LEADERSHIP FOR DUMMIES



LEADERSHIP FOR DUMMIES

 
Kepemimpinan bagi Orang Awam:
Sebuah Proyek Akhir untuk Mahasiswa Kepemimpinan
Lori L. Moore
Summer F. Odom
Lexi M. Wied

Abstrak
Kursus puncak dalam kepemimpinan menyediakan mahasiswa kesempatan untuk sintesis lebih dulu pengetahuan tentang variasi aspek kepemimpinan. Artikel ini menggambarkan proyek Leadership for Dummies, yang dapat digunakan sebagai pengalaman puncak bagi kepemimpinan umum. Berdasarkan pengalamannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mengidentifikasikan 5 akal pikiran individu yang harus dikembangkan: akal pikiran yang disiplin (menjadi ahli dalam satu area), akal pikiran yang sintesis (mengumpulkan informasi dari banyak sumber dan mengkombinasikan informasi dengan secara berarti), akal pikiran pencipta (membangun kotak baru dan berpikir diluar kotak yang lama), akal pikiran yang hormat (menilai perbedaan satu sama lainnya), dan akal pikiran beretika (melakukan apa yang benar). Tugas Leadership for Dummies membiarkan mahasiswa untuk mengunakan disiplin, sintesis, dan menciptakan akal pikiran mereka untuk mengembangkan cara baru berpikir yang diperlukan oleh pemimpin masa depan. Bukti anekdot menyatakan tugas membantu siswa membuat pengalaman mereka selama menuntut ilmu lebih berarti selama mengambil kepemilikian pembelajaran mereka sendiri.

Pendahuluan dan Kerangka Konseptual
Dengan literatur pendidikan kepamimpinan, tujuan pendidik kepemimpinan telah didokumentasikan dengan baik. Menurut Huber (2002), “Sebagai pendidik kepamimpinan, kami menolong orang-orang untuk mengerti apa artinya menjadi pemimpin” (p. 31). Pada akhirnya, kami umumnya berharap bahwa pada atau mendekati akhir pendidikan sarjana mereka, siswa kami mampu mensintesis apa yang telah mereka pelajari tentang berbagai aspek kepemimpinan. Banyak di pendidikan lebih tinggi  memasukkan tugas akhir dan kursus kedalam kurikulum untuk memenugi tujuan ini. Faktanya, Morgan, Rudd, dan Kaufman (2004) menemukan bahwa fakultas kepemimpinan menyadari pengalaman puncak untuk menjadi komponen esensial dari program kepemimpinan. Lebih jauh lagi, Cannon, Gifford, Stedman, dan Telg (2010) mencatat bahwa pendidik kepemimpinan tidak seharusnya melihat pentingnya menyediakan siswa (mahasiswa) kepemimpinan dengan pengalaman puncak yang berarti dan bernilai. Sementara pengalaman puncak telah didefinisikan dalam banyak cara, banyak yang mencatat bahwa kursus puncak menyediakan siswa kesempatan untuk mensintesis (menumpulkan) pengalaman terdahulu mereka dan membuat koneksi antara berbagai bagian pendidikan mereka (AAC, 1985; Schmid, 1993; Steele, 1993).
            Selama beberapa tahun, banyak yang telah menganjurkan kebutuhan siswa untuk mengembangkan kemampuan sistesis yang kuat, seperti yang berkembang dalam kursus dan tugas puncak (akhir). Menurut Cleveland (2002), “Masalahnya adalah, sistem pendidikan menyeluruh kita masih mencocokkan lebih kepada pengkategorian dan menganalisis jejak-jejak pengetahuan daripada untuk memperlakukan mereka secara bersamaan – walaupun itu adalah orang-orang  yang belajar bagaimana untuk memperlakukan mereka bersamaan siapa yang akan menjadi pemimpin generasi selanjutnya” (p. 215).
            Pink (2006) lebih jauh menyatakan bahwa kesuksesan di dunia sekarang ini lebih membutuhkan akal pikiran yang kreatif atau artistik daripada apa yang sebelumnya dibutuhkan. Menurut Pink, “Beberapa dekade terakhir telah menjadi milik orang-orang tertentu yang memiliki akal pikiran tertentu – programer komputer yang mampu membobol kode, pengacara yang mampu mengarang kontrak, MBA yang mampu menerka angka. Namun, kunci menuju kerajaan tersebut adalah dengan mengubah penanganan. Masa depan menjadi milik orang-orang dengan tipe yang sangat berbeda, dengan akal pikiran yang sangat berbeda pula – kreator dan penegas, pengenal pola, dan pembuat arti” (p. 1). Dia menyatakan beberapa orang sebagai “artis, penemu, desainer, pembaca cerita, pemberi kepedulian, penghibur, pemikir gambaran besar – yang sekarang akan mengambil ganjaran/upah terkaya masyarakat dan membagi kebahagiaan terbesarnya” (p. 1).
Berdasarkan pada pekerjaannya sebagai peneliti psikologi, Gardner (2008) mempublikasikan 5 Minds for the Future yang mana dia mengidentifikasikan “akal pikiran” yang dia percaya bahwa individu harus berkembang untuk memerintah sebagai premiun di tahun-tahun ke depan. Akal pikiran ini adalah (a) akal pikiran yang disiplin, (b) akal pikiran yang sintesis, (c) akal pikiran pencipta, (d) akal pikiran yang penuh hormat, dan (e) akal pikiran beretika. Dibawah ini adalah deskripsi singkat tiap-tiap “akal pikiran” ini.
·         “Akal pikiran yang disiplin telah menguasai setidaknya satu cara berpikir --- sebuah mode distinctive conition yang brkarakter scholarly spesifik disiplin, keterampilan, atau profesi” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang sintesis mengambil informasi dari sumber yang terpisah, mngerti dan mengevaluasi informasi tersebut secara objektif, dan menempatkannya bersama dengan jalan membuat masuk akal bagi penyatu dan juga bagi orang lain” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Terbangun dari disiplin dan sintesis, Akal pikiran pencipta mendobrak landasan baru. Ia menempatkan ide baru seterusnya, mengajukan pertanyaan tidak dikenal, menyebabkan timbulnya cara terbaru dalam berpikir, muncul pada jawaban tak terduga” (Gardner, 2008, p. 3)
·         “Akal pikiran yang penuh hormat mencatat dan menyambut perbedaan antara incividu manusia dan antara kelompok manusia, mencoba untuk mengerti paham “orang lain” ini dan mencoba untuk bekerja secara efektif dengan mereka” (Gardner, 2008, p. 3)
·         Akal pikiran beretika mempertimbangkan lingkungan pekerjaan seseorang dan kebutuhannya serta hasrat terhadap masyarakat dimana seseorang tinggal” (Gardner, 2008, p. 3)
Akal pikiran Gardner terdesian sebagai kerangka konseptual bagi perkembangan tugas akhir untuk membantu siswa mengembangkan cara baru berpikir yang diperluakan oleh pemimpin masa depan.

