Pengambilan Keputusan Strategis: Kasus Keputusan Strategis Yang Dibuat BUMN Dalam Konsep Bisnis

 

Pengambilan Keputusan Strategis:

Kasus Keputusan Strategis Yang Dibuat BUMN Dalam Konsep Bisnis

A.    Pendahuluan

Dalam pengambilan keputusan, keputusan sendiri mengandung arti sebagai hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi dengan tegas. Pengambilan keputusan (decision making) didefinisikan sebagai pemilihan keputusan atau kebijakan yang didasarkan atas kriteria tertentu. Proses ini meliputi dua alternatif atau lebih karena seandainya hanya terdapat satu alternatif tidak akan ada satu keputusan yang akan diambil (Dagun, 2006). Sementara menurut J.Reason, Pengambilan keputusan dapat dianggap sebagai suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitifyang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara beberapa alternatif yang tersedia (Reason, 1990).

Tentang pengambilan keputusan ini tentunya juga menjadi bagian penting dalam menjalani bisnis, khususnya dalam lingkungan bisnis yang sangat kompetitif, para manajer dan para pemimpin dalam suatu organisasi bisnis harus memiliki kekuatan besar dalam menghasilkan kinerja yang baik untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Seiring dengan kondisi yang demikian, para manajer maupun para pimpinan lainnya akan dihadapkan pada berbagai pilihan yang harus diambil dalam menentukan langkah-langkah bagi penjalanan organisasinya (Usman, 2014). Oleh karena mereka harus pandai-pandai dalam melakukan pengambilan keputusan, sebab ini akan mementukan keberlangsungan organisasinya di masa depan.

Dalam perkembangan tentang pengambilan keputusan ini, ada yang dinamakan sebagai teori pengambilan keputusan strategis. Dalam makalah ini akan membahas tentang konsep dari teori pengambilan keputusan strategis, yang mana kemudian akan dikaitkan dengan sebuah kasus yang terjadi, dalam makalah ini kasus yang diambil adalah tentang kasus keputusan startegis yang dibuat BUMN dalam konsep bisnis. BUMN adalah singkatan dari Badan Usaha Milik Negara. Ini adalah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 1 ayat 1, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara). Sama halnya dengan perusahaan atau organisasi lainnya, BUMN dalam menjalankan bisnis dan sebagai suatu badan usaha juga diharuskan melakukan pengambilan keputusan yang strategis, khususnya dalam konsep berbisnis. 

B.     Pembahasan

Dalam pengambilan keputusan strategis di bidang Bisnis, BUMN sering mendapat kendala. Direksi BUMN dalam melakukan investasi atau transaksi guna memperoleh pendapatan (revenue) dan pertumbuhan (growth) perseroan dihadapkan pada situasi yang dilematis yang menimbulkan keraguan-keraguan dalam pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan karena adanya direksi BUMN yang dipidana karena keputusan bisnisnya dianggap merugikan keuangan negara. Padahal jika merujuk pada Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rule (BJR)  (Pramagitha & Sukranatha, 2019).

Prinsip BJR diatur dalam Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan prinsip ini, direksi BUMN pembuat keputusan bisnis yang mengakibatkan kerugian bagi BUMN tidak dapat bertanggung jawab secara pribadi dengan syarat keputusan bisnis tersebut diambil berdasarkan itikad baik dan kehati-hatian (Pramagitha & Sukranatha, 2019). Selain melindungi para pimpinan ketika mengambil keputusan dan berdampak buruk terhadap BUMN, prinsip ini pada dasarnya juga mengharuskan para pimpinan pengambil keputusan berhati-hati dalam memutuskan sesuatu termasuk harus selalu mmerhatikan tugas-tugas utamnya (Affandhi, 2016).

