Kejahatan Carding(Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

 

Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Bentuk Kejahatan Transnasional

A.    Pendahuluan

Di era global ini, pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memberikan manfaat terhadap masyarakat seperti kemudahan untuk mengakses informasi. Teknologi informasi dan komunikasi mempunyai peranan penting yang mendorong kemajuan negara dengan memberikan pengaruh yang besar bagi negara terutama dalam pertumbuhan ekonomi dunia, dan hal ini yang mendorong semua negara untuk terus mendorong perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.Selain memberikan manfaat, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga memberikan dampak negatif bagi masyarakat di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi mendorong terjadinya perubahan perilaku manusia dan berdampak pada perubahann sosia(Widayatil, Normasari, & Laili, 2020). Revolusi di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat ini juga memiliki dampak pada kecepatan perubahan dalam kejahatan, terutama dalam kejahatan lintas negara atau transnational crime. Dengan demikian, salah satu tantangan utama di era global ini adalah tuntutan untuk mampu secara terus-menerus beradaptasi dengan perkembangan kejahatan transnasional (Naseh, Ikhwanuddin, Ramadhani, Kusprabandaru, & Bathara, 2019).


.............

B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Carding (Penggunaan Ilegal Kartu Kredit) Sebagai Kejahatan Transnasional

Cardingmerupakan suatu tindakan penipuan kartu kredit di mana pelaku kejahatan mengetahui nomor kartu kredit seseorang yang masih berlaku, dan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan transaksi jual beli barnag secara onlinedi mana pembayaran akan ditagihkan ke pemilik asli kartu kredit. Tindakan kejahatan ini juga disebut sebagai cyberfraudatau penipuan di dunia maya. Terdapat dua lingkup dalam kejahatan cardingyaitu kejahatan nasional dan transnasional. Dalam kejahatan nasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut dalam lingkup satu negara. Sedangkan dalam kejahatan transnasional, pelaku carding melakukan tindak kejahatan tersebut melewati batas negara. Terdapat dua cara penyalahgunaan kartu kredit, yaitu: a)kartu kredit sah tetapi tidak digunakan sesuai peraturan yang ditentukan dalam perjanjian yang disepakati oleh pemegang kartu dengan bank pengelola kartu kredit; dan b) kartu kredit tidak sah atau kartu palsu digunakan dengan cara ilegal (Zuraida, 2015).

...........

2.      Landasan Hukum Mencegah Kejahatan Carding Sebagai Kejahatan Transnasional

Dengan adanya unsur internasional dari kejahatan carding akan menimbulkan masalah tersendiri terutama yang berkaitan dengan masalah yurisdiksi. Yurisdiksi merupakankekuasaan atau kompetensi hukum negara terhadap individu, benda atau peristiwa. Yuriskdiksi menunjukkan prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan. Yurisdiksi adalah bentuk kedaulatan yang vital dan merupakan sentral untuk mengubah, menciptakan atau mengakhiri kewajiban hukum.Berdasarkan asas umum dalam hukum internasional, negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas masyarakat dan benda di wilayahnya sendiri. Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh melakukan tindakan yangbersifat melampui kedaulatan negara dalam wilayah negara lain, kecuali telah mendapatkan persetujuan negara terkait (Kurniawan, 2014).

..........


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA : 

0882-9980-0026

(Diana)

Tumpang Tindih Kebijakan Ojek Online Saat Penerapan PSBB Selama Masa COVID-19

 

Tumpang Tindih Kebijakan Ojek Online Saat Penerapan PSBB Selama Masa COVID-19


A.    Pendahuluan

Pandemi telah terjadi selama beberapa kali sepanjang sejarah manusia. Pademi terbaru yang pernah terjadi adalah yang tengah melanda seluruh belahan dunia saat ini, dimana memasuki tahun 2020, warga seluruh dunia diharuskan menghadapi pendemi yang dinamakan sebagai COVID-19. COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) pertama kali muncul ketika da informasi dari Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12 Februari 2020, WHO resmi menetapkan penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus Disease (COVID-19). COVID-19 sudah menyebar keseluruh dunia. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi (WHO, 2020), termasuk menginfeksi pula di negara Indonesia.


.........

