Ketidakpuasan Masyarakat Atas Pengurangan Fasilitas BPJS
Latar Belakang
Fasilitas pada dasarnya adalah sebuahsarana yang
di gunakan untuk melancarkan pelaksanaan fungsi, atau sarana untuk kemudahan
terlaksananya sebuah fungsi. Kebutuhan akan fasilitas umum dan sosial, pada
dasarnya sanga berhubungan dengan tercapainya tujuan pembanguan nasional,
dimana pembangunan nasional pada hakikatnya bertujuan untuk mensejahterakan
masyarakat. Hal ini akan tercapai apabila kebutuhan pokok dari masyarakat itu
sendiri dapat terpenuhi dengan baik. Adapun kebutuhan pokok yang dimaksud
meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan (Melya, Asyik,
& Sugiyanta, 2018).
Secara jelas, kesehatan merupakan salah
satu bagian penting untuk mencapai kesejahteraan nasional, hal ini karena
kesehatan pada dasarnya adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental
spiritual maupun sosial yang memungkin setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Berkaitan dengan pentingnya suatu fasilitas
kesehatan, belakangan terdengar isu mengenai adanya pengurangan terhadap salah satu fasilitas kesehatan, yaitu
yang menyangkut tentang pengurangan fasilitas BPJS. Oleh sebab itulah, adanya
isu pengurangan fasilitas BPJS ini tentu akan menimbulkan suatu keresahan
terhadap masyatakat. Maka dalam makalah ini, akan dibahas mengenai seperti apa
isu tentang pengurangan fasilitas BPJS tersebut, alasannya seperti apa, dan
bagaimana reaksi masyarakat, serta saran yang sekiranya dapat diberikan kepada
pemerintah mengenai isu ini.
Pengurangan Fasilitas BPJS
Memasuki pertengahan tahun 2018, diketahui
kemunculan isu tentang bagaimana BPJS Kesehatan mengurangi setidaknya tiga
tanggungan jaminan kesehatan, yaitu untuk persalinan, pasien katarak dan
rehabilitasi medik. Penjelasan pengurangan fasilitas tanggungan jaminan
kesehatan tersebut adalah sebagai berikut (Debora, 2018), yaitu:
1. Jaminan kesehatan untuk persalinan
2. Jaminan Kesehatan Penderita Katarak
3. Jaminan Kesehatan untuk rehabilitasi medik
Alasan
Pengurangan fasilitas yang dilakukan oleh BPJS
bukan tanpa alasan. Sehubungan dengan hal ini, berikut merupakan beberapa
alasan mengapa BPJS, khususnya di bidang Kesehatan memutskan untuk membatasi
beberapa jaminan pelayanan kesehatannya, yaitu:
1.
Sebagai Peraturan Baru
Diketahui
bahwaBPJS Kesehatan mengeluarkan tiga kebijakan baru yang mulai berlaku hari
ini, Rabu 25 Juli 2018. Ketiga kebijakan tersebut merupakan dasar BPJS dalam
mengurangi setidaknya tiga tanggungan jaminan kesehatan, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya (Manafe, 2018), diantaranya yaitu:
a. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan
Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program
Jaminan Kesehatan
b. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan
Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan
Bayi Lahir Sehat
c. Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan
Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
2.
BPJS Kesehatan Mengalami Defisit Anggaran
Pada 2017,
BPJS Kesehatan mengalami defisit anggaran hingga Rp9,75 triliun. Pendapatan
iuran dari program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)
tahun lalu hanya sebesar Rp74,25 triliun, sementara jumlah klaim peserta BPJS
Kesehatan mencapai Rp84 triliun (Rahadian, 2018). Bahkan memasuki
tahun 2018, deficit anggaran amsit tetap berlangsung. Diketahui berdasarkan rapat
kerja bersama tentang Bailout BPJS Kesehatan pada tanggal 17 September 2018,
BPJS Kesehatan mencatatkan defisit arus kas rencana kerja anggaran tahunan
(RKAT) 2018 Rp 16,5 triliun. Komposisinya, defisit RKAT 2018 sebesar Rp 12,1
triliun dan carry over 2017 sebesar Rp 4,4 triliun (Satrianegara,
2019).Tentu
dengan anggaran yang mengalami deficit ini jika terus berlangsung maka kan
merugikan pihak BJPS kedepannya, yang mana nantinya akan berdampak pula pada
kinerja dan kurangya efisiensi BPJS dalam memberikan pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat.
3.
