Analisis Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘Superman is Dead’ dan Reaksi Sang Istri Dalam Teori Agenda Setting

 

Analisis Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘Superman is Dead’ dan Reaksi Sang Istri Dalam Teori Agenda Setting


A.    Pendahuluan

Saat ini, banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan yang mengarah pada kasus pelanggaran hukum sekalipun. Melalui media dan internet, setiap saat seseorang bisa saja melakukan pelanggaran hukum,  baik dalam kasus besar maupun kecil sekalipun. Salah satu kasus yang belakangan sering  terjadi dan harus berurusan dengan pihak kepolisian adalah tentang kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Kasus ini merupakan salah satu contoh kasus cybercrime yang semakim meningkat.

Tercatat, sepanjang tahun 2017 lalu, Polri telah menangani 3.325 kasus kejahatan hate speech atau ujaran kebencian. Angka tersebut naik 44,99% dari tahun sebelumnya, yang berjumlah 1.829 kasus. Sedangkan hate speech dengan kasus pencemaran nama baik sebanyak 444 kasus (Medistiara, 2017). Sementara pada tahun 2018, ada sekitar 1.271 kasus untuk pencemaran nama baik, dan kasus ujaran kebencian mencapai 255 kasus. Untuk tahun 2019, dari periode Januari-Juni, kasus pencemaran nama baik mencapai 657 kasus, sedangkan untuk kasus ujaran kebencian ada 101 kasus  (Arnaz, 2019).

Belakangan ini, salah satu kasus pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang menjadi pembicaraan publik di dunia maya adalah tentang kasus yang melibatkan drummer salah satu band yang cukup terkenal di Indonesia, yaitu JerinxSuperman is Dead (SID)’ atay yang memiliki nama asli I Gede Ari Astina. Kasus yang akhirnya menyeret dirinya ke penjara adalah tentang bagaimana Jerinx dianggap telah malakukan pencemaran nama baik dan melakukan ujaran kebencian terhadap IDI (Ikaran Dokter Indonesia), pada kasus “IDI Kacung WHO”.  Pada makalah ini akan dibahas mengenai seperti apa analisis kasus “IDI Kacung WHO”, khususnya jika dilihat berdasarkan beori agenda setting. 

 

B.     Pembahasan

1.      Kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx

Personel salah satu band musik terkenal di Indonesia, Superman is Dead (SID), beberapa saat lalu harus berurusan dengan kepolisian Indonesia. Pasalnya, dummer SID yang bernama I Gede Ari Astina, atau yang lenih dikenal dengan Jerinx, dilaporkan telah mencemarkan nama baik organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Kasus ini lebih dikenal dengan sebutan kasus “IDI Kacung WHO”. Kasus tersebut bermula ketikan Jerinx mengunggah sebuah gambar tulisan pada akun instagramnya, @jrxsid, Sabtu, 13 Juni 2020 lalu. Tulisan dalam gambar itu berbunyi, "Gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan RS seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan dites CV19. Sudah banyak bukti jika hasil tes sering ngawur kenapa dipaksakan? Kalau hasil tes-nya bikin stress dan menyebabkan kematian pada bayi/ibunya, siapa yang tanggung jawab?". Tidak sampai disitu, pada unggahan yang sama, Jerinx juga menuliskan caption dalam yang berbunyi, "BUBARKAN IDI! Saya gak akan berhenti menyerang kalian @ikatandokterindonesia sampai ada penjelasan perihal ini!. Rakyat sedang diadu domba dengan IDI/RS? TIDAK, IDI & RS yg mengadu diri mereka sendiri dgn hak-hak rakyat."  (CNN Indonesia, 2020).

