PROPOSAL STUDI KELAYAKAN BISNIS


1.      BAB I PENDAHULUAN


1.1.   Latar Belakang

Di Kota Surabaya, pada tahun 2016 penurunan luas panen terjadi pada tanaman sayur dimana tahun sebelumnya panen seluas 513 hektar turun menjadi 326 hektar. Demikian juga tanaman buah juga mengalami penurunan pada jumlah pohon yang berbuah. Tahun 2016 jumlah pohon yang berbuah mencapai lebih dari 166 ribu pohon, sedangkan pada tahun 2017 jumlahnya berkurang menjadi 146 ribu pohon (BPS Kota Surabaya, 2018). Taman tanaman hidroponik yang dibangun dengan konsep taman vertikal adalah solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ini. Daun Hijau adalah taman kota vertikal yang memanfaatkan sedikit lahan di daerah perkotaan. Manfaat yang ditawarkan dari proyek ini tidak hanya terkait dengan pasokan makanan untuk penduduk kota, tetapi juga menggabungkan berbagai aspek unik lainnya seperti manfaat sosial, ekonomi dan ekologi. Hal ini sangat penting untuk mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan industri dan mendorong produksi yang lebih bersih.

1.2.   Gambaran Umum Potensi Usaha

Berbagai bangunan terutama gedung-gedung pencakar langit perlu menginkorporasikan kebun vertikal di sisi gedung mereka untuk menjaga keberlanjutan lingkungan. Selain itu, taman vertikal dapat digunakan sebagai strategi pendinginan alami dengan memadukan potensi menurunkan suhu dalam dan luar bangunan dengan penyerapan karbondioksida dalam upaya memasukkan aliran udara dingin kedalam bangunan.

1.3.   Gambaran Umum Industri

Industri taman vertikal merupakan industri kreasi inovatif untuk menumbuhkan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media pertumbuhan. Dengan keberhasilan sistem pertumbuhan tersebut menyebabkan berkurangnya beban yang harus ditopang pada sebuah dinding sehingga memudahkan dalam penataan desain taman vertikal dalam skala dinding yang luas.



2.      BAB II ASPEK UMUM DAN ORGANISASI


2.1.   Nama Unit Usaha

Daun Hijau” merupakan unit usaha yang bergerak dalam industri kreasi inovatif membangun taman vertikal sesuai kebutuhan pelanggan. Visi perusahaan adalah menyediakan taman vertikal yang dapat berperan sebagai penyejuk lingkungan, penyedia keindahan dan bahan makanan, di mana masyarakat dapat bersama-sama membangun komunitas dalam merawat dan memanfaatkan hasil tanaman.

2.2.   Legalitas Usaha

Setiap badan usaha yang berdiri harus melengkapi usahanya dengan syarat operasional usaha. Syarat operasional tersebut dapat menjadi bukti bahwa perusahaan yang berdiri dinyatakan mempunyai legalitas usaha. Legalitas usaha merupakan keadaan dimana suatu perusahaan yang berdiri dan bergerak dalam bidang apapun dinyatakan sah secara hukum. Daun Hijau dalam hal ini menyiapkan nama perusahaan, merek perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), akta pendirian perusahaan, rekening perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

2.3.   Organisasi

2.4.   Personalia

Usaha ini membutuhkan kurang lebih 7 tenaga kerja dengan rincian 2 orang bagian pemasaran dan keuangan dan 5 orang bagian produksi dan maintenance. Tingkat balas jasa berupa gaji dan bonus.

