CORPORATE LIQUIDATION AND REORGANIZATION
Prosedur kebangkrutan (bankruptcy), yang merupakan penentu
yang penting dalam perkembangan pasar modal, berusaha menyeimbangkan hak-hak
kreditor dan debitor. Kebangkrutan adalah proses hukum di mana hutang dari
perusahan dan individu yang distressed secara finansial are resolved (White, 2016). Debtor mungkin
membayar beberapa hutang mereka dalam kebangkrutan, akan tetapi mereka terlepas
dari kewajiban hokum untuk membayar hutang yang tersisa.
Rodano, Serrano-Vellarde, dan Tarantino outlined (2016)
dua prosedur kebangkrutan yang utama: reorganisasi dan corporate liquidation.
Kedua prosedur tersebut perlu memastikan bahwa bisnis yang viable dapat terus
berlanjut, sambil mempertahankan insentif pembayaran pinjaman. Liquidation utamanya
ditujukan untuk menghentikan perusahaan yang tidak efektif, sedangkan
reorganisasi bertujuan untuk mengangkat tekanan finansial dari perusahaan yang
efisien dan mendukung revival mereka.
Likuidasi adalah cara paling tradisional untuk menangani
utang perusahaan. Proses likuidasi terutama melibatkan penjualan aset atau
bisnis perusahaan, sehingga mengakibatkan berakhirnya tenure bisnis perusahaan (Nigam &
Boughanmi, 2017).
Likuidasi dapat terpicu voluntarily oleh debitur atau involuntarily oleh
kreditur atau pengadilan. Meskipun fitur dasar dari semua proses likuidasi
serupa di sebagian besar negara, implementasinya dapat bervariasi berdasarkan
pada faktor kelembagaan, asal hukum, dan apakah undang-undang dalam suatu
Negara memiliki orientasi debitur atau kreditur.
Di sisi lain, debitur yang merasa bahwa perusahaan yang
bangkrut memiliki kesempatan yang cukup besar untuk bangkit kembali kemudian
melakukan prosedur yang disebut reorganisasi (Nigam & Boughanmi, 2017). Prosedur ini
melayani tujuan ganda. Pertama, reorganisasi secara temporer membebaskan
debitur dari kreditor. Kedua, reorganisasi memberikan tambahan kepada debitur
untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menghidupkan kembali
perusahaan yang sakit. Reorganisasi dapat dilaksanakan dengan nama dan gaya
yang berbeda, namun prinsip pendefinisian yang mendasari tetap sama: membuat
perusahaan tetap bertahan hidup. Namun dalam prakteknya, proses reorganisasi
tidak memiliki pendekatan universal seperti likuidasi. Strategi implementasi reorganisasi
dapat bervariasi dari satu negara ke negara lain.
Amerika Serikat dan banyak negara lain memiliki prosedur
kebangkrutan terpisah untuk likuidasi versus reorganisasi perusahaan dalam
kasus kesulitan keuangan. Di Amerika Serikat, Bab 7 adalah untuk likuidasi
kebangkrutan dan Bab 11 adalah untuk reorganisasi kebangkrutan. Prosedur
likuidasi kebangkrutan untuk suatu perusahaan pada umumnya serupa di seluruh
negara. Operasi perusahaan biasanya ditutup (atau malah tutup saat likuidasi
terjadi), seorang pejabat pengadilan kebangkrutan menjual aset perusahaan
sedikit demi sedikit, dan hasilnya dibagi di antara kreditur sesuai dengan APR (White, 2016). Bentuk perusahaan
dari APR mensyaratkan agar biaya kebangkrutan dibayar terlebih dahulu, kemudian
biaya prioritas seperti pajak yang belum dibayar dan kewajiban upah, dan
kemudian klaim kreditur tanpa jaminan (unsecured).
Selama prosedur reorganisasi, the automatic tetap berlaku
dan menyediakan korporasi dengan bantuan utang sementara. Untuk melakukan
reorganisasi dengan sukses, perusahaan harus mengadopsi rencana reorganisasi
dan manajer memiliki hak eksklusif untuk jangka waktu terbatas untuk
mengusulkan rencana tersebut. Para kreditur tanpa jaminan biasanya menerima pembayaran
tunai selama beberapa tahun serta ekuitas dalam perusahaan yang direorganisasi,
dan para pemegang saham juga menerima sejumlah ekuitas dalam perusahaan yang direorganisasi (White, 2016).
Prosedur reorganisasi di berbagai negara terkadang sangat
berbeda. Secara umum, negara-negara selain Amerika Serikat tidak memberi
manajer perusahaan yang bangkrut hak untuk tetap memegang kendali atau untuk
membuat keputusan reorganisasi versus keputusan likuidasi awal. Sebaliknya, seorang
trustee ditunjuk pada saat pengajuan untuk menggantikan atau mengawasi manajer
dan memutuskan apakah akan melakukan reorgansiasi atau melikuidasi perusahaan.