Resume Jurnal: Leadership competencies and the essential role of human resource development in times of crisis: a response to Covid-19 pandemic

 

Resume Jurnal

Judul Artikel : Leadership competencies and the essential role of human resource development in times of crisis: a response to Covid-19 pandemic

Penulis         : Khalil M. Dirani, Mehrangiz Abadi, Amin Alizadeh, Bhagyashree Barhate, Rosemary Capuchino Garza, Noeline Gunasekara, Ghassan Ibrahim & Zachery Majzun


Pendahuluan

Covid-19 adalah krisis kesehatan global baru yang terjadi pada awal tahun 2020 lalu, yang mana hal tersebut dianggap sebagai salah satu titik balik dalam sejarah manusia. Hal ini disebabkan karena besarnya dan kecepatan keruntuhan dalam semua aktivitas masyarakat karena Covid-19 tersebut tidak seperti krisis-krisis yang pernah melanda dunia. Pemerintah, komunitas, dan organisasi berada dalam mode krisis dan sedang mencari bimbingan dari para pemimpin mereka. Oleh karena itu, inilah saatnya bagi para pemimpin sejati untuk membantu sistem dan individu mengatasi keterbatasan dan ketakutan serta meningkatkan kinerja mereka. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki reaksi dan tanggapan para pemimpin dan organisasi domestik dan global terhadap COVID-19 dan untuk mempertimbangkan peran baru Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD) berdasarkan konsekuensi pandemi secara umum, dan COVID-19 pada khususnya.

Kompetensi Kepemimpinan pada Saat Krisis

            Pandemi saat ini tampaknya menjadi ujian terakhir bagi kepemimpinan di seluruh dunia, yang mana mereka berjuang untuk mengelola krisis ini dengan proporsi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sama seperti komunitas mereka, organisasi berada dalam mode krisis. Mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar pelanggan mereka sambil memastikan kesejahteraan staf mereka. Dari perspektif akademis HRD, seluruh dunia saat ini berada di bawah lingkungan yang tidak bersahabat, seperti misalnya mengalami situasi krisis, diskriminasi dan permusuhan karyawan, kesehatan fisik dan psikologis karyawan, dan sebagainya.

Dampak Krisis pada Karyawan

            Boin (2005) menyatakan bahwa krisis dapat mengguncang organisasi dan pekerjanya, seperti organisasi harus bekerja di bawah tekanan yang mengarah pada tantangan luar biasa bagi para pemimpin bisnis bahkan hingga menyebabkan peningkatan tajam dalam PHK karyawan. Namun menurut, para akademisi HRD, kehilangan karyawan berarti kehilangan pengetahuan sedangkan mempertahankan mereka dapat membantu organisasi mempertahankan pengetahuan dan pengalaman. Sedangkan karyawan merespons secara berbeda selama masa krisis, seperti misalnya perubahan perilaku dan reaksi sepeti ketidaknyamanan ringan, ketakutan, kemarahan, frustrasi, dan bahkan penolakan penuh. Selain itu, Naudé (2012) menambahkan bahwa karyawan cenderung lebih sedikit mengeluh tentang pelanggaran ketenagakerjaan selama krisis karena takut kehilangan pekerjaan.

Apa yang dibutuhkan Karyawan saat ini?

            Pada saat terjadinya krisis, focus utama pemimpin adalah membuka kembali, memulihkan bisnis, dan memulai mode manajemen krisis. Akbatnya karyawan yang paling berisiko terkena dampaknya, sehingga mereka akan membutuhkan dukungan emosional dan interpersonal. Pertama, dukungan HRD, yang mana peran HRD saat terjadi krisis sangat penting untuk mengurangi stress yang dialami para karyawan. Dimana mereka dapat menjadi penghubung antara karyawan dan pemimpin, dengan menyuarakan keprihatinan karyawan tentang pekerjaan, menyarankan solusi kepada para pemimpin, dan memastikan pemimpin mendengarkan dan memberikan pemberdayaan psikologis dan dukungan pengawasan untuk karyawan. Kedua, dukungan pengawas. Menurut Mani dan Mishra (2020), selama masa tidak pasti, semangat kerja rendah, dan pekerjaan terancam karena karyawan akan menghadapi tantangan dengan lingkungan kerja yang baru. Disini penting bagi para pemimpin bisnis dan supervisor agar menjadi lebih fleksibel untuk meningkatkan motivasi para karyawan dengan sering melakukan keterlibatan dengan mereka.

