Kedudukan
Hukum Aplikasi Ovo Dalam Sistem Perbankan
Pendahuluan
Memasuki era Era digital seperti saat ini, telah mengharuskan masyarakat
untuk cerdas dapat memanfaatkan kemudahan dan keefektifan dalam berinteraksi
antara satu sama lain. Berbagai inovasi digital pada berbagai bidang
membuktikan bahwa masyarakat juga turut andil dalam perkembangan zaman yang
semakin modern. Berkembangnya bisnis financial technology (fintech) juga ikut
mempengaruhi munculnya perusahaan startup yang bergerak di sektor keuangan
digital. Salah satu produk finansial digital tersebut adalah uang elektronik
(e-money). Dengan munculnya uang elektronik akan memungkinkan masyarakat untuk
melakukan transaksi finansial tanpa menggunakan uang tunai (Tazkiyyaturrohmah, 2018). Maka tidak heran
jika menjamurnya bisnis digital di tanah air seiring munculnya e-commerce
dan layanan jasa berbasis internet membuka peluang usaha baru, yakni uang
elektronik (e-money) tersebut. Kemunculan uang elektronik merupakan
bagian dari kebijakan pemerintah untuk mengurangi transaksi secara tunai dengan
mendorong cashless society (gerakan transaksi non-tunai atau GTNT)
yang telah diusung dalam beberapa tahun terakhir (Kata Data,
2018),
dimana GNNT bertujuan untuk menciptakan transaksi yang transparan dan efisien.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, untuk jenis uang
elektronik itu sendiri ada dua jenis utama. Keduanya memiliki konsep yang sama,
yaitu pembayaran sebuah transaksi tanpa menggunakan uang secara cash (tunai) atau non-tunai. Kedua jenis
yang dimaksud adalah e-money dan e-wallet. sebagian orang mungkin bingung
dengan istilah ini, karena pada dasarnya uang elektronik sama dengan e-money
dalam bahasa inggris, jadi bagaimana tentang keberdaan e-wallet yang juga
disebut sebagai e-money (baca: uang elektronik)? Terlepas dari itu, keduanya
memiliki konsep yang sama seperti yang disebutkan sebelumnya, dimana keduanya
merupakan fasilitas pembayaran tanpa menggunakan uang tunai. Yang membedakannya
adalah bentuk dan kegunannya. Pertama, untuk uang elektronik yang berbentuk
e-money, pada dasarnya adalah uang elektronik yang berbentuk kartu (Chip based)
dengan saldo maksimal dalam jumlah tertentu (misal 1 Juta). Contohnya adalah
Flazz BCA, E-money Mandiri, Tap Cash BNI, JakCard Bank DKI, dll. Sementara itu
untuk uang elektronik berbentuk e-wallet ini merupakan uang elekktronik yang
sebasis aplikasi (Server Based), dengan saldo maksimal yang lebih besar (bisa
mencapai 10 juta), contoh dari e-wallet adalah T-Cash Telkonsel, XL Tunai,
Rekening Ponsel CIMB Niaga, BBM Money Permata Bank (Daeng, 2018).
Pembahasan
1. Profil
dan Kedudukan Ovo
OVO merupakan
bentuk dari evolusi layanan pembayaran mobile. Berkaitan dengan hal ini, secara
umum layanan pembayaran mobile yang juga mulai dikenal dengan sebutan sistem e-money,
memiliki tujuan untuk berusaha menjadi aplikasi keuangan yang bekerja
secara berkesinambungan. Model uang elektronik memang sedang digemari di
kalangan pengguna perangkat mobile Indonesia. Sehingga, berbagai
bentuk sistem e-money mulai ditawarkan, salah satunya adalah aplikasi
OVO tersebut. Dengan ini secara garis besar, OVO ingin menjangkau layanannya
sebagai sebuah simple payment system dan smart fincial services (Daily Social,
2016).
Untuk mencapai tujunnya tersebut, OVO yang merupakan sebuah aplikasi smart yang pada
dasarnya memberikan dua keuntungan utama, pertama yaitu memberikan para
penggunanya kemudahan dalam bertransaksi (OVO Cash), yaiatu dapat digunakan untuk berbagai macam pembayaran
diberbagai merchant rekanan OVO
yang telah bekerja sama dengan OVO menjadi lebih cepat. Dan yang kedua, dengan
penggunaan aplikasi ini, maka pengguna juga diberikan kesempatan yang lebih
besar untuk mengumpulkan poin di banyak tempat (OVO Points), yang mana OVO Points ini merupakan sebuah program Loyalty
rewards yang diperoleh pengguna OVO
setiap bertransaksi di berbagai merchant rekanan OVO dan dapat digunakan kembali sebagai alat pembayaran di seluruh
merchant rekanan OVO (1 OVO
Point = Rp 1) (OVO, 2017).