B.     Perumusan masalah

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa isu utama yang akan dibahas adalah tentang adanya permasalahan sosial politik yang terjadi pada saat penerapan PSBB selama masa pandemi COVID-19, yaitu tentang kebijakan yang berkitan dengan pemberlakukan ojek online selama pandemi. Kebijakan ini sangat penting untuk dibuat mengingat bawha ojek online merupakan salah satu transportasi favorit masyarakat modern saat ini, membantu dalam mobilitas masayrakat yang lebih praktif dan terjangkau dibandingkan kendaraan lain. Pada saat yang sama, keberadaan ojek online selama masa pandemi juga dapat menjadi salah satu sarana penyebaran COVID-19 karena kontak fisik yang dilakukan oleh pengendara ojek online dan penumpang/pelamggannya. Oleh sebab itulah, pemerintah perlu mengontrol operasi ojek online selam masa pandemi COVID-19 ini.      

.........

C.     Pembahasan

Masa pandemi yang seperti ini membuat berbagai negara membuat kebijakan-kebijakan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus semakin meluas dan tidak terkendali. Beberapa kebijakan diantaranya adalah melakukan lockdown (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai karantina wilayah) untuk membatasi penyebaran virus secara total. Namun, dalam penerapan lockdown ini bukanlah hal yang mudah, sebab mengubah perilaku sosial masyarakat cukup sulit kerena mengharuskan masyarakat untuk melakukan social and physical distancing (menjaga jarak aman antar individu dan menghindari kerumunan), sementara masyarakat sudah terbiasa aktif beraktivitas sesuai dengan perilaku sosialnya. Oleh sebab itulah, berbagai negara mengalami kesulitan dalam penerapkan lockdown tersebut. Pada akhirnya kebijakan lockdown kemudian dimodifikasi sedemikian rupa oleh berbagai negara. Ada yang menerapkan secara penuh, sebagian, atau lokal dan seminimal mungkin. Indonesia sendiri memodifikasinya dengan nama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan per wilayah, baik provinsi atau kabupaten/kota berdasarkan tingkat keparahan wabah yang penilaiannya ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan  (Muhyiddin, 2020).

.........



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom,                     silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Analisis Kasus Miss-Management Lion Air

Analisis Kasus Miss-Management Lion Air

Pendahuluan

            Lion Air merupakan salah satu maskapai penerbangan Indonesia yang sering mendapatkan keluhan dari masyarakat dan liputan dari media masssa, mulai dari masalah jadwal keberangkatan pesawat yang sering ditunda atau delay sampai masalah perusakan bagasi yang dilakukan oleh karyawan Lion Air. Pada awal tahun 2012, Direktorat Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara mengatakan bahwa pada Lion Air merupakan maskapai penerbangan yang paling sering terlambat dengan angka ketepatan waktu penerbangan rata-rata sebesar 66,78%(Putra, 2012).

Latar Belakang

            Lion Air merupakan perusahaan penerbangan yang didirikan di bawah naungan PT. Lion Mentari Airlines pada tahun 1999.Lion Air berkantor pusat di Jakarta, dan pertama kali beroperasi pada Juni 2000 dengan pesawat pertama Boeing 737-200 PK-LIA dengan rute pertama ke Pontianak. Lion Air ini menjadi salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia, dimana maskapai penerbangan ini menguasai sebagian besar pangsa pasar domestik dan memiliki 103 armada persawat yang beroperasi dan telah memesan 213 unit Airbus A320 serta 201 unit Boeing 737 yang menggantikan armada-armada lama Lion Air. Bahkan pada tahun 2009, Lion Air mulai menyaingi maskapai Garuda Indonesia untuk melayani rute perjalanan para jemaah Haji dan Umroh ke Saudi Arabia dengan mendatangkan armada terbarunya, yaitu Boeing 747-400.Dalam melaksanakan bisnisnya, Lion Air mengusung slogan “We Make People Fly”.Lion Air juga memiliki visi dan misinya untuk menunjang pencapaian tujuan organisasinya.

............