Resume Jurnal: Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID‐19

 

Resume Jurnal

Judul Artikel   :  Academic Leadership in a Time of Crisis: The Coronavirus and COVID19

Penulis             : Antonio Arturo Fernandez dan Graham Paul Shaw

Pendahuluan

            Covid-19 adalah salah satu krisis kesehatan masyarakat global yang datang secara tiba-tiba telah mempengaruhi dan membawa dampak yang signifikan pada setiap aspek kehidupan sehari-hari masyarakat. Seperti misalnya di bidang akademis, para pemimpin menanggapi krisis tersebut dengan menutup sekolah dan asrama, membatalkan acara yang telah direncanakan, dan memindahkan aktivitas pendidikan dan lainnya secara online. Sebagian besar masyarakat umum juga cenderung berada di rumah untuk menghindari dan mengurangi penularan virus Covid-19 tersebut. Dihadapkan dengan ketidakpastian dan meningkatnya intensitas pandemi virus corona baru, para pemimpin akademis di sekolah, perguruan tinggi, dan universitas di seluruh Amerika Serikat membuat keputusan strategis untuk beralih ke pengajaran dan pembelajaran jarak jauh yang membutuhkan transformasi baru bagi semua pihak yang ada di dalamnya. Transformasi tersebut tentunya memerlukan perubahan radikal dalam sikap, nilai, dan keyakinan bagi beberapa pemangku kepentingan (Heifetz & Laurie, 2001) dan mungkin juga memerlukan peningkatan proses, strategi baru, dan bahkan cara baru dalam berbisnis bagi banyak orang, yang mana hal tersebut cenderung membuat sebagian besar dari mereka merasa stress. Hal ini disebabkan karena beberapa dari mereka masih ada yang kekurangan infrastruktur digital dan kemampuan digital yang diperlukan, dan sebagainya.

            Meskipun demikian, respon cepat yang diambil oleh para pemimpin akademis tersebut sangat penting untuk manajemen krisis yang efektif. Respon cepat dari beberapa institusi akademik terhadap krisis saat ini difasilitasi oleh adanya sistem otentik dari kepemimpinan bersama yang memungkinkan pengambilan keputusan lokal, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari tingkat kelincahan, inovasi, dan serta dukungan rekan yang unggul dalam menghadapi dan menanggapai suatu krisis yang terjadi. Sebab kompleksitas dan ketidakpastian pandemi virus corona yang mengharuskan penanganan masalah secara real time, sehingga paradigma kepemimpinan pemimpin/pengikut otoriter harus bertransisi ke model kepemimpinan bersama yang baru.

A New Toolbox for Academic Leaders

            Pada dasarnya, sebelumnya, para pemimpin akademis sudah menggunakan alat pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh. Meskipun demikian, masih banyak akademisi berada di wilayah yang belum dipetakan, sehingga dengan tuntutan untuk melakukan segala aktivitasnya secara online membuat mereka menjadi stress bahkan takut dengan kenyataan baru mereka karena rutinitas belajar dan mengajar mereka yang mapan terganggu. Disinilah empati, kasih sayang, dan fleksibilitas yang teratur, dan perilaku pemimpin yang sesuai dengan konteks manajemen krisis di dunia akademis sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan memberikan pelatihan penting, dukungan dan sumber daya yang masih mengalami ketertinggalan dalam penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh tersebut. Oleh karena itu, para pemimpin akademis harus dapat mengelola, mendorong, dan memotivasi para karyawannya untuk bekerja sama agar dapat mengatasi tantangan belajar-mengajar yang ditimbulkan oleh krisis virus corona saat ini.

Leaders Can See Opportunities in a Crisis

            Tuntutan penerapan pengajaran dan pembelajaran digital jarak jauh ini sebenarnya dapat menjadi peluang bagi para pemimpin akademis untuk menciptakan keunggulan kompetitif organisasinya. Dimana, ke depan, setelah krisis ini berakhir, para pemimpin dapat memanfaatkan peluang strategis yang muncul sekarang untuk mendefinisikan kembali tanggung jawab organisasi dengan inovasi dan menggunakan teknologi digital untuk mengubah atau menghilangkan praktik warisan yang tidak efisien. Sumber daya digital yang dihasilkan sebagai tanggapan terhadap krisis juga dapat digunakan untuk membantu siswa yang kurang beruntung, mereka yang memiliki ketidakmampuan fisik dan belajar atau dalam desain kursus kejuruan untuk siswa non-tradisional yang kembali ke pendidikan setelah krisis mereda.