Inti pokok yang diungkapkan oleh Jerinx dalah terkait dengan ketidakpuasannya terhadap para Dokter dan Rumah Sakit atas kebijakan yang diberlakukannya selama masa pandemi COVID-19 yang mulai muncul sejak akhir 2019 dan menyebar sejak awal tahun 2020 lalu. COVID-19 adalah adalah virus baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Pada beberapa kesempatan, COVID-19 juga disebut sebagai Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sementara coronavirus yang menyebabkan virus ini pada dasarnya adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia), bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara itu, kasus COVID-19 diketahui lewat penyakit misterius yang melumpuhkan Kota Wuhan, China. Tragedi yang terjadi pada akhir 2019 tersebut terus berlanjut hingga penyebaran virus Corona mewabah ke seluruh dunia (Fadli, 2020).


2.      Analisis kasus ‘IDI kacung WHO’ Oleh Jerinx ‘SID’ Berdasarkan Teori Agenda Setting

Mengenai kasus IDI kacung WHO Oleh Jerinx ‘SID’, jika dikaitkan dengan teori agenda setting, maka berikut ini merupakan beberapa indikasi bahwa apa yang terjadi di pemberitaan merupakan bagian dari agenda setting, apa yang diagendakan oleh media massa dan apa yang menjadi agenda publik. Penyusunan agenda setting menjelaskan tiga proses yaitu pertama, berita diseleksi, diolah, dan disajikan yang dikenal dengan proses gatekeeping (Juditha, 2019), yaitu para wartawan, pimpinan redaksi, penyunting gambar dan sebagainya (Kurniasari, 2015). Kedua, menghasilkan agenda media. Ketiga, agenda media memengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan (Juditha, 2019).

Dalam hal ini, pada tahap pertama adalah bagaimana media menyelaksi berita untuk ditayangkan sehingga ini menjadi agenda media. Agenda media menurut Merheim (1986), diartikan sebagai daftar isu dan peristiwa pada suatu waktu tertentu yang disusun sesuai dengan urutan kepentingannya. Agenda media terdiri dari pokok persoalan, aktor, peristiwa, anggapan, dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan pada publik  (Juditha, 2019). Dalam hal ini, sejumlah agenda media yang ditonjolkan adalah 1) tentang keterlibatan drummer SID, salah satu band terkenal di Indonesia pada suatu kasus yang mengharuskannya berususan dengan polisi; 2) tentang pencemaran nama baik IDI yang disebut sebagai ‘kacung’ WHO; 3) pelanggaran UU ITE; 4) artis yang melakukan pelanggaran hukum; 5) artis terkenal yang menjadi tersangka dan harus dipenjara.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

GANJA SINTETIS DI INDONESIA: POLA KONSUMSI, PRODUK, DAN KEBIJAKAN

 

GANJA SINTETIS DI INDONESIA: POLA KONSUMSI, PRODUK, DAN KEBIJAKAN

 

1.      PENDAHULUAN

Prevalensi penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza) meningkat dari tahun ke tahun sehingga penanganan penyalahgunaan napza menjadi perhatian dunia. United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC (2015) memperkirakan jumlah penyalahguna napza di dunia mencapai 167 hingga 315 juta orang dengan usia 15-64 tahun. Di Indonesia, sekitar 27, 32% penyalahguna napza merupakan pelajar dan mahasiswa dan prevalensi ini diperkirakan akan terus meningkat dengan munculnya zat psikotropik baru seperti ganja sintetis. Kemudian jenis napza yang paling banyak disalahgunakan oleh remaja di Indonesia adalah ganja, lem dan obat-obatan daftar G (BNN, 2017). Data NIDA (2014) menunjukkan napza yang sering disalahgunakan oleh remaja adalah ganja (36, 4%), amphetamine (8, 7%) dan ganja sintetis (7, 9%).[1] Pada bulan Maret lalu, aparat polisi dari Unit III Satresnarkoba Polres Metro Jakarta Barat menangkap 4 orang pengedar narkoba jenis ganja gorila sintetis.


