Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)

 

Rezim Lingkungan Internasional dalam Mempertahankan Negara dari Tindakan Pencemaran Lingkungan (Kasus pada Copenhagen Protocol)


A.    Pendahuluan

Pada tahun 1970-an, isu lingkungan hidup pertama kali diangkat sebagai agenda dalam hubungan internasional. Hal tersebut ditunjukkan melalui terselenggaranya Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan hidup pada tahun 1972 di Stockholm, Swedia. Beberapa tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992, isu lingkungan hidup kembali diangkat dalam konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Rio De Janeiro, Brazil. Sebelumnya, pada tahun 1990, telah diadakan konferensi PBB terkait  perubahan iklim dunia di Montreal, Kanada. Kepedulian terhadap lingkungan hidup telah menjadi isu global karena permasalahan lingkungan hidup mempunyai efek global, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan  CFCyang memiliki dampak pada pada pemanasan global. Selain itu, isu lingkungan hidup juga berkaitan dengan eksploitasi sumber daya global seperti lautan dan atmosfer. Permasalahan lingkungan hidup bersifat transnasional, maka dari itu kerusakan lingkungan di suatu negara memiliki dampak pada wilayah di sekitarnya. Selain itu, kegiatan eksploitasi atau degradasi lingkungan berskala lokal atau nasionaldilakukan di banyak negara di seluruh dunia sehingga dianggap sebagai masalah global. Proses yang menyebabkan eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan memiliki keterkaitan dengan proses politik dan sosialekonomi yang luas (Hartati, 2012).

Kerusakan lingkungan hidup menjadi perhatian lingkungan global, dimana aktor non negara memiliki peran penting dalam menghadapiisu lingkungan internasional, yang terfokus pada perkembangan dan implementasi rezim lingkungan hidup internasional. Dan cakupan lingkungan hidup ini adalah seluruh kondisi eksternal yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan dan peranan organisme.Kerjasama internasional yang bertujuan untuk menangani permasalahan lingkungan internasional difokuskan untuk mencari kesepakatan norma internasional yang sah dan cara pengimplementasiannya. Norma standar tersebut  dibutuhkan sebagai prinsip dasar penyusunan kebiakan dan proses penanganan yang tepat dalam membentuk rezim internasional dalam permasalahan lingkungan hidup. Proses implementasi rezim lingkungan hidup internasional adalah proses dimana anggota rezim mengumpulkan, menukar serta membahas informasi terkait permasalahan yang diangkat dalam rezim tersebut. Prosesimplementasi rezim mencakup  pertukaran data dan informasi, analisis data, serta penilaian terhadap proses implementasi yang telah dilakukan oleh negara anggota(Hartati, 2012). Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk megnetahui  tentang bagaimana rezim mampu mempertahankan perilaku negara dari tindakan yang dapat mencemari lingkungan dunia, pembahasan tersebut akan menggunakan studi kasus pada Copenhagen Protocol.

B.     Pembahasan

Rezim lingkungan internasional berbeda dari rezim internasional lainnya yang umumnya didasarkan pada kepentingan dan kekuatan. Rezim lingkungan bukanlah rezim yang didasarkan pada kepentingan rezim karena bersifat nirlaba dan didasarkan pada kesadaran. Rezim lingkungan sangat bergantung pada masalah dalam bidang tertentu sehingga menuntut kesadaran bersama dalam mencapai tujuan efektivitas rezim, karena lingkungan bukan untuk berbagi keuntungan tertentu tetapi untuk kepentingan bersama. Rezim lingkungan internasional tidak didasarkan pada kekuatan karena efektivitasnya tidak tergantung pada aktor hegemon tetapi keputusan kolektif atau keputusan bersama. Rezim bertujuan untukmemberikan perlindungan terhadap tatanan lingkungan karena perlindungan lingkungan adalah bentuk tindakan keamanan kolektif(Winarno, 2017).

Tuntutan efektivitas implementasi rezim lingkungan internasional berlandaskan pada tiga hal. Pertama, manajemen lingkungan domestik tidak lagi efektif untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan, sehingga membutuhkan adanya kerja sama yang efektif antarnegara. Kedua, semakin meningkatnya skala permasalahan lingkungan baik dalam cakupan  regional dan lokal, seperti degradasi perkotaan, deforestasi, penggurunan, sanitasi, penggundulan, atau kelangkaan air. Ketiga, hubungan kompleks antara ekonomi dunia dengan masalah lingkungan yang semakin mengglobal. Dengan demikian, rezim lingkungan merupakan bentuk kerja sama di antara para pelaku yang menempatkan masalah lingkungan sebagai bidang isu spesifik. Rezim lingkungan internasional dibentuk atas dasar desakan isu-isu yang terus meningkat sehingga peran penting rezim yang menurut adalah untuk mengelola konflik dan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Rezim ini mencakup peraturan hukum, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan baik secara eksplisit maupun implisit dalam ruang lingkup harapan bagi semua aktor dalam bidang hubungan internasional tertentu (Winarno, 2017).