Kasus Intoleransi Di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik

 

Kasus Intoleransi Di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik


A.    Pendahuluan

Kehidupan masyarakat selalu dipenuhi dengan perbedaan pendapat, yang pada akhirnya bisa menimbulkan perseteteruan antara dua pihak yang berbeda. Salah satu masalah yang masih dihadapi oleh masyarakat diseluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah masalah tentang Intoleransi, yang berhubungan dengan sikap diskriminasi, yang biasanya, kaum minoritas menjadi korban dari tindakan ini. Intoleransi berbarti tidak ada tenggang rasa atau tidak toleran (KBBI, 2012-2020). Sementara toleran sendiri memiliki arti sebagai  sebuah sikap yang bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI, 20120-2020). Jadi, secara garis besar intoleransi adalah sikap yang tidak bisa menhargai pandangan orang lain yang bertentangan dengan diri sendiri.

Belakangan ini, kasus-kasus intoleransi masih terus terjadi. Kasus intoleransi, salah satu yang sering terjadi adalah dalam aspek kehidupan beragama. Diketahui bahwa berdasaran indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), dari skor 1-100, skor indeks KUB nasional mengalami fluktuasi setiap tahunnya, mulai dari 75,35 pada 2015 hingga menjadi 73,83 pada 2019. Angka rerata nasional sempat turun pada 2017-2018 hingga menjadi 70,90 pada 2018 (Gusman, 2020). Meskipun indeks kerukunan umat beragama menunjukkan nilai yang cukup baik, tapi hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa peristiwa-peristiwa intoleransi masih terus terjadi. Selain itu, kasus-kasus intoleransi yang paling banyak terjadi seringny aberkaitan dengan umat beragama, dengan jumlah kasus yang paling banyak terjadi di sekitaran Pulau Jawa, mulai dari propinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, hingga Jawa Tengah (Suciatiningrum, 2019).

Salah satu kasus intoleransi yang terjadi adalah tentang sebuah pembubaran paksa sebuah upacara mododareni yang dilakukan oleh sebuah keluarga di Kota Solo, Jawa Tengah. Lebih tepatnya, upacara mododareni tersebut dilaksanakan di rumah almarhum Segaf Al-Jufri, Jl. Cempaka No. 81, Kp. Mertodranan, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, pada Sabtu, 8 Agustus 2020. Saat acara masih berlangsung, sejumlah massa meminta agar acara dibubarkan. Pada akhir peristiwa tersebut, ada sekitar 3 orang anggota kelurga yang mengalami luka-luka akibat amukan massa (Gusman, 2020). Dalam hal ini, maka dalam makalah ini akan membahas tentang bagaimana peristiwa intoleransi ini jika dilihat dari sebuah teori, yaitu teori konflik.

B.     Pembahasan

1.      Kasus Intoleransi di Kota Solo dalam Upacara Midodareni

Peristiwa yang menunjukkan terjadinya intoleransi terjadi di Kota Solo pada tanggal 8 Agustus 2020 lalu. Peristiwa tersebut melibatkan sebuah keluarga yang tengah menjalankan prosesi upacara Midodareni, yaitu upacara yang biasa dilakukan oleh kedua keluarga calon pengantin malan sebelum upacara pernikahan dilaksanakan. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga Assegaf bin Juhri  (Gusman, 2020).

Ketika itu, keluarga Assegaf bin Juhri bermaksud untuk melangsungkan pernikahan putri dari Habib Umar Assegaf. Namun ketika upacara Midodareni yang dilanjutkan dengan acara makan-makan itu belum selesai, pihak keluarga didatangi massa yang ingin meminta kejelasan tentang acara apa yang tengah berlangsung. Kunjungan tersebut juga menghadirkan polisi setempat, sebagai pihak penengah dan sebagai pihak yang memediasi supaya kerusuhan tidak terjadi. Pada akhirnya pihak keluarga setuju untuj membubarkan acara, dengan jaminan keamanan atas amukan massa. Namun pada akhirnya kerusuhan tetap terjadi, perusakan kendaraan bermotor terjadi, pemukulan terhadap sejumlah keluarga juga terjadi, hingga akhirnya 3 orang anggota keluarga harus dilarikan kerumah sakit  (Rachmawati, 2020). Ketiga korban dari mempelai perempuan, Habib Umar Assegaf (54) dan anaknya, HU (15), serta Husin Abdullah (57) terluka. Perwakilan keluarga, Memed menyebut ketiga korban itu ditendang, dipukul, dan dilempari batu (Isnanto, 2020). Selain terjadinya penyerangan, pihak keluarga juga mendapatkan serangan verbal, atau intimidasi verbal (Rachmawati, 2020).