Gambar 1. Ganja Gorila Sintetis
 

2.      PEMBAHASAN

2.1.   Pola Konsumsi Ganja Sintetis
Dengan upaya penegakan hukum yang semakin ketat terhadap kepemilikan dan perdagangan napza, ganja semakin sulit ditemukan di pasar peredaran napza, terutama ganja berkualitas tinggi. Mirip dengan efek pelarangan yang diterapkan di negara-negara lain, obat-obatan sintetis (terutama ganja sintetis) semakin banyak tersedia dan populer untuk digunakan sebagai pengganti ganja. Salah satu varietas yang paling populer dikenal dengan nama ‘Tembakau Gorilla’. Jenis legal high ini mencapai puncak popularitasnya antara Januari dan Mei tahun 2015.[3]

Merek yang diungkap oleh kepolisian seperti yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya yaitu Cap Gorilla, diambil dari efek yang diakibatkan senyawa itu. Beberapa pengguna mengaku merasa seperti “diinjak-injak Gorilla” setelah menghisap “tembakau super.” Jual beli Cap Gorilla umumnya terjadi di aplikasi media sosial seperti Instagram. Di media sosial ini, pengguna akan muncul begitu saja dan menghilang jauh lebih cepat sebelum akun penjaja Cap Gorilla ditutup. Belakangan, setelah Cap Gorilla dinyatakan ilegal, pencarian singkat singkat di Instragam masih menunjukan masih banyak akun terang-terangan menawarkan Cap Gorilla.
Gambar 2. Contoh promosi tembakau “Cap Gorilla” di media sosial Instagram


 
2.2.   Produksi Ganja Sintetis
Ganja sintetis adalah istilah yang diberikan pada tembakau yang disemprotkan dengan sejenis bahan kimia yang memiliki efek psikoaktif seperti kandungan ganja. Ganja sintetis yang salah satunya disebut Tembakau Gorilla atau disebut juga tembakau super biasanya dicampur dengan tembakau rokok kemudian dilinting seperti menggunakan ganja, kemudian diisap. Dan efek yang ditimbulkan bisa berupa halusinasi, rasa senang berlebihan dan pastinya ketergantungan (adiktif). Bahkan pada beberapa orang yang tidak kuat menahan efeknya, bisa mengalami muntah-muntah hingga black out.[7]

Ganja sintetik merupakan zat sintetis (zat hasil sintesa di laboratorium) yang efeknya memungkinkan pengikatan dengan reseptor cannabinoid yang diketahui, yaitu CB1 atau CB2 pada sel manusia. Reseptor CB1 terletak terutama di otak dan sumsum tulang belakang dan bertanggung jawab atas efek psikoaktif sama halnya seperti ganja, sedangkan reseptor CB2 terletak terutama di limpa dan sel-sel sistem kekebalan tubuh dan dapat memediasi efek kekebalan - modulasi.

2.3.   Kebijakan untuk Mengendalikan Penyalahgunaan Ganja Sintetis
Penyalahgunaan Narkotika merupakan tindak pidana yang mengancam keselamatan bagi pemakai baik dari fisik maupun jiwa, ataupun lingkungan sekitarnya. Penyebab dari terjadinya penyalahgunaan narkotika adalah merupakan delik materiil, sedangkan perbuatannya untuk dituntut pertanggungjawaban pelaku, merupakan delik formil. Penyalahgunaan narkotika adalah pemakaian narkotika di luar indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter dan pemakaiannya bersifat patologik dan menimbulkan hambatan dalam aktivitas di rumah, sekolah atau kampus, tempat kerja dan lingkungan sosial.


Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Melawan COVID-19: Catatan dalam Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia

 

Melawan COVID-19: Catatan dalam Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia


A.    Pendahuluan

Tahuan 2020, manusia si seluruh dunia tengah dihadapkan pada musibah yang cukup berat. Musibah tersebut adalah kemunculan pandemi baru yang kini disebut sebagai pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019).  COVID-19 merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh jenis virus corona baru yang sebelumnya belum pernah ditemukan, dan nama tersebut ditetapkan pada tanggal 12 Februari 2020 lalu. Bermula ketika ada informasi dari pihak WHO pada tanggal 31 Desember 2019 yang menerima laporan tentang adanya kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak jelas di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Kasus ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan terjadi importasi di luar China  (WHO, 2020). Hingga pada akhirnya, tanggal 11 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai sebuah pandemi (Sebayang, 2020).