Sejarah Perusahaan

Sejak penerbangan perdananya, maskapai Lion Air terus mengalami perkembangan.Hal ini dapat dilihat dari peningkatan penumpang dan peningkatan jumlah armada yang dimiliki oleh Lion Air.Persaingan yang ketat di industri maskapai penerbangan membuat Lion Air melakukan inovasi dengan menurunkan harga dan membuka rute baru dengan berfokus di wilayah Indonesia bagian Timur.Hal ini yang membuat Lion Air menjadi maskapai penerbangan pertama yang memberikan dua kelas, yaitu bisnis dan ekonomi.Namun penurunan harga tersebut terkadang seringkali mengkhawatirkan para pelanggan akan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak maskapai, bahkan yang lebih mengkhawatirkannya lagi, kualitas pemeliharaan pesawat juga dapat menurun yang dapat menyebabkan potensi keselamatan penerbangan menjadi menurun. Hal inilah yang juga terjadi di Lion Air, dimana pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya sebanding dengan harga murah yang ditawarkan, seperti misalnya jadwal-jadwal keberangkatan pesawat Lion Air yang sering mengalami penundaan dan perusakan dan kehilangan bagasi yang dilakukan oleh para karyawannya.

............

REALOKASI DAN REFOCUS DANA DAERAH DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS APBD PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

 

REALOKASI DAN REFOCUS DANA DAERAH DALAM RANGKA PENANGANAN PANDEMI COVID-19: STUDI KASUS APBD PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

1.      PENDAHULUAN

    Krisis ekonomi global akibat wabah virus Corona atau pandemic COVID-19, kegiatan logistik, pariwisata, dan perdagangan merupakan sektor yang memperoleh dampak besar dari wabah virus Corona. Hal ini diakibatkan larangan sejumlah pemerintah untuk melakukan perjalanan keluar negeri dan penutupan sektor pariwisata menyebabkan berkurangnya wisatawan mancanegara. Wabah COVID-19 ini bukan hanya sekedar suatu penyakit yang mempengaruhi kesehatan, namun juga berdampak secara ekonomi, karena ketika semakin banyak pekerja yang terinfeksi maka semakin banyak pula biaya untuk perawatan dan juga biaya produksi yang ditanggung oleh negara. Oleh karena itu, dibutuhkan penanganan yang serius dan kebijakan yang tegas dan tepat sasaran untuk menyelesaikan krisis ekonomi tersebut.

       Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar tetap berjalan di tengah krisis ekonomi akibat wabah virus COVID-19, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan stimulus yang terangkum ke dalam tiga stimulus yaitu stimulus fiskal, non fiskal, dan sektor ekonomi. Ketiga stimulus tersebut berkaitan dengan kebutuhan masyarakat di bidang usaha, bisnis, pajak, dan lain sebagainya. Menteri Keuangan telah berkoordinasi bersama dengan sejumlah institusi seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk melahirkan sejumlah keputusan dan tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia.

    Dari berbagai kebijakan yang dapat diterapkan di daerah, pemerintah daerah perlu melakukan langkah-langkah seperti menutup akses perbatasan wilayah antar daerah bagi peredaran orang. Kemudian pemerintah daerah perlu melakukan alokasi anggaran APBD-P untuk penanganan COVID-19. Pemerintah daerah juga perlu memulangkan semua warga negara asing yang berada di wilayah masing-masing dan melakukan tindakan kekarantinaan kesehatan dalam wilayah daerah. Dari berbagai saran kebijakan tersebut, alokasi anggaran APBD-P untuk penanganan COVID-19 merupakan suatu bagian dari perwujudan asas akuntabilitas dengan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Budiman, dkk., 2020).

 

2.      PEMBAHASAN

        Dalam kondisi pemerintahan yang mengalami disfungsi pada saat ini, paling tidak ada tiga langkah konkrit yang bisa dilakukan pemerintah daerah agar ketersediaan anggaran penanganan penyebaran dan dampak COVID-19 dapat terpenuhi. Pertama, melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocussing) melalui optimalisasi penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) yang tersedia dalam APB Tahun Anggaran 2020. Kedua, menyisir, merasionalisasi, dan menjadwal ulang capaian program dan kegiatan tahun 2020. Sehubungan dengan hal ini, pemerintah daerah dapat melakukan rasionalisasi terhadap belanja pegawai, belanja barang/jasa, serta belanja modal. Ketiga, memanfaatkan uang kas yang tersedia (Jamaludin, dkk., 2020). Secara umum pandemi COVID-19 mengakibatkan dampak yang nyata pada kontraksi perekonomian DIY. Kontraksi mulai terjadi pada triwulan I (Januari-Maret) 2020 sebesar -548 persen (QtoQ) dan 0,17 persen (YonY) serta berlanjut di triwulan II (April-Juni) 2020 sebesar -6,65 persen (QtoQ) dan -6,74 persem (YonY). Secara kumulatif sampai triwulan II 2020, perekonomian DIY mengalami kontraksi sebesar 3,45 persen (BPS DIY, 2020).