Sementara itu, untuk alasan utama yang membuat massa mendatangi acara tersebut adalah bahwa massa menganggap apa yang dilakukan oleh pihak keluarga sebagai bagian dari kegiatan terlarang dan bertentangan dengan agama islam, atau bertentanagn dengan komunitas warga setempat yang kebanyakan adalah keturunan Arab (Isnanto, 2020). Terlebih, pada dasarnya alasan tersebut dianggap sebagai sebuah tindakan tak berdasar, sebab upacara mododareni sudah menjadi bagian dari adat Indonesia, khususnya masyrakat Jawa, dan termasuk kota Solo. Uapcara ini juga telah dikenal oleh masyarakat secara meluas (CNN Indonesia, 2020). Jadi tidak ada alasan, mengapa upacara sebelum melangsungkan pernikahan ini dapat dianggap sebagai bagian dari ajaran sesat dan terlarang, karena telah menjadi bagian dari kebudayaan orang jawa itu sendiri.

Hingga akhirnya, tim gabungan Polresta Surakarta dan Polda Jawa Tengah telah menangkap tujuh terduga pelaku kekerasan yang mengakibatkan tiga korban luka-luka itu. Pada kasus tersebut, kelima tersangka diantaranya terancam Pasal 160 KUHP dan Pasal 335 KUHP tentang penghasutan untuk bertindak pidana kekerasan serta Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan (CNN Indonesia, 2020).

2.      Analisis Intoleransi di Kota Solo Berdasarkan Teori Konflik

Intoleransi merupakan bagian dari sebuah bentuk konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat. Terjadinya konflik intoleransi ini, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Termasuk dalam masalah keagamaan,  berikut ini merupakan beberapa hal yang menjadi alasan penyebab terjadinya intoleransi di Indonesia (Putro, 2017), yaitu:

a.       Perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Hal ini menghasilkan pengamalan yang berbeda dalam internal keagamaan. Ada yang menganggap kelompoknya paling benar, dan menganggap yang lainnya sesat.

b.      Adanya aksi-aksi penolakan terhadap pendirian rumah ibadah

c.       Adanya perbedaan adat istiadat dalam lingkungan masyarakat

d.      Adanya perbedaan persepsi di antara petugas saat melakukan tugas dilapangan

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

 

 

Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab


A.    Pendahuluan

Israel dan Uni Emirat Arab telah sepakat untuk menormalisasi hubungan antara kedua negara, dan Uni Emirat Arab menjadi negara pertama dari negara-negara Arab di Teluk Persia   (Gulf Arab countries) yang mencapai kesepakatan mengenai normalisasi hubungan dengan Israel. Perjanjian tersebut, yang ditengahi oleh Amerika Serikat, dikenal sebagai Abraham Accord, dan sepakat untuk bekerja menuju full normalisation of relations. Uni Emirat Arab juga merupakan negara Arab ketiga yang mencapai kesepakatan seperti dengan Israel, setelah Yordania dan Mesir (Al Jazeera, 2020). Dalam pernyataan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang membantu sebagai penengah normalisasi hubungan kedua negara tersebut, negara-negara menyebut kesepakatan antara Israel dengan Uni Emirat Arab sebagai peristiwa yang bersejarah dan merupakan terobosan menuju perdamaian. Hal ini dikarenakan hingga saat ini Israel belum memiliki hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab di Teluk Persia. Tetapi kekhawatiran terhadap Iran telah mendorong adanya kontak tidak resmi di antara kedua negara tersebut. Presiden Trump menyebut kesepakatan antara Perdana Menteri Netanyahu dan Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan sebagai momen yang benar-benar bersejarah yang menandai kesepakatan damai Israel-Arab ketiga sejak deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, setelah Mesir dan Yordania. Presiden Trump juga mengharapkan lebih banyak negara Arab mengikuti jejak Uni Emirat Arab untuk menormalisasi hubungan dengan Israel (BBC News, 2020).