Bersamaan dengan kemunculan COVID-19 sebagai pandemi yang telah terjadi diseluruh penjuru dunia, setiap negara yang sudah terinfeksi dengan segeram membentuk sebuah satuan tugas tertentu yang utamanya bertugas untuk mengangani kasus COVID-19 terjadi dinegaranya. Mereka biasanya berfungsi untuk mengkoordinasikan pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan COVID-19 di negaranya. Di Indonesia sendiri, Pemerintah membuat sebuah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Namun belakngan diketahui bahwa gugus tugas ini dibubarkan dan digantikan dengan organisasi baru bernama Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pembentukan satuan tugas ini berkaitan dengan adanya rencana pemulihan perekomomian negara yang lemah akibat dampak COVID-19,yang pada dasarnya membuat sejumlah aktivitas sehari-hari harus dihentikan, termasuk dalam bisang perekonomian. Disini ada anggapan bahwa jika situasi dibiarkan, maka dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk dimasa depan, khususnya di bidang prekonomian. Mengenai hal ini, maka disini akan dibahas tentang sebuah catatan yang berkitan dengan pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Indonesia.

B.     Pembahasan

1.      Kasus COVID-19 di Indonesia

Pandemi COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia. Dan hingga saat ini korban yang terinfeksi masih terus bertambah. Terhitung hingga tanggal 4 Agustus 2020, jumlah total kasus secara global mencapai 18.431.820 (18,4 juta) kasus. Dari jumlah total tersebut, ada sebanyak 11.660.193 (11,6 juta) pasien telah sembuh, dan 696.751 orang meninggal dunia. Kasus aktif hingga saat ini tercatat sebanyak 6.074.876 dengan rincian 6.010.140 pasien dengan kondisi ringan dan 64.736 dalam kondisi serius. Sedangkan untuk negara dengan jumlah kasus terbanyak masih tetap tercatat dari merika Serikat, dengan total 4.860.512 kasus, dimana 158.899 orang diantaranya telah meninggal, sementara 2.443.592 orang lainnya telah sembuh (Bramasta & Hardiyanto, 2020).

 

2.      Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa untuk menangani kasus COVID-19 dalam negeri, Indonesia membantu gugus tugas khusus yang berfungsi menangani COVID-19, yang mana ini diberi nama sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Ini merupakan sebuah gugus tugas yaang dibentuk pemerintah Indonesia untuk mengkoordinasikan kegiatan antar lembaga dalam upaya mencegah dan menanggulangi dampak penyakit koronavirus baru di Indonesia. Gugus tugas tersebut diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Pembentukan gugus tugas tersebut berdasaan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 yang ditandatangani pada 13 Maret 2020. Gugus tugas itu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 

 

3.      Pembentukan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Dan Pemulihan Ekonomi Indonesia

Belakangan diketahui bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 yang bertugas untuk menangani pandemi dibubarkan. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Dalam Pasal 20, perpres ini menyebutkan bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di daerah dibubarkan seiring dengan dicabutnya Keppres 9/2020 (Asmara, 2020).

Namun demikian, sebanarnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 tidak dibubarkan, melainkan kerja Gugus Tugas akan dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, setelah presiden membuat Komite Penanganan COVID-19, sesuai dengan Pepres Nomor 82 Tahun 2020. Satgas ini dibentuk untuk menyeimbangkan penanganan COVID-19 yang tidak hanya dari sektor kesehatan, tetapi juga untuk penanganan mengatasi krisis di sektor ekonomi. Tapi, sektor kesehatan masih menjadi prioritas utama Pemerintah selama vaksin untuk COVID-19 bisa ditemukan (Bardan & Perwitasari, 2020).  Satuan Tugas Penanganan COVID-19 ini pada dasarnya terdiri dari dua satuan tugas, yakni satuan tugas penanganan COVID-19 dan satuan tugas pemulihan ekonomi nasional. Dibentuknya satuan tugas ini oleh pemerintah diharapkan bisa memperbaiki kinerja pemerintah dalam menangani penanganan COVID-19 sekaligus memulihkan kehidupan ekonomi yang terpuruk selama pandemi berlangusng (Wiharso, 2020).




Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

KASUS FETISH KAIN JARIK DAN URGENSI PENGESAHAAN RUU-PKS

 

KASUS FETISH KAIN JARIK DAN URGENSI PENGESAHAAN RUU-PKS

 

1.      PENDAHULUAN

Di akhir bulan Juli 2020 seseorang dengan inisial MFS melalui utasan Twitter-nya, menyampaikan pengalamannya dalam mengenal pria fetish kain jarik bernama Gilang melalui media sosial kemudian bertukar nomor telepon. Gilang mengaku sebagai mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya angkatan 2015. Ia meminta kepada pemilik akun itu untuk membantunya dalam riset akademik. Gilang meminta si pemilik akun membungkus dirinya dengan kain jarik hingga menutupi seluruh tubuhnya. Ia berdalih dalam kondisi terbungkus tersebut akan nampak sifat asli seseorang.

Si pemilik akun itu akhirnya meminta bantuan temannya untuk melakukan aksi bungkus-membungkus. Ia dibungkus selama 3 jam lamanya. Selama proses membungkus, Gilang meminta difoto dan dibuatkan video.Setelah pemilik akun dibungkus, Gilang meminta teman pemilik akun yang dibungkus itu ikut dibungkus juga. Si temannya menyanggupi, namun di tengah jalan ia menyerah karena mengalami sesak napas.Namun Gilang terus memaksa hingga mengancam akan bunuh diri, penyakitnya kambuh hingga ancaman lainnya yang membuat korban mulai kesal. Gilang terus memohon hingga menangis melalui sambungan telepon.[1]

Si pemilik akun baru menyadari menjadi korban pelecehan seksual saat diberitahu oleh temannya. Ia langsung mengirimkan sebuah link berita tentang fetish kain jarik, sejak saat itu Gilang tak lagi membalas pesan-pesannya. Dari kasus tersebut ada beberapa hal yang akan diangkat dalam tulisan ini. Yang pertama adalah fetish, yaitu dorongan seksual yang berhubungan dengan benda mati atau benda hidup. Yang kedua adalah posisi MFS sebagai seorang korban pelecehan seksual yang berjenis kelamin laki-laki. Yang ketiga adalah dapat dipandangnya kasus ini sebagai urgensi untuk pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

 

2.      PEMBAHASAN

2.1.   Kasus Fetish Jarik

Menurut DSM-5, fetish disorder dicirikan sebagai suatu kondisi di mana terdapat ketergantungan yang terus-menerus atau berulang pada objek yang tidak hidup (seperti pakaian dalam atau sepatu hak tinggi) atau fokus yang sangat spesifik pada bagian tubuh (kebanyakan sering nongenital, seperti kaki) untuk mencapai gairah seksual. Fetishist (orang dengan fetish) biasanya memegang, menggosok, mengecap, atau mencium benda fetish untuk kepuasan seksual atau meminta pasangannya untuk mengenakan objek tersebut selama aktivitas seksual.[2]

Dalam kasus ini objeknya adalah kain jarik, dan dibandingkan dengan anggota tubuh tertentu yang terekspos yang memunculkan gairah seksual seperti pada parsialitas, justru seluruh tubuh yang tertutup yang memunculkan gairah pada Gilang. Didorong oleh fetishitas inilah yang membuat Gilang menjebak para korbannya dengan dalih sebagai suatu penelitian sosial.

Meskipun merupakan suatu kelainan menurut DSM akan tetapi memiliki fetish selama tidak diterapkan pada orang tanpa konsensual bukan merupakan suatu tindak kejahatan. Yang menjadi masalah di sini adalah pelaku yang menipu dan memperdaya korbannya, meminta tolong mereka untuk membantunya melakukan penelitian namun korban berujung dilecehkan secara seksual. Selain itu tampaknya perilaku ini merupakan sesuatu yang telah dimiliki bertahun-tahun, dilihat dari bagaimana dua tahun sebelumnya Gilang juga pernah terjerat karena masalah yang sama.