Perubahan Sosial dalam New Normal

 

Perubahan Sosial dalam New Normal


A.    Pendahuluan

Sudah lebih dari empat bulan pemerintah Indonesia berfokus dalam upaya mencegah dan menangani penyebaran virus Covid-19. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut telah menimbulkan dampak yang sangat besar dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat, terutama dalam sektor perekonomian. Hal ini disebabkan karena negara-negara di seluruh dunia diminta untuk melakukan pembatasan aktivitas di luar rumah sehingga banyak perusahaan, industri, dan bisnis-bisnis lainnya yang menghentikan sementara aktivitasnya yang semakin lama justru menurunkan pendapatan dan mematikan ekonomi di negara tersebut, termasuk Indonesia. ILO memperkirakan bahwa Covid-19 akan merampas kehidupan dari 195 juta pekerja penuh waktu di seluruh dunia. Selain itu, data ILO juga menunjukkan bahwa sekitar 81% atau empat dari 5 pekerja di seluruh dunia mengalami dampak dari penutupan tempat kerja baik secara parsial maupun penuh, serta sebanyak 2 miliar penduduk dunia yang bergerak di bidang ekonomi informal menjadi pihak yang paling terdampak dari adanya pandemi virus ini. Sebab tidak ada jaring pengamanan sosial yang dapat menyelamatkan bisnis mereka. Oleh karena itu, kondisi dan dampak akibat dari pandemi Covid-19 ini dinilai dapat melebihi dampak dari Krisis Ekonomi Global yang terjadi pada tahun 2018 lalu (Satya, 2020).

Terlebih WHO juga menyatakan bahwa pandemi virus ini kemungkinan tidak ada musnah sepenuhnya dan vaksin dari virus ini kemungkinan baru akan siap pada akhir tahun 2021. Mendengar pernyataan tersebut dalam kondisi yang seperti tentunya pemerintah Indonesia tidak bisa diam saja, sebab jika kondisi ini terus berlangsung, maka akan menimbulkan permasalahan dan konflik sosial baru lainnya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berencana untuk hidup berdamai dengan Covid-19 agar dapat memutar kembali roda perekonomiannya. Hal ini kemudian diterjemahkan lebih lanjut menjadi suatu kebijakan ‘new normal’ dan telah diterapkan mulai awal Juni lalu di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan kata lain, saat ini masyarakat telah menjalani kehidupan normal baru atau new normal di tengah situasi pandemi virus corona. Dengan adanya new normal, berbagai kegiatan diharapkan bisa berjalan kembali meski vaksin virus corona belum ditemukan(Kurniadi, 2020).

Meskipun dalam new era ini masyarakat diperbolehkan kembali untuk beraktivitas, namun kondisi tersebut tentunya tetap akan berbeda dan tidak akan pernah sama dengan keadaan seperti sebelumnya. Hal ini disebabkan dalam era new normal ini, dalam melaksanakan aktivitasnya di luar rumah, masyarakat diwajibkan untuk tetap menerapkan protokol kesehatan, yaitu menjaga jarak sosial dan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, guna mencegah terjadinya penularan dan penyebaran virus Covid-19. Oleh karena itu, dalam new normal ini, akan terjadi banyak perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat, yang mana pada masa sebelumnya, hal tersebut belum atau tidak pernah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, makalah ini akan membahas mengenai perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat selama era new normal.

B.     Pembahasan

Setiap manusia selama masa hidupnya pasti mengalami berbagai perubahan. Perubahan ini ada yang pengaruhnya terbatas maupun luas, perubahan yang lambat dan ada perubahan yang berjalan dengan cepat.Dalam hal ini, manusia memiliki peran sangat penting terhadap terjadinya perubahan masyarakat. Perubahan itu terjadi disebabkan karena hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin melakukan perubahan, karena manusia memiliki sifat selalu tidak puas terhadap apa yang telah dicapainya (Djazifah, 2012). Oleh karenanya, perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat merupakan gejala yang normal dan wajar. Bahkan perubahan tersebut akan selalu terjadidan tidak akan pernah berhenti.
    Perubahan dalam masyarakat tersebut sering disebut juga sebagai suatu perubahan sosial. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Disisi lain, MacIver mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial merupakan perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial(Djazifah, 2012). Sedangkan Soerjono Soekanto (2009) mendefiniskan perubahan sosial sebagai segala perubahan-perubahan dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya menyangkut nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan sosial dalam masyarakat ini biasanya bukan merupakan hasil atau produk namun suatu proses, yang mana perubahan tersebut merupakan suatu keputusan bersama yang diambil oleh anggota masyarakat(Baharuddin, 2015).