Membuka hubungan langsung antara dua negara paling dinamis di Timur Tengah dengan ekonomi paling maju dinilai akan dapat memberikan perubahan pada kawasan tersebut, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan inovasi teknologi, dan menjalin hubungan antar masyarakat menjadi lebih dekat. Israel juga akan melakukan penangguhan deklarasi kedaulatan atas wilayah yang digariskan, yaitu rencana Israel untuk menggabungkan  permukiman Yahudi di Tepi Barat (West Bank) dan Lembah Yordania yang strategis. Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab untuk Urusan Luar Negeri, Anwar Gargash, mengungkapkan bahwa pengakuan Uni Emirat Arab atas Israel merupakan langkah yang berani untuk dapat menghentikan bom waktu dari aneksasi Israel di wilayah Tepi Barat (Muhammad, 2020). Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab.

B.     Pembahasan

1.      Hubungan Diplomatik

Hubungan diplomatik bertujuan untuk melakukan negosiasi dengan negara lain sebagai upaya pencapaian suatu tujuan. Hubungan diplomatik terus berkembang pada kebutuhan suatu kelompok dengan kelompok lain dan berkembang menjadi hubungan lebih luas antara satu negara dengan negara lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak pada hubungan antar negara yang didukung dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat internasional. Lembaga perwakilan diplomatik mengalami kemajuan dalam masyarakat saat hubungan ekonomi dan politik meluas antar negara. Dalam menjalankan misi diplomatik dan melakukan kerja sama juga tidak terlepas dari kegiatan diplomasi. Hubungan politik internasional suatu negara dapat terwujud dengan adanya hubungan diplomatik sebagai bentuk hubungan formal antara satu negara dengan negara lain. Hubungan diplomatik digunakan dalam hubungan internasional melalui teknik diplomasi dalam menyampaikan keinginan suatu negara (Universitas Udayana).


2.      Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Israel dan Uni Emirat Arab telah bergeser dengan perlahan menuju normalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2015, Israel telah membuka kantor diplomatik di ibu kota Uni Emirat Arab, Abu Dhabi terkait dengan the International Renewable Energy Agency; pejabat senior Israel telah mengunjungi Abu Dhabi, di mana para atlet Israel telah berpartisipasi dalam kompetisi regional di Uni Emirat Arab dan Israel akan berpartisipasi dalam Dubai’s World Expo 2020, yang dijadwalkan dibuka pada Oktober 2021 karena pandemi COVID-19. Momentum signifikan untuk kesepakatan dimulai ketika Israel tidak memulai proses penggabungan wilayah Tepi Barat pada 1 Juli seperti yang ditunjukkan Perdana Menteri Israel. Menurut Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat, pihak Uni Emirat Arab dilaporkan mengambil kesempatan itu untuk menjanjikan normalisasi penuh hubungan jika aneksasi (penggabungan wilayah) dihapus (Cook, 2020). Pembentukan normalisasi hubungan diplomatik penuh, pertukaran kedutaan, dan hubungan perdagangan antara Israel dan Uni Emirat Arab merupakan langkah maju diplomatik yang signifikan (BBC News, 2020).


3.      Hal yang Mendorong Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Uni Emirat Arab

Normalisasi  hubungan  diplomatik juga tidak terlepas dari motivasi untuk mencapai kepentingan nasional, dan proses pembuatan kebijakan luar negeri berlandaskan pada sejumlah faktor-faktor yang mendorong kebijakan dikeluarkan. Normalisasi hubungan diplomatik dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik dari  dalam  maupun  luar  negara Israel dalam memutuskan untuk melaukan normalisasi hubungan diplomatik dengan Uni Emirat Arab  (Pramesti, Dewi, & Nugraha, 2019)

 

Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak yang di Hadapi oleh PT Pertamina

 

Strategi Crisis Communication dalam Kasus Tumpahan Minyak

yang di Hadapi oleh PT Pertamina


A.    Pendahuluan

Komunikasi adalah salah satu kunci penting dalam menjalankan berbagai aktivitas di setiap perusahaan atau organisasi. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain atau pihak yang memiliki kepentingan dalam organisasi (stakeholders). Komunikasi yang baik dengan pemangku kepentingan dapat menciptakan relasi harmonis dan menjadi kekuatan organisasi. Hal ini tentunya akan dapat mengurangi kesalahpahaman dan mencegah timbulnya konflik pada pemangku kepentingan (Ayu, Suryawati, & Pascarani, 2016). Kemampuan komunikasi telah menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan arah kehidupan organisasi atau perusahaan. Perusahaan-perusahaan besar dapat bertahan tergantung pada bagaimana perusahahan tersebut mengelola komunikasi krisis yang terjadi didalamnya. Krisis sendiri merupakan kondisi yang tidak terduga, di mana organisasi atau perusahaan pada umumnya tidak dapat menduga bahwa akan terjadi krisis yang dapat mengancam eksistensi perusahaan itu sendiri (Prabowo, 2018).