3.      BAB III ASPEK PEMASARAN


3.1.   Segmentasi, Targeting dan Positioning

Tabel 3.1 Segmentasi pelanggan
Segmen target
Motivasi pembelian
Hotel dan atau restoran
Keinginan untuk mendekatkan sumber bahan makanan yang segar sekaligus sebagai pendukung keindahan (taman dapat dimanfaatkan sebagai spot foto pengunjung).
Pengelola gedung perkantoran
Keinginan untuk menyejukkan area perkantoran, memberikan para pengguna kantor pemandangan yang hijau dan asri untuk melepas penat.
Pengelola apartemen atau rumah susun
Menyediakan bahan makanan untuk penduduk, sarana belajar mengenai tumbuhan untuk anak-anak, dan membangun komunitas untuk bersama merawat dan menikmati taman vertikal.
Daun Hijau memposisikan diri sebagai penyedia layanan membangun kebun vertikal, terutama ditujukan bagi kontraktor gedung atau pengelola gedung yang menginginkan agar taman vertikal diintegrasikan ke gedung yang mereka bangun atau kelola. Saat ini belum banyak perusahaan yang menyediakan jasa pembangunan taman vertikal di Surabaya, hal ini akan menjadi diferensiasi bagi perusahaan dibandingkan dengan penyedia jasa pembuatan taman lain.

3.2.   Permintaan

Saat ini Kota Surabaya tengah menggalakkan program keberlanjutan lingkungan, misalnya melalui program Surabaya Green and Clean (SGC). Dalam program ini terdapat berbagai bentuk strategi sosialisasi, edukasi dan apresiasi pada masyarakat, demi peningkatan kualitas lingkungan. Dari sosialisasi, edukasi, dan apreasiasi tersebut permintaan akan solusi lingkungan yang nyata akan semakin meningkat. Untuk suatu unit usaha dalam skala besar seperti hotel, restoran, atau apartemen, membangun suatu taman untuk meningkatkan kualitas lingkungan bukan merupakan hal yang mudah, di sinilah Daun Hijau berperan.
Di masa mendatang, kebutuhan akan solusi masalah kurangnya wilayah hijau masih akan terus meningkat. 

Ini hanya versi sampel saja yaa..
Untuk versi komplit atau dibuatkan analisis kasusnya,
silahkan contact 085868o39oo9 (Diana)
Ditunggu ordernyaa.. 

Prinsip Subsidiaritas dan Prinsip Berkelanjutan dalam Penataan Ruang




Prinsip Subsidiaritas dan Prinsip Berkelanjutan dalam Penataan Ruang

·         Prinsip Subsidiaritas (the Subsidiarity Principle), ini merupakan prinsip yang menekankan bahwa proses pengambilan keputusan seharusnya digerakkan oleh kebutuhan setempat. Walaupun demikian, pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan pada tingkatan yang lebih tinggi. Hal ini untuk menjamin eksternalitas juga mendapat perhatian (Mungkasa, 2014). Dalam hal ini, Prinsip ini juga sering dikaitkan dengan konsep otonomi daerah, diamna prinsip subsidiaritas merupakan prinsip pelimpahan tugas dan kewenagan pemerintah dalam system federal (Hendratno, 2009). Kriteria dalam pembagian kompetensi dan tugas-tugas pemerintah, maka prinsip subsidiaritas ini akan memberiakn bingkai dan kerangka nilai bahwa kompetensi dan tugas-tugas pemerintahan yang dapat diselenggarakan oleh dan atau berhubungan langsung dengan satuan teritorial terkecil (local unit), tidak terkait dan tidak bersifat antar teritorial, harus diselenggarakan oleh satuan teritorial tersebut dan tidak boleh diselenggarakan oleh satuan teritorial yang lebih tinggi (Prasojo, 2009). Sehingga dengan demikian, dalam pelaksanaan tata ruang, jika melihat dari prinsip ini maka pengaturan dan pengambilannya di pegang oleh bagaian pemeriantah setempat yang memiliki kebutuhan. 

·         Prinsip Berkelanjutan: atau sustainable secara umum berarti sebagai kemampuan untuk menjaga dan mempertahankan kesemimbangan proses atau kondisi suatu system (Whardhono, 2012). Dalam hal ini kaitennya dalam tata ruang kota setidaknya ada tiga prinsip keberlanjutan, yakni keberlanjutan lingkungan alam, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan ekonomi. Mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, hingga penggunaannya, selalu diiringi oleh pertimbangan akan keberlanjutan tiga aspek tersebut (Annur & Mappaturi, 2012). Jadi dalamkaitannya dengan tata ruang, maka pelaksanaan tata ruang juga harus melihat seperti apa pengaruhnya terhadap lingkungan sehingga nantinjy atidak merusak dan masih bias dimanfaatkan dalam jangka waktu panjang yang berkelanjutan.