Strarbucks after Schultz: How to Sustain a Competitive Advantage?

 Strarbucks after Schultz: How to Sustain a Competitive Advantage?


1.      Apa 'proposisi nilai' untuk Starbucks dan bagaimana Starbucks mengembangkan proposisi nilainya?

Value proposition atau proposisi nilai, oleh Osterwalder dan Pigneur (2010) diartikan sebagai sesuatu yang biasa ditawarkan oleh seseorang (pelaku usaha) terhadap pelanggannya, diman ini mencakup sejumlah elemen, termasuk apa yang diinginkan oleh pelanggan, keuntungan yang bisa ditawarkan kepada pelanggan, termasuk harga. Disisi lain, untuk lebih memahami arti dari value proposition, ini dapat diartikan pula sebagai sebuah jalan keluar atau jawaban atas apa yang pelanggan butuhkan, merupakan pemecahan dari masalah yang dirasakan oleh pelanggan, dan value proposition juga merupakan alsan mengapa para pelanggan mau membeli produk maupun jasa yang akan ditawarkan. Dengan kata lain, value proposition merupakan keunggulan yang dimiliki oleh para pelaku bisnis dalam menawarkan produk atau jasanya, biasanya value proposition akan sangat berbeda dari apa yang dimiliki oleh produk atau jasa lain, dan ini pada akhirnya menjadi sebuah ciri khas atau keunikan dari produk atau jasa tersebut, yang menyebabkan pula pelanggan memilihnya. Ini adalah sebuah nilai atau manfaat yang ditawarkan pelaku usaha terhadap pelanggannya.

Terkait dengan kasus yang terjadi pada Starbucks, perushaan yang bergerak dibidang food and beverage ini juga memiliki value proposition dalam menjalankan bisnisnya. Value proposition tersebut adalah ingin memberikan pengalaman yang baru kepada pelanggan. [teks selanjutnya sengaja dihilangkan]

2.      Starbucks akhirnya mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2000-an ketika perusahaan menurunkan daya tarik dan keunikannya. Tolong jelaskan, apa fokus utama Starbucks selama waktu itu dan bagaimana ia kehilangan daya tarik dan keunikannya.

Starbucks pernah mengalami masa penurunan, bahkan sebelum krisis yang terjadi pada tahun 2008-2009. Krisis tersebut, kemudian membuat Starbucks semakin terpuruk yang ditandai dengan adanya penurunan pendapatan. Mengenai hal ini, ada beberapa asalan yang menyebabkan penurunan, salah satunya adalah karena perusahaan menurunkan daya tarik dan keunikannya. Ini membuat konsep perusahaan Starbucks menjadi berbeda dengan sebelumnya, bahkan value proposition perusahaan mulai mengabur dan seolah menghilang. Hal yang menyebabkan penurunan tersebut, adalah keinginan Starbucks untuk membuat operasional kafenya menjadi lebih efektif dan efisisen. Ini dilakukan atas tuntutan bisnis yang mengharuskan beradaptasi dengan lingkungan yang terus berkembang, khususnya dengan semakin banyaknya jumlah kafe yang bermunculan dan bermacam-macam produk yang ditawarkan oleh pesaing. Bersamaan dengan hal itu perusahaan secara perlahan mulai mlupakan apa yang membuatnya unik.

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]


3.      Tolong jelaskan tentang peran Schultz 'CEO yang kembali' dalam revitalisasi Starbucks. Apa inisiatif yang dia lakukan selama proses itu?

Howard Schultz merupakan orang yeng pernah menjabat sebagai CEOStarbucks selama dua masa periode. Periode pertama berakhir pada pada tahun 2000, 6 April. Namun setelah mundurnya Schultz dari jabatan CEO Starbucks, Starbucks mulai mengalami perubahan, yang ada akhirnya membuat jati diri dan keunikannya memudar. Pada saat itulah, Schultz yang saat itu telah turun dari jabatannya kembali ke perusahaan, pada Januari 2008 untuk memulikan kembali apa yang membuatnya sebagai Starbucks. Tidak terlalu lama sebelum krisis finansial global terjadi.