Sebagai Bentuk Efisiensi
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa pengurangan fasilitas BPJS Kesehatan, dilakukan
bukan tanpa alasan yang berdasar. Oleh sebab itu, pihak BPJS menolak tuduhan
bahwa peraturan baru yang mulai ditetapkan sebagai bentuk pengurangan manfaat
atau fasilitas yang diberikan, karena pada dasarnya BPJS Kesehatan menegaskan
akan tetap menjamin biaya pelayanan katarak, persalinan dengan bayi lahir
sehat, dan pelayanan rehabilitasi medik. Peraturan Direktur yang diterbitkan
dimaksudkan untuk mengoptimalkan mutu pelayanan dan efektivitas penjaminan
kesehatan.Dimana sekal lagi,implementasi tiga peraturan tersebut bukan untuk
membatasi pelayanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS. Ada pun peraturan tersebut
untuk penjaminan pembiayaan yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS
Kesehatan saat ini, yang mana masih mengalami deficit anggaran (Andreas,
2018).
Reaksi Masyarakat
Peraturan baru BPJS Kesehatan untuk jaminan kesehatan
persalinan, katarak dan rehabilitasi medik, mendapat berbagai respon dari
seluruh kalangan masyarakat. Pasalnya aturan baru yang diterapkan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait penjaminan katarak, rehabilitasi medik
dan persalinan dengan bayi sehat tersebut membuat pasien kebingungan. Tidak
sedikit jumlah yang belum mengetahui adanya perubahan peraturan
tersebut. Beberapa di antara mereka juga ada yang harus pulang karena tidak
bisa mendapatkan pelayanan BPJS seperti biasanya. Bahkan di sejumlah rumah sakit, tak
jarang pasien harus menelan kekecewaan karena aturan tersebut. Meskipun sudah
ada sosialisasi yang dilakukan sebulan sebelum peraturan diberlakukan, masih
banyak pasien yang belum mengerti akan aturan tersebut (Krisyanidayati & Malaka, 2018), ini berarti bahwa
sosialisasi yang dilakukan masih belum tersampaikan secara menyeluruh. Terlebih
ini juga dapat memuncilkan kehawatran terhadap masyarakat, dimana keluarnya
aturan tersebut dapat membatasi atau bahkan menghapuskan tiga pelayanan
kesehatan yang besangkutan.
Rekomendasi Untuk Pemerintah
Diketahui bahwa alasan utama pengurangan fasilitas
palayanan BPJS disebabkan karena saat ini BPJS sedangan mengalami defisit
anggaran, yang mulai parah sejak tahun 2017 hingga 2018 lalu. Namun pengurangan
fasilitas ini justru memdapat penolakan dari berbagai pihak, dimana ada
keungkinan bahwa tiga aturan yang diterapkan tersebut dapat membahayakan
pasien. Misalnya saja untuk penderitakatarak, BPJS Kesehatan hanya mau
membiayai pasien dengan gangguan penglihatan yang masuk kategori sedang. Bila
gangguan penglihatan masih ringan, operasi katarak tidak akan di-cover BPJS
Kesehatan (Safutra & dkk, 2018).
Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah
defisit anggaran, yang seharusnya tidak dijadikan asalan bagi pemerintah maupun
pihak BPJS untuk mengurangi pelayanan dan jaminan keselamatan pasien, adalah
dengan mengeluarkan BPJS dari jeratan defisit itu sendiri itu sendiri, maka
berikut ini merupakan beberapa saran yang sekiranya dapat dilakukan oleh
pemerintah, yaitu:
- Memperbaiki
sistem manajemen yang ada, termasuk dalam pengelolaan keuangan di BPJS
- Meningkatkan
kolektibilitas iuran peserta
- Menaikkan
iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI).
- Penggunaan Sistem Digitalisasi
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka
dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa munculnya isu bahwa pihak BPJS,
khususnya BPJS Kesehatan yang mengurangi fasilitas pelayanannya, sempat menjadi
bahan pembicaraan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, untuk mengentaskan
BPJS dari jerat defisit yang merupakan sumber utama alasan BPJS mengurangi
fasilitasnya, maka saran yang dapat diberikan untuk BPJS sendiri dan bagi
Pemerintah adalah dengan memperbaiki sistem manajemen keuangan BPJS,
meningkatkan pengumpulan iuran dari pemeritah daerah, menaikkan jumlah iuran
Penerima Bantuan Iuran (PBI), hingga pemanfaatan
system berbasis digitalisasi, yang mampu meningkatkan efisiensi manejemen BPJS,
baik di keuangan maupun adminsitrasi.
Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA 0882-9980-0026
(Diana)
Happy order kakak ^^