Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Selain permasalahan KKN, dalam bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan, birokrasi di tingkat pusat maupun daerah cenderung semakin banyak dan tambun (bottleneck). Dengan kondisi yang demikian maka organisasi akan cenderung kaku dan lambat dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul. Kecenderungan yang terjadi saat ini adalah bahwa dalam penyusunan suatu organisasi cenderung lebih ditekankan pada bagan strukturnya saja, dan melupakan jumlah dan kualifikasi personel, sistem pengambilan keputusan, sistem komunikasi serta rentang kendali organisasi (span of control).


DAFTAR PUSTAKA
Alatas, Syed Hussein. 1987. Korupsi, Sifat,Sebab dan Fungsi. Jakarta: LP3ES.

Djafar, Wahyudi, 2006. Memotong Warisan Birokrasi Masa Lalu, Menciptakan Demarkasi Bebas Korupsi. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM),  Jakarta.

Dwiyanto,Agus dkk.2006.Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Hans-Dieter Evers dan Tilman Schiel, Kelompok-Kelompok Strategis: Studi Perbandingan tentang Negara, Birokrasi, dan Pembentukan Kelas di Dunia Ketiga, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1990, hal, 228.

Korupsi Sudah Menjadi Kebiasaan: Birokrasi Patrimonial Sumber Masalah, Kompas, 21 November 2006

Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuntjoro Jakti, Dorojatun. Birokrasi di Dunia Ketiga: Alat Rakyat, Alat Penguasa, atau    Penguasa. Jurnal Prisma No.10 Tahun IX Oktober 1980.


Tulisan ini masih draft
Butuh versi lengkapnya??
Atau mau bikin judul lain??
Buruan request aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa
Thanks