Ini hanya versi sampelnya saja yaa...
mau tau kelanjutannya?

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…


LEARNING TO LEAD IN 5.267 FEET



LEARNING TO LEAD IN 5.267 FEET
 
Belajar untuk Memimpin di ketinggian 5.267 kaki: 
Sebuah Studi Empiris Pelatihan Manajemen di Luar Ruangan dan
 Pengembangan Kepemimpinan Mahasiswa MBA

Darris Kass, Ph. D
Christian Grandzol. Ph. D

Abstrak
Studi ini menguji pengembangan kepemimpinan mahasiswa MBA yang terdaftar di sebuah pelatihan/kursus Perilaku berorganisasi. Mahasiswa yang terdaftar baik di bagian kelas dalam ruangan maupun bagian yang termasuk komponen pelatihan luar ruangan yang intensif yang disebut Leadership on the Edge (Kepemimpinan di Ujung). Hasil dari Leadership Practices Inventory (Inventaris Praktek Kepemimpinan) milik Kouzes dan Posner (2003) menunjukkan bahwa mahasiswa di bagian pelatihan luar ruangan menunjukkan perkembangan yang lebih baik dalam praktek kepemimpinan selama semester pelatihan. Komentar yang tercermin dari siswa-siswa di bagian luar ruangan mengindikasikan hal itu merupakan pengalaman perubahan personal yang tidak seperti persaingan di dalam kelas. Implikasi untuk pendidik kepemimpinan akan didiskusikan.

Pendahuluan
Ada bukti yang didokumentasikan dengan baik bahwa keterampilan kepemimpinan penting bagi mahasiswa MBA. Pada studi Graduate Management Admission Council tahun 2009, 3.392 lulusan MBA menilai interpersonal skills (keterampilan interpersonal) esensial bagi kepemimpinan yang efektif (lihat Whetton & Cameron, 2007) sebagai keterampilan paling bernilai yang mereka gunakan dalam pekerjaan mereka saat itu. Rangkaian keterampilan ini dulu adalah yang paling bernilai tanpa menghiraukan level organisasi (pegawai baru, pegawai menengah, senior ataupun eksekutif). Pekerja dan perekrut berbagai pendapat ini. Pekerja menilai atribut keterampilan dan kepemimpinan interpersonal sebagai kriteria paling penting pertama dan ketiga untuk memilih dan mempekerjakan lulusan MBA (Graduate Management Admission Council, 2007). Perekrut melaporkan soft skill seperti kepemimpinan adalah sifat paling diinginkan dalam diri lulusan MBA (Rubin & Dierdorff, 2009).
            Sekolah bisnis, terutama program MBA, dibutuhkan untuk mengembangkan kompetensi spesifik diasosiasikan dengan peran kepemimpinan dan manajerial (The Association to Advance Collegiate School of Business, 2010). Bagaimanapun, universitas-universitas telah dikritik karena tidak menyiapkan lulusan mereka terhadap tantangan yang diasosiasikan dengan posisi kepemimpinan (Ready, Vicere & White, 1993; Rubin & Dierdorff, 2009). Secara spesifik, orang-orang yang memfokuskan kompetensi dilaporkan sebagai yang paling sering mengkritik dengan mempraktekkan para manajer yang diterima jumlahnya paling sedikit dalam cakupan kebutuhan program MBA (Rubin & Dierdorff, 2009). Keterampilan, kepemimpinan dan komunikasi interpersonal telah diidentifikasikan sebagai “komponen efektif paling akhir dari kurikulum bisnis” (Management Education Task Force, 2002, p. 19). Rynes, Trank, Lawson, dan Iles (2003) mengacu pada defisiensi ini sebagai “krisis legimitasi” pendidikan manajemen (p. 1).

Ini hanya sampel saja yaaa..
Mau tau lanjutannya??

TRUSTED !! Perlu dibantu tugas kuliahnya? Cari jastug? 
  • Sebutin order detailnya 
  • Estimasi (biaya & waktu)
  • Transfer DP 50%
  • Progress pengerjaan
  • Due Date hasilnya dikirim
  • Pelunasan 50%
Segera contact Paper Underground saja!
WA: 085 868O 39OO9 (langsung ke Owner)
Email: paper_underground@yahoo.com

Have great day, dear!
Thank you…