Untuk memulihkanStarbucks, Schultz melakukan banyak upaya perbaikan dalam perusahaan, kembali membangun apa yang membua Schultz spesial. Schultz  mulai mengotak-atik perusahaan untuk bisa kembali ke jalur sebelumnya,beberapa diantaranya adalah:

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]

 

4.      Harap jawab pertanyaan berikut sesuai dengan urutannya: pilih salah satu perusahaan, jelaskan keunikan atau proposisi nilai apa yang ingin dikembangkan, kemudian kembangkan dan jelaskan peta jalan yang perlu dicapai untuk membangun proposisi nilainya.

Dalam hal ini, perusahaan yang akan dipilih adalah perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan, yaitu industri yang berfokus dalam menyediakan jasa penginapan serta berbagai akomodasi lainnya, seperti menyediakan makanan. Mengenai hal ini, yang menjadi value proposition ini adalah ingin menawarkan pengalaman menikmati  penginapan dengan terjangkau dan nyaman, menawarkan kesan kenyamanan dengan konsep minimalis atau sederhana. Hal ini karena hotel yang murah dan terjangkau identik dengan fasilitas yang terbatas, namun dalam hotel ini, akan memberikan harga yang terjankau namun pada saat yang sama memberikan suasanya yang nyaman untuk ditinggali. Selain itu, terkadang kita merasa bahwa tinggal di hotel ketika melakukan perjalanan akan membutuhkan penyesuaian

Untuk mencapai tujuan memberikan pengalaman menginap di hotel yang, terjangkau dan nyaman ini, ada sejumlah langkah yang dapat diterapkan, diantaranya adalah:

[teks selanjutnya sengaja dihilangkan]  





POLITIK HUKUM PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM

POLITIK HUKUM PADA PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM


PENDAHULUAN

Salah satu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan adalah dengan melaksanakan pemilu. Pemilihan umum adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasive (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby, dan lain-lain.[1]

Indonesia dalam sejarahnya mengatur pemilu dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.Ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut merupakan pengaturan secara normatif penyelenggaraan pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi.Setelah Orde Baru jatuh tahun 1998, maka perubahan karakter rezim terjadi secara struktural. Maka untuk menyambut kehadiran rezim baru, tahun 1999 diselenggarakan pemilihan umum pertama pasca-Orde Baru dengan Undang-Undang Pemilu yang disusun dan dibentuk secara demokratis. Di dalam undang-undang ini dimuat definisi tentang pemilihan umum sebagai berikut:

“Pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.”

Itulah sebabnya, politik hukum undang-undang ini menentukan bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.Pemilihan umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga permusyawaratan/perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penyusunan tata kehidupan negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

PERMASALAHAN

Ditinjau dari politik hukumnya, ada berbagai permasalahan yang akan didiskusikan dalam tulisan ini:

1.      Perkembangan politik hukum pemilihan umum di Indonesia. Perkembangan politik hukum pemilu dari masa ke masa mengalami pergeseran yang signifikan. Pemilu dianggap sebagai bentuk nyata dari demokrasi serta wujud paling konkret dari partisipasi masyarakat dalam ikut serta dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu, sistem dan penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan yang demokratis.[2]

2.      Politik hukum regulasi pemilihan umum. Ada lima isu penting sesungguhnya yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Lima isu tersebut diantaranya yaitu ambang batas parlemen atau electoral threshold, ambang batas presiden atau presidential threshold, sistem pemilihan umum, daerah pemilihan magnitude, dan metode konversi suara. Lima isu tersebut jika tidak segera diklarifikasi dan dijelaskan secara gamblang kepada masyarakat luas akan menyebabkan permasalahan.[3]

3.      Politik hukum tindak pidana politik uang pemilihan umum.Politik uang tidak seirama dan senyawa dengan 3 tujuan penyelenggaraan Pemilu yakni sebagai berikut: pertama, memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis. Kedua, mewujudkan Pemilu yang adil dan berintegritas. Ketiga, mewujudkan Pemilu yang efektif dan efisien. Politik uang, jelas tidak dapat memperkuat sistem ketatanegaraan karena demokrasi dibajak melalui korupsi elektoral.[4]

4. Politik hukum pasca putusan mahkamah konstitusi atas pelaksanaan pemilu dan pemilukada.Implementasi di lapangan masih menunjukkan adanya fenomena yang merusak citra pemilu dan pemilukada itu sendiri, seperti money politics, ketidaknetralan aparatur penyelenggara, kecurangan berupa pelanggaran kampanye dan penggelembungan suara, serta penyampaian pesan-pesan politik yang bernuansa sektarian berujung kepada retaknya bingkai harmonisasi kehidupan masyarakat.

