MELIHAT KEJAHATAN KORPORASI YANG DILAKUKAN OLEH PT PISMATEX TERHADAP SARUNG MEREK GAJAH DUDUK

 

MELIHAT KEJAHATAN KORPORASI YANG DILAKUKAN OLEH PT PISMATEX TERHADAP SARUNG MEREK GAJAH DUDUK



Keberadaan korporasi di era modern seperti ini bukanlah sesuatu yang baru. Korporasi mulai berkembang seiring dengan perkembangan dunia industri dan bisnis. Secara garis besar yang dinamakan korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (MA, 2016). Lebih jauh, dalam perkembangannya korporasi ternyata tidak hanya bergerak di bidang kegiatan ekonomi saja (Muladi & Priyatno, 2007), sehingga keberadaanya menjadi semakin luas dan dapat mendominasi berbagai aspek kehidupan manusia.

Korporasi pada dasarnya diciptakan untuk menjawab tuntutan perkembangan ekonomi dan bisnis pada zaman revolusi industri yang semakin luas dan kompleks (Luthan, 1994), dimana ini kemudian diwujudkan dalam bentuk korporasi. Namun demikian, tidak jarang korporasi dalam aktivitasnya melakukan tindakan menyimpang atau kejahatan dengan berbagai modus operandi (Shanty, 2017). Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi ini sering disebut dengan kejahatan korporasi. Secara sederhana, kejahatan korporasi adalah (corporate crime) merupakan suatu kejadian dimana sebuah korporasi melakukan kejahatan atau untuk menampung hasil kejahatan, menyembunyikan harta kekayaan hasil tindak pidana yang tidak tersentuh proses hukum dalam pertanggungjawaban pidana (criminal liability) (Djanim & Halim, 2018). 

Sehubungan dengan penjelasan tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang salah satu kasus kejahatan korporasi yang belakangan ini terjadi. Kasus yang dipilih adalah tentang dugaan penggelapan yang dilakukan oleh PT Pismatex, terkait dengan produk sarung Gajah Duduk di Pekalongan. Terkait dengan hal ini, fokus pembahasan dalam makalah akan menjelaskan tentang posisi kasus sebagai suatu bentuk kejahatan korporasi dan mengapa ini dapat disebut sebagai pelanggaran dalam bentuk kejahatan korporasi. Selanjutnya, pembahasan juga akan menjelaskan tentang pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT Pismatex tersebut, dan bagaimanana penggelapan yang dimaksudkan sebagai bentuk kejahatan korporasi. Terakhir, topik yang akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang proses hukum yang saat ini berlangsung untuk menangani kasus penggelapan tersebut, dimana ini menyangkut dengan upaya penyelidikan yang dilakukan oleh pihak Bareskrim Kepolisian Indonesia, Polri.

Beberapa saat lalu, diketahui bahwa salah satu perusahaan yang bergerak dibidang textile sarung terbesar di Indonesia, dilaporkan atas dugaan penggelapan kepada pihak kepolisian. Pada akhirnya, pihak kepolisian, Polri, melakukan penggrebekan terhadap perusahaan PT Pismatex yang berlokasi di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Beberapa saat lalu, ada empat penyidik dari Bareskrim Polri melakukan penyelidikan serta penggeledahan pabrik sarung Gajah Duduk di Sapugarut, Kota Pekalongan. Penggeledahan yang dilakukan ini merupakan lanjutan atas laporan PT Pisma Abadi Jaya yang melaporkan Umar Djuber selaku direktur Gajah Duduk tentang kasus yang berkaitan. PT Pisma Abadi Jaya melaporkan adanya dugaan penggelapan 32 ribu kodi sarung milik PT Pisma Abadi Jaya  yang merugikan perusahaan hingga Rp 55 miliar. Laporan di Mabes Polri dibuat di bulan Mei 2022 dan hingga kini kasusnya terus berjalan (Kompas TV, 2023).

Sehubungan dengan hal ini, secara khusus tindakan penggelapan yang dilakukan oleh korporasi belum diatur dalam undang-undang tertentu. Namun pada dasarnya akan dikaitkan dengan ketentuan dalam KUHP, dimana penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa yang sengaja memiliki dengan cara melawan hak suatu barang yang secara keseluruhan atau sebagian milik orang lain dan barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena tindak kejahatan maka akan dihukum dengan tindakan penggelapan yang hukumannya penjara maksimal 4 tahun. Disini, yang dimaksud barang siapa secara luas dapat diterapkan kepada sebuah korporasi.

Lebih lanjut, terkait dengan penjelasan kasus yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa kasus ini masih cukup baru, sehingga bisa dikapatan bahwa belum banyak perkembangan ksus yang dapat diamati. Beberapa pokok utama yang dapat dtangkap dalam penanganan kasus adalah dugaan penggelapan yang suah berlangsung sejak Maret 2021; kasus pertama kali dilaporkan pada Mei 2022; proses penyididkan yang baru dilakukan Mei 2023; hingga perkiraan pelaku dan jumlah kerugian yang ditimbulkan. Dari sini dapat dikatakan bahwa, perkembangan terbaru kasus baru memasuki tahap penyidikan, oleh pihak kepolisian, Bareskrim Polri. Proses penyidikan pada dasarnya dilakukan sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi. Dalam Perma ini, tahap ini masuk dalam suatu proses pemeriksaan.


 

Daftar Pustaka

Djanim, R., & Halim, P. (2018). Kejahatan Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana "KaJian terhadap Bentuk Baru Pelaku Kejahatan di Indonesia". Jakarta: UM Jakarta Press.