Daftar Pustaka
Annur, A. S., & Mappaturi, A. B. (2012). Penerapan Prinsip Sustainable Development Pada Perancangan Pondok Pesantren Enterpreneur. ournal of Islamic Architecture.
Hendratno, E. T. (2009). Negara Kesatuan,Desentralisasi dan Federalisme. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mungkasa, O. (2014). Perencanaan Tata Ruang: Sebuah Pengantar. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Prasojo, E. (2009). Reformasi Kedua Melanjutkan Estafet Reformasi. Jakarta: Salemba.

Aspek Hukum dari Penataan ruang berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Sebagai Aspek Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Aspek Hukum dari Penataan ruang berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang Sebagai Aspek Pengendalian Pemanfaatan Ruang




Secara umum, instrumen hukum diartikan sebagai alat/dokumen yang dipergunakan sebagai dasar dalam melaksanakan suatu kegiatan.[1] Berkaitan dnegan ini, dalam pasal 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dinyatakan bahwa: “Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi”, maka dari itu secara jelas bahwa peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi merupakan bagian darinstrumen hokum yang dapat digunakan dalam oemanfaatan pengendalian ruang. Berikut ini merupakan penjelsan dari masing-masing instrument tersebut, yaitu:
·         Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Dalam hal ini peraturan zonasi ditetapkan dengan:
-          peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
-          peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi
-          peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi
·         Perizinan
Dalam hal ini, ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan bersamaan dengan itu jika pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah terkait dapat di bbatalkan oleh pemegang kewenagan setempat sesuai kewenangannya. Izin pemanfaatan ruang juga dapat di batalkan jika ketika memperoleh izin tidak sesuai dengan prosedur yang telah ada.
·         Pemberian insentif dan disinsentif
Pelaksanaan pemanfaatan ruang diharapkan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Insentif makusdnya adalah perangkat atau upaya untukmemberikan imbalan terhadap pelaksanaankegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: 1) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; 2) pembangunan serta pengadaan infrastruktur; 3) kemudahan prosedur perizinan; 4) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Sementara itu disinsentif, makdunya adalah merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, maupun pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
·         Pengenaan sanksi
Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Pembuktian unsur-unsur pidana dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah (RTRW) terkait dengan perizinan pemannfaatan ruang
Dalam hal ini pembuktian unsur-unsur pidana dalam hal terjadinya pelanggaran terhadap rencana tata ruang (RTRW) dapat dilakukan dnegan cara penyidikan sesuai dengan apa yang tercantum dalam BAB X tetang PENYIDIKAN, yang dijelaskan dalam Pasal 68 UU RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dimana pembuktian unsur pidana selain dapat dilakukan oleh pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia. Dimana ini dilakukan dengan:
·         melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan terkait tindak pidana
·         melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
·         meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana
·         melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen terkait tindak pidana
·         melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
·         meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
Contoh kasus yang pernah terjadi adalah pada tahun 2015 lalu dilaporkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Nusa Tenggara Barat yang mengindikasikan sebanyak 96 bangunan di provinsi tersebut melanggar tata ruang wilayah, dan bangunan yang melangar itu tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB. Bentuk pelanggaran tersebut diantaranya yaiatu mendirikan bangunan di sepadan pantai dan lahan pertanian produktif, dan di sepanjang aliran sungai. Pelanggran ini banyak terjadi di kawasan wisata, seperti di wilayah Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, dan kota Mataram. Padalah berdasarkan Perda RTRW Provinsi NTB Nomor 3 tahun 2010, seharusnya batas bangunan untuk di pantai harus 100 meter dari bibir pantai. Namun, kenyataannya banyak di antara bangunan, seperti hotel yang sudah maupun sedang dibangun tanpa mengikuti petunjuk sesuai aturan yang ada. (Rusyanto, 2015)

Ini hanya versi sampel saja yaa..
Untuk versi komplit atau dibuatkan analisis kasusnya,
silahkan contact 085868o39oo9 (Diana)
Ditunggu ordernyaa.. 
 


[1] Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 777 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusunan Keputusan Dan Instrumen Hukum Lainnya Pada Kementerian Agama