 

PENYELESAIAN MASALAH

1.      Perkembangan politik hukum pemilihan umum di Indonesia

Pemilihan Umum merupakan salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik demokrasi. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain adalah untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil rakyat di badan perwakilan rakyat. Kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan.

Secara sederhana politik hukum dapat diartikan sebagai kebijakan negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan di dalam negara yang bentuknya dapat berupa pembentukan hukum-hukum baru atau pencabutan dan penggantian hukum-hukum lama untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain kebijakan negara tentang hukum termasuk hukum pemilu dimungkinkan untuk membentuk hukum yang baru atau mengganti hukum yang lama dalam upaya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Demikian pula dilihat dari segi daya laku norma sebuah norma hukum ada yang berlaku sekali saja selesai (einmahlig) dan norma hukum yang berlaku terus menerus (dauerhaftig).[5]

Kepemimpinan Parsitipatif: Studi Kasus pada Nadiem Makarim founder Go-Jek

 

Kepemimpinan Parsitipatif: Studi Kasus pada Nadiem Makarim founder Go-Jek


A.    Pendahuluan

Pemimpin memiliki hubungan yang sangat erat dengan kepemimpinan, ini adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya lewat proses komunikasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Ini juga dapat diartikan sebagai keseluruhan tindakan guna mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan. Singkatnya, kepemimpinan adalah proses pemberian jalan yang mudah pada pekerjaan orang lain yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Rivai, 2004).

Kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan terutama dalam pemberian pelayanan publik, karena kepemimpinan yang efektif memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang efektif dibutuhkan pemimpin untuk dapat meningkatkan kinerja semua pegawai dalam mencapai tujuan organisasi sebagai instansi pelayanan publik. Dengan demikian, gaya kepemimpinan dapat menjadi pedoman yang baik dalam pengambilan keputusan (Podungge & Monoarfa, 2014). Kaitannya dengan gaya kepemimpinan ini, ada yang dinamakan sebagai sebuah kepemimpinan partisipastif. Mengenai hal ini, maka akan dibahas tentang konsep kepemimpinan partisipatif ini, yang mana akan dikutsertakan pula dengan sebuah kasus. Lebih lanjut, dalam makalah ini akan ditunjukkan salah satu contoh kasus dalam menerapkan kepemimpinan partisipatif.

B.     Pembahasan

1.      Konsep Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan patisipatif mengandung arti jika seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahanan. Pemimpin memotivasi para bawahan agar mereka serasa ikut memiliki organisasi (Hasibuan, 2007). Dalam model ini, kepemimpinan menyeimbangkan keterlibatan pemimpin dan bawahannya untuk berpartisipasi dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi organisasi. Ini juga mengandung arti bahwa dalam kepemimpinannya ada persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan masalah dengan bawahandengan melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan. Kepemimpinan partisipatif berhubungan dengan penggunaan berbagai prosedur keputusan yang memperbolehkan pengaruh orang lain mempengaruhi keputusan pemimpin.

Sehubungan dengan hal ini, model kepemimpinan partisipatif berasumsi bahwa proses pengambilan keputusan diambil bersama-sama kelompok akan mendapatkan dukungan kelompok dalam mengimplementasikan keputusan tersebut. Partisipasi mengundang kelompok, dan kelompok yang diundang merasa dihargai dan dilibatkan. Keterlibatan akan menimbulkan sikap demokratis, meningkatkan keefktifan tim dan lembaga, serta rasa tanggung jawab, rasa tanggungjawab dapat menimbulkan rasa memiliki. Rasa memiliki dapat menimbulkan turut memelihara (Firmansyah, 2016).


2.      Contoh Kasus Penerapan

Mengenai kepemimpinan partisipatif ini salah satu contoh orang yang menerapkan konsep ini adalah Nadiem Makarim yang merupakan CEO dan pendiri Go-Jek Nadiem Makarim dan kehadiran Go-Jek dianggap telah membantu perekonomian Indonesia dengan menggerakkan lebih dari satu juta pengemudi di bidang transportasi negara. Selama kepemimpinannya di Go-Jek, Nadiem menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif hal ini ditandari dengan bagaimana ia melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan.  Nadiem secara aktif mendorong diskusi-diskusi kolaboratif dan melibatkan pekerja lapangan untuk membantunya dalam proses pengambilan keputusan. Mulai dari para pengemudi Go-Jek, Go-Food dan layanan lainnya. Salah satu alasan mengapa ia menerapkan konsep yang demikian adalah ia beranggapan bahwa banyak para pimpinan yang mengundurkan diri karena banyaknya kritik terhadap kepemimpinannya. Dalam hal ini Nadiem berpendapat bahaa keragaman pemikiran dan ambisi juga sangat penting untuk menyetir bisnis Go-Jek ke depan (Shafira, 2018).

