Analisis
Kebijakan Sistem Ganjil-Genap di Jakarta
A.
Pendahuluan
Sektor transportasi merupakan sektor
yang strategis dan dinilai semakin memiliki peran yang penting terhadap
kelancaraan pembangunan di era industrialisasi Indonesia. Salah satu masalah
yang menonjol dan masih sulit diatasi hingga saat ini adalah permasalahan
kemacetan lalu lintas yang sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, terutama
di kota-kota besar seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tingginya mobilitas
penduduk di Ibukota belum diimbangi dengan ketersediaan transportasi umum yang
aman, hal inilah yang mengakibatkan tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan
bermotor pribadi dari tahun ke tahun, dan tidak sebanding dengan pertumbuhan
panjang jalan. Kemacetan merupakan situasi yang tersendat atau bahkan
terhentinya lalu lintas yang disebabkan oleh tingginya jumlah kendaraan yang
dinilai melebihi kapasitas jalan. Kemacetan sering terjadi di kota-kota besar,
terutama dengan rendahnya jumlah transportasi umum atau tidak seimbangnya
kebutuhan jalan dengan kepadatan penduduk, maka dari itulah saat ini kemacetan dinilai
telah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat yang tinggal di kota besar. Penyebab
utamanya adalah adanya ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan
yang setiap harinya mengalami peningkatan terutama di kota-kota besar banyak
yang ingin memiliki kendaraan pribadi (Pratiwi, 2016) .
Untuk mengatasi permasalahan kemacetan
yang terjadi di Jakarta tersebut, pemerintah pun melakukan upaya dengan
menerapkan sistem ganjil-genap. Pada awal tahun 2018, Kementerian Perhubungan
memberlakukan sistem ganjil-genap untuk kendaraan yang melintas di Pintu Tol
Bekasi Barat dan Bekasi Timur. Hal ini berutjuan untuk mengurangi tingginya jumlah
kendaraan yang memasuki ruas Tol Jakarta-Cikampek, karena pintu tol tersebut
memiliki volume kendaraan masuk yang tinggi, yang dapat menghambat jalur
Cikampek-Jakarta.