Gambar 2. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY


Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Realokasi Dan Refocusing Anggaran Keuangan Di Daerah Selama Masa Pandemi COVID-19

 

Realokasi Dan Refocussing Anggaran Keuangan Di Daerah Selama Masa Pandemi COVID-19


A.    Pendahuluan

Tahun 2020, diawali dengan musibah yang cukup berat bagi seluruh umat manusia di muka bumi. Sebab sejak awal tahun 2020 ini, dunia tengah mengalami pandemi, yang sekarang secara resmi dinamakan sebagai Pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019). COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru. 'CO' diambil dari corona, 'VI' virus, dan 'D' disease (penyakit).Sebelumnya, penyakit ini disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV’, hingga akhirnya diberi nama resmi COVID-19 oleh pihak WHO (World Health Organization) pada tanggal tanggal 12 Februari 2020 (WHO, 2020).

Virus yang menyebabkan COVID-19 adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)dan beberapa jenis virus flu biasa(WHO, 2020). Pada beberapa kesempatan, COVID-19 juga disebut sebagai Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sementara coronavirus yang menyebabkan virus ini pada dasarnya adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Padabanyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, kasus COVID-19 diketahui lewat penyakit misterius yang melumpuhkan Kota Wuhan, China. Tragedi yang terjadi pada akhir 2019 tersebut terus berlanjut hingga penyebaran virus Corona mewabah ke seluruh dunia (Fadli, 2020).

Berkaitan dengan hal ini, setiap negara mulai melakukan berbagai upaya dalam rangka mencegah penyebaran virus semakin meluas. Mulai dari pembentukan kebijakan selama pandemi, penerapan protokol kesehatan, bahkan hingga mengubah anggaran dengan fokus utama untuk penanganan COVID-19 terlebih dulu. Keputusan ini disebut sebagai realokasi dan refocusing dana keuangan untuk penanganan COVID-19. Disini, setiap daerah memiliki rancangan keuangan yang berbeda-beda, oleh sebab itulah, dalam makalah ini akan dihahas tentang seperti apa bentuk realokasi dan refocusing anggaran keuangan, di salah satu daerah di Indonesia, yaitu daerah Jawa Tengah, sebagai salah satu provinsi yang juga terdampak pandemi COVID-19.


B.     Pembahasan     

Realokasi dan refocusing anggaran keuangan negara telah menjadi priorotas utama negara Indonesia saat ini ditenagk musibah pandemi COVID-19. MelaluiKementerian Keuangan (Kemenkeu), Pemerintah telah melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk menangani dampak dari wabah virus corona.Rambu-rambunya dalam melakukan refocusing dan realokasi anggaran adalah untuk menangani dampak dari wabah virus Corona (Covid-19) terhadap perekonomian nasional dan membatalkan kegiatan-kegiatan yang dianggap tidak lagi relevan atau tidak mengikuti prioritas.Refocusing dan realokasi dilakukan di berbagai kementrian, mulai dari kementrian kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Polri dan lain sebagainya (Anjaeni & Dewi, 2020).

Jawa tengah, sebagai salah satu daerah yang melakukan refocusing dan realokasi APBD, dananya mencapai Rp 2,12 triliun. Namun, dana tersebut masih ditambah dengan hasil refocusing dan realokasi anggaran yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Berikut ini merupakan sejumlah langkah yang diambil oleh pemerintah propinsi Jateng dalam merealokasikan dan merefocusing dana ABPD-nya untuk kepentingan COVID-19, diantaranya adalah:


Hubungan Diplomasi Indonesia Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia

 

Hubungan Diplomasi  Indonesia-Malaysia Pasca Penangkapan Nelayan Indonesia oleh Aparat Malaysia


Pendahuluan

Beberapa saat yang lalu, kondisi perbatasan Indonesia Malaysia kembali memanas akibat adanya masalah mengenai penangkapan ikan di wilayah perairan Malaysia. Pada tanggal 5 Januari 2020 beberapa anak buah kapal (ABK) KM Abadi Indah ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). Kapal tersebut merupakan kapal yang engoperasikan alat penangkapan ikan jala jatuh berkapal (cast net). Penangkapan kapal Indonesia di wilayah perairan Malaysia tersebut disebabkan karena dugaan telah  melakukan penangkapan sotong secara ilegal (Rastika, 2020).