Resume Case 3: Can European-style Codetermination Be Exported?

 

Resume Case 3

Can European-style Codetermination Be Exported?


            Istilah demokrasi industry dan konsep penentu kode muncul selama abad ke-20 ini. Istilah tersebut mengacu pada serangkaian praktik organisasi dan manajemen yang melibatkan perwakilan pekerja dalam menjalankan perusahaan, termasuk hak hukum untuk serikat pekerja dan/atau dewan pekerjaan terpilih untuk memveto, menunda, bernegosiasi, atau diberitahu tentang keputusan perusahaan. Istilah ini pertama kali muncul setelah perang dunia II, yaitu pada saat Eropa sedang dalam kekacauan. Dimana antara para serikat pekerja dan kelompok pengusaha khawatir bahwa industri besar Jerman didiskreditkan oleh asosiasi mereka dengan mantan pemerintah, sedangkan para serikat pekerja dilarang karena dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh sentiment kiri ekstrim. Untuk mencegah Jerman agar tidak tergelincir ke dalam komunisme, para pemimpin moderat dari gerakan buruh Jerman di zona Inggris mendorong mereka untuk melakukan negosiasi kesepakatan dengan pemilik perusahaan untuk memberi pekerja perwakilan dewan yang setara.

            Hal ini kemudian disetujui oleh beberapa perusahaan besar di zona Inggris dan Jerman sendiri. Dimana setelah beberapa dekade para pemilik bisnis di Jerman bereksperimen dengan berbagai sistem untuk memberikan suara kepada pekerja dalam urusan perusahaan, terutama dalam bentuk dewan karya yang dipilih karyawan yang mempertimbangkan kondisi tempat kerja, mereka sepakat untuk membuat dewan permanen. Yang mana hal tersebut kemudian disahkan menjadi hukum pada tahun 1920 dan ditindaklanjuti dengan persyaratan agar pekerja mendapatkan satu atau dua kursi di dewan pengawas perusahaan, tergantung pada ukuran dewan. Namun belum lama setelah itu, banyak perusahaan yang bereaksi terhadap undang-undang dewan perwakilan dengan menurunkan peran dewan pengawas, mengurangi frekuensi rapat bahkan hingga menjadi 15 menit saja. Penerimaan pengusaha terhadap input dewan kerja juga berkurang selama tahun 1920-an, dan pada 1930-an banyak bisnis mendukung gerakan pemerintah Nazi untuk pertama-tama menutup serikat buruh dan kemudian dewan kerja.

            Meskipun demikian, para serikat pekerja tidak hanya diam saja. Mereka bertindak dengan membentuk gerakan serikat untuk memperbaharui dorongannya dalam penentuan bersama secara penuh pada tahun 1960. Hingga pada akhirnya pada tahun 1976 dibentuk undang-undang mengenai penentuan bersama yang mengharuskan hamper seluruh perusahaan Jerman yang memiliki lebih dari 2000 karyawan agar memiliki setengah dewan pengawas yang dipilih oleh suara karyawan.Undang-undang tersebut masih berlaku hingga saat ini. Oleh karenanya, pada saat ini, semua perusahaan Jerman memiliki dewan dua tingkat - dewan manajemen yang sebagian besar terdiri dari manajer, dan dewan pengawas tingkat yang lebih tinggi yang harus meratifikasi keputusan utama dan mengawasi dewan manajemen. Dimana perusahaan yang memiliki lebih dari 500 karyawan, sepertiga dari anggota dewan pengawas ditunjuk oleh pekerja, sementara di perusahaan yang memiliki lebih dari 2.000 karyawan, proporsinya naik menjadi setengah.

            Bahkan 90 persen dari mereka di perusahaan dengan lebih dari 500 karyawan diwakili oleh dewan kerja yang dipilih langsung dan merupakan kendaraan melalui penentu kode di Jerman beroperasi. Sekitar tiga perempat dari mereka yang terpilih untuk bekerja dewan dalam beberapa tahun terakhir adalah anggota serikat pekerja, dimana mereka dapat memberikan pelatihan dan konsultasi untuk dewan kerja. Dewan pekerjaan di Jerman jugatidak hanya diharuskan untuk dikonsultasikan dengan hampir semua masalah di tempat kerja, tetapi juga memiliki hak penetapan kode positif pada subset masalah terkait SDM, termasuk perubahan waktu mulai dan selesai, waktu istirahat, lembur, bonus dan target, metode pembayaran, pengenalan pengawasan karyawan melalui kamera atau perangkat lain, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam kondisi saat ini, para pengusaha tidak dapat melakukan perubahan secara sepihak tetapi harus setuju dengan dewan kerja atau meyakinkan pengadilan dengan kursi netral untuk menerima rekomendasi mereka.