ARTIKEL - STRATEGI WHIRLPOOL MENGGUNAKAN SIX SIGMA UNTUK MENDUKUNG KEUNGGULAN OPERASI



Manajemen atas di Perusahaan Whirlpool, produsen dan pemasar terkemuka di dunia untuk peralatan rumah tangga tahun 2007, dengan 72 pabrik dan pusat teknologi di seluruh dunia serta penjualan lebih dari 170 negara, memiliki visi dengan peralatan Whirlpool “Setiap rumah … Dimanapun dengan kebanggan, harapan dan kinerja.” Ungkap salah satu kepala managerial dalam mengejar visi ini dengan membangun loyalitas konsumen yang tidak terbantahkan pada merk Whirlpool. Strategi Whirlpool untuk merebut hati dan pikiran para pembeli peralatan di seluruh dunia dengan memproduksi dan memasarkan peralatan  yang berkualitas tinggi dan fitur yang inovatif yang akan dibutuhkan oleh para pengguna. Sebagai tambahan, strategi Whirlpool telah memberikan pilihan model yang luas (memahami perbedaan kebutuhan dan keingginan pembeli) dan untuk berusaha keras untuk efisiensi produksi biaya-rendah, dengan demikian memungkinkan Whirlpool memiliki harga produk yang kompetitif. Pelaksanaan strategi ini pada operasi Whirlpool di Amerika Utara (menjadi pemimpin pasar), Amerika Latin (juga menjadi pemimpin pasar), Eropa (menempati peringkat ketiga) dan Asia (urutan pertama di India dan menempati posisi pertumbuhan di tempat lainnya) telah berperan dalam focus nyata terhadap pengembangan yang berkelanjutan, kemampuan manufaktur tepat waktu, dan mendorong keunggulan operasi.
Inisiatif keunggulan operasi, yang dimulai pada tahun 1990an, menggunakan teknik Six-Sigma untuk meningkatkan kualitas produk Whirlpool dan disaat yang bersamaan untuk menurunkan biaya dan memangkas waktu dalam memberikan inovasi produk ke pasar. Program Six-Sigma ini membantu Whirlpool menghemat $175 juta dalam pembiayaan pabrik pada tiga tahun pertama.
Untuk mempertahankan peningkatan produktivitas dan penghematan biaya, Whirlool menanamkan pelatihan Six-Sigma ke dalam masing – masing pabrik di seluruh dunia dan memasukkan dasar budaya dari Six-Sigma dan kemampuan serta kapabilitas sitem produksi tepat waktu. Berawal dari tahun 2002, masing – masing unit operasi Whirlpool mulai mengambil inisiatif Six-Sigma ke tingkat yang lebih tinggi dengan menempatkan kebutuhan konsumen sebagai pusat dalam setiap fungsi – R&D, teknologi, pemabrikan, pemasaran dan dukungan administrasi – dan kemudian berusaha keras untuk secara konsisten meningkatkan kualitas sementara menghilangkan biaya yang tak perlu. Perusahaan secara sistematis memastikan setiap aspek dalam bisnisnya dengan memonitor personel perusahaan dalam melaksanakan setiap aktivitas pada setiap level berkenaan dengan memberikan nilai kepada konsumen dan yang mendukung pengembangan yang berkelanjutan pada bagaimana seharusnya dikerjakan.
Manajemen Whirlpool percaya bahwa proses Keunggulan Operasional Perusahaan menjadi contributor utama dalam mempertahankan kepemimpinan global perusahaan dalam peralatan rumah tangga.
Perusahaan telah mencapai keseragaman yang mengesankan dalam praktek motivasional dan penghargaan untuk membantu penciptaan lingkungan kerja yang mendukung karyawan dan membantu pelaksanaan strategi yang lebih baik. Disini beberapa contoh apa yang dikerjakan perusahaan
-          Google telah membangun kompleks empat bangunan yang dikenal Googleplex dimana sekitar 1000 karyawan disediakan makanan gratis, es krim tidak terbatas, meja bilyar dan ping pong, dan kartu ucapan – manajemen membangun  Googleplex menjadi “sebuah lingkungan mimpi.” Terlebih lagi, perusahaan memberikan kepada para karyawannya 20% waktu kerja untuk aktivitas luar.
-          Lincoln Electric, secara luas dikenal sebagai skema pembayaran upah dan insentif, bonus, penghargaan individual yang dibayarkan untuk setiap produk yang dihasilkan tanpa cacat. Para karyawan dapat mengkoreksi masalah kualitas yang dikerjakannya – yakni produk cacat yang digunakan konsumen dapat dilacak siapa karyawan yang membuatnya. Pekerjaan upahan Lincoln memotivasi para karyawan untuk lebih memperhatikan baik kualitas maupun volume yang dihasilkan. Sebagai tambahan, perusahaan menetapkan pendampingan yang kokoh pada keuntungan diatas dasar yang spesifik bagi bonus karyawan.
-          Pada JM Family Enterprises, distributor Toyota di Florida, para karyawan memperoleh kredit lunak untuk Toyota baru dan terbang ke Bahama dengan kapal pesiar ukuran 172 kaki milik perusahaan, ditambah fasilitas kantor perusahaan yang dilengkapi dengan kolam renang air hangat, fitness, penitipan anak, dan salon kuku.
-          Wegman, toko grosir keluarga dengan 71 toko di pesisir timur Amerika Serikat, menyediakan untuk karyawan dengan jadwal fleksibel dan keuntungan termasuk fitness. Pendekatan perusahaan untuk mengelola orang memungkinkan penyediaan layanan konsumen yang lebih tinggi daripada grosir lainnya.
-          Nordstorm, secara umum dikenal karena keunggulannya dalam pengalamannya dalam layanan konsumen internal, secara tipikal membayar penjual paruh waktu lebih tinggi disbanding toko lainnya ditambah komisi penjualannya.
-          Para karyawan di W.L. Gore (pembuat Gore-Tex) dapat memilih proyek/tim yang ingin dikerjakan, dan masing – masing kompensasi anggota tim didasarkan pada peringkat anggota tim berdasar kontribusinya kepada perusahaan.
-          Pada Supermarket Ukrop, sebuah rantai perusahaan milik keluarga, toko tersebut tutup pada hari minggu; perusahaan membayar 20% keuntungan sebelum pajak untuk karyawan dalam bentuk bonus triwulan; perusahaan membayar keanggotaan bagi karyawan apabila mereka mengunjungi klub kesehatan 30 kali dalam satu triwulan.
-          Pada sebuah pemimpin bioteknologi Amgen, para karyawan mendapat 16 hari libur yang tetap digaji, waktu libur, klaim uang kuliah hingga $10.000, pijat di tempat, diskon cuci mobil, dan kesenangan belanja di pasar tradisional.

Sekian dulu papernyaa….
Butuh versi lengkapnya atau
Sekalian bikin paper judul lain
Silakan request aja
Diana – o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya…
Thanks

REVIEW JURNAL - THE COMPETITIVE ADVANTAGE OF NATIONS : IS PORTER’S DIAMOND FRAMEWORK A NEW THEORY THAT EXPLAINS THE INTERNATIONAL COMPETITIVENESS OF COUNTRIES?


KEUNGGULAN KOMPETITIF NEGARA : APAKAH PORTER’S DIAMOND FRAMEWORK SEBUAH TEORI BARU YANG MENJELASKAN KOMPETITIVITAS INTERNASIONAL DARI NEGARA?

A.J. Smith

PENDAHULUAN
Kompetitivitas internasional dari negara – negara sekarang menjadi perhatian dari pemerintah, perusahaan, dan juga akademisi. Minat baru dalam kompetitivitas negara ini telah membuka perdebatan pada makna dan pemahaman yang sebenarnya mengenai kompetitivitas internasional dari negara. Alasan dari perdebatan ini didasarkan pada asumsi implisit yang mendasari teori manajemen bahwa kompetitivitas perusahaan dapat diperluas pada kompetitivitas negara, seperti yang dipopulerkan oleh Porter (1990a) dengan Diamond Framework-nya dan laporan kompetitivitas dunia. 
Menurut Stone dan Ranchhod (2006 : 284), “fokus pada kompetisi atau “persaingan” adalah diversi dari pemikiran ekonomi tradisional” . kepercayaan umum ini oleh manajemen akademi bahwa negara yang berada dalam kompetisi satu sama lain mungkin menjelaskan Diamond Frameworks Porter (1990a) muncul pada hampir semua buku teks bisnis internasional. 
Fokus pada artikel ini adalah pada perdebatan apakah negara bersaing secara internasional atau tidak, seperti yang dinyatakan oleh Porter (1990a). Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan mengapa Diamond Framework Porter bukan merupakan teori baru yang menjelaskan kompetitivitas internasional dari negara. 