Masalah tersebut kemudian diselesaikan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). KKP menindaklanjuti masalah tersebut dengan memulangkan 15 orang ABK KM Abadi Indah. Pembebasan para nelayan tersebut ditempuh dengan persuasi dan tanpa melalui upaya hukum meskipun pihak Malaysia menduga adanya upaya penangkapan ikan secara ilegal. Hal ini dilakukan berdasarkan pada MoU on Common Guidelines antara kedua negara yang berisi tentang kesepakatan aparat penegak hukum di bidang maritim antara RI-Malaysia. Pengaturan tersebut juga mengatur mengenai penangkapan ikan di wilayah unresolved maritime boundaries atau batas maritim yang belum terselesaikan(Ulya, 2020).

Permasalahan mengenai penangkapan ikan secara ilegal merupakan suatu kekhawatiran yang diperhatikan oleh negara dengan wilayah maritim yang luas seperti Indonesia dan Malaysia. Hal ini disebabkan karena penangkapan ikan berhubungan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan yang pada dasarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Pentingnya penanganan ikan secara ilegal bahkan menempatkannya sebagai kejahatan transnasional. Berbagai upaya kemudian dilakukan oleh pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah ini, termasuk salah satunya melalui upaya diplomasi. Diplomasi bukan merupakan hal baru bagi hubungan antarnegara, karena diplomasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk membela kepentingan negara di dunia internasional (Yanti, 2013). Berhubungan dengan penangkapan dan pembebasan kapal Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilyah Malaysia kemudian dapat menyebabkan suatu pergeseran kondisi diplomasi kedua negara. Tulisan ini akan menganalisa hubungan diplomasi Indonesia-Malaysia pasca penangkapan nelayan Indonesia oleh aparat Malaysia.

Pembahasan

Diplomasi merupakan penerapan kecerdasan dan kebijaksanaan untuk pelaksanaan hubungan resmi antarpemerintah negara merdeka, juga untuk memperluas hubungan mereka dengan wilayah territorial, dan antara pemerintah dengan internasional kelembagaan, atau, lebih singkat, pelaksanaan bisnis antarnegara-negara dengan cara-cara damai (Satow, 2009). Upaya diplomasi yang dilaksanakan untuk menangani masalah kepentingan maritim adalah diplomasi maritim. Diplomasi maritim merupakan strategi pendayagunaan kapabilitas nasional yang diarahkan dan ditujukan pada isu keamanan maritim secara domestik dan global (Nugraha & Sudirman, 2016). Diplomasi maritim diterapkan melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan(Riska, 2017).

Penanganan mengenai masalah penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan Indonesia-Malaysia pada dasarnya sudah dilakukan melalui berbagai upaya, termasuk secara diplomasi melalui penandatanganan Memorandum of Understanding Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali. Kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua negara bukan merupakan inti dari pedoman umum (common guidelines) ini tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya (Lerian & Pahlawan, 2017).

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

 

Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

A.    Pendahuluan

Wabah virus corona 2019 (COVID-19) di Wuhan, China telah memicu pandemi global. Hingga saat ini, dilaporkan lebih dari 132.000 kasus COVID-19 di 123 negara dengan 5.000 orang telah meninggal karena penyakit tersebut, dan jumlah tersebut diperkirakan masih akan meningkat dalam beberapa hari dan bulan. Pada 31 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (Zheng, Goh, & Wen, 2020). Pandemi COVID-19 telah menyebar dengan cepat sejak infeksi pertama terdeteksi di China tengah pada akhir 2019. Pandemi COVID-19 telah mengubah masyarakat dan  memiliki dampak negatif terhadap kondisi perekonomian di seluruh dunia. Masyarakat di seluruh dunia telah dianjurkan atau diwajibkan untuk meminimalkan pertemuan sosial dan membatasi kontak orang-ke-orang. Bersamaan dengan situasi yang tidak biasa ini, rasa takut dan ketidakpastian yang kuat terus meningkat di antara banyak populasi mengingat pandemi ini dapatmenyebar dengan pesat. Terdapat peningkatan eksponensial terhadap jumlah penduduk di dunia yang terinfeksi, meninggal, dan menganggur (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020)

