Ketentuan Berlakunya Restitusi Pajak di Indonesia
A. Pendahuluan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (DJ Pajak, n.d.) . Pajak merupakan salah satu instrumen ekonomi suatu negara. Dengan
demikian, maka dapat dikethaui bahwa pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi penyelengaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Berkaitan dengan hal ini, seperti
yang diketahui bahwa di Indonesia sistem pemungutan pajak yang berlaku adalah
sistem “self assessment”, artinya bahwa Wajib Pajak diwajibkan
menghitung, memperhitungkan dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku, sehingga penentuan besarnya pajak yang terhutang berada pada Wajib
Pajak sendiri. Bersamaan dengan itu, terkadang dalam pembayaran pajak, seorang
wajib pajak dapat mengalami kelebihan pembayaran. Oleh sebab itulah, di Indonesia,
ditetapkan suatu kententuan. Berkaitan dengan hal ini, dalam makalah ini akan membahas
tentang seperti apa ketentuan restitusi pajak yang belaku di Indonesia.
B. Pembahasan
1. Restritusi
Pajak
Djuanda
dan Lubis (2011) menyatakan bahwa restitusi merupakan kelebihan pembayaran
Pajak Pertambahan Nilai terjadi karena jumlah Pajak Masukan yang dibayar lebih
besar daripada jumlah Pajak Keluaran yang dipungut dalam suatu Masa Pajak (Supit,
Saerang, & Sabijono, 2014) . Restitusi pajak
adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh
wajib pajak kepada negara. Kelebihan pembayaran pajak ini merupakan hak bagi
wajib pajak. UU KUP secara umum menyebut restitusi sebagai pengembalian
kelebihan pembayaran pajak. Artinya, negara membayar kembali atau mengembalikan
pajak yang telah dibayar. pajak. Artinya, negara membayar kembali atau
mengembalikan pajak yang telah dibayar.
2. Ketentuan
Restitusi Pajak di Indonesia
a. Kentuan
Peratutan Perundang-undangan
Indonesia merupakan
Negara hukum, oleh sebab itulah, untuk segala urusan kehidupan
masyrakatnya, semua ditentukan oleh hukum, termasuk menganai masalah pajak,
khususnya restitusi pajak. Dalam hal ini, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan memberikan kepastian
hukum dalam rangka penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
pemerintah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan dalam mengurus
masalah restitusi pajak ini, dua diantaranya adalah diantaranya yaitu:
·
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP)
·
Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Penghitungan Dan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
b. Ketentuan
jenis pajak yang dapat dimintakan pengembaliannya
Dalam hal ini,
restitusi dapat diajukan terhadap semua jenis pajak (Supit,
Saerang, & Sabijono, 2014) . Termasuk didalamnya
adalah:
·
Pajak
Penghasilan
·
Pajak
Pertambahan Nilai
·
Pajak
Penjualan atas Barang Mewah,
·
Pajak
Bumi dan Bangunan
c. Ketentuan
kondisi pengajuan pengembalian
Pengajuan
pengembalian pada dasarnya dapat dilakukan oleh siapapun yang termasuk sebagai
Wajib Pajak, yaitu orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Pasal 1 ayat 2 UU KUP).
Hal ini karena restitusi atau pengembalian pajak yang lebih dibayarkan,
merupakan hak dari setiap wajib pajak. Namun demikian, untuk mengajukan
pengembalian pembayaran ini, setidaknya harus sesuai dalam kondisi, seperti (DJ Pajak, 2019) :
·
Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak yang Seharusnya Tidak Terutang (kondisi ini terjadi
dimana Wajib Pajak membayar pajak padahal seharusnya tidak terutang pajak)
·
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
PPh, PPN, dan/atau PPnBM (kondisi in terjadi dimana Wajib Pajak membayar pajak
lebih besar dari yang semestinya).
d. Ketentuan
tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak
Sebelum pembayaran
pajak yang berlebih dikembalikan, ada beberapa tata cara yang harus dipenuhi.
Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 Tentang
Tata Cara Penghitungan Dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.
e. Ketentuan
jangka waktu pengembalian
Secara garis besar
ketentuan jangka waktu pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, dan PPnBM, maka
setelah diperhitungkan dengan Utang Pajak akan dikembalikan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan setelah semua syarat dan ketentuan pengembalian
terpenuhi, hal ini tercantum dalan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011.
C. Kesimpulan
Sehubungan dengan restitusi pajak di
Indonesia, beberapa
paraturan perundang-undangan yang belaku di Indonesia dalam pengaturan
restitusi pajak adalah tercantun dalam: 1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP); dan 2) Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 Tentang Tata Cara Penghitungan Dan
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak. Namun demikian, ketentuan lebih jelas
dalam urusan restitusi diatur dalam ketentuan-ketentuan yang ada dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011. Termasuk mengenai kondisi,
syarat, tata cara, hingga ketentuan jangka waktu pengembalian, dan lain
sebagainya. Lebih lanjut untuk tata cara pengembalian diatur dalam Pasal 5
sampai 11, sementara jangka waktu pengembalian diatur dalam Pasal 12.
Ini hanya versi sampelnya saja ya...
Untuk file lengkap atau mau dibuatkan custom, silahkan PM kami ke
WA 0882-9980-0026
(Diana)
Happy order kakak ^^