2.2.   Laki-laki Sebagai Korban Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual sering diremehkan dampaknya terhadap perempuan namun pelecehan seksual terhadap laki-laki merupakan diskursus yang lebih sering lagi diabaikan. Hal ini karena selain proporsinya yang jauh lebih kecil, selain itu laki-laki yang melaporkan bahwa dirinya merupakan korban pelecehan seksual justru sering mendapatkan hinaan sosial karena tidak dapat membela diri atau menunjukkan tanda-tanda bahwa ia terangsang ketika dilecehkan.

Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Scarduzio, dkk. (2018) menggarisbawahi bahwa korban pelecehan seksual berjenis kelamin lelaki masih sangat kurang dipelajari, dan mereka melakukan interview kepada dua lelaki yang merupakan korban pelecehan yang dilakukan oleh atasan mereka yang juga laki-laki. Dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana maskulitas hegemonik mempengaruhi pengalaman mereka terhadap pelecehan seksual. Maskulitas hegemonik membuat respon mereka berbeda dengan korban perempuan, misalnya pada bagaimana mereka sering disalahkan karena tidak membela diri dengan lebih serius seperti menendang pelaku karena toh kekuatan mereka cukup besar sebagai seorang pria.[4]Dalam kasus ini terkadang ada komentar yang menyalahkan korban, misalnya dalam gambar berikut.


2.3.   Urgensi Pengesahan RUU-PKS

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang tidak seluruhnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah ketentuan khusus (lex specialist) dari KUHP. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga merumuskan jenis-jenis pemidanaan sebagai pidana pokok maupun pidana tambahan yang berbeda dengan KUHP. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak merumuskan denda sebagai ancaman pidana karena denda akan masuk ke kas negara namun tidak berkorelasi dengan penyediaan penggantian kerugian bagi korban. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual memperkenalkan rehabilitasi khusus bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual tertentu. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga merumuskan sejumlah ancaman pidana tambahan yang dijatuhkan sesuai perbuatan yang dilakukan, seperti ancaman pidana tambahan perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, kerja sosial, pembinaan khusus, pencabutan hak asuh, pencabutan hak politik, pencabutan hak menjalankan pekerjaan tertentu, pencabutan jabatan atau profesi dan pengumuman putusan hakim.[5]




Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Kebijakan Luar Negeri Korea Utara pada Masa Kepemimpinan Kim Jong Un

 

Kebijakan Luar Negeri Korea Utara pada Masa Kepemimpinan Kim Jong Un

 

I.                   Pendahuluan

Korea Utara selama beberapa dekade telah berjalan di bawah kepemimpinan diktator yaitu Kim Il-sung dan Kim Jong-il yang menggunakan kekuatan mereka sepenuhnya untuk melakukan kepemimpinan seolah mereka adalah raja. Setelah kematian Kim Jong-il pada 17 Desember 2011, putra ketiganya, Kim Jong-un, secara resmi menggantikan ayahnya. Kim Jong-un sebelumnya telah dinyatakan sebagai penerus pada tahun 2009 (Kim, 2012, p. 119) dan diangkat sebagai wakil ketua Komite Militer Pusat, yang menempatkannya pada proses untuk suksesi kepemimpinan Korea Utara secara aktual. Hal ini juga disertai dengan adanya kampanye publisitas untuk menaikkan citra Kim Jong-un di mata orang Korea Utara.

Berbeda dengan para pendahulunya, Kim Jong-un mendapatkan pendidikan di luar negeri, tepatnya di Swiss. Selain itu, Kim Jong-un juga fasih dalam beberapa bahasa Eropa, hal ini yang kemudian menyebabkan beberapa ahli berpendapat bahwa ia mungkin akan membawa kepemimpinan Korea Utara ke arah reformasi dan membuka diri ke dunia (Park, 2013). Dua kepemimpinan sebelumnya yang sangat diktator tidak peduli terhadap peningkatan perdagangan eksternal Korea Utara maupun peningkatan daya saing internasional. Namun, latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh Kim Jong-un tersebut diharapkan memberikan perbedaan cara pandang dengan dua pemimpin sebelumnya.Dengan perbedaan cara pandang tersebut, kemudian kebijakan luar negeri Korea Utara diperkirakan akan mengalami perubahan.