Prasangka dan diskriminasi yang terjadi selama penyebaran COVID-19 dapat menyebabkan situasi yang semakin tidak stabil karena negara-negara mulai mencabut pembatasan pergerakan yang meningkatkan interaksi, dan jumlah penyebaran virus yang terus mengalami peningkatan. Karena banyak dari masyarakat yang terinfeksi menunjukkan gejala sedikit atau bahkan tidak ada gejala, dan potensi stigmatisasi pun juga meningkat. Hal ini dikarenakan masyarkat menggunakan karakteristik seperti ras, selain gejala yang terlihat untuk menentukan siapa yang mungkin terinfeksi. Berdasarkan kondisi tersebut, Jacobson (dalam Roberto et al., 2020) mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 telah menyoroti potensi dalam memperburuk ketidakadilan sosial yang secara tidak proporsional memiliki dampak pada pada komunitas kulit berwarna berpenghasilan rendah serta penduduk asli dan imigran. Diskriminasi yang ditujukan kepada orang Asia mengalami peningkatan selama pandemiCOVID-19. Pada akhir April 2020, Komisi Hak Asasi Manusia Kota New York menerima 248 laporan pelecehan dan diskriminasi, dengan lebih dari separuh korbannya adalah keturunan Asia. Klaim tersebut termasuk diskriminasi berdasarkan ras dan asal kebangsaan di beberapa bidang kebijakan termasuk perumahan, akomodasi hotel, dan pekerjaan. Contohtersebutmenunjukkan bagaimana ras dan etnis digunakan secara sewenang-wenang untuk mengidentifikasi dan menyalahkan kelompokmasyarakattertentu yang dianggap sebagai pembawa wabah (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020). Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini bertujuan untuk membahas bagaimana bentuk rasisme terhadap warga China selama pandemi COVID-19.

B.     Pembahasan

1.      Bentuk Rasisme terhadap Warga China Selama Pandemi COVID-19

Diskriminasi individu dari berbagai latar belakang, asal kebangsaan, atau ras menyoroti konsep “otherness”. Di masa krisis, wajar bagi individu untuk memandang satu sama lain sebagai bagian dari kelompok yang tidak jelas. Hal ini dapat menciptakan identitas untuk kelompok yang membutuhkan dukungan versus kelompok lain yang tidak sesuai dengan citra kepentingan publik. Kelompok “others” dapat melambangkan kelompok yang distigmatisasi. Kelompok-kelompok ini memiliki karakteristik atau sifat yang tidak diinginkan yang berada di luar ekspektasi normal masyarakat. Atribut yang dipersepsikan secara negatif ini merendahkan nilai individu dan mengidentifikasinya sebagai kelompok yang tidak diinginkan atau inferior dalam masyarakat. Konsekuensi dari stigmatisasi adalah kemungkinan seseorang akan menjadi sasaran prasangka, perlakuan yang tidak menyenangkan, dan diskriminasi di berbagai situasi (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Laporan dari berbagai negara juga menunjukkan kecenderungan agresif terhadap orang-orang China yang tinggal di luar China dari prasangka dan diskriminasi. Contohnya di  Australia, seperempat dari keluhan diskriminasi rasial baru-baru ini datang dari orang Asia yang menjadi sasaran karena virus tersebut. Warga China diludahi, diserang secara fisik, dan mendapatkan penolakan akses bisnis. Di Selandia Baru dan Kanada, beberapa orang tua berusaha mencegah anak-anak China untuk bersekolah di sekolah lokal. Di Kanada, xenofobia telah memengaruhi orang-orang yang bukan keturunan China, di mana sebuah pusat kebudayaan Vietnam dirusak, warga Korea menjadi korban penikamanan, dan orang Inuit telah diludahi dan disuruh kembali ke negara asal (Roberto, Johnson, & Rauhaus, 2020).