Mengenai sistem akuntansinya, Clikeman (2018) menyatakan bahwa likuidasi
dianggap akan segera terjadi ketika manajemen berencana untuk melikuidasi
entitas atau pihak luar merencanakan untuk memaksakan likuidasi (misalnya,
melalui kebangkrutan involuntary), dan kemungkinannya jauh bahwa entitas akan
kembali dari likuidasi. Ketika likuidasi sudah dekat, entitas tersebut harus
menyiapkan laporan keuangannya dengan menggunakan basis likuidasi akuntansi.
Perbedaan utama dari akuntansi going concern adalah bahwa entitas melaporkan
asetnya pada jumlah hasil kas yang diharapkan dari likuidasi, bukan pada biaya
historis. Penilaian auditor tentang apakah ada keraguan substansial tentang
kemampuan entitas untuk melanjutkan sebagai suatu going concern seharusnya dimulai
ketika melakukan prosedur penilaian risiko. Li (2013) menjelaskan bahwa penentu
utama dari efek total welfare yang penting dalam prosedur likudasi dari pilihan
sistem akuntansi adalah nilai likuidasi. Preferensi untuk sistem akuntansi yang
lebih konservatif meningkat seiring dengan nilai likuidasi proyek. Alasannya
adalah ketika nilai likuidasi meningkat, manfaat dari melikuidasi proyek yang
buruk menjadi lebih menarik dan kerugian dari melikuidasi proyek yang baik
secara tidak efisien memiliki dampak yang lebih rendah pada kesejahteraan
sosial. Akuntansi lebih konservatif lebih disukai karena mengurangi biaya
renegosiasi yang diharapkan untuk melakukan likuidasi secara efisien dari
proyek yang buruk.
Dalam reorganisasi, reorganisasi dapat merupakan bagian dari
inisiatif perusahaan atau lokal. Ketika diketahui, dampak bisnis dan analisis
biaya manfaat harus disiapkan untuk mendaftar (list) dan mengukur kegiatan
restrukturisasi yang mungkin sebagai bagian dari perencanaan keuangan dan/atau
proses forecasting. Rencana keluar harus dikembangkan dan disetujui oleh unit
bisnis. Menurut Hightower (2008), ketika disetujui, Corporate
Accounting menetapkan cadangan restrukturisasi dan reorganisasi dalam catatan Corporate
Accounting. Unit bisnis mengumpulkan biaya restrukturisasi dan reorganisasi
yang berlaku dalam akun biaya yang ditetapkan. Corporate Accounting meninjau
akun biaya bulanan dan mengklasifikasikan ulang biaya yang sesuai sebagai
offset ke akun reserve. Corporate Accounting juga bertanggung jawab untuk
merekonsiliasi cadangan secara bulanan dan untuk mendapatkan dan maintaining
dokumentasi untuk semua biaya that hit the reserve. Pada saat selesainya
reorganisasi dan restrukturisasi, reserve tersebut ditutup.
Salah satu contoh perusahaan yang mengalami likuidasi di
Indonesia adalah PT Pertamina Trading Limited (Petral). Petral semula dibentuk
oleh Pertamina sebagai anak perusahaan untuk melakukan kegiatan ekspor-impor
migas yang dibutuhkan oleh perusahaan. Dalam perjalanannya rupanya terdapat isu
mafia migas di tubuh Petral sehingga Pertamina merasa fungsi tersebut
dikembalikan ke dalam tubuh Pertamina melalui Integrated Supply Chain (ISC).
Pembubaran dan likuidasi terjadi pada akhir kuartal pertama tahun 2015 dan
laporan keuangan konsolidasian tahun 2015 telah membukukan net assets atas
Petral. Ini berarti Petral sudah resmi dibubarkan sejak pengumuman resmi yang
dilakukan oleh Direktur Utama Pertamina dan secara keuangan juga telah
dibekukan dengan diakui sebagai net assets. Dari likuidasi tersebut Pertamina
memiliki efek yang baik dari sisi keuangan yang terkait dengan arus kas
perusahaan setelah Petral dibubarkan dan dilikuidasi (Iqbal &
Basuki, 2017).
Hasil tersebut juga ditunjang dari informasi-informasi mengenai perbaikan
sistem pengadaan di ISC sehingga efektifitas dan efisiensi pengadaan dapat
tercapai.