Model Negara Swedia dan Perancis

Di Swedia, dewan perwakilan serikat pekerja cukup terbatas, namun penetapan kodenya tersebar luas dan memiliki efek dalam memperluas dan memperdalam aktivitas serikat pekerja local terkait dengan pertanyaan manajemen. Meskipun demikian, para pekerja di dewan membatasi intervensi mereka pada pertanyaan-pertanyaan mengenai penempatan staf, pembayaran, dan lingkungan kerja. Dalam hal ini, Swedia memiliki struktur dewan kesatuan (menggabungkan dewan pengawas dan manajemen) dan serikat menunjuk dua direktur di perusahaan dengan lebih dari 25 karyawan, dan tiga di antaranya dengan lebih dari 1.000, yang mana hal tersebut biasanya merupakan sekitar sepertiga dari jumlah direktur, meskipun proporsinya tidak ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, ada perwakilan keselamatan yang ditunjuk oleh serikat pekerja yang diberi wewenang untuk menyelidiki suatu kecelakaan atau cedera yang terjadi, mengambil tindakan untuk menangani risiko, dan memantau secara luas lingkungan tempat kerja. Swedia juga memiliki undang-undang penetapan kode, namun pelaksanaannya masih konsisten dengan model hubungan kerja Nordik, dimana para serikat pekerja difasilitasi dengan hak yang luas dan dapat ditegakkan untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan. Para pengusaha juga harus bernegosiasi dengan serikat pekerja mengenai bidang-bidang termasuk perubahan dalam organisasi dan metode kerja, perubahan personil (termasuk perubahan dalam pengawas), persiapan anggaran tahunan, perubahan struktural, dan perubahan dalam pola perekrutan atau pemecatan.

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia

 

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang disertai dengan Kekerasan di Indonesia


A.    Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia dalam lingkungan masyarakat dinilai semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku tersebut, jika ditinjau dari segi hukum tentu terdapatperilaku yang dapat dikelompokkan sesuai dengan norma dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam lingkungan sosial. Perilaku yang tidak sesuai dengan norma inilah yang biasanya justru menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Terutama dengan adanya kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban manusia yang berdampak pada semakin meningkatnya kebutuhan kepentingan manusia, yang berpotensi mengakibatkan meningkatknya jumlah tindak kejahatan. Angka kejahatan ini kemudian dinilai dapat terus bertambah dengan cara berbeda-beda bahkan dengan peralatan yang semakin canggih dan modern sehingga kejahatan dinilai akan semakin meresahkan masyarakat(Setiyani, 2018).


B.     Pembahasan

1.      Kejahatan Premanisme dan Kekerasan

Masalah kejahatan pada prinsipnya merupakan masalah yang aktual dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia tetapi juga di manapun di dunia ini, oleh karenanya kejahatan merupakan masalah yang bersifat universal. Dalam hal ini, Soesilo (dalam Prasetyo, 2011), dalam bukunya yang berjudul Kriminologi Kejahatan, memberikan pengertian tentang apa yang dinamakan sebagai kejahatan, dimana jika ditinjau dari segi juridis, kejahatan merupakan suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Sementara jika ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban (Prasetyo, 2011). Beberapa kejahatan atau perilaku menyimpang juga dilatarbelakangi kondisi sosial budaya masyarakat setempat.Naik turunnya angka kejahatan tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan masyarakat, keadaan politik, ekonomi, budaya dan yang lain.Hal ini sejalan dengan pendapat Mahrus Ali (dalam Zegi, 2018) yang mengatakan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, semakin meningkat pula perilaku manusia dalam bermasyarakat yang mengabaikan norma-norma hukum yang berlaku. Hal tersebut dapat berdampak pada kekacauan dalam kehidupan bermasyarakat. Cara-cara yang dilakukan tidak sesuai dengan norma dan kaidah hukum yang berlaku merupakan bentuk dari praktik tindak pidana(Zegi, 2018).