Kompas TV. (2023, Mei 31). Bareskrim Polri Geledah Pabrik Sarung PT Gajah Duduk di Pekalongan Terkait Dugaan Penggelapan. Dipetik Juli 14, 2023, dari Kompas: https://www.kompas.tv/regional/411902/bareskrim-polri-geledah-pabrik-sarung-pt-gajah-duduk-di-pekalongan-terkait-dugaan-penggelapan

Luthan, S. (1994). Anatomi Kejahatan Korporasi dan Penanggulangannya. Jumal Hukum, 2(1).

MA. (2016). PEraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Dipetik Juli 14, 2023, dari Mahkamah Agung: https://bawas.mahkamahagung.go.id/bawas_doc/doc/perma_13_2016_web_fix.pdf

Muladi, & Priyatno, D. (2007). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Kencana Prenada Media Group.

Shanty, L. (2017). Aspek Teori Hukum dalam Kejahatan Korporasi. Pakuan Law Review, 3(1).


Reinventing Government

Soal:

Bagaimana implementasi mewirausahakan birokrasi pada pemerintahan daerah Anda masing-masing?

Jawaban:

Reinventing Government pada Pemerintah Daerah DIY

Reinventing government merupakan suatu konsep dimana pemerintahan dapat diwirausahakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan birokrasi. Tujuan reinventing government adalah untuk dapat menumbuhkan sikap dan perilaku birokrat yang inovatif, adaptif terkontrol oleh birokrasi sehingga bermartabat dan berorientasi kepada masyarakat. Reinventing government merupakan gagasan atau ide yang baik untuk menata pemerintahan apabila didukung penuh oleh seluruh aspek di negara ini yaitu pemerintah, masyarakat, dan swasta dengan rasa kepedulian yang tinggi terhadap tanah air dan berkomitmen mencapai tujuan bersama yaitu kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Reinventing government merupakan cara birokrasi mengubah sistem atau pengaturan agar pelaksanaan pemeritahan dapat berjalan secara akuntabilitas, resposif, inovatif, profesional, dan entrepreneur. Entrepreneur dimaksudkan agar pemerintah daerah yang telah diberikan otonomi memiliki semangat kewirausahaan untuk lebih inovatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dapat menjawab tuntutan masyarakat di era globalisasi. Sehingga mewirausahakan birokrasi bukan berarti birokrasi melakukan wirausaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya melainkan memberdayakan institusi agar produktivitas dan efisiensi kerja dapat dioptimalkan (Fatikha, 2016).

Pada dasarnya pemerintahan dengan perusahaan memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda. Perusahaan memiliki orientasi kepada laba untuk tetap dapat memproduksi dan mempertahankan keberlangsungan usahanya, pendapatan berasal dari konsumen, dan memiliki daya saing yang tinggi. Sedangkan pemerintahan cenderung berorientasi kepada kelanggengan kekuasaannya dan keuntungan pribadi, pendapatan berasal dari pajak, dan mempunyai motif kepentingan. Dari hal tersebut maka berdampak bedanya pandangan terhadap gaji dan resiko pemecatan antara PNS dengan pegawai swasta. PNS mempunyai resiko yang sangat kecil terhadap pemecatan serta tetap mendapatkan gaji yang sama tanpa melihat kinerja antara yang baik dan buruk, sedangkan pegawai swasta rentan terhadap pemecatan dan perolehan gaji yang beragam antar pegawai yang tergantung pada kinerja mereka. Efisiensi tidak dapat diperoleh pemerintah karena penggunaan anggaran yang sangat besar untuk belanja pegawai (Fatikha, 2016).

Sistem pemerintahan yang desentralisasi dan pemberian otonomi daerah mengakibatkan setiap daerah berupaya mewujudkan pemerintahan birokrasi yang efektif dan efisien, akuntabilitas, kreatif, inovatif, dan mandiri. Kemandirian pemerintahan daerah terutama dalam hal anggaran harus didukung oleh aparatur pemerintahan yang memiliki jiwa entrepreneur. Entrepreneur pada proses pemerintahan adalah jiwa wirausaha yang memunculkan kreativitas dan inovasi para aparaturnya sehingga akan lebih menghasilkan (produktivitas) dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu sangat baik apabila pemerintah daerah menggunakan sepuluh prinsip reinventing government untuk lebih memberdayakan aparaturnya. Reinventing government diartikan sebagai pembangunan birokrasi yang berdasarkan prinsip wirausaha yaitu membiasakan organisasi-organisasi pemerintahan untuk terus memperbaharui dan meningkatkan kualitasnya secara berkelanjutan. Reinventing government memberikan solusi bagi organisasi-organisasi pemerintah yang tidak lagi produktif dan hanya dapat menghabiskan anggaran negara untuk menjadi suatu organisasi yang mau mengubah seluruh sistem di dalamnya dan menjadikannya suatu organisasi yang hidup mandiri, penuh dengan inovasi dan kreativitas, produktif dan mau terus-menerus meningkatkan kualitas kerja serta menjadi bagian yang penting bagi masyarakat (Fatikha, 2016).

Reinventing government dapat pula diartikan sebagai pembaharuan birokrasi. Arti pembaharuan menurut Plastrik dan Osborne (dalam Siren dan Sinaga, 2017) adalah transformasi sistem dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efisiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggung jawaban, struktur kekuasaan, dan budaya sistem dan organisasi Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Thoha (dalam Siren dan Sinaga, 2017) menjelaskan bahwa istilah ini sebenarnya sama halnya dengan upaya untuk melakukan pembaruan di bidang birokasi pemerintah (Siren & Sinaga, 2017). Penerapan konsep reinventing government dalam Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta harus disesuaikan dengan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri terutama apabila diterapkan pada pemerintah daerah yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta maka akan semakin beragam. Pada dasarnya pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengambil intisari positif konsep reinventing government yang sesuai dengan kondisi yang ada pada organisasi pemerintahannya dan diterapkan atau diimplementasikan dengan dukungan berbagai pihak terkait seperti birokrasi, swasta, dan masyarakat sehingga dapat optimal pada pelaksanaannya (Fatikha, 2016).

Pada dasarnya konsep tentang entrepreneur government ini bisa diterapkan kedalam birokrasi di Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Masalahnya adalah apakah para birokrat dan masyarakat Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta sudah siap dengan konsep tersebut. Pengaplikasian konsep entrepreneur government perlu dimodifikasi sesuai dengan konteks birokrasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Inovasi masih merupakan sebuah uthopia bahkan menjadi momok yang menakutkan jika tidak ingin dicap sebagai aparat pembangkang yang tidak loyal dan taat kepada atasan dan aturan formal yang ada. Sehingga melahirkan istilah “hidup segan mati tak mau” dimana pada prinsipnnya jajaran birokrasi ingin melakukan yang terbaik bagi peningkatan pelayanan akan tetapi karena tersandung oleh keberadaan aturan formal dan loyalitas buta kepada atasan dan aturan formal membuat mereka tidak bisa berbuat banyak. Aspek sosialisasi dari prinsip entrepreneur government ini semestinya sering dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan pengetahuan sumber daya manusia aparat birokrasi. Untuk menambah pengetahuan tersebut aparat birokrasi diberikan kesempatan untuk mengikuti acara-acara yang membahas konsep-konsep pemerintahan yang bergaya wirausaha. Pemerintahan yang bergaya wirausaha tidak memberikan tempat pada budaya paternalistik, hirarki yang kaku dan terpaku pada aturan-aturan yang permanen. Keluwesan pada aturan, inovasi, kreatifitas, efisiensi, efektifitas dan akuntabilatas selalu menjadi pendorong untuk terciptanya pemerintahan yang bergaya wirausaha selama tidak bertentangan dengan misi yang diemban organisasi di lingkungan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (Gani, 2012).

Pengembangan jiwa serta spirit kewirausahaan dalam budaya kerja menjadi pendorong dan motivasi bagi aparat birokrasi di lingkungan Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu strategi dalam mengembangkan kewirausahaan adalah strategi budaya. Strategi ini dilakukan dengan mengubah kebiasaan, menyentuh perasaan dan mengubah pikiran atau pandangan seseorang terhadap suatu hal. Mengembangkan bentuk dan sifat komunikasi dua arah dan terbuka dalam suasana kerja yang kondusif adalah hal mutlak dalam sebuah organisasi. Pembentukan budaya komunikasi yang dua arah dan terbuka belumlah dikembangkan. Hal ini dikarenakan pengembangan budaya merupakan suatu yang sangat sulit dan memerlukan waktu yang cukup lama (Gani, 2012).

Referensi

Fatikha, A. C. (2016). Reinventing Government dan Pemberdayaan Aparatur Pemerintah Daerah. Jurnal Ilmiah Administrasi Pemerintahan Daerah 8.1 (2016).

Gani, F. S. (2012). Implementasi Entrepreneur Government Dalam Birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo (Studi Di Kantor Pelayanan Terpadu Kabupaten Gorontalo). Jurnal Pelangi Ilmu 5.02 (2012).

Siren, & Sinaga, I. (2017). Penerapan Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi) di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Restorica: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Komunikasi, Volume 3 Issue 2, October 2017, Page 26-31.

 

Efektivitas Peran Organisasi Multilateral Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam Peningkatan Stabilitas Keamanan dan Menurunkan Ketimpangan Ekonomi di Negara-negara Islam

 


Abstrak

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) adalah sebuah organisasi multilateral dengan 57 negara anggota yang merupakan bagian yang cukup besar dari populasi Muslim dunia. Artikel ini mengkaji peran Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan badan-badan multilateralnya dalam menangani dua masalah kritis yang dihadapi negara-negara Islam: stabilitas keamanan dan ketidaksetaraan ekonomi. Banyak negara Islam yang mengkhawatirkan stabilitas keamanan saat mereka menghadapi berbagai krisis, terorisme, dan kesulitan geopolitik. OKI dan badan-badan khusus memainkan peran penting dalam mempromosikan perdamaian, menyelesaikan konflik, dan memerangi terorisme. OKI berusaha untuk mempromosikan diskusi dan kolaborasi di antara negara-negara anggota, serta penyelesaian sengketa dan stabilitas di dunia Islam, melalui upaya-upaya diplomatik, inisiatif mediasi, dan proyek-proyek pengembangan kapasitas. Kesenjangan ekonomi adalah masalah utama lain yang mengganggu negara-negara Islam, karena perbedaan pendapatan dan kekayaan menghambat pertumbuhan jangka panjang dan kohesivitas sosial. OKI dan lembaga-lembaga afiliasinya, seperti Bank Pembangunan Islam (IDB), bekerja untuk menghilangkan kesenjangan ekonomi dengan memberikan bantuan keuangan, mendorong perdagangan dan investasi, dan mendukung proyek-proyek pembangunan sosial. Organisasi Kerja Sama Islam juga melobi kebijakan ekonomi global yang adil yang menguntungkan negara-negara Islam, seperti keringanan utang, perjanjian perdagangan istimewa, dan transfer teknologi. Selain itu, OKI mengakui pentingnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam mencapai pembangunan jangka panjang dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Berbagai upaya dilakukan di seluruh negara anggota untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan, meningkatkan akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, dan mempromosikan prospek ekonomi bagi perempuan.

Kata kunci: Organisasi Kerjasama Islam (OKI), organisasi multilateral, Stabilitas keamanan, Ketimpangan ekonomi, negara-negara Islam





Kampanye Pemasaran Burger King

 

“Pesanlah Dari McDonalds” 

Kampanye Pemasaran Burger King di masa Pandemi

Pada tahun 2020 pandemi telah menyebabkan adanya disrupsi yang telah memberikan dampak terhadap bisnis, bahkan yang berskala besar sekalipun. Hal ini salah satunya dapat dilihat pada bisnis restoran yang harus membatasi jumlah pengunjung, menyediakan layanan pengantaran atau bahkan menutup usahanya akibat upaya pembatasan sosial. Keberadaan pembatasan sosial juga telah menyebabkan bisnis restoran multinasional mendapatkan dampak, yang dapat diperhatikan dari adanya penurunan pendapatan yang cukup signifikan, hingga pada tingkat 30%-40%. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah penurunan pendapatan beberapa restoran  yang disebabkan karena hambatan operasi di masa pandemi.

Adanya penurunan pendapatan di masa pandemi kemudian mendorong berbagai bisnis untuk mencari cara penanggulangan untuk tetap bertahan di masa krisis. Bisnis kemudian mencari berbagai siasat untuk menarik perhatian pelanggan. Hal ini salah satunya ditunjukkan oleh kampanye pemasaran unik yang ditunjukkan oleh Burger King. Burger King membuat kampanye pemasaran dengan tajuk “Pesanlah Dari McDonalds” yang mendorong pelanggan untuk membeli makanan baik dari gerai makanan cepat saji lain yang menjadi rivalnya maupun warung makan independen. Pesan dari kampanye pemasaran tersebut menggaris bawahi pentingnya menyelamatkan pekerjaan dari ribuan karyawan yang bekerja di gerai-gerai makanan dengan melakukan pembelanjaan di restoran-restoran tersebut. Hal ini diakhiri dengan dorongan secara halus bagi pelanggan untuk melakukan pembelian aktual di gerai Burger King.

Kampanye pemasaran yang dilakukan oleh Burger King tersebut kemudian amat menarik perhatian masyarakat. Kampanye sosial media ini mendapatkan hampir 350 ribu likes dan komentar mendekati 13 ribu. Keberhasilan kampanye pemasaran Burger King ini disebabkan karena kampanye tersebut telah dapat memunculkan emphatic society, dimana orang-orang yang melihatnya akan tergerak untuk ikut andil dalam kampanye tersebut. Keberhasilan dari kampanye tersebut telah memberikan beberapa keuntungan bagi Burger King, diantaranya peningkatan kesadaran merek (brand awareness) dan Burger King mendapatkan citra merek (brand image) yang positif. Dengan cara tersebut, Burger King telah menempatkan dirinya di benak pelanggan sehingga ketika pelanggan ingin mengkonsumsi burger, maka merek ini yang akan diingatnya.

Dampak lebih jauh dari kampanye pemasaran yang berhasil tersebut adalah peningkatan saham di masa krisis. PT Mitra Adi Perkasa (MAPI), pengelola Burger King di Indonesia, mengalami penguatan saham sebesar  1,59% dengan nilai transaksi Rp4,6 miliar. Hal ini menunjukkan angka yang lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa rivalnya seperti KFC yang mengalami penguatan sebesar 0,55% dan Pizza Hut yang mengalami penguatan sebesar 0,8%. Hal tersebut secara lebih jauh menunjukkan keberhasilan kampanye pemasaran yang dilakukan Burger King di masa krisis seperti yang terjadi di masa pandemi.

Announcement

Halo!

UNDERGROUND Paper sudah mengganti nomor WA. Kalau teman2 ingin memesan, bisa langsung menghubungi nomer WA ini ya:

0882-9980-0026 

(Diana)

Boleh disimpan biar lebih mudah dalam melakukan komunikasi. Terima kasih.

Technology and Society in Digital Era

 

Technology and Society in Digital Era

 


            The development of information and communication technology in this era makes technology has a very important role in human life. Since it first appeared until now, information and communication technology and the internet have experienced rapid development and growth, all of which make it easy to support work in all aspects of human life, so that their activities today have been supported and are even highly dependent on technology. The presence and development of information and communication technology has also made its use increasing, which in the end, without realizing it, current information and communication technology also influences the cultural, social and political factors of society. Where today the community is faced with a more dominant virtual reality, which makes the reality in this digital era make private and public spaces increasingly blurred.

Related to that, the term virtual reality (VR) is generally used to refer to an artificial or computer-generated three-dimensional representation of reality, which is experienced through the senses and interactively, that is, where the user's actions determine the course of the interaction. A virtual environment (VE) is a digital space in which the user's movements are tracked and the environment rendered, digitally rearranged and displayed back to the user according to those movements. Interactivity is a key element in virtual reality, much more than in traditional media, so that in the virtual environment the user has a role to play in the medium, and his actions affect how the experience or scenario unfolds in real-time. Furthermore, perceptually, the users will also be surrounded by a virtual environment and their awareness of the real world is minimized. And because the real world sensor input is blocked, it will produce the impression that a person is actually stepping in a virtual environment and creates the illusion of involvement with the artificial world (Gelder, Otte, & Luciano, 2014).

In fact, VR technology is a visualization technique that refers to pure virtual presence, and is currently attracting a lot of attention to improve communication in professional work and shared spaces. Benford dkk. (1998) introduced a classification of shared space based on transportation, artificiality, and spatiality. They can be categorized as media rooms, spatial video conferencing, collaborative virtual environments, telepresence systems, and collaborative augmented environments. Most of them have adopted a different level of VR engagement in recent years. There are many studies showing the positive impact of VR on such adoption. Goedert (2016) developed a virtual interactive construction education platform that provides game-based safety training through the use of simulation and modeling. The advantages of using VR in education and training relate to its ability to allow students to interact with each other in a three-dimensional (3D) virtual environment. 

Strategi Pencapaian Visi Organisasi PT Kalbe Farma Tbk Melalui Inovasi Produk

 

Strategi Pencapaian Visi Organisasi PT Kalbe Farma Tbk Melalui Inovasi Produk


 A.   
Pendahuluan

Industri farmasi memiliki peran penting untuk memberikan menjamin dan memperbaiki kesehatan masyarakat, menghasilkan obat untuk mengatasi penyakit, menekan timbulnya risiko kesehatan dan menjamin pelayanan kesehatan yang berkesinambungan untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Dengan demikian, perusahaan farmasi melakukan upaya untuk dapat menghasilkan produk obat yang dapat memenuhi standar kualitas yang telah disyaratkan (Sartika, 2014). Industri farmasi, yang merupakan industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang dapat memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety), dan mutu (quality) untuk pengobatan. Dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong industri farmasi untuk dapat meningkatkan kualitas produk, di mana perusahaan farmasi membutuhkan adanya inovasi, promosi, organisasi, dan pengaturan produk yang ketat baik untuk dapat bersaing dengan perusahaan farmasi lain dan dapat diterima oleh masyarakat luas, baik dalam cakupan nasional maupun internasional (Stella, 2012).


B.     Pembahasan

1.      Strategic theme dalam perusahaan farmasi

Strategic theme merupakan strategi bisnis utama yang menjadi dasar model bisnis organisasi. Setelah menyetujui dan memahami visi organisasi (gambaran tentang masa depan atau keadaan masa depan yang diinginkan), maka secara sistematis menguraikan visi tersebut menjadi beberapa strategic theme. Strategic theme terkadang disebut sebagai pilar keunggulan (pillars of excellence), dan strategic theme memiliki cakupan yang sangat luas. Strategic theme berlaku untuk setiap bagian organisasi dan menentukan apa yang menjadi dorongan strategis utama organisasi untuk mencapai visi atau tujuan organisasi. Strategic theme mempengaruhi keuangan, pelanggan, proses internal, dan kapasitas organisasi. Strategic theme adalah area di mana organisasi harus unggul untuk mencapai visi organisasi (Perry, 2019).

Dalam bidang farmasi, penemuan dan pengembangan obat-obatan penyelamat hidup telah menjadi fokus dalam meningkatkan kesehatan di seluruh dunia. Inovasi obat berkelanjutan telah menjadi prioritas utama bagi para eksekutif farmasi. Terlepas dari sejarah panjang inovasi dan pertumbuhan di tahun 1950-an hingga 1990-an, industri farmasi telah mengalami pertumbuhan yang stagnan dan laju inovasi yang melambat sejak tahun 2000-an. Antara tahun 2000 dan 2014, industri farmasi bermerek kehilangan sebagian besar pelanggannya ke obat generik karena krisis inovasi, berakhirnya paten, meningkatnya biaya penelitian dan pengembangan, dan obat-obatan yang ditargetkan secara sempit yang sekarang diproduksi (Cabela, 2018).


2.      PT Kalbe Farma dalam strategi mencapai visi organisasi melalui inovasi produk

PT Kalbe Farma Tbk merupakan salah satu perusahaan farmasi terbesar di Asia Tenggara dengan produk yang telah tersebar luas baik di dalam negeri maupun luar negeri. Untuk dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan konsumen akan obat dan untuk bertahan dalam persaingan pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen, PT Kalbe Farma melakukan sejumlah upaya yang bertujuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar. Hal ini dilakukan dengan cara menciptakan atau menerapkan sistem-sistem manajemen yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas (Stella, 2012). Visi PT Kalbe Farma adalah “menjadi perusahaan produk kesehatan Indonesia terbaik dengan skala internasional yang didukung oleh inovasi, merek yang kuat, dan manajemen yang prima.” Sedangkan misi perusahaan adalah “meningkatkan kesehatan untuk kehidupan yang lebih baik.” Untuk dapat mencapai visi perusahaan, PT Kalbe Farma telah merumuskan sejumlah nilai perusahaan dan salah satunya adalah inovasi yang menjadi kunci keberhasilan perusahaan yang dijabarkan dengan “berawal dari kesederhanaan disertai dengan semangat untuk terus berinovasi, kami bertumbuh untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat” (PT Kalbe Farma Tbk, 2020)

Keabsahan Perjanjian Pada Kontrak Elektronik Menurut KUHPerdata

 

Keabsahan Perjanjian Pada Kontrak Elektronik Menurut KUHPerdata

 


A.    Pendahuluan

Perjanjian identik dengan kata persetujuan dan kontrak. Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. Ini juga dapat diartikan sebagai persetujuan antara dua orang atau lebih, dalam bentuk tertulis yang meliputi hak dan kewajiban timbal balik, masing-masing pihak menerima tembusan perjanjian itu sebagai tanda bukti keikutsertaannya dalam perjanjian itu (KBBI, 2012-2020).

Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan hukum para pihak dan menjadi bukti bahwa telah benar-benar diadakan perjanjian. Sehingga jika di kemudian hari terdapat perselisihan akibat hubungan hokum tersebut maka maka para pihak kembali melihat perjanjian yang telah disepakati (Bukido, 2009). Selain itu, setiap negara memiliki ketentuan dalam masalah keperdataan, seperti Indonesia wujud urgensi hukum perjanjian dalam keperdataan ini diwujudkan melalui suatu perundang-undangan.  Oleh sebab itu, dasar utama pengadaan suatu perjanjian di Indonesia berdasar pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Sehubungan dengan hal ini, penjelasan tentang perjanjian disebutkan dalam ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata, suatu persetujuan diartikan sebagai perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Suatu persetujuan diadakan dengan cuma-cuma atau dengan memberatkan. Maksudnya,suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan, bahwa pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan. Sementara persetujuan memberatkan adalah persetujuan yang mewajibkan tiap pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu (Pasal 1314 KUHPerdata).

Seiring dengan perkembangan dan perubahan dunia, khususnya dengan keberadaan kemajuan teknologi, saat ini orang-orang dalam membentuk suatu perjanjian juga ikut berubah, dimana sekarang ada yang dinamakan sebagai suatu kontrak elektronik. Istilah ini masih cukup baru karena belum lama berkembang, dan orang yang melakukan perjanjian dengan cara ini pun masih belum terlalu banyak. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan membahas tentang keabsahan perjanjian pada kontrak elektronik dalam suatu perjanjian tersebut, khususnya jika dilihat berdasarkan hukum yang berlaku pada KUHPerdata.   

B.     Pembahasan

Kontrak elektronik atau yang dikenal pula dengan sebutan e-contract atau electronic contract merupakan perjanjian yang dilakukan melalui media komputer dan internet yang dilakukan oleh satu atau lebih mengikatkan diri kepada orang lain untuk melakukan transaksi niaga. e-contract sebagai bentuk konkrit dari hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen. e-contract lahir dari perkembangan hukum kontrak di era globalisasi yang memiliki jangkauan luas hingga lintas negara. Sehingga subyek hukum dan obyek hukum melibatkan hukum perdata internasional (Puspaningrum, 2018).

Kemunculan jenis perjanjian ini terjadi seiring dengan perkembangan teknologi informasi telah berhasil menciptakan infrastruktur informasi baru, tersedianya layanan akses data internet yang memberikan efesensi, alternatif ruang dan pilihan yang tanpa batas kepada penggunanya untuk melakukan banyak kegiatan diantaranya bisnis. Daya tarik ini yang menjadikan banyak pengguna transaksi bisnis konvensional kemudian beralih menggunakan sistem elektronik (Biondi, 2016).

Secara teknis keberadaan kontrak yang demikian ini akan memberikan kemudahan bagi siapa saja yang ingin mmebua perjanjian. Sebab, dengan kontrak jenis ini, keharusan adanya tatap muka antara para pihak dapat dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali. Namun demikian, tidak adanya kehadiran fisik dari para pihak sangat dimungkinkan membawa permasalahan pada keabsahan kontrak elektronik itu sendiri dalam kaitan dengan kecakapan melakukan perbuatan hukum oleh para pihak (Pebriarta & Sukranatha, 2015).

 

Ini hanya versi sampelnya saja ya...

Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke

WA :
0882-9980-0026
(Diana)

Tinjauan Hukum terhadap Pernikahan Dini di Indonesia

 

Tinjauan Hukum terhadap Pernikahan Dini di Indonesia


 

I.                   Pendahuluan

Diskursus mengenai pernikahan dini di Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Hal ini sudah sering menjadi topik utama di berbagai pembahasan. Pembahasan mengenai masalah ini pun telah dilakukan dari berbagai persepektif yang sebagian besar menyetujui bahwa hal ini kurang menguntungkan terutama bagi anak yang terlibat di dalamnya. Meskipun begitu, pembahasan mengenai masalah ini, masih sering dilakukan secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena kasus yang berkaitan dengan masalah ini juga selalu muncul dan menimbulkan perbincangan.

Kasus pernikahan dini, sebagian besar terjadi di daerah, contohnya adalah yang terjadi di Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. Salah satu kasusnya pernikahan dini tersebut terjadi antara D (15 tahun) dan DA (14 tahun). Keduanya masih bersekolah, D masih duduk di bangku SMP dan suaminya, DA, masih tercatat sebagai siswa kelas 5 sekolah dasar. Keduanya dinikahkan karena alasan untuk mencegah perbuatan zina yang dilarang agama (Intisari Online, 2019). Menilik pada usia disaat kedua orang tersebut menikah, hal ini tentu tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur pemerintah berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menjelaskan bahwa batas minimal usia perkawinan bagi perempuan adalah 16 tahun dan 19 tahun bagi pria.

Pengaturan yang dilakukan pemerintah tersebut bukan tanpa alasan. Pernikahan dibawah umur pada waktu seseorang belum siap mental maupun kedewasaan jiwa kerap kali mengakibatkan terjadinya permasalahan dikemudian hari bahkan tidak jarang yang berantakan dan berakhir dengan perceraian, beda halnya jika pernikahan tersebut dilakukan oleh pasangan yang sudah sama-sama dewasa mayoritas memberikan dampak positif untuk kehidupan rumah tangganya baik itu kedewasaan jiwa maupun kesiapan mental (Khairillah, Jazari, & Faisol, 2019). Tinjauan mengenai dampak sosial yang ditimbulkan mengenai pernikahan dibawah umur seperti itu telah banyak dilakukan, namun masih jarang adanya tinjauan hukum terhadap masalah ini. Tulisan ini akan melakukan tinjauan hukum mengenai masalah pernikahan dini terutama mengenai sahnya pernikahan dibawah umur yang tidak dilakukan sesuai undang-undang serta status hukum anak yang dihasilkan dari pernikahan dini tersebut.

II.                Pembahasan

2.1.Tinjuan hukum terhadap sahnya pernikahan dibawah umur berdasarkan ketentuan undang-undang

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan menjelaskan bahwa Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir maupun batin antara seorang laki-laki dengan perempuan sebagai suami istri yang sah dalam rangka untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang mempunyai akibat-akibat hukum. Sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum ditentukan oleh hukum positif yang berlaku di suatu negara.

Berdasarkan hal tersebut, maka sah atau tidaknya suatu perkawinan atau pernikahan didasarkan pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan. Syarat-syarat sahnya perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 meliputi syarat-syarat materiil maupun formil. Syarat-syarat materil, yaitu syarat-syarat yang mengenai diri pribadi calon mempelai, sedangkan syarat-syarat formil menyangkut formalitas-formalitas atau tata cara yang harus dipenuhi sebelum dan pada saat dilangsungkannya perkawinan. Syarat materiil itu sendiri ada yang berlaku untuk semua perkawinan (umum) dan berlaku hanya untuk perkawinan tertentu saja (Purwaningsih & Muslicha, 2014).


2.2.Status hukum anak yang lahir dari pernikahan di bawah umur

Pria dan wanita melakukan perkawinan mempunyai tujuan yang sangat diharapkan oleh keduanya yaitu keturunan. Anak merupakan buah hati, oleh karena itu kehadirannya sangat dinantikan oleh keluarga. Kelahiran anak juga merupakan hal yang harus disyukuri dalam sebuah hubungan keluarga. Karena anak adalah sesuatu yang sangat berpengaruh demi kelangsungan hidup keluarga. Definisi anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas (Tanmaela, 2013).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pernikahan merupakan suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu, hal ini akan menimbulkan suatu konsekuensi hukum. Hal ini termasuk akibat hukum yang akan didapatkan oleh suami dan istri setelah pernikahan dilaksanakan. Pernikahan dibawah umur merupakan pernikahan yang sah setelah mendapatkan dispensasi usia menikah, meskipun usianya masih di bawah umur. Hal ini kemudian mewujudkan suatu konsekuensi hukum bahwa anak tersebut telah dianggap dewasa dan dianggap cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum atau ia tidak berada di bawah pengampuan orangtuanya lagi. Oleh karena itu, ketika anak tersebut mengandung dan melahirkan seorang anak, maka anak tersebut menjadi anak sah sebagai akibat mereka dinikahkan. Dan apabila anak itu dinikahkan kemudian anak itu lahir sebagai anak sah, maka timbullah suatu hubungan perdata antara orang tua dan anak terhadap harta perkawinan. Anak sah dalam hal ini berarti anak tersebut lahir dari pasangan ayah dan ibu dari hasil pernikahan yang sah pula. 

Strategi Generasi Sandwich Mencapai Keseimbangan Peran Dalam Keluarga Dan Pekerjaan

 

Strategi Generasi Sandwich Mencapai Keseimbangan Peran Dalam Keluarga Dan Pekerjaan

 


A.    Pendahuluan

Keseimbangan kehidupan kerja (work-life balance) telah menjadi topik yang menarik dalam studi organisasi akhir-akhir ini. Dimana seseorang dituntut untuk dapat bekerja dengan baik namun mereka juga memiliki kehidupan di luar pekerjaan yang harus diperhatikan seperti keluarga, komunitas sosial, studi, dan komitmen lainnya.Work-life balance yang baik didefinisikan sebagai situasi dimana pekerja merasa mampu menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi atau komitmen lain (Moore, 2007). Work-life balance berarti karyawan dapat dengan bebas menggunakan jam kerja yang fleksibel untuk menyeimbangkan pekerjaan atau karyanya dengan komitmen lain seperti keluarga, hobi, seni, studi, dan tidak hanya fokus terhadap pekerjaannya (Frame & Hartog, 2003).

Sehubungan dengan hal tersebut, generasi sandwich adalah suatu istilah yang menggambarkan mengenai orang-orang yang terjebak untuk merawat orang tua dan anak-anak mereka, sambil mencoba mempertahankan karier mereka demi keamanan finansialnya. Menjalani peran sebagai karyawan dan melakukan pekerjaan rumah tangga tentunya bukanlah hal yang mudah, yang mana hal tersebut dapat mendatangkan banyak persoalan yang membuat mereka semakin sulit untuk menyeimbangkan peran keduanya, baik dalam hal manajeman peran dan manajeman waktu. Yang pada akhirnya, hal tersebut menyebabkan stress. Hal ini sejalan dengan survei tahun 2015 yang dilakukan oleh Pew Research. Survei tersebut menunjukkan bahwa masalah paling umum yang dihadapi anggota Generasi Sandwich adalah stres, depresi, dampak negatif pada karier, dan tekanan finansial (CIPOLLA, 2017). Oleh karenanya, para generasi sandwich harus memiliki strategi untuk menyeimbangkan peran ganda yang dibebankan kepadanya, agar mereka dapat melakukan perannya, baik dalam keluarga dan pekerjaannya, dengan baik. Berdasarkan hal tersebut, makalah ini akan membahas mengenai strategi generasi sandwich mencapai keseimbangan peran dalam keluarga dan pekerjaan.

B.     Pembahasan

Menurut teori peran, konflik peran terjadi ketika individu yang terlibat dalam peran ganda (seperti peran pekerjaan dan keluarga) menghadapi kendala sumber daya dalam hal waktu atau energi dan mengalami kesulitan untuk berhasil memenuhi tanggung jawab peran ganda mereka. Dalam penelitian pekerjaan-keluarga, dua bentuk konflik yang berbeda telah diidentifikasi bahwa konflik pekerjaan yang mengganggu keluarga (WIF) dan konflik keluarga yang mengganggu pekerjaan (FIW). Konflik WIF terjadi ketika tuntutan tempat kerja menghalangi kinerja peran keluarga, sedangkan FIW terjadi ketika tuntutan keluarga menghalangi kinerja peran kerja (Frone, Russell, & Cooper, 1992). Konflik inilah yang sering terjadi pada generasi sandwich, dimana mereka tidak hanya harus menjaga anak-anak dan orang tua mereka, namun mereka juga harus bekerja dengan baik dalam rangka menjaga keuangannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Namun tuntutan dari masing-masing peran terkadang membuat peran lainnya terhalangi dan terabaikan, karena masing-masing peran sama-sama membutuhkan waktu, tenaga dan perhatian. Sayangnya, jika keadaan tersebut terus terjadi maka dapat menyebabkan konflik dalam kehidupan mereka, baik pada pekerjaan maupun keluarganya. Oleh karenanya, keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam menjalankan peran ganda tersebut.

Fisher (2003) menyatakan bahwa work life balance merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang dalam membagi waktu baik ditempat kerja dan aktivitas lain diluar kerja yang didalamnya terdapat individual behavior dimana hal ini dapat menjadi sumber konflik pribadi dan menjadi sumber energi bagi diri sendiri. Work life balance melibatkan kemampuan seseorang dalam mengatur banyaknya tuntuntan dalam hidup secara bersamaan, di mana seseorang dalam tingkat keterlibatannya sesuai dengan peran ganda yang dimiliki seorang karyawan (Hudson, 2005). Lebih lanjut Greenhaus, Collins, dan Shaw (2003) menjelaskan bahwa keseimbangan peran dalam keluaraga dan pekerjaan berkaitan dengan pencapaian peran yang dilakukan individu sehubungan dengan harapan akan adanya negosiasi dan berbagi peran dalam domain pekerjaan dan keluarga. Hal ini sangat penting dilakukan karena keseimbangan dalam mengatur waktu untuk bersantai dan memulihkan kembali kondisi fisik akan menjaga kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan peran antara pekerjaan dan keluarga akan membuat mereka tidak dapat menikmati kehidupannya sehingga akan merasa terbebani, sulit untuk bertemu dengan teman, dan berkumpul dengan keluarganya. Menurut Hudson (2005), work life balance meliputi beberapa aspek, yaitu:

Security and International Development

 

Security and International Development

 

A.   Introduction

International development is a study of how world leaders, institutions, civil society, and governments view the world and its problems. This is a study that challenges the policies, projects, and interests set by people and institutions to solve the problem. In short, international development is a study of all global and interconnected forces that constantly competing for power, and a useful critical thinking tool for anyone who wants to make an impact in the world (Arianti, 2015). In International development study, there are many issues that must be faced, including in politics and government, poverty alleviation, community, gender issues, the environment and security. These issues are important because they are problems that must be faced to ensure the public welfare, both internationally and nationally scope.

In this brief essay, we will discuss security and international development. As we know that security has become a very important part of human life. The word security is often used interchangeably with terms like peace or safety, or in negative terms as insecurity and mixed with terms such as risk, conflict, violence and threats (Battersby & Roy, 2017). Furthermore, in the discourse on international relations, security is defined in various ways: whether it’s as the security of individuals, humans and the state (SIPRI, 2014).

Regarding this case, the discussion’s core of this brief essay is about security and international development. Several things that will be discussed are the understanding of the topics raised, then associated with certain theories related to international development, as well as explaining about phenomena that actually occur in real life about security and development.

 

B.   Discussion

In the previous section, it has been explained that there are three important parts to be discussed in this essay brief, namely understanding the topics then describing events that have occurred related to the topic, the first part of this discussion is about understanding the security in international development.  Security is briefly defined as a situation that is free from danger, interference, threats and is protected (KBBI, 2012-2020). The word security is often used interchangeably with terms like peace or safety, or in negative terms as insecurity and mixed with terms such as risk, conflict, violence and threats (Battersby & Roy, 2017). However, the current definition of security is much extensive than that, because what is meant by security is not solely related to military security, but is much extensive than that, because today's security issues have evolved into human security  (Susetyo, 2008).

Security is an issue and a challenge in international development. In a world that is increasingly interconnected and complex, security and development are closely linked, especially in less developed countries. Threats to security can originate from socio-economic problems, such as seizure of natural resources, spillover effects from environmental degradation, economic and social inequality, economic and political migration, and natural disasters, and so on. However, for more than 20 years, development has been linked to security through the concept of human security (SIPRI, 2014). Human security is a concept that dismantles the meaning of "security" from its traditional concept, namely protecting the state from military threats to protecting people and communities. The premise offered in human security concept focuses on the existence of individual, but more broadly this conception also includes things related to the values ​​and goals to be achieved such as protection of dignity, equality and individual solidarity. Thus it can be said that the concept of human security focuses on individual security and protection from various kinds of threats both military and criminal violence as well as the threat of famine and disease outbreaks (Sudiar, 2019).

The relationship between security and international development can be very complex, given that any slow development will create dissatisfaction, and at the same time the emergence of conflict will also threaten development. In addition, based on The 2000 United Nations Millennium Declaration, it emphasizes that peace and security are prerequisites for poverty alleviation. Meanwhile, the UN Millennium Development Goals (MDGs) reaffirmed that countries most affected by conflict, instability and displacement have fallen behind in poverty reduction. This often becomes a vicious cycle, because economic shocks such as environmental pressures, migration, and food price instability, can ultimately reduce security (SIPRI, 2014).