Contoh lain adalah yang terjadi pada the famous Toys R Us. Perusahaan
tersebut mengajukan kebangkrutan pada bulan September 2017 lalu dengan utang US
$ 4,9 miliar, sisa dari akuisisi US $ 6,6 miliar oleh Kohlberg Kravis Roberts,
Bain Capital Partners dan eal estate investment trust Vornado Realty Trust in
2005. Lima bulan kemudian, perusahaan mengumumkan rencana mereka untuk
melikuidasi perusahaan (Hirsch, 2018). Toys R Us menjual
setiap furniture dari closing headquarter-nya. Mereka menjual semua barang
tersebut sebagai bagian dari rencana likuidasinya. Barang-barang tersebut
termasuk furnishings, computers, audio-visual equipment, and food-service
equipment (Green, 2018).
Untuk reorganisasi, salah satu perusahaan di Indonesia
melakukan reorganisasi dengan mengadakan restrukturisasi keuangan, yaitu PT.
Elnusa, Tbk. PT Elnusa Tbk merupakan perusahaan swasta nasional dengan bisnis yang
melingkupi jasa hulu dan hilir migas, pengelolaan aset lapangan migas, serta manajemen
data dan teknologi informasi. Pada tahun 2007, dengan melakukan penggabungan vertikal
dan horisontal, perusahaan melakukan restrukturisasi dengan tujuan untuk
menjadi perusahaan jasa migas yang terintegrasi dengan core business di bidang jasa
hulu migas. Akan tetapi, restrukturisasi tersebut dianggap tidak memberikan
pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan baik secara parsial maupun
bersama-sama (As’ari, 2016).
Reorganisasi dalam bentuk lain terjadi pada Microsoft. Microsoft
CEO Satya Nadella melakukan reorganisasi perusahaan untuk memfokuskan operasi
perusahaan pada cloud. Setup baru ini bertujuan untuk memanfaatkan bisnis
terkuat Microsoft, seperti layanan cloud Azure dan perangkat lunak langganan
Office 365, sementara Windows gets deemphasized (Pressman,
2018).
Pada tahun 2015 lalu, Nadella melakukan reorganisasi untuk menggabungkan
perangkat lunak Windows dengan berbagai upaya perangkat keras perusahaan, pada
saat itu termasuk komputer Surface, peralatan HoloLens VR, smartphone Lumia, the
Surface Hub table display, the Band fitness tracker and the Xbox gaming system.
Tetapi selain dari Xbox, dan bisa dibilang Surface, sebagian besar upaya
perangkat keras tersebut tetap kecil
atau telah dieliminasi. Usaha untuk fokus ke cloud ini merupakan usaha
perusahaan untuk memajukan perusahaan dan mencari jalan bisnis lain selain yang
tengah dijalani saat ini.
REFERENCES
As’ari, H. (2016). Analisis Pengaruh Restrukturisasi
Keuangan Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Kasus pada PT. Elnusa, Tbk). Jurnal
Riset Akuntansi Mercu Buana 1.2.
Clikeman, P. M. (2018). Managers' and Auditors'
Responsibilities for Evaluating Going Concern. Journal of Corporate
Accounting & Finance 29.1, 107-116.
Green, D. (2018, June 4). Toys R Us is selling
every piece of furniture from its closing headquarters that once housed 1,600
people, and the photos are depressing. Retrieved August 5, 2018, from
Business Insider:
https://www.businessinsider.sg/toys-r-us-closing-sale-begins-at-headquarters-photos-2018-6/?r=US&IR=T
Hightower, R. (2008). Accounting and finance
policies and procedures. New York: John Wiley & Sons.
Hirsch, L. (2018, June 29). Toys R Us stores closed
on Friday, leaving behind nostalgia, anger and maybe a chance of revival.
Retrieved August 5, 2018, from CNBC:
https://www.cnbc.com/2018/06/29/toys-r-us-closes-its-doors-on-friday-leaving-beind-nostalgia-anger-a.html
Iqbal, M., & Basuki, H. (2017). Implementasi
Metode Capital Cash Flow Pada PT Pertamina (Persero) Terkait Pembubaran Dan
Likuidasi Petral. Skripsi Universitas Gadjah Mada.
Li, J. (2013). Accounting conservatism and debt
contracts: Efficient liquidation and covenant renegotiation. Contemporary
Accounting Research 30.3, 1082-1098.
Nigam, N., & Boughanmi, A. (2017). Can innovative
reforms and practices efficiently resolve financial distress? Journal of
Cleaner Production 140, 1860-1871.
Pressman, A. (2018, March 29). Why Microsoft CEO
Satya Nadella Is Tearing Up the Windows Business. Retrieved August 5, 2018,
from Fortune: http://fortune.com/2018/03/29/microsoft-reorg-nadella-windows/
Rodano, G., Serrano-Velarde, N., & Tarantino, E.
(2016). Bankruptcy law and bank financing. Journal of Financial Economics
120.2, 363-382.
White, M. J. (2016). Small Business Bankruptcy. Annual
Review of Financial Economics 8, 317-336.
Untuk order tugas lain / custom,
silahkan contact WA 085 868o 39oo9 (Diana)
Happy Order :D