2.      Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Premanisme yang Disertai Dengan Kekerasan

Premanisme merupakan fenemona sosial yang sudah sering muncul dalam kehidupan masyarakat bahkan sejak dahulu. Pada dasarnya aksi premanisme tidak terlalu menakutkan karena biasanya aksi tersebut cenderung dilakukan hanya terbatas pada memaksa oranglain untuk menyerahkan harta bendanya tanpa mencederai mereka.Namun seiring perkembangannya, aksi premanisme ini merupakan bentuk kejahatan jalanan (street crime) yang menjadi perhatian serius masyarakat serta aparat penegak hukum. Hal ini disebabkan karena kehadiran para preman dan aksi premanisme yang dilakukan tidak hanya oleh preman saja telah mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat. Aksi premanisme tersebut juga semakin marak terjadi bahkan terkadang berujung dan menyebabkan korban jiwa. Sebab kekerasan yang dilakukan para preman dinilai sudah melampaui batas karena tidak hanya mencakup kekerasan psikis, tetapi juga kekerasan fisik sehingga mereka tidak menginginkan harta semata, tetapi juga melakukan tindakan kekerasan yang berakhir pada pembunuhan.

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di JakartaPusat

  

Penegakan Hukum terhadap Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat


A.    Pendahuluan

Premanisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Tindakan premanisme ditunjukkan melaluisejumlah faktor yang merupakan aktivitas mengganggu ketertiban, sehingga menimbulkan rasa  ketidaknyamanan, keresahan dan rasa takut diantara masyarakat. Aksi permanisme sering dijumpai di sejumlah daerah  keramaian masyarakat, meskipun tidak menutup kemungkinan aksi tersebut juga dapat terjadi di daerah sepi dan jauh dari keramaian publik (Pradipta & Suardana, 2018). Dengan demikian, premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum(Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017).


B.     Pembahasan

1.      Tindakan Pemerasan dan Kekerasan yang dilakukan oleh Preman di Jakarta Pusat 

Premanisme adalah fenomena sosial yang sering muncul dalam kehidupan masyarakat. Premanisme dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang termasuk dalam aktivitas yang mengganggu dan menimbulkan dampak yang merugikan kepentingan umum. Subjek atau individu yang melakukan tindakan premanisme disebut sebagai preman, sebutan yang berasal dari Bahasa Belanda, yaitu vrijman yang artinya adalah orang bebas atau tidak mempunyai ikatan pekerjaan dengan pemerintah atau pihak tertentu. Pada dasarnya idnividu yang disebut sebagai preman merupakan individu yang tidak mempunyai pekerjaan yang pasti dan tidak memiliki sumber penghasilan yang tetap, sehingga individu akan melakukan berbagai cara untuk dapat menghasilkan uang dengan melakukan pemerasan  yang disertai dengan ancaman hingga kekerasan (Nugroho, Sularto, & Wisaksono, 2017). Sedangkan pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban(Saputra, 2018).


2.      Faktor Penyebab Pemerasan dan Kekerasan oleh Preman di Jakarta Pusat

Menurut Andi Hamzah (dalam Pratiwi, 2014) faktor penyebab kriminalitas terdiri dari faktor dari dalam diri pelaku (internal) dan faktor dari luar diri pelaku (eksternal). Menurut Alifi (2016), faktor internal merupakan faktor dari dalam diri sendiri seperti kondisi fisiologis pelaku, dan kondisi psikologis pelaku kriminalitas. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku kriminalitas mencakup kondisi ekonomi dan kondisi sosial atau lingkungan sekitar pelaku, orang atau sekelompok orang melakukan tindakan kriminalitas ataupun semata-mata didorong oleh tekanan ekonomi yang parah (Alifi, 2016). Terkaitfaktor dari luar diri pelaku, faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan merupakan faktor yang mendorong aksi premanisme oleh seorang preman. Faktor lingkungan adalah faktor yang potensial karena terdapat kemungkinan untuk memberikan pengaruh terhadap kemungkinan tindak kriminal yang dapat terjadi tergantung dari susunan pembawaan dan lingkungan baik lingkungan tetap maupun lingkungan sementara. Pengaruh lingkungan akan memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang, dan lingkungan yang telah mengelilingi seseorang untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya(Pratiwi, 2014).


3.      Dasar Hukum Tindak Pidana Pemerasandan Kekerasan dalam Premanisme

Pemerasan merupakan bentuk dari tindakan yang melawan hukum yang memaksa seseorang dengan kekerasan atau suatu tindakan pencurian yang diawali atau disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik yang diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan barang oleh korban. Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam bab XXIII Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Pemerasan yaitu(Saputra, 2018):

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”


4.      Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Premanisme di Jakarta Pusat

Kepolisian menjalan peran yang sangat penting untuk dapat menyelesaikan permasalahanpemerasan dan kekerasan dalam premanisme. Penyelesaian tindakan premanime yang terjadi di wilayah hukum Polres Jakarta Pusat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tindakan preventif dan represif.



Ini hanya versi sampelnya saja ya...


Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke


WA : 

0882-9980-0026

(Diana)