2. Kedudukan
Hukum Uang Elektronik
Dalam proses perkembangan alat
pembayaran membuktikan bahwa, dari masa ke masa ternyata
alat pembayaran telah mengalami beberapa bentuk perubahan-perubahan yang
signifikan. Alat pembayaran dalam bentuk uang logam dan kertas konvensional,
sekarang berkembang dalam bentuk alat pembayaran yang dilakukan melalui sistem
elektronik (Ramadhan & Aminah, 2016), yaitu yang dikenal
dengan sebutan uang elektronik. Dalam hal ini, Alat pembayaran berbasis non-tunai di
Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK) dan Uang Elektronik atau electronic
money. APMK terdiri dari tiga jenis atau tipe yaitu Kartu ATM, Kartu Debet,
dan Kartu Kredit. Kartu ATM dan kartu Debet disebut juga kartu yang berbasis
rekening. Bank Indonesia
membedakan APMK dengan uang elektronik pada tahun 2008 yaitu dengan
diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11/12/PBI/2009 tanggal 13
April 2009 tentang Uang Elektronik. PBI tersebut dikatakan bahwa per tanggal 13
April 2009 pengaturan mengenai Uang Elektronik terpisah dengan pengaturan
mengenai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). APMK merupakan alat
pembayaran yang berupa kartu kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM)
dan/atau kartu debet, yang sudah dikenal lebih lama dibandingkan uang
elektronik (Noversyah, 2013).
3. Kedudukan
Uang Elektronik dalam Sistem Perbankan
Secara khusus telah di jelasakan bahwa uang
elektronik merupakan sebuah inovasi untuk kebutuhan transaksi pembayaran yang
bersifat mikro (retail) yaitu pembayaran dalam jumlah sedikit. Penggunaan
e-money hanya menempelkan kartu pada sensor alat yang disediakan
penerbit pada pedagang (merchant) maka transaksi pembayaran berhasil
dilakukan dengan pemotongan saldo yang ada pada kartu. Hal ini mempermudah
konsumen karena tidak perlu membawa uang tunai jika ingin melakukan pembayaran,
sehingga dapat mengurangi tingkat kriminalitas (Candrawati, 2014).
Sebelumnya
diketahui dari Daftar Penyelenggara Uang
Elektronik yang Telah Memperoleh Izin dari Bank Indonesia Per 21 Januari 2019, setidaknya telah ada 35
perusahaan yang resmi terdaftar di Indonesia sebagai penyelenggara uang
elektronik (BI, 2019), dan dari semuanya
tidak hanya pihak perbankan saja yang dapat menerbitkan uang elektronik, oleh
sebab itulah maka, dapat diketahui bahwa kedudukan uang elektronik tidak
sepeuhnya harus dibuat oleh pihak perbankan.
4. Kedudukan
Hukum Aplikasi OVO Dalam Sistem Perbankan
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan yang telah di uaraikan diatas, menyangkut tentang
kedudukan hukum aplikasi OVO dalam sistem perbankan dapat dikatakan bahwa ia
terikat secara langsung dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money), yang juga diperkuat dengan adanya Surat Edaran Bank
Indonesia No.11/11/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Uang Elektronik
(Electronic Money) (BI, 2013). Hal ini karena pada
dasarnya OVO termasuk kedalam jenis uang elektronik, meskipun ia lebih
cenderung berbasis aplikasi, dibandingkan dengan uang elektronik yang sebelumnya
lebih kepada berbasis kartu (Chip basis). Hal ini terbukti bahwa OVO harus
mendapatkan lesensi sebagai e-money dari Bank Indonesia untuk dapat memperkuat
basisnya di wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan lesensi tersebut,
OVO diwajibkan untuk memenuhi segala persyaratan sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik
(Electronic Money), yang diterbitan oleh bank Indonesia itu.
Kesimpulan
Artikel ini adalah versi sampel saja.
Untuk versi lengkap atau
bisa juga tugas custom, based on
request
silahkan WA ke 085-8680-39009 (Diana)
Ditunggu ordernya kakak :))