B.     Kasus

PT Pertamina adalah salah satu perusahaan yang mengolah dan memproduksi bahan baku minyak untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional. Selama perjalanan bisnisnya, Pertamina mengalami banyak krisis dalam perusahaannya, salah satunya adalah kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada Maret 2018 lalu. Kejadian ini diakibatkan karena adanya kebocoran pipa bawah laut yang terletak di kedalaman 20-25 meter pada akhir Maret 2018 lalu, yang kemudian tumpahan tersebut semakin hari semakin meluas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang sangat besar, seperti rusaknya ekosistem laut dan pantai, pemukiman yang terpapar tumpahan minyak, bahkan hingga mengakibatkan tewasnya lima orang nelayan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, sejak terjadinya kasus tersebut, empat pejabat Pertamina mengumumkan bahwa kebocoran tersebut bukan dari pipa Pertamina kepada masyarakat. Padahal setelah kejadian, masih belum diselediki hingga belum diketahui penyebab pasti terjadinya kasus tumpahan minyak tersebut. Pemberitahuan informasi mengenai penyebab kejadian tersebut pun juga dilakukan berkali-kali dengan alasan dan statement yang sama. Manajer komunikasi Pertamina pun mengatakan dan memastikan bahwa koordinasi antara pihaknya dengan kepolisian daerah setempat sudah dilakukan. Sayangnya setelah dilakukan penyelidikan oleh berbagai pihak, seperti kepolisian, tim laboratorium forensik dan sebagainya, pihak Pertamina akhirnya mengakui bahwa kejadian tersebut disebabkan karena adanya kerusakan dari aset atau pipa mereka(Wongsonagoro, 2020; Firmanto, 2018).


C.    Analisis

Krisis adalah suatu hal yang pasti pernah dialami oleh setiap organisasi atau perusahaan. Tentunya tidak ada satupun perusahaan di dunia yang menginginkan terjadinya krisis dalam perusahaan mereka. Namun perubahan  lingkungan bisnis yang cepat, dan persaingan yang semakin ketat memberikan dampak yang kuat bagi lingkungan bisnis perusahaan. Hal inilah yang terkadang menimbulkan krisis dalam perusahaan jika mereka tidak dapat mengikuti perubahan dengan baik dan bersaing dengan yang lainnya. Sehingga tidak ada satupun perusahaan yang luput dari krisis, yang membedakan adalah pada seberapa besar krisis yang dialami dan keberhasilan mereka dalam menangani dan mengatasi krisis tersebut.

Dalam hal ini, krisis seringkali diartikan sebagai ancaman terhadap operasional, reputasi, dan citra perusahaan. Krisis dapat menciptakan tiga ancaman, seperti keamanan publik, kerugian finansial, dan kerugian reputasi. Oleh karenanya, perusahaan juga tidak boleh mengabaikan krisis terlalu lama dan harus memiliki strategi yang tepat untuk mengatasi krisis yang terjadi. Sebab jika krisis tersebut tidak ditangani dan diselesaikan dengan tepat dan benar maka akan memberikan konsekuensi atau dampak negatif pada perusahaan.Meskipun demikian, krisis tersebut juga dapat digunakan sebagai peluang dan kesempatan untuk mengenali perusahaannya lebih baik lagi. Krisis juga dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas perusahaan, baik dalam kinerja internal maupun pelayanan publik (Seeger, Sellnow, & Ulmer, 2003). Dengan demikian, setiap perusahaan dituntut untuk memiliki pengelolaan krisis yang baik, agar dapat meminimalisir dampak dan kerugian yang diakibat dari krisis tersebut.

Ultimum Remedium dalam Ketentuan Perpajakan di Indonesia

Ultimum Remedium dalam Ketentuan Perpajakan di Indonesia


A.    Pendahuluan

Pajak adalah bagian penting dalam suatu negara, termasuk didalamnya di Indonesia. Sebab, sumber pendapatan negara Indonesia yang terbesar diantaranya berasal dari sectorpajak yang di bayar masyarakat kepada negara (Hantoyo, Kertahadi, & Handayani, 2016). Selain itu, pajak juga memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai bagian dari sumber utama bagi Negara Indonesia untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN) (Wardani & Wati, 2018).  Dalam hal ini, yang dinamakan sebagai pajak sendiri adalah kewajiban dalambentuk transfer pendapatan dari warganegara (Wajib Pajak) kepada negara berdasarundang-undang yang dipaksakan dandigunakan untuk kepentingan Negara(publik)(Simanjuntak & Mukhlis, 2012).