Gambar 1. Persentase Bentuk Diskriminasi terhadap Warga Asia selama Pandemi COVID-19

Sumber: Cheung et al. (2020)

Indikasi Psikopat Reynhard Sinaga Pada Kasus Pemerkosaan Sesama Jenis di Inggris

 

Indikasi Psikopat Reynhard Sinaga Pada Kasus Pemerkosaan Sesama Jenis di Inggris


A.    Pendahuluan

Kejahatan adalah suatu perbuatan yang buruk, berasal dari kata jahat yang memiliki arti sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek, sedangkan secara yuridis kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang. Kejahatan merupakan suatu perbuatan suatu tindakan yang secara umum memiliki arti perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum yang berlaku (Retnoningsih, 2011). Kejahatan merupakan bagian dari masalah dilingkungan masyarakat. Setiap hari, kejahatan sudah pasti terjadi, baik kejahatan dalam skala kecil hingga besar, maupun kejahatan dalam skala negeri maupun diluar negeri. Bentuk kejahatan pun beraneka ragam, mulai dari pencurian hingga yang paling membahayakan seperti kasus pembunuhan. Selain itu, sekarang ini, jenis kejahatan juga semakin berkembang, memunculkan kasus-kasus baru yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Sehubungan dengan hal ini, salah satu kasus kejahatan yang belakangan ini menjadi perbincangan adalah kasus yang melibatkan seorang mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Manchester, Inggris. Ia adalah Reynhard Sinaga. Singkat cerita, Reynhard Sinaga diduga telah melakukanpemerkosaan serangan seksual terhadap ratusan pria, hingga akhirnya pengadilan di Manchester, Inggris memutuskan untuk memberikan hukuman seumur hidup.  Bahkan pada kasus tersebut, ada pula indikasi bahwa Reynhard Sinaga merupakan seorang psikopat atas tindakan yang dilakukannya tersebut.Mengenai hal ini, maka dalam makalah ini akan membahas tentangseperti apa kasus psikopat Reynhard Sinaga pada kasus pemerkosaan sesama jenis di Inggris, yang mendapatkan julukan predator seksual setan yang tidak menunjukkan penyesalan (Ariefana, 2020).

Gambar 1. Reynhard Sinaga

B.     Pembahasan

               Kasus menyangkut Reynhard Sinaga dalam pemerkosaan sesama jenis yang terjadi di Inggris, disebutkan adanya indikasi Reynhard sebagai seorang psikopat. Psikopat adalahhambatan kejiwaan yang menyebabkan pengidapnya mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap norma-norma sosial yang ada di lingkungannya. Pengidap psikopat memperlihatkan sikap egosentris yang besar. Seolah-olah semua patokan untuk semua perbuatannya adalah dirinya sendiri (Dirgagunarsa, 1998). Psikopat adalah bentuk kekalutan mental (mental disorder) yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi sehingga seorangpsikopat tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu terjadi konflik dengan norma-norma sosial dan hukum (Kartono, 2000). Selain itu, seorang psikopat dapat melakukan apapun yang diinginkan dan meyakini bahwa yang dilakukannya tersebut benar. Sifat-sifat yang biasa dimiliki oleh psikopat diantaranya adalah pembohong, manipulatif, tanpa rasa belas kasihan, serta tidak bersalah setelah menyakiti orang lain. Bahkan terkadang seorang psikopat dapat bertindak kejam kepada siapapun, tidak peduli saudara, kerabat, atau orang tua.

            Mengenai hal ini, Reynhard Sinaga yang dijuluki sebagai pemerkosa terbesar dalam sejarah Inggris (Pratnyawan, 2020), dikatakan memiliki indikasi yang mengarahkan dirinya pada ciri-ciri seorang psikopat. Kondisi Reynhard disebut oleh dokter kejiwaan cenderung ke arah psikopat seksual (sexual psychopath), yaitu sebuah kondisi saat seseorang yang manipulatif dan mudah untuk mendapatkan kepercayaan orang lain, melampiaskan hasrat seksnya kemudian mencampakkannya (Nugraha, 2020). Pendapat tentang bagaimaan Reynhard disebut sebagai psikopat juga disampaikan oleh pihak penyidik kasus tersebut (Christiastuti, 2020).

            Berikut ini merupakan sejumlah indikasi bahwa Reynhard bisa disebut sebagai seorang psikopat, yaitu:

........