MODEL PENELITIAN
Usaha pertama untuk menjelaskan mengapa negara dengan bebas terlibat dalam perdagangan internasional adalah asinya di tahun 1876 dengan Teori Keunggulan Absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith (Kurgman & Obstfeld, 2003). Yang kedua adalah teori keunggulan komparatif dari David Ricardo yang mengimplikasikan ahwa negara akan memiliki keunggulan biaya komparatif dalam produksi barang dan jasa yang dapat diproduksi pada biaya oportunitas yang lebih rendah daripada negara lainnya (Salvatore, 2002). Hingga akhirnya sebuah pendekatan baru diperlukan untuk menjelaskan keunggulan yang mengarah pada produksi skala besar, pengalaman kumulatif, dan keunggulan transisional yang dihasilkan dari inovasi. 

METHODOLOGI
Porter (2004) lebih memfokuskan pada pendekatan mikro dengan mengarah pada “Diamond Framework”, dan menyebutnya “landasan kesejahteraan mikro ekonomi”. Dalam hal ini, Porter (2004) menguba fokusnya ke produksi pada lokasi yang dapat meningkatkan kompetitivitas perusahaan yang terletak di lokasi – lokasi tersebut. Dengan demikian, perusahaan melalui keunggulan lokasi tersebut, meningkatkan produktivitas mereka, dan hal ini akan menjadi kebaikan bagi negaa karena produktivitas yang tinggi selalu mengarah pada tingkat kesejahteraan yang lebih baik (mengasumsikan redistribusi yang adil). Kerangka kerja ini dengan demikian memberikan hubungan antara perusahaan dan sumber keunggulan kompetitif negara, yang mana tidak ada yang dilakukan dengan keunggulan kompetitif internasional dari negara. 
Industri software India (Ghemawat, 1999) adalah contoh dari beberapa kasus apabila Diamond Framework Porter itu diterapkan. Porter (1990a) menekankan bahwa berlian adalah sistem dan empat kondisi yang teridentifikasi dalam Diamod Framework harus dipegang (dengan kuat) untuk industri untuk dapat benar – benar kompetitif secara internasional. Negara – negara dengan berlian yang paling kuat dengan demikian dibayangkan akan mengakhirinya dengan menjadi perusahaan yang paling kompetitif dalam industri tersebut. Industri perangkat lunak India dengan demikian menjadi contoh yang jelas dari kelemahan Diamond Framework Porter untuk menjelaskan keberhasilan internasional dari industri. Terpisah dari faktor kondisi, semua aspek lain dari berlian relatif lemah dalam perbandingan dengan berlian Amerika Serikat 

HASIL
Pada akhirnya, thesis Porter tidak dipegang sebagai teori baru untuk menggantikan teori keunggulan komparatif seperti yang diimplikasikan oleh buku teks pada bisnis internasional (Peng, 2009 ; Hill, 2009). Hal ini merupakan kerangka kerya yang berguna yang memberikan manajemen dengan alat untuk mengidentifikas sumber keunggulan komparatif negara yang dapat digunakan perusahaan untuk meningkatkan posisi kompetitif mereka secara internasional. 
Dari perspektif manajemen, kontribusi yang berharga dari Diamod Framework Porter adalah hal ini berguna untuk menganalisis lokasi sebagai sumber keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Fokus pada Diamond Framework sebagai teori terlihat salah dalam hal nilai aplikasinya. Hal ini harus dipikirkan sebagai alat untuk menganalisis sumber keunggulan kompetitif negara untuk meningkatkan kemampuan manajer untuk membuat keputusan pada bagaimana mengkonfigurasikan rantai nilai, dan dimana dilakukannya.  Memfokuskan kembali relevansi Diamond Framework terhadap konteks perusahaan akan memebrikan nilai tambah lebih terhadap aplikasinya pada bisnis daripada semata – mata mendiskusikannya dalam konteks keunggulan kompetitif dari negara. 

REFERENSI
Smith, A.J. 2010. The Competitive Advantage of Nations : is Porter’s Diamond Framework a New Theory that Explains the International Competitiveness of Countries?, Southern African Business Review Volume 14 Number 1, 2010. (English Version)

Review ini cuma versi sampel aja
untuk versi lengkapnya atau
butuh sekalian jurnal aslinya dan
butuh referensi jurnal judul lain
silakang request aja
Diana - o85868o39oo9
Ditunggu Ordernya Yaa??
Thanks