Sehubungan dengan hal ini, pajak ada banyak, dimana pendapatan dari sektor pajak dalamnegeri diantaranya di dapat dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), BeaPerolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), Cukai, dan pajak lainnya. Pendapatan pajak ini sangat berperan penting guna kepentinganpembangunan Indonesia(Hantoyo, Kertahadi, & Handayani, 2016). Setiap jenis pajak pada dasarnya memiliki dua fungsi yang sama, yaitu fungsi budgetair yang digunakanuntuk membiayai seluruh pengeluaran rutinmaupun pembangunan negara dan fungsireguleren yang digunakan untuk mengaturkebijakan pemerintah dalam bidang sosialdan ekonomi (Wulandari & Suyanto., 2014).

Meskipun pajak merupakan salah atu sumber pendapatan negara terpenting, namun pada saat yang sama negara sering mendapatkan permsalahan dalam pengumpulannya, dimana setiap tahunnya, pendapatan pajak yang diperoleh pemerntah tidak selalu maksimal. Misalnya saja pada tahun 2019 lalu, pihak penerimaan pajak berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan di tahun 2019 kembali tidak mencapai target. Penerimaan pajak hingga 31 Desember 2019 hanya mampu terkumpul Rp 1.332,1 triliun atau hanya 84,4% dari target di APBN 2019 sebesar Rp 1.577,6 triliun.Dengan realisasi ini maka penerimaan pajak hanya tumbuh 1,4% dibandingkan periode yang sama tahun 2018. Selain itu, ada kekurangan penerimaan (shortfall) pajak sebesar Rp 245,5 triliun di 2019 (Julita S, 2020). Selain itu, mamasuki tahun 2020, pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatatkan penerimaan pajak pada periode Januari hingga Maret 2020 sebesar Rp 241,61 triliun. Angka ini setara 14,71 persen dari target APBN 2020 yang mencapai Rp 1.642,57 tirliun (Fauzia & Setiawan, 2020).

Selain pendapatan pajak yang kurang maksimal, masalah lain yang sering dihadapi pemerintah dalam urusan perpajakan adalah tentang terjadinya sejumlah pelanggaran-penlanggaran yang dilakukam oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, yang pada akhirnya ini menganggu bidang perpajakan di Indonesia. Biasanya pelanggaran di bidang perpajakan akan diberikan sejumlah sanksi kepada sang pelanggar. Dalam hal ini dalam pemberian sanksi ini ada yang disebut sebagai  Ulmimatum Rimidium. Mengenai istilah ini, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang apa yang dimaksud sebagai Ultimum Remedium, khususnya dalam ketentuan perpajakan di Indonesia.

B.     Pembahasan

Pelangaran pajak bukanlah yang yang baru terjadi di Indonesia. Dalam masalah perpajakan peanggaran memang bisa terjadi. Pelanggaran pajak atau tax evasionadalah cara-cara wajib pajak untuk meminimalisasi pajak yang masih harus dibayar dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan(atau action by out of the law) (Brooks, 2001). Mereka menggunakan berbagai cara supaya tidak membayarkan bajak yang wajib dibayarkan. Mengenai terjadinya pelanggaran pajak ini, yang cukup sering terjadi adalah tentang jasa titipan (jastip), ini menjadi cara favorit bagi masyarakat Indonesia untuk membeli barang tanpa harus berpergian ke luar negeri. Namun metode ini kerapdisalahgunakan para pelaku jastip dengan membawa barang melebihi ketentuan. Pihak Bea dan Cukai Indonesia mengungkapkan di tahun 2019, hingga 25 September 2019, total hak pajak negara yang berhasil diselamatkan dari transaksi jastip sekitar Rp 4 miliar.Jumlah tersebut berasal dari penindakan 422 kasus pelanggaran jastip (Victoria & Fajrian, 2019). Jenis pelanggaran lain yang juga sering dilakukan oleh para wajib pajak diantaranya adalah: