PENDAHULUAN
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan,
dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat
membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai
dengan peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum, undang – undang kepailitan pada
mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang
jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat terbayar.
Definisi pailit atau bangkrut menurut
Black’s Law Dictionary adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan
tindakan tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya. Sementara itu,
dalam Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor
pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang – undang ini. Pasal 1
butir 4, debitor pailit adalah debitor yang dinyatakan pailit dengan keputusan
pengadilan.
Dalam hal ini, kurator merupakan Balai Harta Peninggalan
(BHP) atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan
membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas yang sesuai
dengan undang – undang ini.
Dalam pasal 1 butir 7 yang dimaksud dengan utang adalah
kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, dalam mata
uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul di kemudian hari atau kontinjen, timbul
karena perjanjian atau undang- undang dan wajib dipenuhi oleh debitor dan bila
tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan debitor.
PEMBAHASAN
Peraturan Perundangan tentang Kepailitan
Sejarah perundang – undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir
100 tahun yang lalu sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het
Faillissment en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia”
sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348
Fallissementverordening. Dalam tahun 1960an, 1970-an secara relatif masih
banyak perkara kepailitan yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia, namun sejak 1980an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan
ke Pengadilan Negeri. Tahun 1997, krisis moneter melanda Indonesia, banyak
utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk
membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang – undangan di
bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya
disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 April 1998, pemerintah telah menetapkan
Peraturan Perundangan Pemerintah Pengganti Undang – Undang No. 1 tahun 1998
tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan yang kemudian
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang – Undang, yaitu Undang –
Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998
tentang perubahan atas Undang – Undang tentang Kepailitan tanggal 9 September
1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135).
Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang
kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang – Undang No. 4 Tahun
1998 tersebut, maka tiba – tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements
Verordening S. 1905 No. 217 jo. S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah
tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan –
permohonan pernyataan pengadilan mengenai perkara kepailitan.
Para Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan
-
Atas permohonan debitur sendiri
-
Atas permintaan seorang atau lebih kreditur
-
Oleh kejaksaan atas kepentingan umum
-
Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
-
Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan
perusahaan efek.
Syarat Yuridis untuk Kepailitan
- Adanya hutang
- Minimal satu hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
- Adanya debitur
- Adanya kreditur (lebih dari satu)
- Permohonan pernyataan pailit
- Pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga
Pihak yang Dapat Melakukan Permintaan Kepailitan
- Debitur
- Kreditur
- Kebijaksanaan demi kepentingan umum
- Bank Indonesia
- Badan Pengawas Pasar Modal
Langkah – Langkah yang Ada dalam Kepailitan
- Permohonan pailit, syarat permohonan pailit telah diatur dalam UU No. 4 Tahun 1998, seperti apa yang telah ditulis di atas.
- Keputusan pailit berkekuatan tetap, jangka waktu permohonan pailit sampai keputusan pailit berkekuatan tetap adalah 90 hari.
- Rapat verifikasi, adalah rapat pendaftaran utang – piutang, pada langkah ini dilakukan pendataan berupa jumlah utang dan piutang yang dimiliki oleh debitur. Verifikasi utang merupakan tahap yang paling penting dalam kepailitan karena akan ditentukan urutan pertimbangan hak dari masing – masing kreditur. Rapat verifikasi dipimpin oleh hakim pengawas dan dihadiri oleh : (a) Panitera sebagai pencatat, (b) Debitur ( tidak boleh diwakilkan karena nanti debitur harus menjelaskan kalau terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah tagihan), (c) Kreditur atau kuasanya (jika berhalangan hadir tidak apa – apa, nantinya mengikuti hasil rapat), (d) Kurator (harus hadir karena merupakan pengelola asset).
- Perdamaian, jika perdamaian diterima maka proses kepailitan berakhir, jika tidak maka akan dilanjutkan ke proses sebelumnya. Proses perdamaian selalu diupayakan dan diagendakan. Ada beberapa perbedaan antara perdamaian yang terjadi dalam proses kepailitan dengan perdamaian yang biasa. Perdamaian dalam proses kepailitan meliputi : (a) mengikat semua kreditur kecuali kreditur separatis, karena kreditur separatis telah dijamin tersendiri dengan benda jaminan yang terpisah dengan harga pailit sebelumnya, (b) terikat formalitas, (c) ratifikasi dalam sidang homologasi, (d) jika pengadilan niaga menolak adanya hukum kasasi, (e) adanya kekuatan eksekutorial, apa yang tertera dalam perdamaian, pelaksanaannya dapat dilakukan secara paksa. Tahap – tahap dalam proses perdamaian antara lain : (a) pengajuan usul perdamaian, (b) pengumuman usulan perdamaian, (c) rapat pengambilan keputusan, (d) sidang homologasi, (e) upaya hukum kasasi, (f) rehabilitasi.
- Homologasi akur, yaitu permintaan pengesahan oleh Pengadilan Niaga, jika proses perdamaian diterima.
- Insolvensi, yaitu suatu keadaan dimana debitur dinyatakan benar – benar tidak mampu membayar, atau dengan kata lain harta debitur lebih sedikit jumlah dengan hutangnya. Hal tentang insolvensi ini sangat menentukan nasib debitur, apakah ada eksekusi atau terjadi restrukturisasi hutang dengan damai. Saat terjadinya insolvensi (pasal 178 UUK) yaitu : (a) saat verifikasi tidak ditawarkan perdamaian, (b) penawaran perdamaian ditolak, (c) pengesahan perdamaian ditolak oleh hakim. Dengan adanya insolvensi maka harta pailit segera dieksekusi dan dibagi kepada para kreditur.
- Pemberesan / likuidasi, yaitu penjualan harta kekayaan debitur pailit, yang dibagikan kepada kreditur konkuren, setelah dikurangi biaya – biaya.
- Rehabilitasi, yaitu suatu usaha pemulihan nama baik kreditur, akan tetapi dengan catatan jika proses perdamaian diterima, karena jika perdamaian ditolak maka rehabilitasi tidak ada. Syarat rehabilitasi adalah : telah terjadi perdamaian, telah terjadi pembayaran utang secara penuh.
- Kepailitan berakhir.
Kepailitan dan Likuidasi
Perusahaan Perasuransian.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang No.2 Tahun 1992, dalam hal tindakan pemberian peringatan dan pembatasan kegiatan
usaha tidak berhasil dilakukan, Menteri Keuangan melakukan pencabutan izin usaha perusahaan perasuransian
tersebut, Dalam hal Menteri Keuangan mencabut izin usaha perusahaan perasuransian sesuai Pasal 20
Undang-undang No.2 Tahun 1992 dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan dalam peraturan kepailitan (baik yang lama Undang-undang No. 4 Tahun 1998 maupun yang baru Undang-undang No.
37 Tahun 2004).
Sekian dulu yaa??
Buat rekan kalo ada yang butuh versi lengkap dengan studi kasusnya
atau mau bikin tema lain hub saya yaa?
Diana - o85868039oo9
Ditunggu ordernya yaa??
Thanks