Selain itu, setelah ditunjuknya Kim Jong-un sebagai penerus pada tahun 2009, ia dilimpahi beberapa tanggung jawab kepemimpinan seperti Sekretaris Pertama Partai Buruh Korea, Ketua Komisi Militer Pusat, Ketua Pertama Komisi Pertahanan Nasional DPRK dan Panglima Tertinggi Tentara Rakyat Korea, dan juga pernah menjadi anggota presidium anggota Politbiro Sentral Partai Buruh Korea (Park, 2013). Meskipun begitu, ia dianggap masih baru dalam melakukan kepemimpinan dan memiliki pengalaman yang rendah dalam ranah politik saat menjabat pada tahun 2011 yang menyebabkan beberapa ahli berspekulasi bahwa kepemimpinannya akan benar-benar mengikuti gaya kepemimpinansebelumnya. Namun, hal yang terjadi nyatanya berlawanan karena tidak lama setelah ia memegang tampuk kekuasaan ia tampaknya membuat gerakan yang berbeda dari ayahnya (Park S.-Y. , 2015). Pergeseran ini tentu menarik untuk ditinjau karena hal ini akan mempengaruhi kebijakan luar negeri Korea Utara pada masa pemerintahan Kim Jong-un. Oleh karena itu, tulisan ini akan meninjau mengenai kebijakan luar negeri Korea Utara dibawah kepemimpinan Kim Jong-un.

II.                Pembahasan

Setelah pengangkatannya sebagai pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un disebut-sebut sebagai pewaris sah dinasti Kim dengan kualitas kepemimpinan yang luar biasa (Joo, 2012).Pada masa pemerintahannya, arah kebijakan yang ditentukan oleh Kim Jong-un memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah  (1) penekanan pada pengembangan rudal nuklir, bersama dengan menjamin rezim herediter sebagai prioritas tertinggi; (2) penekanan pada pembangunan ekonomi untuk memastikan stabilitas rezim dan meningkatkan loyalitas rakyat; (3) penekanan untuk menjadi “negara normal” untuk menjamin sistem dan melakukan kegiatan nasional yang normal; dan (4) penekanan pada mobilisasi kaum muda dan saina/teknologi untuk merevitalisasi iklim sosial dan industri terbelakang (Lee Dong-chan dalam Atsuhito, 2020).

Pada masa awal kenaikannya menjadi pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un kembali membuat kebijakan yang dianggap high profile. Hal ini tampak dari keputusan untuk tetap mengembangkan senjata nuklirnya meskipun telah mendapatkan sanksi dari PBB (Robertson, 2003), yang kemudian berakibat pada eskalasi konflik di semenanjung Korea pada bulan Maret 2013. Pada masa kepemimpinan Kim Jong Un, Korea Utara mengubah kebijakan luar negerinya dan kembali memutuskan untuk berkonfrontasi dengan Korea Selatan.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)

Kebijakan Luar Negeri Thailand Pada Masa Kepemimpinan Menteri Don Pramudwinai

 

Kebijakan Luar Negeri Thailand Pada Masa Kepemimpinan

Menteri Don Pramudwinai


A.    Pendahuluan

Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional lainnya, dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional spesifik yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional (Olton, 1999). Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh pemerintah suatu negara bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional masyarakat yang diperintahnya meskipun kepentingan nasional suatu bangsa pada waktu itu ditentukan oleh siapa yang berkuasa pada waktu itu (Mas’oed, 1994). Sementara itu, tujuan jangka panjang kebijakan luar negeri adalah untuk mencapai perdamaian, keamanan, kesejahteraan, dan kekuasaan suatu negara (Rudy, 2002). Dalam sebuah kebijakan luar negeri, ada pihak yang dinamakan sebagai aktor kebijakan luar negeri, mereka lembaga-lembaga pemerintah yang berdiri sendiri namun saling berhubungan (Rosyidin, 2018). Kebijakan luar negeri bisa disebut pula sebagai politik luar negeri.

Bersamaan dengan hal ini, pada dasarnya setiap negara bebas menentukan kemana arah kebijakan sesuai dengan tujuan dan haluan yang diinginkan, tapi mereka wajib menyadari akan kepentingan negara lain yang juga harus dihargai sehingga tidak adanya intervensi yang menimbulkan ancaman-ancaman maupun memicu terjadinya keresahan dalam stabilitas keamanan. Artinya, setiap negara dapat memenuhi kepentingan dalam negerinya, namun pada saat yang sama, harus menghormati negara lain yang juga memiliki kepentingannya sendiri. Setiap negara pasti memiliki kebijakan luar negeri. Dalam makalah ini, akan membahas tentang salah satu kebijakan luar negeri yang dibuat oleh negara Thailand, salah satu negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, dengan sistem kepemerintahannya yang disebut sebagai monarki konstitusional, dengan kepala negara dan kepala pemerintahan negara berbeda.   


B.     Pembahasan

1.      Profil Negara Thailand

Thailand memiliki nama resmi Kingdom of Thailand, merupakan negar ayang beribukora Bangkok dan merupakan salah satu negara yang terletak di kawsan Asia Tenggara. Lebih tepatnya, Thailand terletak di pusat semenanjung Asia Tenggara. Negara ini berbatasan dengan Burma ada di barat, Laos di utara dan timur, Kamboja di tenggara, serta Malaysia di bagian selatan. Pantai selatan Thailand menghadap Teluk Thailand, sedangkan Tanah Genting Kra berbatasan di barat dengan Laut Andaman (bagian dari Samudra Hindia) dan di timur dengan Teluk Thailand. Thailand juga memiliki pulau-pulau pesisir di Laut Andaman dan Teluk Thailand. Yang terbesar, dengan status provinsi, adalah Phuket, di lepas pantai barat; di sisi teluk, pulau terbesar adalah Samui dan Pangan (LOC, 2007). Sementara itu, wilayah Thailand setidaknya terbagi menjadi 76 propinsi  (CIA, 2020).


2.      Kebijakan Luar Negeri Thailand

Setiap negara memiliki berbagai jenis kebutuhan yang haru dipenuhi. Seperti halnya negara lain Thailand juga perlu untuk memenuhi seluruh kebutuhan dalam negerinya. Namun dengan keterbatasan (khususnya sumber daya dalam negeri), sebuah negara perlu bantuan dari negara lain untuk membantu memenuhi kebutuhan tersebut. untuk melakukan penemuhan ini, salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh sebuah negara, termasuk Thailand, adalah melalui kebijakan luar negerinya. Mengenai hal ini, maka dibawah ini akan dibahas mengenai sejumlah kebijakan-kebijakan yang dibuah oleh pemerintah Thailand.

Seperti yang diketahui bahwa kepemimpinan negara Thailand pada saat ini dipimpin oleh Raja Wachiralongkon (baca: Vajiralongkorn) sejak 1 Desember 2016 sebagai kepala negara. Sementara kepala pemerintahan di pimpin oleh Chan-ocha sejak 25 Agustus 2014 dan dibantu oleh sejumlah wakilnya (CIA, 2020). Disisi lain, untuk urusan luar negeri Thailand, ini ditangangi oleh sebuah Dewan Kementrian yang disebut sebagai Ministry of Foreign AffairsKementerian Urusan Luar Negeri, dimana saat ini dipegang oleh Don Pramudwinai yang menjabat sejak 23 Agustus 2015 (MFA, n.d.), dan dibantu oleh wakilnya yang saat ini, yaitu Vijavat Isarabhakdi (MFA, n.d.).



Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA : 
0882-9980-0026
(Diana)