Gaya Kepemimpinan Ahok pada Pertamina

 

Gaya Kepemimpinan Ahok pada Pertamina

            Pendahuluan

Pemimpin merupakan figur penting dalam menggerakkan suatu organisasi atau perusahaan. Sebab pemimpin tersebut layaknya seorang pengemudi dalam sebuah kendaraan, yang mana kemana kendaraan tersebut berhenti atau mencapai tujuannya akan ditentukan oleh siapa yang membawanya. Begitu pula dengan pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan, yang mana keberhasilan dan kesuksesan perusahaan dalam mencapai tujuannya akan ditentukan oleh cara pemimpin dalam mengoperasikan dan menggerakkan kehidupan perusahaannya. Terlebih pemimpin tersebut juga adalah salah satu hal yang dapat mempengaruhi perilaku para pengikutnya agar dapat berhasil dalam mencapai tujuan perusahaannya, seperti misalnya dengan dengan cara menciptakan sistem dan proses organisasi yang sesuai kebutuhan, baik kebutuhan individu, kebutuhan kelompok maupun kebutuhan organisasi. Oleh karenanya, setiap organisasi atau perusahaan membutuhkan pemimpin yang dapat menjadi motor penggerak yang baik dan dapat mendorong pertumbuhan organisasi atau perusahaan(Prasetyo, 2014).

Dengan kata lain, kepemimpinan tersebut secara signifikan berkontribusi dalam keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi atau perusahaan. Hal ini disebabkan karena pemimpin berperan sebagai panutan dalam organisasi, sehingga untuk dapat mencapai tujuan organisasi atau perusahaan, perubahan yang harus dilakukan juga harus dimulai dari tingkat yang paling atas, yaitu pemimpin itu sendiri. Salah satu pemimpin yang dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dikenal dengan nama Ahok, yaitu mantan seorang Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017, menggantikan Joko Widodo yang pada saat itu terpilih menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam upayanya membenahi wilayah Jakarta agar layak dan nyaman bagi semua masyarakat Jakarta seringkali menuai kontrovesi karena cenderung dinilai menggunakan langkah-langkah yang tidak lazim untuk tradisi Indonesia. Hingga dirinya tertimpa kasus tuduhan atas penistaan agama yang dilakukannya, menghancurkan karier politiknya saat itu. Kemudian pada November 2019 lalu, Ahok resmi ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina(Friana, 2019).

Bergabungnya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pertamina menuai pertentangan dari beberapa pihak. Secara umum, penolakan terhadap Ahok tersebut disebabkan karena dirinya pernah menghebohkan Indonesia dengan tuduhan kasus penistaan agama hingga membuat dirinya menjadi seorang mantan narapidana. Selain itu, mereka juga menilai bahwa gaya komunikasi yang digunakan Ahok sangat frontal, cenderung kasar dan dapat menimbulkan kegaduhan, sehingga tidak tepat untuk berada di tempatkan pada jabatan di salah satu Badan Usaha Milik Negara tersebut(Sayekti, 2019). Meskipun demikian, ada juga yang menilai bahwa gaya kepemimpinan Ahok sama dengan pada saat ia menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, yang mana mereka menganggap bahwa kepemimpinan Ahok pada saat menjabat sebagai DKI tersebut sangat berintegritas dan transparan. Hal ini juga dapat dilihat pada saat menjabat sebagai komisaris di Pertamina, dimana masyarakat saat ini dapat ikut memantau langsung data impor bahan bakar minyak yang dilakukan oleh Pertamina (Novika, 2020). Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ahok saat menjabat di Pertamina.

Pembahasan

Kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan tidak terlepas dari peran kepemimpinan. Kepemimpinan ini memiliki peran yang sangat strategis dan penting keberhasilan organisasi atau perusahaan dalam pencapaian misi, visi, dan tujuannya. Selain itu, kepemimpinan tersebut juga berperan dalam mempengaruhi kinerja dan kepuasan para anggota organisasinya. Dengan kata lain, inti dari kepemimpinan adalah membawa mereka yang dipimpin menuju ke tujuan dan cita-cita bersama. Maka secara operasional dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, seorang pemimpin menghadapi dua kewajiban pokok. Pertama, berusaha mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Kedua, memperhatikan hal-hal yang mendukung suksesnya usaha mencapa tujuan dan cita-cita itu (Mangunhardjana, 1979).

...........